Langkah – langkah
Pembelajaran Model Students Teams
Achievement Division STAD
Langkah – langkah
Penggunaan Media Pembelajaran
Audiovisual Langkah
– langkah Pembelajaran Model Students Teams Achievement Division
berbantuan Media Audiovisual Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
5. Kuis Evaluasi
4. Langkah evaluasi
pengajaran. 7.
Guru mengevaluasi hasil belajar melalui
pemberian kuis
secara individu
tentang materi yang telah dipelajari.
7. Siswa
mengerjakan soal kuis secara
individu.
8. Setelah pelaksanaan
kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan
diberikan angka
dengan rentang 0- 100.
6. Penghargaan
prestasi tim 9.
Guru memberikan
penghargaan atas
keberhasilan kelompok
dengan memberikan
reward berupa
pemberian sticker
bertuliskan juara
sesuai pemerolehan
kelompok. 8.
Siswa secara
kelompok menerima
penghargaan atas
pekerjaan yang
telah dikerjakan.
Sumber : ______ Rusman 2012:215
_____ Hamiyah Jauhar 2014:266
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPS pada siswa kelas VA SDN Wonosari 03 Kota Semarang.
Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah: 1.
mendeskripsikan peningkatan keterampilan guru dalam pembelajaran IPS KD 2.1
mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang pada siswa kelas VA SDN Wonosari 03 Kota Semarang
melalui model pembelajaran students teams achievement division STAD
berbantuan media audiovisual ;
2. mendeskripsikan peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPS KD 2.1
mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang pada siswa kelas VA SDN Wonosari 03 Kota Semarang
melalui model students teams achievement division STAD berbantuan media
audiovisual ;
3. mendeskripsikan peningkatan hasil belajar dalam pembelajaran IPS KD 2.1
mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang pada siswa kelas VA SDN Wonosari 03 Kota Semarang
melalui model pembelajaran students teams achievement division STAD
berbantuan media audiovisual.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, model students teams achievement division berbantuan
media audiovisual mampu meningkatkan kualitas pembelajaran IPS KD 2.1
mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang pada siswa kelas VA SDN Wonosari 03 Kota Semarang, sehingga
dapat menjadi pendukung teori untuk kegiatan penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pembelajaran IPS. Selain itu, dapat menjadi bahan
pertimbangan bagi pendidik untuk menggunakan model dan media yang bervariatif dalam pembelajaran IPS. Hasil penelitian ini diharapkan akan
memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang pendidikan sekolah dasar.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Manfaat Bagi Siswa
1. Menumbuhkan minat belajar siswa pada pembelajaran IPS, sehingga IPS
menjadi mata pelajaran yang menarik bagi siswa. 2.
Meningkatkan aktifitas siswa dalam proses pembelajaran. 3.
Melatih siswa untuk dapat memecahkan masalah dengan menggunakan pemikiran secara logis dan sistematis.
b. Manfaat Bagi Guru
1. Dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengevaluasi terhadap pembelajaran
yang sudah berlangsung. 2.
Mengembangkan kurikulum di tingkat kelas, serta untuk mengembangkan dan melakukan inovasi pembelajaran.
3. Membantu guru untuk menyelesaikan masalah-masalah pembelajaran.
4. Membuat guru lebih kreatif dalam pelaksanaan proses pembelajaran.
c. Manfaat Bagi Sekolah
1. Digunakan sebagai pertimbangan dalam memotivasi guru untuk
melaksanakan proses pembelajaran yang efektif. 2.
Menumbuhkan kerja sama antar guru yang berdampak positif pada kualitas pembelajaran di sekolah.
13
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 KAJIAN TEORI
2.1.1 Hakikat Belajar
Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup. Proses belajar ini merupakan kegiatan yang
sangat penting. Singer dalam Siregar Nara, 2011:4 mendefinisikan belajar sebagai perubahan perilaku yang relatif tetap disebabkan praktik atau pengalaman
yang sampai dalam situasi tertentu. Sementara menurut Gagne dalam Eveline Siregar, 2011:4: “Learning is relatively permanent change in behavior that result
from past experience of purposeful instruction”. Belajar menurut Hamdani 2011: 21 adalah perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan.
Belajar tidak hanya mempelajari mata pelajaran, tetapi juga, penyusunan, kebiasaan, persepsi, kesenangan atau minat, penyesuaian sosial,bermacam-macam
keterampilan lain dan cita-cita. Dari berbagai perspektif pandangan belajar yang telah dijelaskan di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah sebuah proses aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungannya dan menghasilkan
perubahan yang bersifat tetap konstan.
2.1.2 Hakikat Pembelajaran
Pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses pembelajaran siswa, dengan memperhitungkan kejadian-
kejadian ekstrim yang berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa. Winkel dalam Siregar Nara, 2011:12. Sementara
Gagne dalam Siregar Nara, 2011:12 mendefinisikan pembelajaran sebagai pengaturan peristiwa secara seksama dengan maksud agar terjadi belajar dan
membuatnya berhasil guna. Sementara Darsono dalam Hamdani, 2011:23
mengemukakan aliran kognitif mendefinisikan pembelajaran sebagai cara guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir agar mengenal dan
memahami sesuatu yang sedang dipelajari.
Dari beberapa pengertian pembelajaran yang telah dikemukakan, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa ciri-ciri pembelajaran adalah sebagai berikut:
a.
merupakan upaya sadar dan disengaja;
b.
pembelajaran harus membuat siswa belajar;
c.
tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan;
d.
pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses, maupun hasilnya.
Pembelajaran merupakan usaha yang dilaksanakan secara sengaja, terarah dan terencana, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum
proses dilaksanakan, serta pelaksanaannya terkendali, dengan maksud agar terjadi belajar pada diri seseorang.
2.1.3 Kualitas Pembelajaran
Menurut Depdiknas 2004:7 kualitas pembelajaran adalah keterkaitan sistemik dan sinergis antara guru, siswa, kurikulum dan bahan belajar, media,
fasilitas, dan sistem pembelajaran dalam menghasilkan proses dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan tuntutan kurikuler. Indikator kualitas pembelajaran
dapat dilihat antara lain dari perilaku pembelajaran pendidik, perilaku dan dampak belajar siswa, hasil belajar, iklim pembelajaran, materi pembelajaran, kualitas
media pembelajaran. Menurut Etzioni dalam Hamdani, 2011:194 Kualitas dapat dimaknai
dengan istilah mutu atau juga keefektifan. Secara definitif efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan atau sasarannya.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka di tarik kesimpulan bahwa kualitas pembelajaran merupakan keterkaitan komponen-komponen pembelajaran antara
guru, siswa, dan penunjang lainnya untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditentukan. Indikator kualitas pembelajaran yang menjadi variabel penelitian
dalam penelitian ini adalah keterampilan dasar mengajar guru, aktivitas belajar siswa, dan hasil belajar. Indikator tersebut merupakankan indikator penting yang
jika pelaksanaannya dapat berjalan maksimal maka indikator lainnya dalam kualitas pembelajaran dapat berjalan dengan optimal.
2.1.3.1 Keterampilan Dasar Mengajar Guru
Menurut Rusman 2012 keterampilan dasar mengajar teaching skills¸
merupakan karakteristik umum seseorang yang berhubungan dengan pengetahuan maupun keterampilan yang diwujudkan melalui tindakan. Keterampilan dasar
mengajar adalah perilaku mendasar yang dimiliki oleh guru sebagai modal awal untuk melaksanakan tugas-tugas pembelajarannya secara terencana dan
profesional.
Indikator keterampilan dasar mengajar guru dapat digambarkan dalam sembilan keterampilan mengajar.
1. Keterampilan Membuka Pelajaran Set Induction Skills.
Membuka pelajaran adalah kegiatan pembelajaran untuk menciptakan pra- kondisi bagi siswa agar mental ataupun perhatiannya terpusat pada apa yang
akan dipelajari. Menurut Abimanyu dalam Rusman, 2012:81 membuka pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan
kondisisuasana siap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar terfokus pada hal-hal yang akan dipelajari.
Menurut Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menjelaskan bahwa yang dilakukan
guru dalam kegiatan pendahuluan adalah: a.
menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;
b. melakukan apersepsi, yaitu mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan
materi yang akan dipelajari; c.
menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai;
d. menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai
dengan silabus dan RPP. Dalam pelaksanaan pembelajaran model
students teams achievment division berbantuan media audiovisual dalam keterampilan membuka
pelajaran, deskriptor yang ditampakkan adalah mengkondisikan siswa agar
siap dan termotivasi dalam mengikuti pelajaran , melakukan apersepsi, dan menyampaikan tujuan pembelajaran.
2. Keterampilan Bertanya Questioning Skills.
Menurut Bolla dalam Rusman, 2012:82 dalam proses pembelajaran setiap pertanyaan, baik berupa kalimat tanya atau suruhan yang menuntut respons
siswa perlu dilakukan, agar siswa memperoleh pengetahuan dan meningkatkan kemampuan berpikir. Rusman, 2012 mengungkapkan dalam kegiatan belajar
mengajar, mempunyai dampak positif terhadap aktivitas dan kreativitas siswa: a.
meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran; b.
membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu masalah yang sedang dibicarakan;
c. mengembangkan pola berfikir dan cara belajar aktif dari siswa sebab
berpikir itu sendiri sesungguhnya adalah bertanya; d.
menuntun proses berfikir siswa sebab pertanyaan yang baik akan membantu siswa agar dapat menentukan jawaban yang baik;
e. memusatkan perhatian siswa terhadap masalah yang sedang dibahas.
Dalam pelaksanaan pembelajaran model students teams achievment
division berbantuan media audiovisual deskriptor yang ditampakkan dalam ketrerampilan bertanya adalah memberikan pertanyaan kepada siswa tentang
hasil diskusi yang telah dilakukan siswa. 3.
Keterampilan Menguatkan Reinforcement Skills. Menurut Rusman, 2012 penelitian membuktikan bahwa penguatan
reinforcement lebih efektif diterapkan daripada pelaksanaan hukuman
punisment. Secara psikologis, individu memerlukan penghargaan atas segala usaha yang telah dilakukan. Guru yang baik harus memberikan penguatan
berupa penguatan verbal diungkapkan dengan kata-kata seperti bagus, seratus,
tepat, pintar, dan sebagainya, maupun non verbal dengan gerakan, isyarat,
sentuhan, pendekatan, dan sebagainya. Reinforcement merupakan respon terhadap sebuah usaha yang baik dan
diharapkan suatu tingkah laku yang memungkinkan untuk berulangnya kembali tingkah laku tersebut.
Tujuan pemberian penguatan: a.
meningkatkan perhatian siswa terhadap kegiatan pembelajaran; b.
merangsang dan meningkatkan motivasi belajar siswa; c.
meningkatkan kegiatan belajar dan membina tingkah laku siswa yang produktif;
d. menumbuhkan rasa percaya diri kepada siswa;
e. membiasakan kelas kondusif penuh dengan penghargaan dan penguatan.
Ada beberapa cara dalam memberikan penguatan reinforcement
yaitu: a.
penguatan kepada pribadi tertentu. Penguatan harus jelas kepada siapa ditujukannya pertanyaan tersebut, dengan menyebutkan namanya;
b. penguatan kepada kelompok siswa. Dengan memberikan penghargaan
kepada kelompok siswa yang telah menyelesaikan tugasnya dengan baik; c.
pemberian penguatan dengan cara segera. Penguatan diberikan sesegera mungkin
setelah munculnya
tingkah lakurespon
siswa yang
diharapkan.Penguatan yang dilakukan dengan tertunda cenderung tidak efektif;
d. variasi dalam penggunaan. Penguatan yang diberikan hendaknya
bervariasi, tidak terbatas pada satu jenis penguatan saja karena akan menimbulkan kebosanan, dan lama kelamaan akan tidak efektif.
Dalam pelaksanaan pembelajaran model students teams achievment
division berbantuan media audiovisual deskriptor yang ditampakkan dalam ketrerampilan menguatkan adalah memberikan penghargaan atas keberhasilan
kelompok dan memberikan penguatan terhadap hasil kerja siswa 4.
Keterampilan Mengadakan Variasi Variation Skills. Menurut Rusman, 2012 peserta didik adalah individu yang unit,
heterogen dan mempunyai kecenderungan yang berbeda-beda. Siswa ada yang mempunyai kecenderungan pada auditif, yaitu senang mendengarkan, visual
senang melihat dan cenderung kinestetik, yaitu senang melakukan. Oleh karena itu, guru harus memiliki kemampuan mengadakan variasi dalam kegiatan
pembelajaran. Antara lain dalam hal penggunaan multisumber, multimedia, multimetode, multistrategi, dan multimodel. Pembelajaran dilakukan secara
klasikal, akan tetapi tetap dilakukan sentuhan secara individual. Sebagai contoh guru menggunakan media gambar untuk siswa yang cenderung visual, guru
juga menggunakan metode ceramah untuk siswa yang cenderung auditif, selain itu guru juga mengadakan diskusi, eksperimen, demonstrasi, dan praktik untuk
siswa yang kinestetik.
Tujuan dan manfaat keterampilan mengadakan variasi variation skills
adalah: a.
menimbulkan dan meningkatkan perhatian siswa kepada aspek-aspek pembelajaran yang relevan dan bervariasi;
b. memberikan kesempatan berkembangnya bakat yang dimiliki siswa;
c. memupuk tingkah laku yang positif terhadap guru dan sekolah dengan
berbagai cara mengajar yang lebih hidup dan lingkungan belajar yang lebih baik;
d. memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh cara menerima
pelajaran yang disenangi. Prinsip penggunaan keterampilan mengadakan variasi
variation skills yang perlu diperhatikan adalah:
a. variasi digunakan dengan suatu maksud tertentu yang relevan dengan
tujuan pembelajaran yang diharapkan; b.
variasi digunakan secara lancar dan berkesinambungan, sehingga tidak merusak perhatian siswa dan tidak mengganggu kegiatan pembelajaran;
c. direncanakan dengan baik dan secara eksplisit dicantumkan dalam rencana
pelaksanaan pembelajaran RPP. Dalam pelaksanaan pembelajaran model
students teams achievment division berbantuan media audiovisual deskriptor yang ditampakkan dalam
ketrerampilan mengadakan variasi adalah menyampaikan materi dengan bantuan
media audiovisual, serta memberikan soal kuis kepada siswa sebagai evaluasi pembelajaran.
5. Keterampilan Menjelaskan Explaining Skills.
Menurut Rusman, 2012 tugas utama dari guru adalah mengajar, dalam mengajar guru dituntut untuk menyampaikan ilmu dengan menjelaskan materi
pelajaran kepada siswa secara profesional. Dalam pelaksanaannya guru dapat menggunakan media pembelajaran dan sumber-sumber belajar yang relevan
dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Keterampilan menjelaskan dalam pembelajaran adalah penyajian informasi secara lisan yang diorganisasi
secara sistematis untuk menunjukkan adanya hubungan satu dengan yang lainnya, misalnya sebab dan akibat. Penyampaian informasi yang terencana
dengan baik disajikan dengan urutan yang cocok merupakan ciri utama kegiatan menjelaskan.
Komponen-komponen dalam keterampilan menjelaskan explaining
skills. a.
Merencanakan Sebelum melakukan pembelajaran, guru terlebih dahulu membuat
perencanaan, baik dalam silabus maupun RPP. Dalam kegiatan pembelajaran terdapat tiga kegiatan utama, antara lain kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, kegiatan penutup. Dalam pelaksanaannya semua kegiatan tersebut memerlukan keterampilan untuk menjelaskan.
Oleh karena itu, penjelasan yang dilakukan guru harus direncanakan dengan baik, terutama berkenaan dengan isi materi dan aktivitas siswa itu
sendiri.
b. Perencanaan Suatu Penjelasan
Penyajian penjelasan
dapat ditingkatkan
hasilnya dengan
memperhatikan hal-hal berikut: 1
kejelasan, penjelasan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa dan menghindari kata-kata yang tidak perlu;
2 penggunaan contoh dan ilsutrasi, memberikan contoh sebaiknya
menggunakan contoh-contoh yang ada hubungannya dengan sesuatu yang dapat ditemui oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari;
3 pemberian tekanan, dalam memberikan penjelasan, guru hendaknya
memusatkan perhatian siswa kepada masalahtopik utama dan mengurangi informasi yang tidak terlalu penting.
4 penggunaan balikan, guru hendaknya memberikan kesempatan kepada
siswa untuk
menunjukkan pemahaman,
keraguan, atau
ketidakmengertian siswa ketika penjelasan itu diberikan. Sementara
itu, menurut
Rusman, 2012
prinsip-prinsip keterampilan menjelaskan harus dikuasai oleh seorang guru agar siswa
memperoleh pemahaman yang utuh dan jelas tentang materi yang disampaikan guru. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan guru, yaitu:
a. keterkaitan dengan tujuan, apapun yang dilakukan oleh guru dalam
menjelaskan materi pelajaran harus bermuara pada pencapaian tujuan pembelajaran;
b. relevan antara penjelasan dengan materi dan karakteristik siswa,
materi yang dijelaskan harus sesuai dengan karakteristisk peserta
didik, baik usia, tugas perkembangan, tingkat kesukaran, dan sebagainya;
c. kebermaknaan. Apa pun yang dijelaskan mempunyai makna bagi
siswa untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang; d.
dinamis, agar pelaksanaan pembelajaran lebih menarik, guru dapat menerapkan dengan tanya jawab, atau menggunakan media
pembelajaran, agar penjelasan lebih menarik dan sistematis; e.
penjelasan dilakukan dalam kegiatan pendahuluan, inti, dan kegiatan penutup.
Dalam pelaksanaan pembelajaran model students teams achievment
division berbantuan media audiovisual deskriptor yang ditampakkan dalam ketrerampilan menjelaskan adalah menyampaikan materi dengan bantuan
media audiovisual. 6.
Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil. Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil adalah salah satu cara
yang dibutuhkan untuk memfasilitasi sistem pembelajaran yang dilakukan dengan berkelompok Rusman, 2012. Komponen yang diperlukan dalam
kegiatan membimbing diskusi kelompok kecil antara lain: a.
memusatkan perhatian siswa pada tujuan dan topik diskusi. Pada aspek ini guru merumuskan tujuan dan topik yang akan dibahas pada awal diskusi
dan mengemukakan masalah-masalah khusus, lalu mencatat perubahan atau penyimpangan diskusi dari tujuan dan merangkum hasil diskusi;
b. memperjelas masalah untuk menghindari kesalahpahaman dalam
memimpin diskusi seorang guru perlu menguraikan permasalahan, meminta komentar siswa, dan menguraikan gagasan siswa dengan
memberikan informasi tambahan; c.
menganalisis pandangan siswa. Perbedaan pendapat dalam diskusi menuntut guru menjadi fasilitator dalam memperjelas hal-hal yang
disepakati dan hal-hal yang perlu disepakati di samping meneliti apakah suatu alasan mempunyai dasar yang kuat;
d. meningkatkan urunan siswa, yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang menantang, memberikan contoh dengan tepat, dan memberikan waktu untuk berpikir;
e. memberikan kesempatan siswa untuk berpartisipasi. Dilakukan dengan
cara memancing partisipasi siswa dalam bentuk memberikan kesempatan siswa untuk bertanya pada siswa yang cenderung pendiam pasif;
f. menutup diskusi, yaitu membuat rangkuman hasil diskusi, menindaklanjuti
diskusi, dan mengajak siswa untuk menilai proses maupun hasil; g.
hal-hal yang perlu dihindarkan adalah mendominasimonopoli pembicaraan dalam diskusi, serta membiarkan terjadinya penyimpangan
dalam diskusi. Dalam pelaksanaan pembelajaran model
students teams achievment division berbantuan media audiovisual deskriptor yang ditampakkan dalam
ketrerampilan membimbing diskusi kelompok kecil adalah membimbing siswa
untuk membentuk kelompok belajar siswa serta membimbing siswa dalam berdiskusi dalam kelompok.
7. Keterampilan Mengelola Kelas.
Menurut Usman dalam Rusman, 2012:90 pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang
optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses pembelajaran, seperti penghentian perilaku siswa yang memindahkan perhatian
kelas, memberikan ganjaran bagi siswa yang tepat waktu dalam menyelesaikan tugas atau penetapan norma kelompok yang produktif.
Komponen-komponen dalam mengelola kelas adalah sebagai berikut: a.
keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal, seperti menunjukkan sikap tanggap,
memberikan perhatian, memusatkan perhatian kelompok, memberikan petunjuk yang jelas, menegur bila siswa melakukan tindakan menyimpang,
dan memberikan penguatan reinforcement;
b. keterampilan yang berhubungan dengan pengembalian kondisi belajar
yang optimal, yaitu berhubungan dengan respons guru terhadap gangguan siswa yang berkelanjutan dengan maksud agar guru dapat melakukan
tindakan remedial untuk mengembalikan kondisi belajar yang optimal; c.
menentukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah. Dalam pelaksanaan pembelajaran model
students teams achievment division berbantuan media audiovisual deskriptor yang ditampakkan dalam
ketrerampilan mengelola kelas adalah memberikan soal kuis kepada siswa sebagai evaluasi pembelajaran.
8. Keterampilan Pembelajaran Perseorangan.
Menurut Rusman 2012, guru dapat melakukan variasi, bimbingan, dan penggunaan media pembelajaran dalam rangka memberikan sentuhan
kebutuhan individual. Pembelajaran ini terjadi apabila jumlah peserta berjumlah terbatas, yaitu hanya sebatas kelompok kecil 2-8 orang.
Komponen-komponen yang diperlukan untuk dikuasai guru berkenaan dengan pembelajaran perseorangan adalah:
a. keterampilan megadakan pendekatan secara pribadi;
b. keterampilan mengorganisasi.
c. keterampilan membimbing dan memudahkan belajar,
yaitu memungkinkan guru membantu siswa untuk maju tanpa mengalami
frustasi; d.
keterampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, mencakup membantu siswa menetapkan tujuan dan menstimulasi siswa
untuk mencapai tujuan tersebut, merencanakan kegiatan pembelajaran bersama siswa yang mencakup kriteria keberhasilan, langkah-langkah
kegiatan pembelajaran, waktu serta kondisi belajar, bertindak sebagai supervisor, dan membantu siswa menilai pencapaiannya sendiri.
Dalam pelaksanaan pembelajaran model students teams achievment
division berbantuan media audiovisual deskriptor yang ditampakkan dalam
ketrerampilan pembelajaran perorangan adalah membimbing siswa untuk membentuk kelompok belajar siswa.
9. Keterampilan Menutup Pelajaran Closure Skills.
Keterampilan menutup pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk mengakhiri kegiatan pembelajaran. Kegiatan menutup pelajaran
mempunyai tujuan untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari oleh siswa, mengetahui tingkat pencapaian siswa dan tingkat
keberhasilan guru dalam proses pembelajaran. Menurut Uzer Usman dalam Rusman, 2012 komponen menutup
pelajaran adalah sebagai berikut: a.
meninjau kembali penguasaan materi pokok dengan merangkum atau menyimpulkan hasil pembelajaran;
b. melakukan evaluasi antara lain dengan cara mendemonstrasikan
keterampilan, mengaplikasikan ide baru pada situasi lain, mengeskplorasi pendapat siswa sendiri, dan memberikan soal tertulis.
Sementara Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah menjelaskan bahwa yang dilakukan guru
dalam kegiatan penutup adalah sebagai berikut: a.
bersama-sama dengan siswa danatau sendiri membuat kesimpulan pembelajaran;
b. melakukan penilaian danatau refleksi terhadap kegiatan yang telah
dilaksanakan secara konsisten dan terprogram; c.
memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran.
d. merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedial,
pengayaan, layanan bimbingan, memberikan tugas baik individu maupun kelompok;
e. menyampaikan pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Dalam pelaksanaan pembelajaran model students teams achievment
division berbantuan media audiovisual deskriptor yang ditampakkan dalam ketrerampilan menutup pelajaran adalah mengevaluasi hasil kerja siswa
dengan rentang angka 0-100 serta menutup pelajaran.
2.1.3.2 Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran
Pada prinsipnya belajar adalah berbuat. Berbuat untuk mengubah tingkah laku melakukan kegiatan. Tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Aktivitas
merupakan prinsip atau asas yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar. Saat proses kegiatan pembelajaran, yang lebih melakukan aktivitas
didalam pembentukan diri adalah anak itu sendiri, pendidik hanya memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh siswa.
Segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengalaman sendiri, pengamatan sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara teknis maupun rohani
Sardiman, 2011. Perlu ditambahkan bahwa yang dimaksud aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental, dan dalam kegiatan belajar
kedua aktivitas ini harus selalu terkait. Dengan demikian, jelas bahwa aktivitas itu memiliki arti luas, baik yang bersifat fisikjasmani maupun mentalrohani. Dalam
belajar sangat diperlukan aktivitas. Tanpa aktivitas, proses belajar tidak mungkin
berlangsung dengan baik.
Diedrich dalam Sardiman, 2011:101 membuat suatu daftar yang berisi
177 macam kegiatan siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut:
1. visual activities, yang termasuk didalamnya misalnya, membaca,
memerhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. Dalam pembelajaran model
students teams achievment division berbantuan media audiovisual
, indikator yang ditampakkan adalah memperhatikan tampilan media audiovisual yang disajikan oleh guru;
2. oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,
mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi. Dalam pembelajaran model
students teams achievment division berbantuan media audiovisual
, indikator yang ditampakkan adalah mengajukan dan menjawab pertanyaan, melaksanakan kegiatan belajar dan kerjasama secara
berkelompok, menanggapi hasil diskusi, mengerjakan soal kuis yang diberikan guru secara individu sebagai evaluasi belajar, serta refleksi terhadap
hasil pembelajaran; 3.
listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato. Dalam pembelajaran model
students teams achievment division berbantuan media audiovisual, indikator yang ditampakkan adalah
memperhatikan tampilan media audiovisual yang disajikan oleh guru, melaksanakan kegiatan belajar dan kerjasama secara kelompok, serta
memperhatikanmenyimak penjelasan dari guru; 4.
writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin. Dalam pembelajaran model
students teams achievment division
berbantuan media audiovisual , indikator yang ditampakkan adalah menulis
refleksi terhadap hasil pembelajaran; 5.
drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram. Dalam pembelajaran model
students teams achievment division berbantuan media audiovisual jenis kegiatan
drawing activities tidak tampak; 6.
motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun,
beternak. Dalam pembelajaran model students teams achievment division
berbantuan media audiovisual , indikator yang ditampakkan adalah
membentuk kelompok belajar serta melaksanakan kegiatan belajar dan kerjasama secara berkelompok;
7. mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat,
memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan. Dalam pembelajaran model
students teams achievment division berbantuan media audiovisual
, indikator yang ditampakkan adalah menanggapi apersepsi sesuai dengan materi, menanggapi hasil diskusi, dan mengerjakan soal kuis
yang diberikan guru secara individu sebagai evaluasi belajar; 8.
emotional activites, seperti misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup. Dalam pembelajaran model
students teams achievment division berbantuan media audiovisual, indikator yang ditampakkan adalah mempersiapkan diri dalam menerima pelajaran
serta menerima penghargaan atas keberhasilan kelompok.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas adalah segala tingkah laku siswa pada saat mengikuti kegiatan belajar mengajar baik
yang bersifat fisik maupun mental. Aktivitas juga berperan dalam menentukan keberhasilan belajar mengajar.
2.1.3.3 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.
Merujuk pemikiran Gagne dalam Suprijono, 2012, hasil belajar berupa: a.
informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik
terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penetapan aturan;
b. keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan
lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-
prinsip keilmuwan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas;
c. strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas
kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah;
d. keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasman;
e. sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilain
terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai
sebagai standar perilaku. Menurut Bloom dalam Supriyono, 2012 hasil belajar mencakup
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge pengetahuan, ingatan, comprehension pemahaman, menjelaskan,
meringkas, contoh,
application menerapkan,
analysis menguraikan,
menentukan hubungan,
synthesis mengorganisasikan,
merencanakan, membentuk bangunan baru, dan
evaluation menilai. Domain afektif adalah receiving sikap menerima, responding memberikan respons, valuing nilai,
organization organisasi, characterization karakterisasi. Domain psikomotor meliputi
initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.
Berdasarkan uraian di atas hasil belajar adalah perubahan perilaku individu secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek kemanusiaan saja.
Hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melainkan
komprehensif. Pada pelaksanaan pembelajaran IPS dengan model students teams
achievment division berbantuan media audio visual hasil belajar yang menjadi tujuan untuk dicapai adalah pembelajaran IPS KD 2.1 mendeskripsikan
perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang.
2.1.4 Hakikat dan Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial
Menurut Hidayati dkk 2008, hakikat IPS adalah telaah tentang manusia dan dunianya. Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama dengan
sesamanya. Dalam kehidupannya manusia harus mengahadapi tantangan- tantangan yang berasal dari lingkungannya maupun sebagai hidup bersama. IPS
memandang manusia dari berbagai sudut pandang. IPS melihat bagaimana manusia hidup bersama dengan sesamanya, dengan tetangganya dari lingkungan
dekat sampai yang jauh. Bagaimana keserasian hidup dengan lingkungannya baik dengan sesama manusia maupun lingkungan alamnya. Bagaimana mereka
melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.. Sedangkan menurut BSNP 2006:575 Ilmu Pengetahuan Sosial IPS
merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SDMISDLB
sampai SMPMTsSMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SDMI mata
pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara
Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa IPS merupakan mata pelajaran yang terintegrasi dari berbagai cabang ilmu yaitu, geografi,
sejarah, sosiologi, dan ekonomi yang merupakan kajian dari permasalahan tentang aktivitas hidup manusia. Pada penelitian ini, bahan yang menjadi materi ajar
adalah materi KD 2.1 mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang.
2.1.4.1 Tujuan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Menurut Solihatin Raharjo 2011:15 pada dasarnya tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar
kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya, serta berbagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi. Sementara menurut BSNP 2006:575 IPS sendiri bertujuan agar peserta
didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1.
mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungan;
2. memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan social; 3.
memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan;
4. memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. Sejalan dengan tujuan tersebut menurut Sumaatmadja
dalam Hidayati dkk, 2008 tujuan pendidikan IPS adalah membina anak didik menjadi warga
negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan negara.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan IPS adalah membekali peserta didik untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat
dan minat yang dimiliki untuk menjadi warga negara yang baik dan terampil yang berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat. Sejalan dengan pernyataan di
atas, penelitian ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan sejarah serta mendidik siswa untuk menjadi warga negara yang baik dan peduli terhadap
sejarah perjuangan melawan penjajahan Belanda dan Jepang di Indonesia.
2.1.4.2 Karakteristik Pembelajaran IPS SD
Hidayati dkk 2008 menjelaskan bahwa IPS merupakan ilmu yang terdiri dari disiplin-disiplin ilmu sosial sehingga IPS mempunyai ciri-ciri khusus atau
karakteristik yang berbeda dengan bidang studi yang lainnya. Karakteristik IPS dilihat dari materi dan strategi penyampaiannya.
1. Materi IPS.
Materi IPS digali dari segala aspek kehidupan praktis sehari-hari di masyarakat. Terdapat 5 macam sumber materi IPS antara lain:
a. segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak sejak dari
keluarga, sekolah, desa, kecamatan sampai lingkungan yang luas negara dan dunia dengan berbagai permasalahannya;
b. kegiatan manusia misalnya: mata pencaharian, pendidikan , keagamaan,
produksi, komunikasi, transportasi; c.
lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi yang terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai
yang terjauh;
d. kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan manusia, sejarah yang
dimulai dari sejarah lingkungan terdekat sampai yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian yang besar;
e. anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari makan, pakaian,
permainan, keluarga. Dengan demikian masyarakat dan lingkungannya, selain menjadi sumber
materi IPS sekaligus juga menjadi laboratoriumnya. Pengetahuan konsep, teori- teori IPS yang diperoleh anak di dalam kelas dapat dicocokkan dan dicobakan
sekaligus diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari di masyarakat. Pada penelitian ini, materi yang menjadi sumber bahan ajar adalah kehidupan masa
lampau yaitu mengenai penjajahan Belanda dan Jepang. 2.
Strategi Penyampaian Pengajaran IPS. Strategi penyampaian pengajaran IPS, sebagaian besar adalah didasarkan
pada suatu tradisi, yaitu materi disusun dalam urutan: anak diri sendiri, keluarga, masyarakattetangga, kota, region, negara, dan dunia. Tipe kurikulum seperti ini
disebut “The Wedining Horizon or Expanding Enviroment Curriculum” Mukminan dalam Hidayati, dkk 2008:1-27. Tipe kurikulum tersebut, didasarkan
pada asumsi bahwa anak pertama-tama dikenalkan atau perlu memperoleh konsep yang berhubungan dengan lingkungan terdekat atau diri sendiri. Selanjutnya
secara bertahap dan sistematis bergerak dalam lingkungan konsentrasi keluar dari lingkaran
tersebut, kemudian
mengembangkan kemampuannya
untuk menghadapai unsur-unsur dunia yang lebih luas. Penyampaian pengajaran IPS
pada penelitian ini pertama-tama memberikan pengenalan terhadap lokasi
bersejarah mengenai penjajahan Belanda dan Jepang yang ada di sekitar siswa yaitu gedung lawang sewu kemudian menjelaskan secara spesifik tentang
penjajahan Belanda dan Jepang.
2.1.4.3 Kurikulum IPS SD KTSP
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan
pendidikan. Dalam Struktur Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD memuat 8 mata pelajaran ditambah muatan lokal, yang diantaranya terdapat mata pelajaran
IPS. Standar Nasional Pendidikan Menurut Sardjiyo, dkk 2014, kurikulum IPS tahun 2006 bertujuan agar
anak didik memiliki kemampuan sebagai berikut: a.
mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya;
b. memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; c.
memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan;
d. memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. Materi pelajaran IPS SD merupakan keterpaduan antara materi geografi,
sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Pelajaran IPS SD pada kelas 1 – 3 dilaksanakan
melalui pendekatan tematik, sedangkan pada kelas 4 – 6 dilaksanakan melalui
pendekatan pelajaran.
Kurikulum IPS tahun 2006 cukup simpel, karena hanya menekankan pada ketercapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang dipersyaratkan.
Hal ini memberikan peluang pada guru sebagai pengembang kurikulum untuk berkreasi dalam pembelajaran IPS yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Dalam penelitian tindakan kelas ini, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang menjadi bahan penelitian adalah Standar Kompetensi 2. menghargai
peranan tokoh
pejuang dan
masyarakat dalam
mempersiapkan dan
mempertahankaan kemerdekaan Indonesia. Serta Kompetensi Dasar 2.1 mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang masa penjajahan Belanda dan
Jepang.
2.1.4.4 Evaluasi Pembelajaran IPS SD
Menurut Raka Joni dalam Siregar, dkk., 2011 evaluasi adalah proses mempertimbangkan sesuatu barang atau gejala dengan pertimbangan pada
patokan-patokan tertentu. Patokan-patokan tersebut mengandung pengertian baik- tidak baik, memadai-tidak memadai, memenuhi syarat-tidak memenuhi syarat,
dengan perkataan lain menggunakan value judgement.
Sedangkan menurut Kartikasari 2013, evaluasi dalam pembelajaran IPS memiliki pengertian penilaian progam, proses dan hasil pembelajaran IPS.
Evaluasi pembelajaran IPS yang berkesinambungan, sebaiknya dilakukan terus menerus sesuai dengan keterlaksanaan pembelajarannya. Evaluasi seperti ini
merupakan barometer atau pengecekan apakah proses yang berlangsung itu dapat diikuti dan dipahami oleh peserta didik, serta seberapa besar penguasaan atau
pemahaman peserta didik. Evaluasi pembelajaran IPS pada setiap jenjang
memiliki karakteristik tersendiri yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa.
Organisasi materi pendidikan IPS pada tingkat sekolah dasar menggunakan pendekatan secara terpadu. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik tingkat
perkembangan usia siswa SD yang masih pada taraf berpikir abstrak. Materi pendidikan IPS di Sekolah Dasar disajikan secara tematik dengan mengambil
tema-tema sosial yang terjadi di sekitar siswa. Demikian juga halnya tema-tema sosial yang dikaji berangkat dari fenomena fenomena serta aktivitas sosial yang
terjadi di sekitar siswa. Dengan demikian seorang guru yang akan melaksanakan proses pembelajaran IPS harus dibekali dengan sejumlah pemahaman
tentang karakteristik pendidikan IPS yang meliputi pengertian dan tujuan pendidikan IPS, landasan filosofis pengembangan kurikulum pendidikan IPS serta
disiplin-disiplin ilmu sosial yang dikembangkan dalam pendidikan IPS. Dengan demikian evaluasi dalam penelitian ini disesuaikan dengan
karakteristik perkembangan anak sesuai dengan tingkat pemahaman anak yaitu pembelajaran pada kelas V SD yang merupakan pada taraf berpikir abstrak
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran pada materi yang menjadi penelitian yaitu materi “Penjajahan Belanda dan Jepang di Indonesia”.
2.1.5 Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin dalam Rusman, 2014 pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Hal ini
membolehkan pertukaran ide dan pemeriksaan ide sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah konstruktivisme. Dengan hal tersebut,
pendidikan diharapkan mampu mengkondisikan, dan memberikan dorongan untuk dapat mengoptimalkan dan membangkitkan potensi siswa, menumbuhkan
aktivitas serta daya cipta kreativitas. Suasana
pembelajaran kooperatif,
disamping proses
belajarnya berlangsung lebih efektif, juga akan terbina nilai-nilai lain yang sesuai dengan
tujuan IPS, yaitu nilai gotong royong, kepedulian sosial, saling percaya, kesediaan menerima dan memberi, dan tanggung jawab, baik dirinya maupun terhadap
anggota kelompok. Dalam kelompok belajar tersebut, sikap, nilai dan moral akan
dikembangkan secara mendasar. Hasan dalam Solihatin Raharjo, 2011
Berdasarkan urian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model yang menempatkan siswa bekerja dalam
kelompok, dimana akan terjadi pertukaran ide dan gagasan sehingga mencapai hasil yang optimal dalam belajar. Sementara pada penelitian ini jenis model
pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif Students
Teams Achievment Division.
2.1.5.1 Model Pembelajaran Kooperatif Students Teams Achievment Divison
STAD
Ada beberapa model dalam pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah model
students teams achievment divison STAD. Menurut Slavin dalam Rusman, 2014,
STAD merupakan model yang mudah untuk diadaptasi, telah digunakan dalam banyak mata pelajaran, seperti matematika, IPA, IPS, teknik dan
banyak subjek lainnya pada jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Menurut Rusman 2014 model STAD dalam pelaksanaannya mula-mula
siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan emapat orang yang beragam kemampuannya, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memberikan suatu pelajaran
dan siswa-siswa di dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bisa menguasai pelajaran tersebut. Kemudian seluruh siswa menjalani kuis
perseorangan tentang materi yang diajarkan. Nilai akumulasi yang diperoleh siswa akan dijumlahkan secara berkelompok, nilai yang diperoleh tersebut digunakan
untuk menentukan predikat maupun hadiah sesuai dengan pencapaian prestasi kelompok.
Selanjutnya Slavin dalam Rusman, 2014 mengatakan bahwa gagasan utama di belakang
STAD adalah memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru. Jika
siswa menginginkan suatu hadiah, maka mereka harus membantu teman sekelompok mereka dalam mempelajari pelajaran. Pada model ini mereka harus
mendorong teman mereka untuk melakukan yang terbaik. Dari uraian pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
STAD merupakan model pembelajaran yang kooperatif dalam kelompok yang dapat
menstimulasi motivasi siswa dalam belajar melalui kegiatan pembelajaran yang menuntut kerja sama dan pemerolehan hasil belajar yang optimal melalui
pengerjaan soal kuis untuk memperoleh penghargaan dari hasil yang diperoleh.
2.1.5.1.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Model Students Teams Achievment
Divison STAD Berikut merupakan langkah-langkah pembelajaran model
student teams achievment divison STAD menurut Rusman 2014:215.
1. Penyampaian tujuan dan motivasi
Menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.
2. Pembagian kelompok
Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok, dimana setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 siswa yang memprioritaskan heteroginitas keragaman kelas
dalam prestasi akademik, genderjenis kelamin, ras atau etnik. 3.
Presentasi dari guru Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih dahulu menjelaskan
tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok bahasan tersebut dipelajari. Guru memberi motivasi siswa agar dapat
belajar dengan aktif dan kreatif. Di dalam proses pembelajaran guru dibantu oleh media, demonstrasi, pertanyaan, atau masalah nyata yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Dijelaskan juga tentang keterampilan dan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa, tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan
serta cara-cara mengerjakannya. 4.
Kegiatan belajar dalam tim kerja tim Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan
lembaran kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota menguasai dan masing-masing memberikan kontribusi. Selama tim
bekerja, guru melakukan pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan dan bantuan bila diperlukan. Kerja tim ini merupakan ciri terpenting dari
STAD. 5.
Kuis evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi
yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. Siswa diberikan kursi secara individual dan tidak
dibenarkan bekerja sama. Ini dilakukan untuk menjamin agar siswa secara individu bertanggung jawab kepada diri sendiri dalam memahami bahan ajar
tersebut. Guru menetapkan batas penguasaan untuk setiap soal, misalnya 60,75,84, dan seterusnya sesuai dengan tingkat kesulitan siswa.
6. Penghargaan prestasi tim
Setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan diberikan angka dengan rentang 0-100. Selanjutnya pemberian penghargaan atas
keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan tahapan-tahapan berikut:
a. Menghitung skor individu
Menurut Slavin dalam Rusman, 2014, untuk menghitung perkembangan skor individu dihitung sebagaimana dapat dilihat pada tabel
2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1
Penghitungan perkembangan skor individu
No. Nilai Tes
Skor Perkembangan
1. Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar
0 poin 2.
10 sampai 1 poin di bawah skor dasar 10 poin
3. Skor 0 sampai 10 poin di atas skor dasar
20 poin 4.
Lebih dari 10 poin di atas skor dasar 30 poin
5. Pekerjaan sempurna tanpa memerhatikan skor dasar
30 poin b.
Menghitung skor kelompok Skor kelompok dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan
anggota kelompok,
yaitu dengan
menjumlahkan semua
skor perkembangan individu anggota kelompok dan membagi sejumlah
anggota kelompok tersebut. Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan kelompok, diperoleh skor kelompok sebagaimana dalam tabel 2.2
Tabel 2.2
Penghitungan perkembangan skor kelompok
No. Rata-rata Skor
Kualifikasi
1. 0 N 5
- 2.
6 N 15 Tim yang baik
good team 3.
16 N 20 Tim yang baik sekali
great team 4.
21 N 30 Tim yang istimewa
super team c.
Pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok Setelah masing-masing kelompok atau tim memperoleh predikat, guru
memberikan hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai dengan prestasinya.
Pembelajaran dengan model student teams achievment division merupakan
model pembelajaran kooperatif yang memotivasi peserta didik dalam memperoleh hasil belajar dengan langkah langkah mulai dari penyampaian tujuan dan
motivasi, pembagian kelompok, presentasi dari guru, kegiatan belajar dalam tim, kuis, dan penghargaan prestasi tim.
2.1.5.1.2 Kelebihan Pembelajaran Model Students Teams Achievment Divison
STAD Kelebihan menggunakan model pembelajaran
STAD antara lain adalah kerja sama yang terbentuk dalam kelompok dalam proses belajar. Menurut
Hamiyah Jauhar 2014 pendekatan kelompok kadang-kadang perlu dilakukan. Hal ini dikarenakan anak didik adalah jenis makhluk yang berkecenderungan
untuk hidup bersama. Dengan pendekatan kelompok, rasa sosial anak didik diharapkan mampu dikembangkan. Anak didik yang dibiasakan hidup bersama
dan bekerja sama dalam kelompok akan menyadari bahwa dirinya memiliki kekurangan dan kelebihan, sehingga bisa saling melengkapi satu sama lain.
Persaingan positif pun terjadi di kelas untuk mencapai prestasi belajar yang optimal. Dengan begitu, anak didik diharapkan bisa menjadi lebih aktif, kreatif,
dan mandiri. Sementara menurut Slavin dalam Rusman,2014 mengatakan bahwa
gagasan utama pembelajaran STAD adalah memacu siswa agar saling mendorong
dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru. Jika siswa ingin mendapatkan hadiah kelompok, mereka harus membantu satu
sama lain untuk mempelajari materi yang diberikan. Mereka harus mendorong
teman sekelompok untuk melakukan yang terbaik, memperlihatkan norma-norma bahwa belajar itu penting dan menyenangkan.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kelebihan model pembelajarn STAD adalah memeberi kesempatan peserta didik untuk bekerja dalam kelompok
yang dapat menciptakan motivasi dan persaingan positif dalam belajar, serta memacu siswa agar saling mendorong untuk belajar dan termotivasi untuk
mendapat penghargaan atas prestasi kelompok. 2.1.5.1.3
Kekurangan Pembelajaran Model Students Teams Achievment Divison STAD dan solusinya.
Model pembelajaran students teams achievment division adalah model
yang menekankan pada belajar dalam kelompok serta pemerolehan hasil kelompok. Tahap belajar dalam kelompok merupakan tahap penting dimana siswa
berdiskusi serta menggali informasi dari pokok bahasan materi. Hal ini harus dimanfaatkan secara optimal oleh guru sehingga hasil pemerolehan kelompok dan
hasil belajar mendapatkan hasil yang optimal. Jika pengawasan dan kontrol guru pada kegiatan belajar dalam kelompok kurang maksimal, maka yang terjadi pada
kegiatan belajar dalam kelompok tidak akan kondusif dan tujuan pembelajaran tidak akan maksimal. Sementara Isjoni 2010:62 mengatakan bahwa model ini
memerlukan kemampuan khusus dari guru. Guru dituntut sebagai fasilitator, mediator, motivator dan evaluator.
Solusi dari kekurangan pembelajaran model ini adalah pengawasan dan kontrol guru harus dimaksimalkan dengan baik dengan melakukan pembimbingan
dalam kelompok untuk memastikan kegiatan belajar dalam kelompok dapat
maksimal sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Serta guru senantiasa meningkatkan mutu utamanya dalam penggunaan model pembelajaran
yang variatif sehingga fungsi dari guru sebagai fasilitator, mediator, motivator dan evaluator dapat berjalan dengan optimal.
2.1.5.2 Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Student Teams Achievement Division STAD
2.1.5.2.1 Teori Belajar Konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky. Ide dari teori ini adalah peserta didik aktif membangun pengetahuannya sendiri. Otak
peserta didik dianggap sebagai mediator yang menerima masukkan dari dunia luar dan menentukan apa yang akan dipelajarinya. Pandangan konstruktivis tentang
pembelajaran adalah peserta didik diberi kesempatan memilih dan menggunakan model belajar sendiri dalam belajar dan guru membimbing peserta didik ke
tingkat pengetahuan yang lebih tingi. Selain itu peserta didik diberi kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan temannya untuk mencapai
tujuan belajar. Menurut Piaget Depdiknas, 2004:21, Faktor utama yang mendorong
perkembangan kognitif seseorang adalah motivasi atau daya dari diri si individu sendiri untuk mau belajar dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Berdasarkan uraian di atas, teori Piaget sangat mendukung pada pembelajaran kooperatif tipe
STAD. Teori Piaget memandang penting dibentuknya kelompok belajar sehingga setiap anak memiliki rasa tanggung jawab
dan merasa adanya saling ketergantungan secara positif karena setiap anggota memiliki peran serta dalam mencapai keberhasilan kelompoknya.
2.1.5.2.2 Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Menurut Piaget dalam Suyono, 2012: 83 setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahapan yang teratur. Proses berpikir anak
merupakan suatu aktivitas gradual, tahap demi tahap dari fungsi intelektual, dari konkret menuju abstrak. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut.
1 Tahap Sensori Motor lahir-2 tahun
Pada tahap ini mereka mengandalkan kemampuan sensorik dan motorik. Anak mulai memahami bahwa perilaku tertentu menimbulkan akibat tertentu pula
bagi dirinya. 2
Tahap Pra-Operasional 2-7 tahun Pada tahap ini kecenderungan anak untuk selalu mengandalkan dirinya pada
persepsinya tentang
realitas sangatlah
menonjol. Dengan
adanya perkembangan bahasa dan ingatan, anak pun mampu mengingat banyak hal
tentang lingkungannya. 3
Tahap Operasional Konkret 7-11 tahun Pada tahap ini berkembang daya mampu anak berpikir logis untuk
memecahkan masalah kongkrit. 4
Tahap Operasional Formal 11 tahun ke atas Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak, yaitu berpikir mengenai
ide, mereka sudah mampu memikirkan beberapa alternatif pemecahan
masalah. Sehingga pada tahap ini anak sudah dapat bekerja secara efektif dan sistematis, secara proporsional, serta menarik generalisasi secara mendasar.
Dengan demikian penerapan pada model students teams achievment
division berbantuan media audiovisual dalam proses pembelajaran adalah guru dalam memberikan lembar kerja kelompok sebagai bahan diskusi kelompok
dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa. Pada tahap ini berkembang daya mampu anak berpikir logis untuk memecahkan masalah kongkrit melalui
diskusi dalam kelompok. 2.1.5.2.3
Teori Belajar Behaviorisme Aliran ini disebut dengan behaviorisme karena sangat menekankan
kepada perlunya perilaku behavior yang dapat diamati. Ada beberapa ciri dari
rumpun teori ini menurut Suyono 2012: 58 yaitu: 1 mengutamakan unsur- unsur atau bagian-bagian kecil, 2 bersifat mekanistis, 3 menekankan peranan
lingkungan, 4 mementingkan pembentukan respon, dan 5 menekankan pentingnya latihan.
Teori behaviorisme ini relatif sederhana dan mudah dipahami karena hanya berkisar sekitar perilaku yang dapat diamati dan dapat menggambarkan
beberapa macam hukum perilaku. Behaviorisme sering diterapkan oleh guru yang menyukai pemberian hadiah
reward dan hukuman punishment terhadap perilaku siswa.
Teori ini mendukung pembelajaran dengan model students teams
achievment division berbantuan media audiovisual karena dengan media audiovisual siswa dirangsang untuk mengorganisasikan pikirannya sehingga siswa
mampu menyampaikan hasil menyimaknya dengan baik. Proses belajar dalam kelompok untuk berdiskusi memberikan kesempatan siswa untuk saling
bekerjasama menjalankan peran dalam berkelompok. Siswa belajar dengan lingkungan, yaitu teman atau pasangannya. Selain itu, pada pembelajaran ini
diberikan reward sesuai pemerolehan kelompok untuk memacu motivasi siswa
untuk selalu belajar dan mendapatkan nilai yang maksimal
2.1.6 Media Pembelajaran
Menurut Arsyad 2011:3, kata media berasal dari bahasa latin medius
yang secara harfiah berarti „tengah‟, „perantara‟ atau „pengantar‟. Gerlach Ely dalam Arsyad, 2013 mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis
besar adalah manusia, materi, atau kejadian, yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.
Sementara Sanjaya dalam Hamiyah Jauhar, 2014 mengatakan media pembelajaran meliputi perangkat keras yang dapat mengantarkan pesan dan
perangkat lunak yang mengandung pesan. Namun demikian, media bukan hanya berupa alat atau bahan saja, tapi juga meliputi manusia sebagai sumber belajar,
atau kegiatan seperti diskusi, seminar simulasi, dan sebagainya. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran
adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terciptanya proses
belajar pada siswa. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan media sebagai penunjang pembelajaran berupa media audiovisual.
2.1.6.1 Media Pembelajaran Audiovisual
Menurut Hamiyah Jauhar 2014, media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Media ini mempunyai kemampuan
yang lebih baik karena mencakup kedua jenis media. Media ini dibagi ke dalam:
1. audiovisual diam, yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam
seperti film bingkai suara sound slides, film rangkai suara, dan cetak suara;
2. audiovisual gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan
gambar yang bergerak seperti film suara dan video-cassette.
Ini juga dapat dibagi menjadi: 1.
audiovisual murni, yaitu unsur suara dan unsur gambar yang berasal dari suatu sumber seperti
video-cassette;
2. audiovisual tidak murni, yaitu unsur suara dan unsur gambar yang berasal
dari sumber yang berbeda, misalnya, film bingkai suara yang unsur gambarnya bersumber dari
slides proyektor dan unsur suaranya bersumber dari
tape recorder.
Dapat disimpulkan bahwa media audiovisual adalah media yang menggunakan unsur suara dan gambar untuk menyampaikan informasi kepada
peserta didik. Peneliti menggunakan audiovisual gerak murni berupa video
karena praktis dalam penggunaan dan siswa mudah untuk menerima informasi dari tayangan video.
2.1.7 Implementasi Model Pembelajaran Students Teams Achievement
Division STAD Berbantuan Media Audiovisual
Berdasarkan landasan teori mengenai pelaksanaan model pembelajaran students teams achievement division STAD dan pelaksanaan media audiovisual
maka dapat diimplementasikan pelaksanaannya sebagai berikut: 1.
guru menyiapkan pembelajaran dan video pembelajaran “Penjajahan Belanda dan Jepang;
2. guru mempersiapkan perlengkapan yang diperlukan, antara lain: liquid crystal
display, layar, pengeras suara dan video pembelajaran “Penjajahan Belanda
dan Jepang; 3.
menyampaikan tujuan pembelajaran “Penjajahan Belanda dan Jepang” kepada siswa dan memberikan motivasi berupa berupa pengarahan tentang adanya
reward untuk kelompok sesuai hasil perolehan kelompok
.
; 4.
mengkondisikan siswa dengan membentuk kelompok belajar siswa 4-5 siswa;
5. siswa memperhatikan penjelasan materi oleh guru dengan bantuan media
audiovisual dengan sungguh-sungguh ;
6. siswa berdiskusi dalam tim mengenai pekerjaan yang diberikan oleh guru;
7. guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis secara individu
tentang materi yang telah dipelajari; 8.
setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan diberikan angka dengan rentang 0-100;
9. guru memberikan penghargaan atas keberhasilan kelompok berupa sticker
bertuliskan juara sesuai pemerolehan kelompok.
2.2 Kajian Empiris
Menurut beberapa penelitian ditemukan bahwa model pembelajaran students teams achievments division STAD dan penggunaan media audiovisual
dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPS. Hasil penelitian yang memperkuat peneliti menerapkan model
STAD adalah penelitian yang pernah dilakukan oleh Nugroho 2009: 109-
112 dengan judul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Berorientasi Keterampilan Proses” ISSN: 1693-1246. Hasil penelitian menunjukkan dengan menggunakan
STAD berorientasi keterampilan proses dapat meningkatkan pemahaman dan aktivitas siswa, hal ini ditunjukkan adanya
peningkatan ketuntasan klasikal, skor rata-rata post tes dan aktivitas siswa.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Sunilawati 2013 dengan judul
“ Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Kemampuan Numerik Siswa Kelas IV SD” Volume 3
Tahun 2013. Hasil penelitian menunjukkan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: model pembelajaran kooperatif tipe
STAD berdampak lebih baik secara signifikan terhadap hasil belajar matematika dibandingkan dengan konvensional.
Terjadi interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan numerik dimana ditemukan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD lebih sesuai untuk siswa dengan kemampuan numerik tinggi namun sebaliknya terjadi terhadap model
pembelajaran konvensional.
Penelitian yang dilakukan oleh Junas 2009 dengan Judul “Meningkatkan
Hasil Belajar IPS Topik Dampak Globalisasi melalui Cooperative Learning Tipe STAD
pada Siswa Kelas VI C SDN Percobaan Palangka Raya” Label Rt 372.83099 JUN m. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator aktivitas
belajar meningkat sebesar 70,1 . Indikator hasil belajar siswa pada siklus I memiliki rata-rata 69,79 dan pada siklus II memiliki rata-rata 84,26 maka
diperoleh selisih tingkat keberhasilan untuk hasil belajar sebesar 14,47. Hasil perhitungan yang telah dilakukan menunjukkan hasil presentase keberhasilan
sebesar 20,73.
Penelitian lainnya yang mendukung efektifitas STAD adalah penelitian
oleh Rahmawati, dkk. 2011 dengan judul “Penggunaan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV
Semester Ganjil TA 2011 Oleh 2012 MI Miftahul Hidayah Gogourung Kademangan Blitar” Label Rs 372.35044 RAH p. Hasil penelitian menunjukkan
penerapan model STAD dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil
belajar siswa kelas IV MI Miftahul Hidayah Gogourung Kademangan Blitar. Penelitian oleh
Marengkeng. 2015. Dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS pada Siswa Kelas V SD Inpres Lahendong” Vol.3, No. 2 2015,
ISSN: 2337-8050 .
Hasil menunjukkan hasil belajar siswa pada siklus I nilai rata-rata 61,25 , sedangkan nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada silkus II meningkat menjadi
83,75. Dari hasil yang diperoleh berarti tujuan penelitian ini telah berhasil. Berdasrkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada mata pelajaran Ilmu pengetahuan sosial
IPS dapat meningkatkan hasil belajar siswa di kelas V SD Inpres Lahendong. Selanjutnya penelitian oleh Triyantani, dkk. 2014. Dengan judul
“Peningkatan Aktivitas Belajar Peserta Didik Menggunakan Model STAD IPS Kelas V di Sekolah Dasar” Vol 3, No 4 2014
. Berdasarkan data yang diperoleh
dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model
STAD dapat meningkatkan aktivitas belajar peserta didik dan meningkatkan kemampuan pendidik
melaksanakan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial kelas V di SDN 26 Jangkang.
Sementara penelitian yang memperkuat penggunaan media audiovisual memperkuat peningkatan hasil belajar dilakukan oleh Swandani 2014: 62-68
dengan judul “ Penggunaan Media Audio Visual untuk Meningkatkan Hasil Belajar Tematik IPA Kenampakan Matahari” Volume 1 Nomor 1. Pada
Penelitian ini hasil belajar siswa pada siklus I mengalami ketuntasan belajar dengan presentase 51 dan pada siklus II presentasenya adalah 100.
Sementara, penelitian mengenai pembelajaran kooperatif yang ditemukan pada jurnal internasional adalah penelitian yang dilakukan oleh Alijanian. 2012.
Dengan judul “The Effect of Student Teams Achievement Division Technique on English Achievement of Iranian EFL Learners” Vol. 2, No. 9, pp. 1971-1975,
September 2012. ISSN: 1799-2591 . Hasil menunjukkan bahwa perbedaan antara
dua kelas signifikan, dan kelompok eksperimen menggunakan model STAD
lebih unggul dari kelompok kontrol dalam hal prestasi belajar.
Tran. 2013. Dengan judul “Effects of Student Teams Achievement Division
STAD on Academic Achievement, and Attitudes of Grade 9th Secondary School Students towards Mathematics” Volume 2, Issue Apr 2013, ISSN: 2305-3925.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif STAD efektif dalam
meningkatkan tingkat prestasi akademik siswa, dan mempromosikan sikap positif siswa terhadap matematika di tingkat sekolah menengah Vietnam.
Selanjutnya penelitian oleh Safari, dkk. 2015. Dengan judul “The Effect
of STAD Technique on the Idiom Learning of Low-Intermediate Institute Language Learners
” ISSN: 2329-0900. Penelitian menunjukkan kelompok
STAD menunjukkan hasil lebih baik pada pos-tes tentang idiom. Tidak ada perbedaan
yang signifikan antara nilai rata-rata dari pria dan wanita pada pos tes idiom tersebut.
2.3 KERANGKA BERPIKIR