Penyiapan Sampel Proses Destruksi Kering Pembuatan Larutan Sampel Simpangan Baku Relatif

20 3.4 Pembuatan Pereaksi 3.4.1 Larutan HNO 3 1:1 Larutan HNO 3 65 bv sebanyak 500 ml diencerkan dengan 500 ml akua demineralisata Isaac, 1988. 3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel secara purposif ini ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa sampel yang tidak terambil mempunyai karakteristik yang sama dengan sampel yang diteliti dan dianggap sebagai sampel yang representatif Sudjana, 2005. Bagian tanaman yang diambil sebagai sampel adalah daun dari tanaman selada air.

3.5.2 Penyiapan Sampel

Selada air ditimbang sebanyak 1 kg, dicuci bersih, dibilas dengan akua demineralisata, ditiriskan, dipetik daunnya lalu dibagi menjadi 2 bagian, masing- masing 500 g, bagian pertama dipotong kecil-kecil dan bagian kedua direbus selama 5 menit dengan menggunakan akua demineralisata yang sebelumnya telah dididihkan terlebih dahulu lalu ditiriskan dan dipotong-potong juga.

3.5.3 Proses Destruksi Kering

Sampel yang telah dipotong kecil-kecil masing-masing ditimbang sebanyak 25 gram, dimasukkan ke dalam krus porselen, diarangkan di atas hot pla te lalu diabukan di tanur dengan temperatur awal 100 o C dan perlahan-lahan dinaikkan menjadi 500 o C dengan interval 25 o C setiap 5 menit. Pengabuan Universitas Sumatera Utara 21 dilakukan selama 24 jam dan dibiarkan dingin lalu dipindahkan ke desikator. Bagan alir proses destruksi kering dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 45.

3.5.4 Pembuatan Larutan Sampel

Abu hasil destruksi yang telah dingin dilarutkan dengan 5 ml HNO 3 1:1 lalu dipindahkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan krus porselen dibilas sebanyak 3 kali dengan akua demineralisata. Hasil pembilasan dimasukkan ke dalam labu tentukur, kemudian larutan dicukupkan volumenya dengan akua demineralisata hingga garis tanda dan disaring dengan kertas saring Whatman No. 42, filtrat pertama dibuang sebanyak 5 ml untuk menjenuhkan kertas saring kemudian filtrat selanjutnya ditampung dalam botol. Filtrat ini digunakan sebagai larutan sampel untuk analisa kuantitatif. Bagan alir proses pembuatan larutan sampel dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 47. 3.5.5 Analisa Kuantitatif 3.5.5.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalium Larutan baku kalium 1000 µgml dipipet sebanyak 5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata konsentrasi 50 µgml. Larutan untuk kurva kalibrasi kalium dibuat dengan memipet 2,0; 4,0; 6,0; 8,0; dan 10,0 ml larutan baku 50 µgml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata larutan ini mengandung 2,0; 4,0; 6,0; 8,0; dan 10,0 µgml dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 766,5 nm dengan nyala udara- asetilen. Universitas Sumatera Utara 22

3.5.5.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium

Larutan baku kalsium 1000 µgml dipipet sebanyak 5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata konsentrasi 50 µgml. Larutan untuk kurva kalibrasi kalsium dibuat dengan memipet 2,0; 4,0; 6,0; 8,0; dan 10,0 ml larutan baku 50 µgml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata larutan ini mengandung 2,0; 4,0; 6,0; 8,0; dan 10,0 µgml dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 422,7 nm dengan nyala udara- asetilen.

3.5.5.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Natrium

Larutan baku natrium 1000 µgml dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata konsentrasi 10 µgml. Larutan untuk kurva kalibrasi natrium dibuat dengan memipet 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; dan 5,0 ml larutan baku 10 µgml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata larutan ini mengandung 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 µ gml dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 589,0 nm dengan nyala udara- asetilen.

3.5.5.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi Magnesium

Larutan baku magnesium 1000 µgml dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata konsentrasi 10 µgml. Universitas Sumatera Utara 23 Larutan untuk kurva kalibrasi magnesium dibuat dengan memipet 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; dan 5,0 ml larutan baku 10 µ gml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata larutan ini mengandung 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 µ gml dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 285,2 nm dengan nyala udara- asetilen. 3.5.6 Penetapan Kadar Mineral dalam Sampel 3.5.6.1 Penetapan Kadar Kalium Larutan sampel selada air segar hasil destruksi sebanyak 0,2 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda. Larutan sampel selada air rebus hasil destruksi sebanyak 0,5 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda. Diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 766,5 nm dengan nyala udara-asetilen dan dilakukan 6 kali pengulangan. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalium. Konsentrasi kalium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.5.6.2 Penetapan Kadar Kalsium

Larutan sampel selada air segar hasil destruksi sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda. Universitas Sumatera Utara 24 Larutan sampel selada air rebus hasil destruksi sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda. Diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 422,7 nm dengan nyala udara-asetilen dan dilakukan 6 kali pengulangan. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalsium. Konsentrasi kalsium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi. 3.5.6.3 Penetapan Kadar Natrium Larutan sampel selada air segar hasil destruksi sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda. Larutan sampel selada air rebus hasil destruksi sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda. Diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 589,0 nm dengan nyala udara-asetilen dan dilakukan 6 kali pengulangan. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku natrium. Konsentrasi natrium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.5.6.4 Penetapan Kadar Magnesium

Larutan sampel selada air segar hasil destruksi sebanyak 0,5 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda. Universitas Sumatera Utara 25 Larutan sampel selada air rebus hasil destruksi sebanyak 0,5 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda. Diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 285,2 nm dengan nyala udara-asetilen dan dilakukan 6 kali pengulangan. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku magnesium. Konsentrasi magnesium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.5.6.5 Perhitungan Kadar Mineral dalam Sampel

Kadar kalium, kalsium, magnesium dan natrium dalam sampel dapat dihitung dengan cara berikut: Kadar logamµ gg = Konsentrasiµ gml x Volume ml x Faktor Pengenceran Berat Sampel g 3.5.7 Analisa Data Secara Statistik 3.5.7.1 Penolakan Hasil Pengamatan Kadar kalium, kalsium, natrium, dan magnesium yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis secara statistik. Menurut Sudjana 2005, standar deviasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus: SD =   1 - n X - Xi 2  Keterangan: Xi = Kadar mineral dalam sampel X = Kadar rata-rata mineral dalam sampel n = Jumlah pengulangan pengukuran Universitas Sumatera Utara 26 Untuk mencari t hitung digunakan rumus: t hitung = n SD X Xi  dan untuk menentukan kadar mineral di dalam sampel dengan interval kepercayaan 99, dengan nilai α = 0.01, dk= n-1, dapat digunakan rumus: µ = X ± t α 2, dk x SD √n Keterangan: SD = standar deviasi µ = interval kepercayaan X = kadar rata-rata mineral dalam sampel t = harga t tabel sesuai dengan dk= n – 1 n = jumlah pengulangan pengukuran � = tingkat kepercayaan dk = derajat kebebasan dk= n-1

3.5.7.2 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Antar Sampel

Menurut Sudjana 2005, sampel yang dibandingkan adalah independen dan jumlah pengamatan masing-masing lebih kecil dari 30 dan variansi � tidak diketahui sehingga dilakukan uji F untuk mengetahui apakah variansi kedua populasi sama � 1 = � 2 atau berbeda � 1 ≠ � 2 dengan menggunakan rumus: F o = 2 2 2 1 S S Keterangan: F o = Beda nilai yang dihitung S 1 = Standar deviasi sampel 1 S 2 = Standar deviasi sampel 2 Tabel distribusi F dapat dilihat pada Lampiran 29 halaman 101. Apabila dari hasilnya diperoleh F o tidak melewati nilai kritis F, maka dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus: Universitas Sumatera Utara 27 t o =   2 1 2 1 1 1 X - X n n Sp  Keterangan: 1 X = kadar rata-rata mineral dalam sampel 1 2 X = kadar rata-rata mineral dalam sampel 2 Sp = simpangan baku n 1 = jumlah pengulangan pengukuran pada sampel 1 n 2 = jumlah pengulangan pengukuran pada sampel 2 Kedua sampel dinyatakan berbeda apabila t o yang diperoleh melewati nilai kritis t dan sebaliknya jika F o melewati nilai kritis F, maka dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus : t o =   2 2 2 1 2 1 2 1 X - X n S n S  Keterangan: 1 X = kadar rata-rata mineral dalam sampel 1 1 X = kadar rata-rata mineral dalam sampel 2 S 1 = Standar deviasi sampel 1 S 2 = Standar deviasi sampel 2 n 1 = jumlah pengulangan pengukuran pada sampel 1 n 2 = jumlah pengulangan pengukuran pada sampel 2 Kedua sampel dinyatakan berbeda apabila t o yang diperoleh melewati nilai kritis t, dan sebaliknya. 3.5.8 Uji Perolehan Kembali Recovery Uji perolehan kembali dilakukan dengan metode penambahan larutan standar Standard addition method. Dalam metode ini, kadar mineral dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan kadar mineral dalam sampel setelah penambahan larutan baku dengan konsentrasi tertentu. Larutan baku yang ditambahkan yaitu, 8 ml larutan baku kalium konsentrasi 1000 µgml, 5 ml larutan baku kalsium konsentrasi 1000 µgml, 1 ml larutan Universitas Sumatera Utara 28 baku natrium konsentrasi 1000 µgml dan 2 ml larutan baku magnesium konsentrasi 1000 µgml. Sampel yang telah dipotong kecil-kecil ditimbang secara seksama sebanyak 25 gram di dalam krus porselen, lalu ditambahkan 8 ml larutan baku kalium konsentrasi 1000 µgml, 5 ml larutan baku kalsium konsentrasi 1000 µgml, 1 ml larutan baku natrium konsentrasi 1000 µgml dan 2 ml larutan baku magnesium konsentrasi 1000 µgml, kemudian dilanjutkan dengan prosedur destruksi kering seperti yang telah dilakukan sebelumnya. Menurut Harmita 2004, persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus berikut: Persen Perolehan Kembali = C F - C A C A x 100 Keterangan: C A = kadar mineral dalam sampel sebelum penambahan baku C F = kadar mineral dalam sampel setelah penambahan baku C A = kadar larutan baku yang ditambahkan

3.5.9 Simpangan Baku Relatif

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan Harmita, 2004. Menurut Harmita 2004, rumus untuk menghitung simpangan baku relatif adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 29 RSD = X SD x 100 Keterangan: X = Kadar rata-rata mineral dalam sampel SD = Standar Deviasi RSD = Relative Standard Deviation Simpangan Baku Relatif 3.5.10 Penentuan Batas Deteksi {Limit of Detection LOD} dan Batas Kuantitasi {Limit of Quantitation LOQ} Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama Harmita, 2004. Menurut Harmita 2004, batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Simpangan Baku Residual   2 - n Y - Yi 2   x Sy Batas Deteksi = Slope x Sy x 3 Batas Kuantitasi = Slope x Sy x 10 Universitas Sumatera Utara 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Sampel

Hasil identifikasi sampel yang dilakukan oleh bagian Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian LIPI Bogor terhadap tumbuhan selada air adalah jenis Nasturtium officinale R.Br. suku Brassicaceae. Hasil identifikasi sampel dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 44. 4.2 Analisa Kuantitatif 4.2.1 Kurva Kalibrasi Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium Kurva kalibrasi dalam spektrofotometri serapan atom dibuat dalam berbagai konsentrasi dengan konsentrasi yang meningkat. Dari pengukuran kurva kalibrasi diperoleh persamaan garis regresi yaitu Y= 0,040354X + 0,002962 untuk kalium, Y= 0,035171X + 0,004710 untuk kalsium, Y= 0,116600X + 0,001467 untuk natrium, dan Y= 0,386986X + 0,003024 untuk magnesium. Kurva kalibrasi larutan baku kalium, kalsium, natrium, dan magnesium dapat dilihat pada Gambar 1 sampai dengan Gambar 4. Gambar 3.1 Kurva Kalibrasi Larutan Baku Kalium Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium Dan Natrium Pada Daun Kucai (Allium Schoenoprasum, L.) Segar Dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

9 90 107

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium Pada Buah Pare Putih (Momordica charantia L.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

4 17 116

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 60

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 15

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 2

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 4

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 14

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

1 1 3

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium Pada Buah Pare Putih (Momordica charantia L.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 1 14

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium Pada Buah Pare Putih (Momordica charantia L.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 62