Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa lahir dan hidup bersama masyarakatnya karena masyarakat tidak dapat berkomunikasi di antara sesamanya tanpa alat untuk berkomunikasi yaitu bahasa. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri Kridalaksana, 1993:21. Rumusan yang hampir sama dinyatakan oleh Lyon dalam Pateda dan Yenni, 1993:4, bahwa bahasa adalah sistem simbol, dirancang seakan-akan untuk tujuan komunikasi. Dengan bahasa, manusia dapat bertukar informasi ataupun mengekspresikan perasaannya sehingga manusia mampu menghasilkan tradisi dan budaya yang sangat tinggi. Oleh karena itu, jelaslah bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat signifikan yang memiliki kekuatan ekspresif dan informatif yang sangat besar. Di bidang linguistik yang mempelajari dan membicarakan tentang bahasa atau multibahasa yaitu sosiolinguistik. Bram dan Dickey ed. 1986:146 berpendapat sosiolinguistik mengkhususkan kajiannya pada bagaimana bahasa berfungsi di tengah masyarakat dan berupaya menjelaskan kemampuan manusia menggunakan aturan-aturan berbahasa secara tepat dalam situasi-situasi yang bervariasi. Kemudian Fishman 1972:4 berpendapat bahwa sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur. Universitas Sumatera Utara 2 Selanjutnya, Kridalaksana 1978:94 menyatakan sosiolinguistik lazim didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan pelbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara para bahasawan dengan ciri fungsi bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa. Dalam masyarakat multilingual, sikap bahasa seseorang ditentukan oleh beberapa faktor. Di antaranya ialah topik pembicaraan pokok masalah yang dibicarakan, kelas sosial masyarakat pemakai, kelompok umur, dan situasi pemakaian. Berdasarkan pandangan mentalis, sikap adalah keadaan seseorang terhadap stimulus, bukan sebagai respon atau tingkah laku yang dapat diamati. Sikap memiliki tiga komponen yaitu, 1 komponen kognitif, 2 komponen afektif, dan 3 komponen perilaku. Komponen kognitif menyangkut pengetahuan mengenai alam sekitar dan gagasan yang biasanya merupakan kategori yang dipakai dalam proses berpikir. Komponen afektif menyangkut perasaan atau emosi yang mewarnai atau menjiwai pengetahuan atau gagasan yang terdapat dalam komponen kognitif. Komponen perilaku menyangkut kecenderungan seseorang untuk berbuat atau bereaksi dengan cara tertentu terhadap suatu keadaan. Ketiga komponen itu terbentuk melalui pengalaman dan memperlihatkan jalinan yang cukup rumit. Anderson 1974: 47 membagi sikap menjadi dua jenis, yaitu sikap bahasa dan sikap non bahasa seperti sikap politik, sikap sosial, sikap estetis. Dengan demikian dapat dinyatakan, sikap bahasa adalah tata keyakinan yang relatif berjangka panjang sebagian mengenai bahasa tertentu, mengenai objek bahasa Universitas Sumatera Utara 3 yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu akan mempertinggi keberhasilan belajar bahasa itu. Sikap bahasa dikaitkan dengan motivasi belajar suatu bahasa, sikap bahasa adalah kesopanan bereaksi terhadap suatu keadaan. Dengan demikian, sikap bahasa menunjuk pada sikap mental dan sikap perilaku dalam berbahasa. Sikap bahasa dapat diamati melalui perilaku berbahasa atau perilaku bertutur. Biasanya dalam masyarakat bilingual atau multilingual terjadi beralih bahasa kepada yang lebih bergengsi, yang lebih menjamin kemudahan mencari pekerjaan atau kemudahan yang lebih menjamin memperoleh kesempatan di sektor modren dan semacamnya. Masyarakat Indonesia minimal mempunyai kemampuan berbicara dalam dua bahasa yaitu bahasa ibu yang biasanya merupakan bahasa daerah seperti bahasa Batak Simalungun, bahasa Batak Toba, bahasa Indonesia yang diperoleh melalui pendidikan formal seperti di sekolah maupun secara tidak sengaja melalui media massa. Kemampuan menguasai beberapa bahasa sewajarnya merupakan sesuatu yang positif, dengan menguasai lebih dari beberapa bahasa seseorang akan lebih mudah berinteraksi dengan orang lain. Penggunaan bahasa oleh masyarakat multilingual merupakan kajian yang penting untuk diteliti karena dalam berinteraksi, seorang penutur akan terlibat berkomunikasi dengan mitra tuturnya. Hal ini dapat dikatakan merupakan hal yang wajar sebab tidak ada negara yang monolingual. Karena adanya beberapa bahasa yang digunakan oleh masyarakat dalam berinteraksi, maka hal ini menjadi sangat menarik untuk dikaji. Dalam penggunaan multilingual tersebut terjadi pada masyarakat Batak Simalungun di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun. Universitas Sumatera Utara 4 Istilah multilingualisme menurut Abdul Chaer 1995:112 dalam bahasa Indonesia disebut juga keanekabahasaan, yakni keadaan digunakannya lebih dari dua bahasa seseorang dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Kecamatan Hatonduhan memiliki Sembilan desa yang masyarakatnya banyak menggunakan banyak bahasa atau disebut juga dengan multilingual, karena penduduk Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun adalah para pendatang dari berbagai macam suku seperti Batak Simalungun, Toba, Jawa dan lain sebagainya dengan memakai bahasa daerah mereka masing-masing. Dengan demikian sudah barang tentu akan membuat masyarakat tutur di desa Tonduhan menjadi majemuk. Kemajemukan itu dipicu oleh seringnya warga desa setempat bertemu dan berinteraksi degan warga desa lainnya. Dalam bidang bahasa, kenyataan itu membawa akibat semakin bervariasinya kode-kode yang dimilki dan dikuasai oleh anggota masyarakat. Berdasarkan hal-hal yang di atas, penulis tertarik untuk menelaah lebih jauh mengenai Sikap Berbahasa Masyarakat Batak Simalungun di Desa Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun. Mengingat masyarakat di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun adalah komunitas yang plural. Komunitas di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun tidak hanya di dominasi oleh penduduk asli yang beretnis Batak Simalungun, tetapi juga para pendatang seperti, dari Batak Toba, Jawa, dan Batak Karo. Masing-masing etnis tersebut memiliki bahasa masing-masing sehingga bahasa yang dipakai disana pun menjadi beragam. Salah satu desa lokasi penelitian penulis adalah di Desa Tonduhan. Desa Tonduhan merupakan salah satu desa yang bermasyarakat penuturnya menggunakan banyak bahasa atau multilingual. Universitas Sumatera Utara 5 Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun adalah salah satu Kecamatan yang berada di Wilayah Sumatera Utara yang saat ini dihuni oleh berbagai macam kelompok yang berbed-beda dalam berkomunikasi yang secara umum menggunakan bahasa daerah mereka masing-masing. Bahasa Batak Simalungun merupakan bahasa daerah yang terdapat di Sumatera Utara, selain masyarakatnya mempertahankan dan melestarikan bahasanya juga menja dikan bahasa daerahyna sebagai alat komunikasi, bahasa Batak Simalungun juga berfungsi sebagai identitas atau jati diri bagi masyarakat penuturnya dan bahasa Batak Simalungun juga merupakan bahasa pendukung budaya dipergunakan dalam upacara-upacara atau pesta adat dan peristiwa-peristiwa penting lainnya. Dengan demikian, dari segi pengkajiannya khusus tentang Sikap Berbahasa Masyarakat Batak Simalungun di Desa Tonduhan Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun belum pernah ada yang mengkaji, oleh karena itu maka penelitian ini perlu dilakukan. Hal inilah yang mendorong penulis ingin mempelajarinya.

1.2 Rumusan Masalah