Analisis Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Pengukuran Kinerja Pada PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PENERAPAN BALANCED SCORECARD SEBAGAI PENGUKURAN KINERJA PADA PT. PLN (PERSERO)

WILAYAH SUMATERA UTARA OLEH:

REPLINA SEMBIRING 070503136

PROGRAM STUDI STRATA 1 AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Pengukuran Kinerja pada PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan, atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks skripsi Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas dan benar apa adanya. Apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.

Medan, Maret 2011 Yang Membuat Pernyataan,

Replina Sembiring NIM: 070503236


(3)

KATA PENGANTAR

Segala pujian dan ucapan syukur, hanya bagi Tuhan Yesus Kristus, atas berkat dan kasih-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun skripsi ini berjudul: Analisis Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Pengukuran Kinerja pada PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara.

Selama proses pengerjaan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, pengarahan, bantuan, dukungan serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan.

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si,Ak selaku Ketua Program Studi S-1 Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, M.M, Ak selaku Sekretaris Program Studi S-1 Akuntansi

3. Bapak Drs. Arifin Akhmad, M.Si, Ak selaku Dosen Pembimbing. Terima kasih atas semua waktu dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. 4. Bapak Drs. Syahelmi, M.Si, Ak selaku Dosen Pemabnding/Penguji I

dan Ibu Dra. Salbiah, M.Si, Ak selaku Dosen Pembanding/Penguji II. Terima kasih atas saran dan masukan yang telah diberikan kepada penulis selama proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.


(4)

5. Bapak Pimpinan dan karyawan PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara yang telah memberikan izin dan membantu penulis dalam penyediaan data dan informasi yang dibutuhkan.

6. Secara khusus penulis persembahkan kepada kedua orang tua yang sangat penulis sayangi, Jenggi Sembiring dan Arihta br. Ginting, seta abang dan adik penulis, Jhon Fredy Sembiring dan Melisa Chintia Sembiring. Terima kasih buat kasih sayang, doa, dan semangat yang diberikan kepada penulis selama ini.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan penulis, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam penulisan ke depan. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Maret 2011 Penulis,


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian hasil penerapan

balanced scorecard sebagai pengukuran kinerja pada PT PLN (Persero) Wilayah

Sumatera Utara dengan konsep balanced scorecard.

Penelitian ini menggunakan metode deskripstif. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, kuesioner, dokumentasi, dan kepustakaan. Penilaian kuesioner dilakukan dengan menggunakan skala Likert’s Summated Rating. Penilaian kuesioner terhadap 25 responden dilakukan dengan interpretasi nilai untuk mengetahui karakteristik suatu sistem pengukuran yang efektif dan implementasi

balanced scorecard di perusahaan.

Hasil penelitian yang dapat disimpulkan adalah perusahaan telah memiliki visi dan misi yang mampu diterjemahkan ke dalam keempat perspektif balanced

scorecard. Perusahaan telah melakukan pengukuran kinerja di keempat perspektif

dan interpretasi nilai atas kemampuan perusahaan dalam implementasi balanced

scorecard memberikan nilai maksimal sekitar 70,36 % yang berarti bahwa

perusahaan dapat dikatakan telah memiliki pendekatan yang sistemik dalam pengukuran dan dapat mencapai suatu keseimbangan yang baik, namun perusahaan memiliki kelemahan dalam mengukur kepuasan pelanggan dan pegawai sehingga dapat disimpulkan implementasi balanced scorecard belum optimal dalam pengukuran kinerja perusahaan.


(6)

ABSTRACT

The purpose of this research is to know the suitability of balanced scorecard as a measurement of performance at PT (PLN) Persero Wilayah Sumatera Utara with the concept of balanced scorecard.

This research uses the description method. The variety of data is used are primary and secondary data. The data collection that used is interview, questionnaires, documentation, and literature. The assessment questionnaire is done by using Likert’s Scale Summated Rating. Assessment questionnaire to 25 respondents conducted bythe interpretation scoring to determine the characteristics of an effective measurement system and the implementation of balanced scorecard in the company.

The results can be concluded is the company already has a vision dan missions that can be translated into the four balanced scorecard perspectives. The company has conducted in the four perspectives of perfoemnace measurement and interpretation of the value of the company’s ability in implementing the balanced scorecard provides the maximum value of about 70,36 %, which means that the company can be said have a systemic approach of the mesurement and can achieve a good balance, but the company has weakness in measuring customer and employee satisfaction so it can be concluded that the implementation of balanced scorecard is not optimal in the measurement of company performance. Keywords: balanced scorecard and performance measurement


(7)

DAFTAR ISI SKRIPSI

Halaman

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ...ii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis ... 7

1. Pengukuran Kinerja ...……… ... 7

2. Balanced Scorecard ... 9

3. Balanced Scorecard Sebagai pengukuran Kinerja... 23


(8)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ... 35

B. Objek Penelitian ... 35

C. Jenis Data ... 35

D. Teknik Pengumpulan Data ... 36

E. Metode Analisis Data ... 37

F. Jadwal Penelitian ... 37

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Data Penelitian ... 39

1. Deskripsi Perusahaan ... 39

2. Pengukuran Kinerja Perusahaan ... 53

B. Analisis Hasil Penelitian ... 57

C. Evaluasi Implementasi Balanced Scorecard Pada PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 74


(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halama Gambar 2.1 Kerangka Kerja Balanced Scorecard ... 13


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel 2.1 Interpretasi Nilai Atas Kemampuan Perusahaan

Halaman

Dalam Implementasi Balanced Scorecard ... 23 Tabel 2.2 Teknik Pengukuran Kinerja

Dengan Balanced Scorecard ... 24 Tabel 3.1 Jadwal penelitian ... 38 Tabel 4.1 Tabulasi Hasil Kuesioner

untuk Perspektif Keuangan ... 59 Tabel 4.2 Tabulasi Hasil Kuesioner

untuk Perspektif Pelanggan ... 61 Tabel 4.3 Tabulasi Hasil Kuesioner

untuk Perspektif Proses Bisnis Internal ... 63 Tabel 4.4 Tabulasi Hasil Kuesioner untuk

Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran ... 65 Tabel 4.5 Tabulasi Hasil Kuesioner


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Lampiran 1 Struktur Otrganisasi PT PLN (Persero)

Halaman

Wilayah Sumatera Utara ... 76 Lampiran 2 Neraca PT PLN (Persero)

Wilayah Sumatera Utara ... 77 Lampiran 3 Data Pengusahaan PT PLN (Persero)

Wilayah Sumatera Utara ... 78 Lampiran 4 Kuesioner Penelitian ... 79


(12)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian hasil penerapan

balanced scorecard sebagai pengukuran kinerja pada PT PLN (Persero) Wilayah

Sumatera Utara dengan konsep balanced scorecard.

Penelitian ini menggunakan metode deskripstif. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, kuesioner, dokumentasi, dan kepustakaan. Penilaian kuesioner dilakukan dengan menggunakan skala Likert’s Summated Rating. Penilaian kuesioner terhadap 25 responden dilakukan dengan interpretasi nilai untuk mengetahui karakteristik suatu sistem pengukuran yang efektif dan implementasi

balanced scorecard di perusahaan.

Hasil penelitian yang dapat disimpulkan adalah perusahaan telah memiliki visi dan misi yang mampu diterjemahkan ke dalam keempat perspektif balanced

scorecard. Perusahaan telah melakukan pengukuran kinerja di keempat perspektif

dan interpretasi nilai atas kemampuan perusahaan dalam implementasi balanced

scorecard memberikan nilai maksimal sekitar 70,36 % yang berarti bahwa

perusahaan dapat dikatakan telah memiliki pendekatan yang sistemik dalam pengukuran dan dapat mencapai suatu keseimbangan yang baik, namun perusahaan memiliki kelemahan dalam mengukur kepuasan pelanggan dan pegawai sehingga dapat disimpulkan implementasi balanced scorecard belum optimal dalam pengukuran kinerja perusahaan.


(13)

ABSTRACT

The purpose of this research is to know the suitability of balanced scorecard as a measurement of performance at PT (PLN) Persero Wilayah Sumatera Utara with the concept of balanced scorecard.

This research uses the description method. The variety of data is used are primary and secondary data. The data collection that used is interview, questionnaires, documentation, and literature. The assessment questionnaire is done by using Likert’s Scale Summated Rating. Assessment questionnaire to 25 respondents conducted bythe interpretation scoring to determine the characteristics of an effective measurement system and the implementation of balanced scorecard in the company.

The results can be concluded is the company already has a vision dan missions that can be translated into the four balanced scorecard perspectives. The company has conducted in the four perspectives of perfoemnace measurement and interpretation of the value of the company’s ability in implementing the balanced scorecard provides the maximum value of about 70,36 %, which means that the company can be said have a systemic approach of the mesurement and can achieve a good balance, but the company has weakness in measuring customer and employee satisfaction so it can be concluded that the implementation of balanced scorecard is not optimal in the measurement of company performance. Keywords: balanced scorecard and performance measurement


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sistem pengukuran kinerja memiliki sasaran implementasi strategi. Dalam menetapkan sistem pengukuran kinerja, manajemen puncak memilih serangkaian ukuran-ukuran yang menunjukkan strategi perusahaan. Ukuran-ukuran ini dapat dilihat sebagai faktor kesuksesan saat ini dan masa depan. Sistem pengukuran kinerja secara ringkas merupakan mekanisme perbaikan lingkungan organisasi agar berhasil dalam menerapkan strategi perusahaan.

Pada masa sekarang ini, disadari bahwa ukuran kinerja keuangan yang digunakan oleh semua perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif tidak lagi memadai. Ukuran kinerja keuangan hanya mengandalkan informasi yang dihasilkan dari sistem akuntansi yang berjangka pendek (umumnya mencakup satu tahun), maka pengukuran kinerja yang berfokus keuangan mengakibatkan eksekutif lebih memfokuskan pada perwujudan kinerja jangka pendek. Ukuran keuangan sering kali kurang mendorong tindakan yang diperlukan untuk pengambilan keputusan pada masa datang sehingga ukuran keuangan dianggap tidak selalu relevan (Paul R.Niven, 2007:8).

Kinerja personal yang diukur hanyalah yang berkaitan dengan keuangan. Kinerja lain seperti peningkatan pelayanan pelanggan terhadap layangan jasa perusahaan, peningkatan kompetensi dan komitmen personel, peningkatan


(15)

produktivitas, dan cost effectiveness proses bisnis yang digunakan untuk melayani pelanggan diabaikan oleh manajemen karena sulit pengukurannya.

Pada tahun 1992 Kaplan dan Norton memperkenalkan suatu sistem pengukuran kinerja baru yang dikenal dengan nama balanced scorecard.

Balanced Scorecard sebagai sebuah sistem pengukuran kinerja mampu menjawab

keterbatasan-keterbatasan dari pengukuran kinerja yang berfokus pada aspek keuangan. Hal ini disebabkan karena balanced scorecard merupakan seperangkat ukuran kinerja yang tidak hanya terdiri dari ukuran-ukuran keuangan, tetapi juga ukuran-ukuran non-keuangan yang sebenarnya menjadi penyebab ataupun pemicu dari prestasi keuangan yang tampak. Balanced Scorecard memberikan ukuran-ukuran yang dapat membantu manajer puncak untuk melihat kinerja perusahaan secara menyeluruh, tidak hanya perspektif keuangan, tetapi juga dari perspektif pelanggan, bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Kaplan dan Norton (2000:7) menyatakan bahwa balanced scorecard melengkapi seperangkat ukuran finansial kinerja masa lalu dengan ukuran pendorong (drivers) kinerja masa depan. Pembuatan balanced scorecard dimulai dari penerjemahan visi, misi, dan strategi perusahaan ke dalam sasaran dan tolok ukur yang spesifik di keempat perspektif yang ada. Para manajer kemudian berusaha mencapai tujuan dan tolok ukur yang telah ditetapkan di keempat perspektif tersebut melalui inisiatif strategi yang telah dirumuskan. Perspektif keuangan dalam balanced

scorecard memberikan petunjuk apakah strategi dan pelaksanaan kegiatan

operasional perusahaan berhasil memberikan kontribusi bagi peningkatan laba perusahaan (memberikan hasil terbaik kepada para pemegang saham). Perspektif


(16)

pelanggan digunakan untuk mengetahui apakah perusahaan mampu menciptakan pelanggan/konsumen yang puas di dalam proses pemenuhan kebutuhan pelanggan. Perspektif bisnis internal menunjukkan proses internal yang harus dilakukan untuk menciptakan produk dan jasa dengan nilai terbaik bagi pelanggan. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menunjukkan bagaimana membangun sumber daya manusia perusahaan guna peningkatan kinerja di masa depan.

Kinerja PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara selama ini dirasa masih buruk oleh sebagian masyarakat. Hal ini dikarenakan krisis listrik yang selama ini terjadi yang mengakibatkan seringnya pemadaman listrik. Konsumsi listrik setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Krisis listrik yang selama ini terjadi disebabkan karena adanya permasalahan di PLN dan masyarakat. Permasalahan yang timbul di PLN, diantaranya kapasitas pembangkit listrik yang terbatas, keterbatasan untuk investasi pembangkit dan jaringan baru, tarif yang belum mencapai tingkat keekonomian serta keterbatasan energi primer dan biaya bahan bakar minyak yang tinggi. Permasalahan yang muncul dari masyarakat, yaitu tingkat pertumbuhan demand yang tinggi, tuntutan terhadap mutu dan keandalan tenaga listrik, pola konsumsi tidak seimbang, dan masih adanya masyarakat yang belum menikmati listrik. Dalam menghadapi permasalahan yang ada PLN hanya memiliki upaya yang terbatas, seperti mempertahankan pelayanan kepada konsumen yang telah ada, melayani pertumbuhan secara terbatas sesuai dengan kapasitas daya, dan meneruskan proyek-proyek yang sedang dalam pelaksanaan.


(17)

Hal inilah yang membuat masyarakat menilai PLN mempunyai kinerja yang buruk.

PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara adalah perusahaan milik negara yang bergerak di bidang kelistrikan, dengan wilayah operasional di Provinsi Sumatera Utara yang bertugas mendistribusikan tenaga listrik dan jasa pelayanan kepada pelanggan. Dalam melaksanakan tugas utamanya, PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara memerlukan sistem pengendalian manajemen yang dapat menilai kinerja secara akurat dan responsif terhadap perubahan lingkungan, khususnya pelayanan yang prima kepada masyarakat. Salah satu strategi perusahaan guna mencapai visi perusahaan adalah dengan menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang lain yang terkait, berorientasi pada kepuasan pelanggan, anggota perusahaan, dan pemegang saham. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan memerlukan suatu pengukuran kinerja yang dapat menerjemahkan visi dan misi perusahaan, tidak hanya dari perspektif keuangan saja, melainkan dari perspektif pelanggan, yang termasuk di sini adalah kecepatan layanan kepada pelanggan dan kecepatan penambahan pelanggan baru atau perluasan wilayah jangkauan listrik; perspektif bisnis internal, termasuk dalam hal ini proses kerja yang tidak berbelit-belit; dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, termasuk peningkatan kesejahteraan dan kualitas sumber daya manusia di PLN tersebut

PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara telah menerapkan sistem pengukuran kinerja balanced scorecard yang mengukur keempat perspektif tersebut. Penerapan balanced scorecard diharapkan dapat membantu PLN untuk


(18)

mengetahui seberapa efektif kinerja perusahaan selama ini. Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut efektivitas penerapan balanced scorecard sebagai pengukuran kinerja pada PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penerapan balanced scorecard sebagai pengukuran kinerja pada PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara sudah sesuai dengan konsep balanced scorecard?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian hasil penerapan balanced scorecard sebagai pengukuran kinerja pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara dengan konsep balanced scorecard.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis, perusahaan, dan peneliti selanjutnya.

1. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya dan


(19)

memberikan informasi mengenai pengukuran kinerja dengan menggunakan pendekatan balanced scorecard,

2. Bagi perusahaan yaitu memberi masukan kepada pihak manajemen mengenai penerapan pengukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan pendekatan balanced scorecard,

3. Bagi peneliti yaitu memberikan wawasan mengenai pengukuran kinerja dengan pendekatan balanced scorecard dalam suatu perusahaan dan membandingkannya dengan teori-teori yang berkaitan dengan pendekatan


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis 1. Pengukuran Kinerja

Kinerja merupakan penentuan secara periodik efektivitas operasional organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standard dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, 2001:7). Pengertian kinerja menurut Hansen dan Mowen (2000:6) “tingkat konsistensi dan kebaikan fungsi-fungsi produk”. Aliminsyah dan Padji (2003:215) mengartikan kinerja sebagai:

Suatu istilah umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode, sering dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, suatu dasar efisiensi, pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya.

Anderson dan Clancy dalam Sony Yuwono et. al. (2004:21), mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai “feedback from the accountant to

management that provides information about how well the action represent the plans; it also identifies where managers may need to make corrections or adjustments in future planning and controlling activities”. Menurut Gaspersz

(2002) “pengukuran kinerja adalah pemberian alat untuk penetapan angka sebutan sebagai pembanding bagi sesuatu sehingga dapat dipakai sepanjang waktu”.

Menurut Lynch dan Cross (1993) dalam Sony Yuwono et. al. (2004:29), manfaat pengukuran kinerja adalah sebagai berikut:

a. menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat


(21)

seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberikan kepuasan kepada pelanggan,

b. memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal,

c. mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of

waste),

d. membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi, e. membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan

memberi reward atas perilaku yang diharapkan tersebut.

Menurut Mulyadi (2001:416) pengukuran kinerja memiliki manfaat untuk: a. mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui

pemotivasian personel secara maksimum,

b. membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penghargaan personel, seperti: promosi, transfer, dan pemberhentian, c. mengidentifikasi kebutuhan penelitian dan pengembangan personel

dan untuk menyediakan kriteria seleksi evaluasi program pelatihan personel,

d. menyediakan suatu dasar untuk mendistribusikan penghargaan.

Wahjudi Prakarsa (1997) dalam Sony Yuwono et. al. (2002:29) mengemukakan bahwa sistem pengukuran kinerja yang efektif paling tidak harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

a. didasarkan pada masing-masing aktivitas dan karakteristik organisasi itu sendiri sesuai perspektif pelanggan,

b. evaluasi atas berbagai aktivitas, menggunakan ukuran-ukuran kinerja yang customer-validated,

c. sesuai dengan seluruh aspek kinerja aktivitas yang mempengaruhi pelanggan sehingga menghasilkan penilaian yang komprehensif,

d. memberikan umpan balik untuk membantu seluruh anggota organisasi mengenali masalah-masalah yang ada kemungkinan perbaikan.

Sebuah sistem pengukuran kinerja yang baik harus terdiri dari sekumpulan tolok ukur yang mengkombinasikan tidak saja tolok ukur keuangan tetapi juga tolok ukur non keuangan (Paul McMann dan Alfred J.Nanni dalam Sony Yuwono et. al., 2004:30).


(22)

2. Balanced Scorecard

a. Pengertian dan Manfaat Balanced Scorecard

Balanced Scorecard terdiri dari dua kata, yaitu balanced dan scorecard. Scorecard artinya kartu skor, maksudnya adalah kartu skor yang akan digunakan

untuk merencanakan skor yang diwujudkan di masa yang akan datang, sedangkan

balanced artinya berimbang, maksudnya adalah untuk mengukur kinerja

seseorang diukur secara berimbang dari dua perspektif, yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern (Mulyadi,2001:2).

Pada awalnya, balanced scorecard diciptakan untuk mengatasi masalah tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif yang hanya berfokus pada sektor keuangan saja, tanpa memperhatikan sektor non keuangan. Sistem pengukuran kinerja yang hanya menekankan pada sektor keuangan membuat perusahaan sulit berkembang. Oleh karena itu pada tahun 1990, Nolan Norton Institute, bagian riset kantor akuntan publik KPMG di USA yang dipimpin oleh David P. Norton, mensponsori studi tentang “Pengukuran Kinerja dalam Organisasi Masa Depan”. Hasil studi tersebut diterbitkan dalam sebuah artikel berjudul “Balanced Scorecard-Measures That Drive Performance” dalam

Harvard Business Review (Januari-Februari 1992). Hasil studi tersebut

menyimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja eksekutif di masa depan diperlukan ukuran komprehensif yang mencakup empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan/konsumen, proses internal bisnis, serta pembelajaran dan pertumbuhan.


(23)

Menurut Kaplan dan Norton (1996) dalam Sony Yuwono et.al. (2004:7),

balanced scorecard merupakan:

…a set of measures that gives top managers a fast but comprehensive view of the business..includes financial measures that tell the result of action already taken..complements the financial measures with operational measures on customer satisfaction, internal process, and the organizations innovation and improvement activities-operational measures that are the drivers of future financial performance.

Pearson dan Robinson (2007) dalam Sipayung (2009:8) mendefinisikan

balanced scorecard sebagai “suatu kumpulan dari empat ukuran yang berkaitan

langsung dengan strategi suatu perusahaan: kinerja keuangan, pengetahuan mengenai pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan”.

Menurut Kaplan dan Norton (2000:17) manfaat balanced scorecard adalah:

1) mengklarifikasikan dan menghasilkan konsensus mengenai strategi, 2) mengkomunikasikan strategi ke seluruh perusahaan,

3) menyelaraskan berbagai tujuan departemen dan pribadi dengan strategi perusahaan,

4) mengkaitkan berbagai tujuan strategis dengan sasaran jangka panjang dan anggaran tahunan,

5) mengidentifikasikan dan menyelaraskan inisiatif strategi,

6) melaksanakan peninjauan ulang strategi secara periodik dan sistematis, 7) mendapatkan umpan balik yang dibutuhkan untuk mempelajari

memperbaiki strategi.

b. Keunggulan Balanced Scorecard

Keunggulan konsep balanced scorecard dalam sistem perencanaan strategik adalah mampu menghasilkan rencana strategik yang memiliki karakteristik, yaitu komprehensif, koheren, berimbang, dan terukur (Mulyadi, 2005:11-15).


(24)

1) Komprehensif

Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam

perencanaan strategik, yaitu dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan, meluas ketiga perspektif yang lain seperti pelanggan, proses, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan perspektif rencana strategik ke perspektif non keuangan tersebut menghasilkan manfaat, yaitu menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berkesinambungan serta memampukan organisasi untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks.

2) Koheren

Balanced Scorecard mewajibkan personel untuk membangun hubungan

sebab-akibat (causal relationship) di antara berbagai sasaran strategik yang dihasilkan dalam perencanaan strategik. Setiap sasaran strategik yang ditetapkan dalam perspektif non keuangan harus mempunyai hubungan kausal dengan sasaran keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

3) Berimbang

Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik penting untuk menghasilkan kinerja keuangan berkesinambungan.

4) Terukur

Keterukuran sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Balanced Scorecard mengukur sasaran-sasaran strategik yang sulit untuk diukur.


(25)

c. Hubungan Balanced Scorecard dengan Visi, Misi, dan Strategi Perusahaan

Visi merupakan gambaran menantang dan imajinatif tentang peran, tujuan dasar, karakteristik, dan filosofi organisasi di masa datang yang akan menajamkan tugas-tugas strategik perusahaan (Sony Yuwono,et al, 2004:103).

Sony Yuwono, et al (2004:103) menyatakan bahwa misi “mendefinisikan bisnis bahwa organisasi berada pada atau harus berada pada nilai-nilai keinginan stakeholders yang meliputi produk, jasa, pelanggan, pasar, dan seluruh kekuatan perusahaan”.

Mulyadi (2001:72) mendefinisikan strategi dengan menyatakan bahwa: Strategi adalah pola tindakan utama yang dipilih untuk mewujudkan visi organisasi melalui misi. Strategi membentuk pola pengambilan keputusan dalam mewujudkan visi organisasi. Dengan tindakan berpola, perusahaan dapat mengerahkan dan mengarahkan seluruh sumber daya organisasi secara efektif ke arah perwujudan visi organisasi.

Kaplan dan Norton (2000:2) berpendapat bahwa balanced scorecard menerjemahkan misi dan strategi ke dalam seperangkat ukuran yang menyeluruh yang memberi kerangka kerja bagi pengukuran dan sistem manajemen strategis. Selain itu, menurut Kaplan dan Norton (2000:9) balanced scorecard dapat digunakan untuk membantu manajemen mengartikulasikan strategi perusahaan, yaitu dengan memberikan kerangka kerja dalam:

1) memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi

2) mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis

3) merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis


(26)

Proses penerjemahan visi, misi, dan strategi perusahaan ke dalam keempat perspektif balanced scorecard dapat dilihat pada kerangka kerja balanced

scorecard seperti yang terdapat pada gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1

Kerangka Kerja Balanced Scorecard

Sumber: Kaplan dan Norton (1996) dalam Sony Yuwono et.al., Petunjuk Praktis

Penyusunan Balanced Scorecard Menuju Organisasi yang Berfokus pada Strategi, 2002:5

Perspektif Keuangan

“Untuk berhasil secara keuangan, apa yang harus kita perlihatkan kepada para pemegang saham kita?”

Perspektif Pelanggan “Untuk mewujudkan visi kita, apa yang harus kita perlihatkan kepada para pelanggan kita?” Perspektif Proses Bisnis Internal “Untuk menyenangkan para pemegang saham dan pelanggan kita, proses bisnis apa yang harus kita kuasai dengan baik?”

Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

“Untuk mewujudkan visi kita, bagaimana kita memelihara kemampuan kita untuk berubah dan meningkatkan diri?”

VISI, MISI dan STRATEGI


(27)

Selanjutnya Kaplan dan Norton (2000:130) juga mengemukakan tiga prinsip yang memungkinkan balanced scorecard organisasi terhubung dengan strategi, yaitu: cause and effect relationship, performance drivers, dan linkage to

financial.

1) Cause and Effect Relationship (hubungan sebab-akibat)

Sebuah strategi adalah sekumpulan hipotesis tentang hubungan sebab-akibat. Sebuah scorecard yang disusun secara semestinya seharusnya mampu menjelaskan strategi unit bisnis melalui urutan hubungan sebab-akibat. Sistem pengukuran harus membuat hubungan di antara berbagai tujuan di dalam berbagai perspektif secara eksplisit sehingga dapat dikelola dan divalidasi. Sistem pengukuran harus menidentifikasi dan membuat eksplisit urutan hipotesis tentang hubungan sebab-akibat antara ukuran hasil dengan faktor pendorong kinerjanya. 2) Performance Drivers (Pemicu/Pendorong Kinerja)

Balanced scorecard menggunakan ukuran generik tertentu. Ukuran ini

cenderung menjadi ukuran utama hasil, yang mencerminkan tujuan bersama berbagai strategi, dan struktur yang serupa di semua industri dan perusahaan. Sebuah balanced scorecard yang baik seharusnya memiliki bauran ukuran hasil dan faktor pendorong kinerja. Ukuran hasil tanpa faktor pendorong kinerja tidak akan mengkomunikasikan bagaiman hasil tersebut dicapai. Ukuran ini tidak akan memberikan indikasi dini tentang apakah strategi perusahaan sudah dilaksanakan dengan berhasil atau tidak. Sebuah balanced scorecard yang baik seharusnya memiliki bauran yang tepat dari hasil (lagging indicator) dan faktor pendorong kinerja (leading indicator) yang telah disesuaikan dengan strategi unit bisnis.


(28)

3) Linkage to Financial (Keterkaitan dengan Finansial)

Sebuah balanced scorecard harus tetap menitikberatkan kepada hasil, terutama yang bersifat finansial atau nilai tambah ekonomis. Banyak manajer gagal mengaitkan program seperti manajemen mutu total, penurunan waktu siklus, rekayasa ulang, dan pemberdayaan pekerja, dengan hasil yang secara langsung mempengaruhi para pelanggan dan yang menghasilkan kinerja finansial yang handal pada masa yang akan datang. Yang paling penting adalah hubungan sebab-akibat semua ukuran dalam sebuah balanced scorecard harus terkait dengan setiap tujuan finansial perusahaan.

d. Penerapan Balanced Scorecard

Pada awal perkembangannya, balanced scorecard ditujukan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja tradisional yang menitikberatkan pada ukuran keuangan. Penerapan balanced scorecard dalam suatu organisasi tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan semua pihak dalam organisasi tersebut. Keputusan untuk menetapkan balanced scorecard hendaknya datang dari eksekutif semior dan pembangunannya melibatkan semua tingkatan manajemen.

Langkah pertama dalam membangun balanced scorecard yang berhasil adalah mendapatkan konsensus dan dukungan dari manajemen senior mengenai mengapa balanced scorecard tersebut harus dibuat (Kaplan dan Norton 2000:258). Selanjutnya, Kaplan dan Norton juga mengemukakan ada empat langkah yang harus dilakukan oleh para manajemen senior dan menengah, yaitu menentukan arsitektur ukuran, membangun konsensus di seputar tujuan strategis,


(29)

memilih dan merancang ukuran, dan membuat rencana pelaksanaan (Kaplan dan Norton 2000:262). Langkah-langkah inilah yang nantinya diharapkan mampu menghasilkan sebuah balanced scorecard yang baik dan akan membantu para manajer untuk mencapai tujuan program mereka.

1) Menentukan Arsitektur Ukuran

Bangunan balanced scorecard dimulai dari visi perusahaan. Selanjutnya, visi ini akan diuraikan dalam perspektif-perspektif pengukuran. Pada masing-masing perspektif ini ditetapkan tujuan strategis yang lebih spesifik yang merupakan penjabarn dari visi perusahaan. Atas dasar tujuan strategis ini, perusahaan kemudian menetapkan faktor-faktor keberhasilan agar visi perusahaan bisa diwujudkan. Setelah penetapan faktor-faktor keberhasilan kemudian ditentukan ukuran-ukuran strategis yang mencerminkan strategi perusahaan. Pada bagian terakhir, perusahaan menyiapkan langkah-langkah spesifik yang akan dilakukan pada masa datang agar tercapai tujuan-tujuan strategis yang merupakan syarat bagi pencapaian misi perusahaan.

Balanced scorecard tidak dimaksudkan untuk bertindak sebagai alat

manajemen yang terpisah/berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari pendekatan yang terintegrasi untuk menilai usaha dan mengevaluasi sukses secara keseluruhan. Tujuan dan ukuran balanced scorecard lebih dari sekedar sekumpulan ukuran kinerja keuangan dan non keuangan. Semua tujuan dan ukuran diturunkan dari suatu proses atas ke bawah (top-down) yang digerakkan oleh misi dan strategi unit bisnis (Kaplan dan Norton 2000:9).


(30)

Membangun sebuah balanced scorecard yang berhasil memerlukan konsensus dan dukungan dari manajemen senior mengenai mengapa balanced

scorecard tersebut dibuat. Tujuan strategis yang ditetapkan pada masing-masing

perspektif harus mendapatkan kesepakatan semua manajemen, baik di tingkat korporat maupun di tingkat unit bisnis.

3) Memilih dan Merancang Ukuran

Setelah mendapatkan konsensus mengenai tujuan strategis yang hendak dicapai, langkah selanjutnya adalah menentukan ukuran yang hendak digunakan dalam balanced scorecard. Ukuran yang terpilih hendaknya adalah ukuran yang paling baik dalam mengkomunikasikan sebuah strategi.

4) Membuat Rencana Pelaksanaan

Rencana ini harus menyatakan bagaimana ukuran yang ada terkait dengan database dean sistem informasi, bagaimana mengkomunikasikan balanced

scorecard ke seluruh perusahaan. Pembicaraan lanjutan dengan eksekutif senior

hendaknya dilakukan untuk mencapai konsensus mengenai visi, misi, tujuan, ukuran, dan target yang telah ditetapkan.

d. Karakteristik Implementasi Balanced Scorecard

Tanpa dukungan yang kuat dari manajemen puncak, sangat sulit untuk melaksanakan implementasi sebuah konsep seperti balanced scorecard. Salah satu tujuan utama balanced scorecard adalah untuk menciptakan partisipasi dan komunikasi mengenai visi dan tujuan strategis suatu perusahaan. Oleh karena itu, semua lini dan jenjang yang ada dalam perusahaan hendaknya berpartisipasi


(31)

dalam proses aktual pengembangan balanced scorecard yang prosesnya dapat diawali dari visi komprehensif perusahaan.

Sony Yuwono, et al (2002:129) meyatakan bahwa:

Karakteristik balanced scorecard yang baik terdiri dari beberapa karakteristik, yaitu prioritas, komposisi project group, cakupan project, mendasarkan scorecard pada strategi perusahaan, tolak ukur yang jelas dan konsisten, keseimbangan dan hubungan sebab-akibat, menyusun sasaran, hubungan dengan sistem pengendalian yang ada, meyakinkan kemungkinan dikerjakannya tolok ukur dan pengukuran, pelatihan dan informasi, pengembangan suatu organisasi pembelajaran, dan menindaklanjuti konsep.

Berikut ini uraian dari karakteristik implementasi balanced scorecard yang baik. 1) Prioritas

Manfaat balanced scorecard mungkin diragukan oleh sebagian karyawan padahal konsep ini sebenarnya dapat memberi pengaruh baik dan menguntuntungkan yang sifatnya berkelanjutan. Pengaturan waktu yang sesuai sangat dibutuhkan. Penting pula bahwa manajemen puncak harus mampu menjelaskan tujuan proyek balanced scorecard dan hubungannya dengan proyek-proyek perusahaan sebelumnya.

2) Komposisi Project Group

Konsep balanced scorecard dimaksudkan untuk menyediakan suatu gambaran selengkap mungkin tentang perusahaan. Oleh karena itu, berbagai bagian dalam organisasi harus dipresentasikan dalam project group dan menyumbangkan pandangan mereka selama proses penyusunan balanced

scorecard. Project group terdiri dari 4-15 orang. Angka optimal kesuksesan tidak

mungkin digeneralisasikan. Meskipun penting, project group jangan sampai tumbuh terlalu besar sehingga mengganggu efisiensi dan kebebasan bertindak,


(32)

namun group ini juga tidak boleh terlalu kecil sehingga bagian organisasi tertentu tidak memiliki suara dalam proses.

3) Cakupan Project

Jika suatu project balanced scorecard terlalu luas dalam mencakup dan melibatkan banyak orang, maka akan terjadi sarat kerja (over loaded) dan melemahkan sumber daya perusahaan. Untuk itu diperlukan suatu proyek percontohan (pilot project) pada cabang atau departemen. Manfaat dari pilot

project adalah mampu mendorong meningkatkan kepercayaan dari para karyawan.

Beberapa perusahaan percaya pada implementasi konsep balanced scorecard secara besar-besaran saat melakukannya utnuk pertama kali, dengan alasan bahwa konsep balanced scorecard dapat membangkitkan isu-isu yang lebih luas.

4) Mendasarkan Scorecard pada Strategi Perusahaan

Hal yang sangat penting adalah balanced scorecard harus didasarkan pada visi komprehensif dan tujuan-tujuan strategis menyeluruh dari perusahaan.

5) Berbagai Tolok Ukur yang Didefinisikan Secara Jelas dan Konsisten

Ukuran-ukuran yang digunakan dalam balanced scorecard harus didefinisikan secara jelas dan dengan cara yang sama disosialisasikan ke seluruh lini atau bagian organisasi.

6) Keseimbangan dan Hubungan Sebab-Akibat antar Berbagai Tolok Ukur

Balanced Scorecard dimaksudkan tidak hanya untuk memperlengkap

perusahaan dengan suatu pandangan yang lebih luas tentang bisnisnya, tetapi juga mengharuskannya untuk menentukan bagaimana berbagai ukuran yang berbeda tersebut dapat saling mempengaruhi.


(33)

7) Menyusun Sasaran

Sasaran-sasaran harus disusun pada setiap tolok ukur. Jika balanced

scorecard ditujukan untuk meningkatkan kredibilitas, maka yang harus

diperhatikan adalah, pertama, sasaran harus konsisten dengan visi komprehensif dan strategi menyeluruh. Kedua, sasaran harus realistis dan dapat dicapai. Ketiga, sasaran harus cukup ambisius untuk memacu organisasi berkembang.

8) Hubungan dengan Sistem-sistem Pengendalian yang Ada

Balanced scorecard merupakan suatu metode untuk mengendalikan

strategi suatu bisnis atau operasi lainnya. Biasanya, metode ini harus dipadukan dengan sistem-sistem pengendalian yang ada, khususnya pengendalian manajemen. Sistem anggaran, pelaporan, dan insentif harus disesuaikan dengan

balanced scorecard dan pada saatnya dikoordinasikan, bahkan mungkin

diintegrasikan, dengan berbagai ukuran yang digunakan di dalamnya. 9) Meyakinkan Kemungkinan Dikerjakannya Tolok Ukur dan Pengukuran

Balanced scorecard akan menjadi efektif apabila secara kontinu

diperlengkapi dengan info yang relevan sehingga menjadi bagian alami dari proses pembelajaran dan diskusi strategis perusahaan. Proses perumusan balanced

scorecard sering berakibat pada sejumlah ukuran yang tidak eksis dalam sistem

yang dimiliki perusahaan saat ini. Di sini, project group harus yakin bahwa data yang diperlukan akan tersedia. Sebaliknya jika perusahaan hanya memiliki

balanced scorecard dengan sejumlah ukuran yang tidak bisa dilaksanakan, maka


(34)

10)Pelatihan dan Informasi

Informasi tentang konsep balanced scorecard harus selalu tersedia dan mudah dimengerti. Pelatihan dan informasi dapat disediakan dengan bantuan manual, intranet, atau seminar.

11)Pengembangan Suatu Organisasi Pembelajaran

Dalam proses balanced scorecard, strategi dirinci ke dalam berbagai ukuran dan sasaran spesifik. Proses ini mengembangkan partisipasi, kesadaran, dan desentralisasi, pembuatan keputusan, serta tanggung jawab terhadap pencapaian sasaran yang telah dirumuskan.

12)Menindaklanjuti Konsep

Suatu perusahaan harus meninjau strateginya secara berkala dan konsisten agar tetap kompetitif. Balanced scorecard tidak boleh dipandang sebagai produk statis tetapi sebagai suatu model hidup dari suatu perusahaan.

Menurut Paul R. Niven (2002:22-23), karakteristik implementasi balanced

scorecard yang baik adalah keseimbangan ukuran-ukuran kinerja balanced scorecard tersebut meliputi:

1) keseimbangan antara indikator keuangan dan non keuangan 2) keseimbangan antara unsur internal dengan eksternal organisasi 3) keseimbangan antara lag indicators dengan lead indicators

Implementasi balanced scorecard juga dapat mengalami kegagalan. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan penerapan balanced

scorecard adalah: (Sony Yuwono, et al, 2004:125)

1) memandang bahwa balanced scorecard merupakan suatu pendekatan yang berdiri sendiri, yang berbeda dengan pendekatan lain,


(35)

2) kekeliruan dalam menentukan variabel dan tolok ukur balanced

scorecard yang tidak sejalan dengan ekspektasi stakeholder, terutama non-owners stakeholders (selain pemegang saham, seperti karyawan,

pelanggan, pemasok, masyarakat, dan bahkan juga generasi mendatang),

3) improvements goals (tujuan-tujuan pengembangan manajerial dan

bisnis) dalam perusahaan tidak didasarkan pada kebutuhan

stakeholders,

4) tidak ada sistem yang dapat diandalkan yang dapat merinci sasaran-sasaran pada tingkat manajemen puncak hingga level di bawahnya secara efektif, yang pada dasarnya merupakan alat aktualisasi strategi dan pengembangan bisnis,

5) karyawan kurang mempunyai rasa memiliki terhadap perusahaan dan hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap efektivitas balanced

scorecard karena balanced scorecard sesungguhnya membutuhkan

peran serta seluruh individu dan seluruh lini organisasi.

Implementasi balanced scorecard dapat diketahui apakah telah memiliki karakteristik yang baik atau malah mengalami kegagalan dengan melakukan evaluasi yang dapat dilakukan dengan melakukan survei, yang mencakup evaluasi terhadap berbagai tolok ukur dan sistem pengukuran yang digunakan perusahaan. Dari evaluasi ini akan terlihat karakteristik suatu sistem pengukuran yang efektif dan seberapa jauh organisasi atau perusahaan terlibat dalam standar dan praktik

balanced scorecard yang ada (Sony Yuwono,et al 2004:95). Evaluasi dapat

dilakukan dengan menggunakan interpretasi nilai dari hasil survei yang dilakukan. Berikut ini merupakan interpretasi nilai yang dapat digunakan untuk mengevaluasi implementasi balanced scorecard yang dapat dilihat pada tabel 2.1 (Sony Yuwono, et al, 2004:101-102).


(36)

Tabel 2.1 Interpretasi Nilai Atas Kemampuan Perusahaan dalam Implementasi Balanced Scorecard

SKOR (%) INTERPRETASI NILAI

85-100

Perusahaan telah memiliki pendekatan yang sangat baik dalam mengukur kinerja organisasi. Perusahaan memiliki suatu database yang ringkas yang terhubung dengan scorecard kunci dan juga memiliki satu set tolok ukur berimbang yang baik. Perusahaan juga terbukti dapat menggunakan data yng dikumpulkan untuk membuat keputusan dalam meningkatkan kinerja organisasi. Organisasi yang demikian dapat menjadi benchmark dalam suatu pengukuran.

70-84 Perusahaan telah memiliki pendekatan yang sistemik dalam pengukuran dan dapat mencapai suatu keseimbangan yang baik, namu perusahaan memiliki kelemahan dalam mengukur kepuasan pelanggan dan pegawai.

55-69 Perusahaan berada pada level menengah dan mengindikasikan suatu awal yang baik untuk mulai melakukan pembenahan terhadap pendekatan pengukuran yang ada.

54 ke bawah Perusahaan masih jauh tertinggal dalam menerapkan

balanced scorecard. Perusahaan tidak memiliki tolok

ukur strategis jangka panjang sehingga perusahaan harus mengaplikasikan beberapa konsep dalam balanced

scorecard untuk meningkatkan sistem pengukuran

kinerja organisasi

Sumber: Adaptasi dari Sonny Yuwono, et.al, Petunjuk Praktis Penyusunan

Balanced Scorecard (2004:101-102)

3. Balanced Scorecard Sebagai Pengukuran Kinerja

Balanced Scorecard merupakan pendekatan yang menerjemahkan visi dan

strategi perusahaan ke dalam tujuan-tujuan dan pengukuran-pengukuran yang dilihat dari empat perspektif serta menerjemahkan visi unit bisnis dan strateginya ke dalam tujuan dan pengukuran yang berwujud. Balanced Scorecard


(37)

menyatakan adanya keseimbangan antara berbagai ukuran eksternal para pemegang saham dan pelanggan, dengan berbagai ukuran internal proses bisnis penting, inovasi, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Keseimbangan juga dinyatakan antara semua ukuran hasil apa yang dicapai oleh perusahaan pada waktu yang lalu dengan semua ukuran faktor pendorong kinerja masa depan perusahaan. Berikut ini merupakan contoh teknik untuk mengukur keempat perspektif balanced scorecard menurut Don R.Hansen dan Maryanne M. Mowen dalam Husein Umar (2001:374) yang dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Teknik Pengukuran Kinerja Dengan Balanced Scorecard

Objectives Measures

Finance Perspective Revenue Growth:

- increase the number of new products - percentage of revenue from new products

- create new application - percentage of revenue from new application

- develop new customers and markets - percentage of revenue from new sources

- adopt a new pricing strategy - product and customer profitability Cost Reduction:

- reduce unit product cost - unit product cost - reduce unit customer cost - unit customer cost

- reduce distribution channel cost - cost per distribution channel Assets Utilization:

- improve assets utilization - return on investment - economic value added Customer Perspective

Core:

- increase market share - market share (percentage of market) - increase customer retention - percntage growth of business from

existing customers

- increase customer acquisition - number of new customers - increase customer satisfaction - ratings from customer surveys - increase customer profitability - customer profitability

Performance Value:


(38)

- decrease postpurchase cost - postpurchase costs

- improve product functionality - ratings from customer surveys - improve product quality - percentage of returns

- improve delivery reliability - on time delivery percentage - aging schedule

- improve product image and reputation - ratings from customer surveys Internal Process Perspective

Innovation:

- increase the number of new products - number of new products vs planned - increase proprietary products - percentage revenue from proprietary

products

- decrease new product development - time to market (from start to finish) Operations:

- increase process quality - quality cost - output yields

- percentage of defective units - increase process efficiency - unit cost trends

- output/input (s)

- decrease process time - cycle time and velocity

- manufacturing cycle time (MCE) Postsales Services:

- increase service quality - first-pass yields - increase service efficiency - cost trends

- output/input (s) - decrease service time - cycle time

Learning and Growth Perspective

- increase employee capabilities - employee satisfaction ratings - employee turnover percentages - employee productivity

- hours of training

- statregic job coverage ratio - increase motivation and alignment - suggestions per employee

- suggestions implemented per employee

- increase information systems capabilities

- percentage of processes with real time feedback capabilities

- percent of customer facing employees with online access to customer and product information


(39)

Menurut Kaplan dan Norton (2000:22), balanced scorecard

menerjemahkan misi dan strategi ke dalam berbagai tujuan dan ukuran, yang tersusun ke dalam empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, persperktif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

a. Perspektif Keuangan

Pengukuran kinerja keuangan menunjukkan apakah perencanaan, implementasi dan pelaksanaan dari strategi memberikan kontribusi bagi keuntungan perusahaan. Oleh karena itu, tujuan keuangan menjadi fokus tujuan dan ukuran ketiga perspektif lainnya. Dalam menentukan tujuan dan ukuran keuangan ini, perlu diidentifikasi posisi perusahaan saat ini.

Sasaran keuangan bisa sangat berbeda di tiap-tiap tahapan dari siklus kehidupan bisnis. Kaplan dan Norton (2000:42) membagi daur hidup bisnisnya menjadi tiga tahapan, yaitu bertumbuh (growth), bertahan (sustain), danmenuai (harvest).

1) Bertumbuh (Growth)

Tahap pertumbuhan merupakan tahap awal dalam siklus kehidupan bisnis. Di dalam tahap ini perusahaan berusaha untuk menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk meningkatkan pertumbuhan bisnisnya. Di dalam tahap ini perusahaan akan menanamkan investasi sebanyak-banyaknya, meningkatkan produk baru, membangun fasilitas produksi, meningkatkan kemampuan beroperasi, merebut pangsa pasar, dan membuat jaringan distribusi. Ukuran yang dipakai adalah persentase pertumbuhan penjualan.


(40)

2) Bertahan (Sustain)

Perusahaan yang berada pada tahap bertahan memiliki produk (barang atau jasa) yang bertumbuh secara stabil, sehingga strategi, dan pengukuran perspektif keuangan yang dilakukan dapat difokuskan pada peningkatan pendapatan operasional, peningkatan tingkat pengendalian investasi (return on investment), peningkatan keuntungan bersih (net profit margin).

3) Menuai (Harvest)

Pada tahap ini, perusahaan memiliki produk (barang atau jasa) yang bertumbuh secara lambat, sehingga strategi dan pengukuran dalam perspektif keuangan dapat difokuskan pada pengelolaan arus kas (cash flow

management), nilai tambah ekonomis (economic value added), dan nilai

tambah kas (cash flow added).

Kaplan dan Norton (2000:44) juga menyatakan bahwa untuk setiap strategi pertumbuhan, bertahan, dan menuai, ada tiga tolok ukur finansial yang dapat mendorong strategi bisnis, yaitu: bauran dan petumbuhan pendapatan, penghematan biaya/peningkatan produktivitas, dan pemanfaatan aktiva/strategi investasi.

1) Bauran dan pertumbuhan pendapatan

Bauran dan pertumbuhan pendapatan mengacu kepada berbagai usaha untuk memperluas penawaran produk dan jasa, menjangkau pelanggan dan pasar baru, mengubah bauran produk dan jasa ke arah penciptaan nilai tambah yang lebih tinggi, serta penetapan ulang harga produk dan jasa.


(41)

Tujuan penghematan biaya dan peningkatan produktivitas mengacu kepada usaha untuk menurunkan biaya langsung produk dan jasa, mengurangi biaya tidak langsung, dan pemanfaatan bersama berbagai sumber daya perusahaan. 3) Pemanfaatan aktiva/strategi perusahaan

Para manajer berusaha untuk mengurangi tingkat modal kerja yang dibutuhkan untuk mendukung volume dan bauran bisnis tertentu dalam hal pemanfaatan aktiva.

b. Perspektif Pelanggan/Konsumen

Pelanggan memiliki peranan penting dalam kehidupan perusahaan. Sebuah perusahaan yang tumbuh dalam persaingan tidak akan mungkin dapat bertahan apabila tidak didukung oleh pelanggan. Loyalitas tolok ukur pelanggan dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pemetaan terhadap segmen pasar yang akan menjadi target atau sasaran. Apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan para pelanggan menjadi hal yang penting dalam perspektif ini.

Kaplan dan Norton (2000:58) menyatakan bahwa perusahaan biasanya memilih dua kelompok ukuran untuk perspektif pelanggan. Kelompok pertama merupakan ukuran generik yang digunakan oleh hampir semua perusahaan. Kelompok ukuran kedua merupakan faktor pendorong kinerja hasil pelanggan.

Kelompok pengukuran pelanggan utama terdiri dari pangsa pasar, retensi pelanggan, akuisisi pelanggan, kepuasan pelanggan, dan profitabilitas pelanggan. 1) Pangsa Pasar


(42)

Mengukur pangsa pasar (market share) dapat segera dilakukan bila kelompok pelanggan sasaran atau segmen pasar sudah diketahui. Pengukuran ini mencerminkan bagian yang sudah dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, meliputi: jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit penjualan.

2) Retensi Pelanggan

Mengukur suatu tingkatan di mana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan pelanggan.

3) Akuisisi Pelanggan

Mengukur tingkat di mana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru. Akuisisi pelanggan dapat diukur dengan banyaknya jumlah pelanggan baru pada segmen pasar sasaran.

4) Kepuasan pelanggan

Menilai tingkat kepuasan atas kinerja-kinerja tertentu dalam proporsi nilai. Ukuran kepuasan pelanggan memberikan umpan balik mengenai seberapa baik perusahaan melaksanakan bisnis.

5) Profitabilitas Pelanggan

Mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari pelanggan atau segmen tertentu setelah menghitung berbagai pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut.

Kelompok pengukuran di luar kelompok utama terdiri dari atribut produk/jasa, hubungan pelanggan, citra, dan reputasi.


(43)

Atribut produk/jasa ini meliputi fungsi, harga, dan mutu produk/jasa. Pelanggan memiliki preferensi yang berbeda-beda atas produk yang ditawarkan. Perusahaan harus mengidentifikasi apa yang diinginkan pelanggan atas produk yang ditawarkannya.

2) Hubungan pelanggan

Hubungan pelanggan ini mencakup penyampaian produk/jasa kepada pelanggan dan bagaimana perasaan pelanggan setelah membeli produk/jasa dari perusahaan yang bersangkutan.

3) Citra dan Reputasi

Citra dan reputasi ini menggambarkan faktor-faktor tak berwujud yang membuat pelanggan tertarik pada suatu perusahaan. Pembangunan citra dan reputasi dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas produk seperti yang dijanjikan.

c. Perspektif Proses Bisnis Internal

Analisis proses bisnis internal perusahaan dilakukan dengan menggunakan analisis rantai nilai. Manajemen mengidentifikasi proses bisnis internal kritis yang harus diunggulkan oleh perusahaan. Balanced Scorecard dalam perspektif ini memungkinkan manajer untuk mengetahui seberapa baik bisnis mereka berjalan dan apakah produk dan atau jasa mereka sesuai dengan spesifikasi pelanggan (Sony Yuwono, et al, 2004:36).

Proses bisnis internal dapat dibagi ke dalam tiga proses bisnis utama, yaitu proses inovasi, proses operasi, dan proses pelayanan purna jual.


(44)

1) Proses Inovasi

Dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahaman tentang kebutuhan laten dari pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang mereka butuhkan. Pengukuran yang digunakan untuk proses inovasi ini antara lain persentase penjualan produk baru, jumlah produk baru dibandingkan dengan pesaing atau rencana, kemampuan proses manufaktur, waktu yang diperlukan untuk memperoleh generasi produk berikutnya, waktu siklus, perolehan, titik impas waktu (break even time).

2) Proses Operasi

Proses operasi adalah proses untuk membuat dan menyampaikan produk/jasa. Pengukuran proses operasi dapat menggunakan pengukuran-pengukuran seperti: waktu, kualitas, dan biaya ditambah dengan fleksibilitas dan karakteristik spesifik dari produk/jasa yang menciptakan nilai untuk pelanggan.

3) Proses Pelayanan Purna Jual

Proses ini merupakan jasa pelayanan kepada pelanggan setelah penjualan produk/jasa tersebut dilakukan. Pengukuran yang digunakan dalam layanan purna jual sama dengan pengukuran pada proses operasi, yaitu: waktu, kualitas, dan biaya.

d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Perspektif terakhir dalam balanced scorecard mengembangkan tujuan dan ukuran yang mendorong pembelajaran dan pertumbuhan perusahaan. Tujuan di


(45)

dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur yang memungkinkan tujuan ambisius dalam tiga perspektif lainnya tercapai. Tujuan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan faktor pendorong dihasilkannya kinerja yang istimewa dalam tiga perspektif

balanced scorecard yang pertama.

Kaplan dan Norton (2000:110) memiliki tiga kategori utama dalam perspektif ini, yaitu kapabilitas pekerja, kapabilitas sistem informasi, dan

organization capital.

1) Kapabilitas Pekerja

Pengukuran kapabilitas pekerja dilakukan dengan mengukur kepuasan pekerja, kesetiaan pekerja, dan produktivitas pekerja. Kepuasan pekerja merupakan penentu dari kedua pengukuran berikutnya. Pengukuran kepuasan pekerja dapat dilakukan dengan menggunakan angka indeks dengan skala tertentu. Kesetiaan pekerja dapat diukur lewat rasio perputaran pekerja dan untuk produktivitas pekerja dapat menggunakan rasio pendapatan perusahaan per pekerja.

2) Kapabilitas Sistem Informasi

Informasi merupakan suatu sarana penunjang untuk meningkatkan kemampuan pekerja. Dengan adanya informasi, maka pekerja dapat mengetahui perkembangan di dalam dan di luar perusahaan. Pengukuran kapabilitas sistem informasi dapat dilakukan dengan mengukur seberapa besar informasi yang tersedia dibandingkan dengan kebutuhan yang diantisipasikan. 3) Organization Capital


(46)

Pekerja membutuhkan motivasi yang dapat membuatnya bekerja lebih giat dan mencapai hasil yang lebih baik. Pengukuran terhadap motivasi ini dapat dilakukan melalui penghitungan jumlah usulan yang diberikan dengan yang diimplementasikan, jumlah perbaikan, keselarasan antara individu dengan organisasi, dan kinerja kelompok/tim.

B. Tinjauan Peneliti Terdahulu

1. Bayu Putra Famuala Zega (2005) mengevaluasi implementasi balanced

scorecard dalam pengukuran kinerja perusahaan pada PT Astra Internasional

TSO Cabang SM.Raja Medan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian yang dapat disimpulkan di antaranya:

a. perusahaan telah merumuskan suatu visi yang sangat memadai dalam menciptakan suatu nilai bagi kepuasan pelanggan,

b. pada praktiknya perusahaan belum memiliki suatu ringkasan balanced scorecard yang berisikan penjabaran sasaran strategi korporasi, serta apa saja yang menjadi lag indicators dan lead indicators yang dikaitkan dengan target dan realisasi dalam perusahaan,

c. perusahaan telah memiliki perangkat yang dibutuhkan bagi pencapaian tujuan-tujuan strategis yang ditetapkan dan alat-alat ukur kinerjanya dalam keempat perspektif yang dirumuskan,

d. perusahaan telah mampu mencapai tujuan strategis keuangan, akan tetapi perusahaan belum mampu melakukan survei pelanggan sekali setahun


(47)

untuk menentukan tingkat kepuasan pelanggan dengan keseluruhan aspek organisasi.

2. Dina R.Gultom (2009) menganalisis pengukuran kinerja dengan balanced

scorecard studi kasus pada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian yang dapat disimpulkan adalah:

a. PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan telah menerapkan pendekatan balanced scorecard dalam mengukur kinerjanya,

b. kinerja perusahaan pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dan pada perspektif bisnis internal menunjukka n hasil yang semakin baik, c. tingkat kepuasan dan jumlah pelanggan semakin meningkat yang pada

akhirnya mendorong pertumbuhan pendapatan perusahaan.

3. Sonya Fransiskus Simatupang (2004) menganalisis pengukuran kinerja perusahaan dengan balanced scorecard studi kasus pada PT Jasa Raharja (Persero) cabang Sumatera Utara. Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dan komparatif. Dari hasil penelitian diketahui bahwa perusahaan telah melakukan pengukuran kinerja di keempat perspektif

balanced scorecard dan kinerja yang ditunjukkan perusahaan di keempat


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah jenis penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (dependen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain (Sugiyono, 2004).

B. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, yang meliputi pengukuran kinerja dari aspek keuangan dan non keuangan (pelanggan, proses bisnis internal, pertumbuhan dan pembelajaran).

C. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.

1. Data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama yang merupakan data mentah yang kelak akan diproses untuk tujuan-tujuan tertentu sesuai dengan kebutuhan, misalnya dari individu atau perseorangan. Data primer dalam penelitian ini adalah data kuesioner.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari perusahaan dalam bentuk yang sudah diolah sehingga lebih informatif jika digunakan oleh pihak yang berkepentingan, misalnya dalam bentuk tabel, grafik, diagram, gambar, dan


(49)

sebagainya. Data sekunder yang diperoleh antara lain deskripsi perusahaan, stuktur organisasi, data jumlah pendapatan, jumlah pelanggan, tingkat produktivitas pegawai, dan lain-lain.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, kuisioner, dokumentasi, dan kepustakaan.

1. Wawancara, yaitu dengan melakukan tanya jawab secara langsung dengan karyawan PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara.

2. Kuesioner, yaitu metode pengumpulan data secara langsung yang dilakukan dengan mengajukan daftar pertanyaan kepada responden. Responden dalam penelitian ini adalah bagian perencanaan, bagian keuangan, dan karyawan lainnya pada PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara sebanyak 25 responden. Penilaian kuesioner dilakukan dengan menggunakan skala Likert’s

Summated Rating yang berhubungan dengan pernyataan tentang sikap

seseorang terhadap sesuatu. Dalam hal ini, penulis menggunakan skala tersebut dengan pilihan jawaban sangat tidak setuju (bernilai 1), tidak setuju (bernilai 2), cukup setuju (bernilai 3), setuju (bernilai 4), sangat setuju (bernilai 5). Kuesioner diadaptasi dari buku Petunjuk Praktis Penyusunan

Balanced Scorecard (Sony Yuwono, et al, 2004:96-98).

3. Dokumentasi, yaitu memperoleh data dengan cara pengamatan tidak langsung terhadap obyek yang diteliti, seperti melalui pencatatan dan pengkopian


(50)

laporan-laporan, dokumen-dokumen, catatan-catatan, dan informasi lainnya yang berhubungan dengan judul yang diteliti.

4. Kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan bacaan untuk mendapatkan teori-teori mengenai balanced scorecard.

E. Metode Analisis Data

Analisis dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif, yaitu suatu metode dengan mengumpulkan data,dikelompokkan, dan disusun sesuai kebutuhan analisis berdasarkan pada permasalahan yang dihadapi kemudian dibandingkan dengan teori-teori relevan sehingga dapat diambil suatu kesimpulan.

F. Jadwal Penelitian

Penelitian dilakukan pada kantor PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara yang beralamat di Jl. K.L Yos Sudarso No.284. Jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1.


(51)

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

No

Tahapan Penelitian

2010 2011

Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar

1 Pengajuan Proposal Skripsi 2 Bimbingan Proposal Skripsi 3 Seminar Proposal Skripsi 4 Pengumpulan Data 5 Pengolahan Data 6 Bimbingan Skripsi 7 Penyelesaian Penulisan Laporan Penelitian (Skripsi) 8 Rencana Ujian Comprehen-sive


(52)

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. DATA PENELITIAN 1. Deskripsi Perusahaan a. Sejarah Singkat Perusahaan

1) Sebelum Kemerdekaan Sampai 1965

Sejarah kelistrikan di Sumatera Utara bukanlah baru. Kalau listrik mulai ada di wilayah Indonesia tahun 1893 di daerah Batavia (Jakarta sekarang), maka 30 tahun kemudian (1923) listrik mulai ada di Medan. Sentralnya dibangun di tanah pertapakan Kantor PLN Cabang Medan yang sekarang di Jl. Listrik No. 12 Medan, dibangun oleh NV NIGEM/OGEM perusahaan swasta Belanda. Kemudian menyusul pembangunan kelistrikan di Tanjung Pura dan Pangkalan Brandan (1924), Tebing Tinggi (1927), Sibolga (NV ANIWM) Brastagi dan Tarutung (1929), Tanjung Balai (1931) milik Gemeente – Kotapraja, Labuhan Bilik (1936) dan Tanjung Tiram (1937)

Masa penjajahan Jepang , Jepang hanya mengambil alih pengelolaan Perusahaan Listrik Swasta Belanda tanpa mengadakan penambahan mesin dan perluasan jaringan. Daerah kerja dibagi menjadi Perusahaan Listrik Sumatera Utara, Perusahaan Listrik Jawa dan seterusnya sesuai struktur organisasi pemerintahan tentara Jepang waktu itu.

Setelah Proklamasi RI 17 Agustus 1945, dikumandangkanlah Kesatuan Aksi Karyawan Perusahaan Listrik di seluruh penjuru tanah air untuk mengambil


(53)

alih perusahaan listrik bekas milik swasta Belanda dari tangan Jepang. Perusahaan Listrik yang sudah diambil alih itu diserahkan kepada Pemerintah RI dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum. Untuk mengenang peristiwa ambil alih itu, maka dengan Penetapan Pemerintah No.1 SD/45 ditetapkan tanggal 27 Oktober sebagai Hari Listrik. Sejarah memang membuktikan kemudian bahwa dalam suasana yang makin memburuk dalam hubungan Indonesia – Belanda, tanggal 3 Oktober 1953 keluar Surat Keputusan Presiden No. 163 yang memuat ketentuan Nasionalisasi Perusahaan Listrik milik swasta Belanda sebagai bagian dari perwujudan pasal 33 ayat (2) UUD 1945.

Setelah aksi ambil alih itu, sejak tahun 1955 di Medan berdiri Perusahaan Listrik Negara Distribusi Cabang Sumatera Utara (Sumatera Timur dan Tapanuli) yang mula-mula dikepalai R. Sukarno (merangkap kepala di Aceh), tahun 1959 dikepalai oleh Ahmad Syaifullah. Setelah BPU PLN berdiri dengan SK Menteri PPUT No. 16/1/20 tanggal 20 Mei 1961, maka organisasi kelistrikan dirubah. Sumatera Utara, Aceh, Sumbar, Riau menjadi PLN Eksploitasi.

Tahun 1965, BPU PLN dibubarkan dengan Peraturan Menteri PUT No. 9 /PRT/64 dan dengan Peraturan Menteri No.1/PRT/65 ditetapkan pembagian daerah kerja PLN menjadi 15 Kesatuan daerah Eksploitasi. Sumatera Utara tetap menjadi Eksploitasi I.

2) Dari Eksploitasi I Sampai Wilayah II

Sebagai tindak lanjut dari pembentukan PLN Ekploitasi I Sumatera Utara tersebut, maka dengan keputusan Direksi PLN No. KPTS 009/DIRPLN/66


(54)

tanggal 14 April 1966, PLN Eksploitasi I dibagi menjadi empat cabang dan satu sektor, yaitu Cabang Medan, Binjai, Sibolga, P.Siantar (berkedudukan di Tebing Tinggi). PP No. 18 tahun 1972 mempertegas kedudukan PLN sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara dengan hak, wewenang dan tanggung jawab membangkitkan, menyalurkan dan mendistribusikan tenaga listrik ke seluruh Wilayah RI. Dalam SK Menteri tersebut PLN Eksploitasi I Sumatera Utara diubah menjadi PLN Eksploitasi II Sumatera Utara.

Kemudian menyusul Peraturan Menteri PUTL No. 013/PRT/75 yang merubah PLN Eksploitasi menjadi PLN Wilayah. PLN Eksploitasi II menjadi PLN Wilayah II Sumatera Utara.

3) Dari Perum menjadi Persero

Dengan keluarnya peraturan pemerintah No. 23 / 1994 tanggal 16 Juni 1994 maka ditetapkan status PLN sebagi persero. Adapun yang melatarbelakangi perubahan status tersebut adalah untuk mengantisipasi kebutuhan listrik yang terus meningkat dewasa ini, di mana pada abad 21, PLN diharapkan harus mampu menghadapi tantangan yang ada. PLN harus mampu menggunakan tolak ukur Internasional, dan harus mampu berswadaya tinggi, dengan manajemen yang berani transparan, terbuka, desentralisasi, profit center dan cost center.

Untuk mencapai tujuan PLN meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendorong perkembangan industri pada PJPT II yang tanggung jawabnya cukup besar dan berat, kerjasama dan hubungan yang harmonis dengan instansi dan lembaga yang terkait perlu dibina dan ditingkatkan terus.


(55)

4) Pemisahan Wilayah, Pembangkitan dan Penyaluran

Perkembangan kelistrikan di Sumatera Utara terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang begitu pesat, hal ini ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah pelanggan, perkembangan fasilitas kelistrikan, kemampuan pasokan listrik dan indikasi – indikasi pertumbuhan lainnya. Untuk mengantisipasi pertumbuhan dan perkembangan kelistrikan Sumatera Utara di masa – masa mendatang serta sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan jasa kelistrikan, maka berdasarkan Surat Keputusan Nomor 078.K/023/DIR/1996 tanggal 8 Agustus 1996 dibentuk organisasi baru bidang jasa pelayanan kelistrikan yaitu PT PLN (Persero) Pembangkitan dan Penyaluran Sumatera Bagian Utara.

Dengan pembentukan organisasi baru PT PLN (Persero) Pembangkitan dan Penyaluran Sumatera Bagian Utara yang terpisah dari PT PLN (Persero) Wilayah II, maka fungsi – fungsi pembangkitan dan penyaluran yang sebelumnya dikelola PT PLN (Persero) Wilayah II berpisah tanggung jawab pengelolaanya ke PLN Pembangkitan dan Penyaluran Sumbagut. Sementara itu, PT PLN (Persero) Wilayah II berkonsentrasi pada distribusi dan penjualan tenaga listrik.

Pada Tahun 2003 PT PLN (Persero) Wilayah II berubah menjadi PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara.

b. Struktur Organisasi Perusahaan

Berdasarkan surat keputusan General Manager PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara No. K/GM.WSU/2008, dalam pelaksanaan pencapaian


(56)

tujuan perusahaan, ditetapkan suatu struktur organisasi yang mencakup tanggung jawab dan uraian tugas dari masing-masing bagian organisasi (lampiran 1).

Berikut ini akan diuraikan tugas dan tanggung jawab masing-masing fungsi dari struktur organisasi PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara.

1) General Manager

Bertanggung jawab atas pengelolaan usaha melalui optimalisasi seluruh sumber daya secara efisien, efektif dan sinergis; pengelolaan pengusahaan pembangkitan, pendistribusian dan penjualan tenaga listrik dalam jumlah dan mutu yang memadai secara efisien, meningkatkan mutu dan keandalan serta pelayanan pelanggan; dan memastikan terlaksananya Good Corporate

Governance (GCG) di PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara. General Manager juga memiliki tanggung jawab akan terlaksananya pengukuran

kinerja yang baik dengan menerapkan keempat perspektif balanced

scorecard.

Rincian tugas pokok sebagai berikut :

a) melakukan kegiatan pengusahaan pembangkitan (skala kecil) secara efisien, hemat energi, handal dan ramah lingkungan,

b) mengusulkan rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) Wilayah Sumatera Utara,

c) memastikan program rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) Wilayah Sumatera Utara dilaksanakan sesuai penetapan direksi,


(57)

d) menetapkan kebijakan strategis terkait pengelolaan pengusahaan pembangkitan, penditribusian dan penjualan tenaga listrik Wilayah Sumatera Utara,

e) menjamin pengelolaan kegiatan pengusahaan pembangkitan, pendistribusian dan penjualan tenaga listrik dalam jumlah dan mutu yang baik dalam upaya peningkatan pelayanan pelanggan,

f) mengelola sistem manajemen kinerja unit dan manajemen mutu termasuk menetapkan target kinerja unit-unit dibawah koordinasinya, memonitor dan mengendalikan pelaksanaannya,

g) memastikan pelaksanaan kebijakan pokok pengembangan mekanisme niaga dan operasi yang telah ditetapkan Direksi,

h) menetapkan kebijakan strategis penyusunan dan pemantauan manajemen resiko Wilayah Sumatera Utara,

i) mengembangkan dan memelihara kompetensi anggota organisasi, j) menetapkan Laporan Manajemen Wilayah Sumatera Utara.

2) Audit Internal

Bertanggung jawab atas penyelenggaraan audit internal sesuai program kerja pemeriksaan tahunan dan pemantauan tindak lanjut hasil temuan, pembinaan dan penyempurnaan sistem manajemen dan operasional untuk mendukung terlaksanannya tata kelola perusahaan yang baik.


(58)

a. menyusun program kerja pemeriksaan tahunan sesuai program kerja perusahaan,

b. melaksanakan audit internal yang meliputi audit keuangan, teknik manajemen dan SDM,

c. memberikan masukan dan rekomendasi yang menyangkut proses manajemen dan operasional,

d. memonitor tindak lanjut temuan hasil audit internal, e. menyusun laporan manajemen dibidangnya.

3) Bidang Perencanaan

Bertanggung jawab atas tersusunnya perencanaan kerja, sistem menajemen kinerja, perencanaan investasi, pengembangan aplikasi sistem informasi, untuk mendukung upaya pengusahaan tenaga listrik yang memiliki efisiensi, mutu dan keandalan yang baik serta upaya pencapaian sasaran dan ketersediaan kerangka acuan pelaksanaan kerja. Bidang perencanaan juga bertanggung jawab atas perencanaan dan pelaksanaan balanced scorecard sebagai sistem pengukuran kinerja di perusahaan.

Rincian tugas pokok sebagai berikut :

a) menyusun Rencana Umum Pengembangan Tenaga Listrik (RUPTL), Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) dan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP),

b) menyusun rencana pengembangan sistem ketenagalistrikan, c) menyusun sistem manajemen kinerja unit-unit kerjanya,


(59)

d) menyusun metoda evaluasi kelayakan investasi dan melakukan penilaian finansialnya,

e) mengembangkan hubungan kerjasama dengan pihak lain dan penyandang dana, baik secara bilateral maupun miltilateral,

f) menyusun rencana pengembangan sistem teknologi informasi dan aplikasi pengembangan sistem informasi,

g) mengendalikan aplikasi-aplikasi teknologi informasi, h) menyiapkan SOP pengelolaan aplikasi sistem informasi,

i) menyusun laporan manajemen dan database pada bidang perencanaan.

4) Bidang Teknik

Bertanggung jawab atas tersusunnya strategi, standarisasi dan penerapan sistem pengelolaan jaringan distribusi dan pembangkit serta penerapan manajemen lingkungan dan keselamatan ketenagalistrikan serta upaya pencapaian sasaran dan ketersediaan kerangka acuan pelaksanaan kerja, untuk mendukung upaya pengusahaan tenaga listrik yang efektif, efisien dengan tingkat mutu dan keandalan yang baik serta upaya pencapaian sasaran dan ketersediaan kerangka acuan pelaksanaan kerja.

Rincian tugas pokok sebagai berikut :

a) menyusun dan membina penerapan sistem pengelolaan jaringan distribusi dan pembangkit :

1. strategi pengoperasian dan pemeliharaan pembangkit, jaringan distribusi dan membina penerapannya


(60)

2. SOP penerapan dan pengujian peralatan distribusi, serta SOP untuk operasi dan pemeliharaan jaringan distribusi

3. standar desain konstruksi jaringan distribusi, kriteria konstruksi dan peralatan kerjanya

4. pengembangan sarana komunikasi dan optimalisasi operasi jaringan distribusi

5. manajemen pengadaan dan perbekalan dalam sistem pengelolaan jaringan distribusi

6. pengendalian susut energi listrik dan gangguan serta usulan perbaikan b) menyusun regulasi untuk penyempurnaan data induk pembangkit dan data

induk jaringan (DIJ),

c) memantau dan mengevaluasi data induk jaringan , d) memantau dan mengevaluasi data induk jaringan,

e) menyusun rencana kegiatan konstruksi dan administrasi pekerjaan serta membina penerapannya,

f) membuat usulan RKAP terkait bidang teknik,

g) menyusun laporan manajemen dan database pada bidang teknik.

5) Bidang Niaga dan Pelayanan Pelanggan

Bertanggung jawab atas upaya pencapaian target pendapatan dari penjualan tenaga listrik, pengembangan pemasaran yang berorientasi kepada kebutuhan pelanggan dan transaksi pembelian tenaga listrik yang memberikan nilai tambah bagi Perusahaan, serta ketersediaan standar pelaksanaan kerja


(61)

dan tercapainya interaksi kerja yang baik antar unit-unit pelaksana. Bidang niaga dan pelayanan pelanggan memiliki tanggung jawab agar tercapainya sasaran pada perspektif proses bisnis dan pelanggan.

Rincian tugas pokok sebagai berikut :

a) menyusun ketentuan dan strategi pemasaran serta menyusun rencana penjualan energi dan rencana pendapatan,

b) mengevaluasi harga jual energi listrik, c) menghitung biaya penyediaan tenaga listrik, d) menegosiasikan harga jual beli tenaga listrik,

e) menyusun strategi dan pengembangan pelayanan, standar dan produk pelayanan, ketentuan data induk (DIL) dan data induk saldo (DIS), dan konsep kebijakan sistem informasi pelayanan pelanggan,

f) melakukan pengendalian DIS dan opname saldo piutang,

g) mengkoordinasikan pelaksanaan penagihan kepada pelanggan tertentu antara lain TNI/POLRI dan instansi vertikal,

h) mengkaji pengelolaan pencatatan meter dan menyusun rencana penyempurnaannya,

i) menyusun mekanisme interaksi antar unit pelaksana,

j) menyusun rencana pengembangan usaha baru serta pengaturannya, k) membuat usulan RKAP yang terkait dengan bidangnya,

l) menyusun dan mengelola manajemen mutu, m) menerapkan tata kelola perusahaan yang baik, n) menyusun laporan manajemen dibidangnya.


(1)

, 2007. Balanced Scorecard Diagnostics: Mempertahankan

Kinerja Maksimal, Alih Bahasa Andre Wiriadi, PT Elex Media

Komputindo, Jakarta.

Simatupang, Sonya Fransiskus, 2004. “Pengukur an Kinerja Perusahaan dengan Balanced Scorecard Studi Kasus pada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Sumatera Utara”, Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sipayung, Friska, 2009. “Balanced Scorecard: Pengukuran Kinerja Perusahaan dan Sistem Manajemen Strategis”, Jurnal Manajemen Bisnis, Vol. 2, No.1, Universitas Sumatera Utara, Medan

Sugiyono, 2004. Metode Penelitian Bisnis, cetakan ke enam, Penerbit CV Alvabeta, Bandung.

Umar, Husein, 2001. Strategic Management in Action, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Yuwono, S., Sukarno E., & Ichsan, M., 2004. Petunjuk Praktis Penyusunan

Balanced Scorecard Menuju Organisasi yang Berfokus pada Strategi, PT

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Zega, Bayu Putra, 2005. “Evaluasi Implementasi Balanced Scorecard Dalam Pengukuran Kinerja Perusahaan Pada PT Astra Internasional; TSO Cabang SM.Raja Medan”, Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Medan


(2)

NERACA KONSOLIDASI

PT PLN (PERSERO) WILAYAH SUMATERA UTARA

KETERANGAN 2006 2007 2008

AKTIVA

AKTIVA TETAP (NETTO) 2,482,713,066,583 2,518,816,537,493 2,492,265,069,386

Aktiva Tetap (Bruto) 3,348,544,604,735 3,525,608,333,397 3,572,608,201,529 Akumulasi Penyusutan (865,831,538,152) (1,006,791,795,904) (1,080,343,132,143)

PEKERJAAN DALAM PELAKSANAAN 79,571,309,341 32,738,689,078 57,786,044,947 AKTIVA LAIN_LAIN 16,719,058,925 10,948,673,329 10,193,931,379

Aktiva Tidak Beroperasi 2,682,552,655 - -

Lainnya 14,036,506,270 10,948,673,329 10,193,931,379

AKTIVA LANCAR 114,241,016,172 229,699,250,762 278,366,196,921

Kas dan Setara Kas 41,855,962,725 63,990,156,263 101,604,711,120 Piutang Usaha (Netto) 55,770,298,204 54,736,306,881 66,086,203,916 Persediaan (Netto) 5,245,631,231 100,385,662,594 99,535,013,069 Piutang lain-lain (Jangka Pendek) 2,793,440,796 2,773,151,994 2,960,617,725 Biaya yang Dibayar Dimuka & Uang Muka 8,575,683,216 7,704,225,030 8,179,651,091

JUMLAH AKTIVA 2,693,244,451,021 2,792,203,150,662 2,838,611,242,633

EKUITAS DAN KEWAJIBAN

EKUITAS 3,858,095,193,826 (3,461,582,704,706) (3,977,191,599,097)

Saldo Laba 3,858,095,193,826 (3,461,582,704,706) (3,950,255,370,343)

AKUN ANTAR SATUAN ADMINISTRASI (1,736,186,504,902) 5,652,189,914,475 6,056,089,506,345 PENDAPATAN DITANGGUHKAN 312,913,218,072 325,721,006,006 343,445,276,564 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG 214,358,355,428 74,160,793,253 85,468,874,960

Utang Biaya Proyek 5,164,019,401 5,334,584,730 5,222,911,665

KEWAJIBAN JANGKA PENDEK 44,065,188,597 201,714,341,634 303,862,955,106

Utang Usaha 3,996,901,665 24,496,474,335 56,595,874,917

Utang Dana Pensiun 5,887,536 102,199,506 96,425,825

Utang Pajak 836,114,230 1,160,979,208 1,220,966,523

Utang lain-lain 32,935,249,368 173,037,344,820 245,802,593,741 Biaya yang Masih Harus Dibayar 6,291,035,798 2,917,143,765 147,094,100

JUMLAH EKUITAS DAN KEWAJIBAN 2,693,244,451,021 2,792,203,150,662 2,838,611,242,633 Sumber: PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara


(3)

DATA PENGUSAHAAN


(4)

Kuesioner Penelitian

“Analisis Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Pengukuran Kinerja pada PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara”

Kepada:

Yth.Bapak/Ibu Responden

Kuesioner ini ditujukan untuk kegiatan ilmiah semata-mata. Hasil penelitian akan sangat bergantung pada kualitas jawaban yang diberikan. Kami sangat mengharapkan agar para responden dapat memberikan jawaban yang jujur dan objektif. Segala informasi dan data yang kami peroleh akan kami jamin kerahasiaannya.

INFORMASI RESPONDEN

1. Nama Bagian : ……….

2. Jabatan : ……….

3. Jenis Kelamin : a. Pria b. Wanita

4. Pendidikan : a. SMA b. Diploma c. Sarjana d. Pascasarjana

5. Kelompok usia: a. 20-30 tahun b. 31-40 tahun c. 41-50 tahun d. di atas 50 tahun

6. Masa Kerja : a. 1-5 tahun b. 6-10 tahun c. 10-15 tahun d. 15-20 tahun e. di atas 20 tahun

*Isilah informasi di atas dengan memberikan tanda (x) Petunjuk Pengisian:

1. Pengisian kuesioner dilakukan secara tertulis oleh responden

2. Responden diharapkan melakukan pengisian kuesioner pada satu waktu untuk menghindari inkonsistensi antarjawaban

3. Bapak/Ibu diminta untuk memberi tanda (X) pada kolom-kolom angka yang tertera sesuai dengan pilihan Bapak/Ibu.

4. Adapun keterangan angka-angka tersebut adalah sebagai berikut:

1 = sangat tidak setuju 3 = cukup setuju 5 = sangat setuju

2 = tidak setuju 4 = setuju

Perspektif Keuangan

No. Pernyataan 1 2 3 4 5

1. Perusahaan telah mengidentifikasikan beberapa tolok ukur kunci (4-6 tolok ukur kunci) dalam pengukuran kinerja keuangan, seperti rasio operasi, perputaran total aktiva, rasio umur piutang, dan lain sebagainya


(5)

2. Tolok ukur keuangan yang digunakan merupakan suatu gabungan tolok ukur keuangan jangka pendek dan jangka panjang,seperti bauran dan pertumbuhan pendapatan, penghematan biaya/peningkatan

produktivitas, dan pemanfaatan aktiva/strategi investasi 3. Perusahaan menggunakan data keuangan untuk

mengevaluasi kinerja dan membuat berbagai tujuan perusahaan

4. Tolak ukur keuangan konsisten dengan keseluruhan unit/lokasi yang berbeda

5. Perusahaan mengggabungkan keseluruhan data keuangan ke dalam satu atau dua ringkasan statistik yang merefleksikan keseluruhan kinerja seperti, ROI (Return on Investment), ROA (Return on Asset),dan sebagainya.

Perspektif Pelanggan

No. Pernyataan 1 2 3 4 5

1. Perusahaan telah memilih serangkaian pengukur an perspektif pelanggan, seperti pangsa pasar, kepuasan, profitabilitas, dan sebagainya

2. Waktu tanggapan perusahaan terhadap keluhan pelanggan semakin cepat

3. Survei pelanggan dilakukan paling sedikit sekali dalam setahun untuk menentukan tingkat kepuasan pelanggan dengan keseluruhan aspek organisasi

4. Perusahaan mengumpulkan data kepuasan dan keluhan pelanggan dengan menggunakan berbagai media, seperti telepon, surat, sms, maupun email sehingga memudahkan pelanggan untuk menyampaikan keluhannya

5. Perusahaan memiliki sistem customer relationship (hubungan pelanggan) yang baik sehingga loyalitas pelanggan meningkat

Perspektif Proses Bisnis Internal

No. Pernyataan 1 2 3 4 5

1. Perusahaan telah mengembangkan satu set tolok ukur operasional yang menggambarkan rantai nilai proses bisnis internal, seperti inovasi, proses operasi, dan layanan purna jual

2. Beberapa tolok ukur proses bisnis terkait langsung dengan karakteristik produk dan layanan yang menjadi perhatian pelanggan


(6)

3. Perusahaan terus melakukan riset dan pengembangan sehingga produk yang dihasilkan lebih berkualitas dan inovatif

4. Proses bisnis yang dilakukan perusahaan tidak berbelit-belit dan tidak membingungkan pelanggan 5. Proses bisnis dan respond time (waktu tanggapan)

semakin baik, operasional perusahaan semakin efektif dan efisien

Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran

No. Pernyataan 1 2 3 4 5

1. Perusahaan selalu melaksanakan training and

development untuk meningkatkan kualitas dan

kuantitas kerja karyawan

2. Training and development yang dilaksanakan selalu dapat meningkatkan produktivitas kerja

3. Perusahaan telah menerapkan jalur sistem informasi yang baik sehingga memungkinkan untuk setiap pegawai memperoleh informasi secara tepat waktu dan akurat

4. Survei kepuasan pegawai selalu dilaksanakan setiap tahunnya

5. Perusahaan melakukan riset untuk menentukan hal-hal penting bagi pegawai

Pendekatan Terhadap Keseluruhan Pengukuran

No. Pernyataan 1 2 3 4 5

1. Tolak ukur yang terdapat dalam perusahaan terhubung dengan visi, misi, dan strategi perusahaan

2. Balanced scorecard dibangun secara terencana dan

tidak bersifat dadakan

3. Perusahaan memiliki satu set tolok ukur yang baik dan seimbang antara kinerja keuangan, kinerja operasional, kepuasan pelanggan, kepuasan pegawai, kualitas produk atau jasa, dan kinerja lingkungan/keamanan. 4. Hampir seluruh tolok ukur kinerja konsisten dengan

strategy business unit

5. Manajemen puncak mengevaluasi tolok ukur setiap bulannya untuk mengevaluasi kinerja organisasi