Model Pembelajaran Kooperatif KAJIAN TEORI

memiliki karakteristik tersendiri yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. Organisasi materi pendidikan IPS pada tingkat sekolah dasar menggunakan pendekatan secara terpadu. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik tingkat perkembangan usia siswa SD yang masih pada taraf berpikir abstrak. Materi pendidikan IPS di Sekolah Dasar disajikan secara tematik dengan mengambil tema-tema sosial yang terjadi di sekitar siswa. Demikian juga halnya tema-tema sosial yang dikaji berangkat dari fenomena fenomena serta aktivitas sosial yang terjadi di sekitar siswa. Dengan demikian seorang guru yang akan melaksanakan proses pembelajaran IPS harus dibekali dengan sejumlah pemahaman tentang karakteristik pendidikan IPS yang meliputi pengertian dan tujuan pendidikan IPS, landasan filosofis pengembangan kurikulum pendidikan IPS serta disiplin-disiplin ilmu sosial yang dikembangkan dalam pendidikan IPS. Dengan demikian evaluasi dalam penelitian ini disesuaikan dengan karakteristik perkembangan anak sesuai dengan tingkat pemahaman anak yaitu pembelajaran pada kelas V SD yang merupakan pada taraf berpikir abstrak disesuaikan dengan tujuan pembelajaran pada materi yang menjadi penelitian yaitu materi “Penjajahan Belanda dan Jepang di Indonesia”.

2.1.5 Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Slavin dalam Rusman, 2014 pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Hal ini membolehkan pertukaran ide dan pemeriksaan ide sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah konstruktivisme. Dengan hal tersebut, pendidikan diharapkan mampu mengkondisikan, dan memberikan dorongan untuk dapat mengoptimalkan dan membangkitkan potensi siswa, menumbuhkan aktivitas serta daya cipta kreativitas. Suasana pembelajaran kooperatif, disamping proses belajarnya berlangsung lebih efektif, juga akan terbina nilai-nilai lain yang sesuai dengan tujuan IPS, yaitu nilai gotong royong, kepedulian sosial, saling percaya, kesediaan menerima dan memberi, dan tanggung jawab, baik dirinya maupun terhadap anggota kelompok. Dalam kelompok belajar tersebut, sikap, nilai dan moral akan dikembangkan secara mendasar. Hasan dalam Solihatin Raharjo, 2011 Berdasarkan urian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model yang menempatkan siswa bekerja dalam kelompok, dimana akan terjadi pertukaran ide dan gagasan sehingga mencapai hasil yang optimal dalam belajar. Sementara pada penelitian ini jenis model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif Students Teams Achievment Division.

2.1.5.1 Model Pembelajaran Kooperatif Students Teams Achievment Divison

STAD Ada beberapa model dalam pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah model students teams achievment divison STAD. Menurut Slavin dalam Rusman, 2014, STAD merupakan model yang mudah untuk diadaptasi, telah digunakan dalam banyak mata pelajaran, seperti matematika, IPA, IPS, teknik dan banyak subjek lainnya pada jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Menurut Rusman 2014 model STAD dalam pelaksanaannya mula-mula siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan emapat orang yang beragam kemampuannya, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memberikan suatu pelajaran dan siswa-siswa di dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bisa menguasai pelajaran tersebut. Kemudian seluruh siswa menjalani kuis perseorangan tentang materi yang diajarkan. Nilai akumulasi yang diperoleh siswa akan dijumlahkan secara berkelompok, nilai yang diperoleh tersebut digunakan untuk menentukan predikat maupun hadiah sesuai dengan pencapaian prestasi kelompok. Selanjutnya Slavin dalam Rusman, 2014 mengatakan bahwa gagasan utama di belakang STAD adalah memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru. Jika siswa menginginkan suatu hadiah, maka mereka harus membantu teman sekelompok mereka dalam mempelajari pelajaran. Pada model ini mereka harus mendorong teman mereka untuk melakukan yang terbaik. Dari uraian pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa STAD merupakan model pembelajaran yang kooperatif dalam kelompok yang dapat menstimulasi motivasi siswa dalam belajar melalui kegiatan pembelajaran yang menuntut kerja sama dan pemerolehan hasil belajar yang optimal melalui pengerjaan soal kuis untuk memperoleh penghargaan dari hasil yang diperoleh. 2.1.5.1.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Model Students Teams Achievment Divison STAD Berikut merupakan langkah-langkah pembelajaran model student teams achievment divison STAD menurut Rusman 2014:215. 1. Penyampaian tujuan dan motivasi Menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar. 2. Pembagian kelompok Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok, dimana setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 siswa yang memprioritaskan heteroginitas keragaman kelas dalam prestasi akademik, genderjenis kelamin, ras atau etnik. 3. Presentasi dari guru Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih dahulu menjelaskan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok bahasan tersebut dipelajari. Guru memberi motivasi siswa agar dapat belajar dengan aktif dan kreatif. Di dalam proses pembelajaran guru dibantu oleh media, demonstrasi, pertanyaan, atau masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dijelaskan juga tentang keterampilan dan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa, tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan serta cara-cara mengerjakannya. 4. Kegiatan belajar dalam tim kerja tim Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan lembaran kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota menguasai dan masing-masing memberikan kontribusi. Selama tim bekerja, guru melakukan pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan dan bantuan bila diperlukan. Kerja tim ini merupakan ciri terpenting dari STAD. 5. Kuis evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. Siswa diberikan kursi secara individual dan tidak dibenarkan bekerja sama. Ini dilakukan untuk menjamin agar siswa secara individu bertanggung jawab kepada diri sendiri dalam memahami bahan ajar tersebut. Guru menetapkan batas penguasaan untuk setiap soal, misalnya 60,75,84, dan seterusnya sesuai dengan tingkat kesulitan siswa. 6. Penghargaan prestasi tim Setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan diberikan angka dengan rentang 0-100. Selanjutnya pemberian penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan tahapan-tahapan berikut: a. Menghitung skor individu Menurut Slavin dalam Rusman, 2014, untuk menghitung perkembangan skor individu dihitung sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai berikut: Tabel 2.1 Penghitungan perkembangan skor individu No. Nilai Tes Skor Perkembangan 1. Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar 0 poin 2. 10 sampai 1 poin di bawah skor dasar 10 poin 3. Skor 0 sampai 10 poin di atas skor dasar 20 poin 4. Lebih dari 10 poin di atas skor dasar 30 poin 5. Pekerjaan sempurna tanpa memerhatikan skor dasar 30 poin b. Menghitung skor kelompok Skor kelompok dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan anggota kelompok, yaitu dengan menjumlahkan semua skor perkembangan individu anggota kelompok dan membagi sejumlah anggota kelompok tersebut. Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan kelompok, diperoleh skor kelompok sebagaimana dalam tabel 2.2 Tabel 2.2 Penghitungan perkembangan skor kelompok No. Rata-rata Skor Kualifikasi 1. 0 N 5 - 2. 6 N 15 Tim yang baik good team 3. 16 N 20 Tim yang baik sekali great team 4. 21 N 30 Tim yang istimewa super team c. Pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok Setelah masing-masing kelompok atau tim memperoleh predikat, guru memberikan hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai dengan prestasinya. Pembelajaran dengan model student teams achievment division merupakan model pembelajaran kooperatif yang memotivasi peserta didik dalam memperoleh hasil belajar dengan langkah langkah mulai dari penyampaian tujuan dan motivasi, pembagian kelompok, presentasi dari guru, kegiatan belajar dalam tim, kuis, dan penghargaan prestasi tim. 2.1.5.1.2 Kelebihan Pembelajaran Model Students Teams Achievment Divison STAD Kelebihan menggunakan model pembelajaran STAD antara lain adalah kerja sama yang terbentuk dalam kelompok dalam proses belajar. Menurut Hamiyah Jauhar 2014 pendekatan kelompok kadang-kadang perlu dilakukan. Hal ini dikarenakan anak didik adalah jenis makhluk yang berkecenderungan untuk hidup bersama. Dengan pendekatan kelompok, rasa sosial anak didik diharapkan mampu dikembangkan. Anak didik yang dibiasakan hidup bersama dan bekerja sama dalam kelompok akan menyadari bahwa dirinya memiliki kekurangan dan kelebihan, sehingga bisa saling melengkapi satu sama lain. Persaingan positif pun terjadi di kelas untuk mencapai prestasi belajar yang optimal. Dengan begitu, anak didik diharapkan bisa menjadi lebih aktif, kreatif, dan mandiri. Sementara menurut Slavin dalam Rusman,2014 mengatakan bahwa gagasan utama pembelajaran STAD adalah memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru. Jika siswa ingin mendapatkan hadiah kelompok, mereka harus membantu satu sama lain untuk mempelajari materi yang diberikan. Mereka harus mendorong teman sekelompok untuk melakukan yang terbaik, memperlihatkan norma-norma bahwa belajar itu penting dan menyenangkan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kelebihan model pembelajarn STAD adalah memeberi kesempatan peserta didik untuk bekerja dalam kelompok yang dapat menciptakan motivasi dan persaingan positif dalam belajar, serta memacu siswa agar saling mendorong untuk belajar dan termotivasi untuk mendapat penghargaan atas prestasi kelompok. 2.1.5.1.3 Kekurangan Pembelajaran Model Students Teams Achievment Divison STAD dan solusinya. Model pembelajaran students teams achievment division adalah model yang menekankan pada belajar dalam kelompok serta pemerolehan hasil kelompok. Tahap belajar dalam kelompok merupakan tahap penting dimana siswa berdiskusi serta menggali informasi dari pokok bahasan materi. Hal ini harus dimanfaatkan secara optimal oleh guru sehingga hasil pemerolehan kelompok dan hasil belajar mendapatkan hasil yang optimal. Jika pengawasan dan kontrol guru pada kegiatan belajar dalam kelompok kurang maksimal, maka yang terjadi pada kegiatan belajar dalam kelompok tidak akan kondusif dan tujuan pembelajaran tidak akan maksimal. Sementara Isjoni 2010:62 mengatakan bahwa model ini memerlukan kemampuan khusus dari guru. Guru dituntut sebagai fasilitator, mediator, motivator dan evaluator. Solusi dari kekurangan pembelajaran model ini adalah pengawasan dan kontrol guru harus dimaksimalkan dengan baik dengan melakukan pembimbingan dalam kelompok untuk memastikan kegiatan belajar dalam kelompok dapat maksimal sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Serta guru senantiasa meningkatkan mutu utamanya dalam penggunaan model pembelajaran yang variatif sehingga fungsi dari guru sebagai fasilitator, mediator, motivator dan evaluator dapat berjalan dengan optimal.

2.1.5.2 Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Student Teams Achievement Division STAD 2.1.5.2.1 Teori Belajar Konstruktivisme Teori belajar konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky. Ide dari teori ini adalah peserta didik aktif membangun pengetahuannya sendiri. Otak peserta didik dianggap sebagai mediator yang menerima masukkan dari dunia luar dan menentukan apa yang akan dipelajarinya. Pandangan konstruktivis tentang pembelajaran adalah peserta didik diberi kesempatan memilih dan menggunakan model belajar sendiri dalam belajar dan guru membimbing peserta didik ke tingkat pengetahuan yang lebih tingi. Selain itu peserta didik diberi kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan temannya untuk mencapai tujuan belajar. Menurut Piaget Depdiknas, 2004:21, Faktor utama yang mendorong perkembangan kognitif seseorang adalah motivasi atau daya dari diri si individu sendiri untuk mau belajar dan berinteraksi dengan lingkungannya. Berdasarkan uraian di atas, teori Piaget sangat mendukung pada pembelajaran kooperatif tipe STAD. Teori Piaget memandang penting dibentuknya kelompok belajar sehingga setiap anak memiliki rasa tanggung jawab dan merasa adanya saling ketergantungan secara positif karena setiap anggota memiliki peran serta dalam mencapai keberhasilan kelompoknya. 2.1.5.2.2 Teori Perkembangan Kognitif Piaget Menurut Piaget dalam Suyono, 2012: 83 setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahapan yang teratur. Proses berpikir anak merupakan suatu aktivitas gradual, tahap demi tahap dari fungsi intelektual, dari konkret menuju abstrak. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut. 1 Tahap Sensori Motor lahir-2 tahun Pada tahap ini mereka mengandalkan kemampuan sensorik dan motorik. Anak mulai memahami bahwa perilaku tertentu menimbulkan akibat tertentu pula bagi dirinya. 2 Tahap Pra-Operasional 2-7 tahun Pada tahap ini kecenderungan anak untuk selalu mengandalkan dirinya pada persepsinya tentang realitas sangatlah menonjol. Dengan adanya perkembangan bahasa dan ingatan, anak pun mampu mengingat banyak hal tentang lingkungannya. 3 Tahap Operasional Konkret 7-11 tahun Pada tahap ini berkembang daya mampu anak berpikir logis untuk memecahkan masalah kongkrit. 4 Tahap Operasional Formal 11 tahun ke atas Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak, yaitu berpikir mengenai ide, mereka sudah mampu memikirkan beberapa alternatif pemecahan masalah. Sehingga pada tahap ini anak sudah dapat bekerja secara efektif dan sistematis, secara proporsional, serta menarik generalisasi secara mendasar. Dengan demikian penerapan pada model students teams achievment division berbantuan media audiovisual dalam proses pembelajaran adalah guru dalam memberikan lembar kerja kelompok sebagai bahan diskusi kelompok dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa. Pada tahap ini berkembang daya mampu anak berpikir logis untuk memecahkan masalah kongkrit melalui diskusi dalam kelompok. 2.1.5.2.3 Teori Belajar Behaviorisme Aliran ini disebut dengan behaviorisme karena sangat menekankan kepada perlunya perilaku behavior yang dapat diamati. Ada beberapa ciri dari rumpun teori ini menurut Suyono 2012: 58 yaitu: 1 mengutamakan unsur- unsur atau bagian-bagian kecil, 2 bersifat mekanistis, 3 menekankan peranan lingkungan, 4 mementingkan pembentukan respon, dan 5 menekankan pentingnya latihan. Teori behaviorisme ini relatif sederhana dan mudah dipahami karena hanya berkisar sekitar perilaku yang dapat diamati dan dapat menggambarkan beberapa macam hukum perilaku. Behaviorisme sering diterapkan oleh guru yang menyukai pemberian hadiah reward dan hukuman punishment terhadap perilaku siswa. Teori ini mendukung pembelajaran dengan model students teams achievment division berbantuan media audiovisual karena dengan media audiovisual siswa dirangsang untuk mengorganisasikan pikirannya sehingga siswa mampu menyampaikan hasil menyimaknya dengan baik. Proses belajar dalam kelompok untuk berdiskusi memberikan kesempatan siswa untuk saling bekerjasama menjalankan peran dalam berkelompok. Siswa belajar dengan lingkungan, yaitu teman atau pasangannya. Selain itu, pada pembelajaran ini diberikan reward sesuai pemerolehan kelompok untuk memacu motivasi siswa untuk selalu belajar dan mendapatkan nilai yang maksimal

2.1.6 Media Pembelajaran

Dokumen yang terkait

Penerapan model pembelajaran kooperatif student teams achievement division dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih: penelitian tindakan kelas VIII-3 di MTs Jami'yyatul Khair Ciputat Timur

0 5 176

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI MODEL COURSE REVIEW HORAY BERBANTUAN MEDIA VIDEO PEMBELAJARAN PADA SISWA KELAS VA SDN GISIKDRONO 03 KOTA SEMARANG

1 11 358

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL BERBANTUAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS IVB SD NEGERI TAMBAKAJI 01 SEMARANG

0 31 348

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI MODEL THINK PAIR SHARE DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS VA SDN WONOSARI 03 SEMARANG

0 8 436

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) BERBANTUAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS VA SDN PURWOYOSO 03 KOTA SEMARANG

0 17 229

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL TEAM ASSISTED INDIVIDUALLY BERBANTUAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS VA SDN WONOSARI 02 SEMARANG

0 3 256

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION DENGAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS VA SDN WONOSARI 02 KOTA SEMARANG

1 5 467

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS IVA SDN WONOSARI 02 SEMARANG

0 18 265

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI MODEL STAD BERBANTUAN CD PEMBELAJARAN PADA SISWA KELAS VB SDN WONOSARI 03 KOTA SEMARANG

0 7 285

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement Division dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqih (Penelitian Tindakan Kelas VIII-3 di Mts. Jam'yyatul Khair Ciputat Timur)

0 5 176