1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang mengemukakan
bahwa pendidikan
nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sementara itu, dalam Standar Nasional Pendidikan pasal 1 ayat 15 disebutkan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP adalah
kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. KTSP dikembangkan secara yuridis berdasarkan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat
1 dan 2. Kedua ayat tersebut adalah sebagai berikut:
a. pengembangan kurikulum mengacu pada standar nasional pendidikan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional; b.
kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan
peserta didik.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat 1 menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan
umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian; kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; kelompok mata pelajaran estetika; kelompok mata pelajaran
jasmani, olahraga dan kesehatan. Struktur kurikulum SDMI meliputi substansi pembelajaran yang
ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama enam tahun mulai Kelas I sampai dengan Kelas VI. Kurikulum SDMI memuat 8 mata pelajaran, terdiri dari muatan
lokal, dan pengembangan diri. Istilah IPS di sekolah dasar merupakan nama mata pelajaran yang berdiri
sendiri sebagai integrasi dari sejumlah konsep disiplin ilmu sosial, humaniora, sains bahkan berbagai isu dan masalah sosial kehidupan. Materi IPS untuk jenjang
sekolah dasar tidak terlihat aspek disiplin ilmu karena yang lebih dipentingkan adalah dimensi pedagogik dan psikologis serta karakteristik kemampuan berfikir
peserta didik yang bersifat holistik. Sapriya 2012:20. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP 2006 tercantum bahwa tujuan IPS adalah:
a. mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya; b.
memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial;
c. memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan;
d. memiliki kemampuan untuk berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi
dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional, dan global. Sementara Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang standar proses
untuk satuan pendidikan dasar dan menengah disebutkan bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,
dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, pendidikan IPS seharusnya dilaksanakan dengan baik dalam proses pembelajaran di sekolah mengingat
pentingnya pelajaran tersebut seperti tujuan yang telah diungkapkan. Pembelajaran IPS dikatakan berhasil apabila semua tujuan pembelajaran yang
telah ditentukan dapat tercapai, yang terungkap dalam hasil belajar IPS. Namun dalam kenyataannya, masih ada sekolah-sekolah yang memiliki hasil belajar IPS
yang rendah karena belum mencapai standar ketuntasan yang telah ditentukan. Berdasarkan
temuan Depdiknas
2010 tentang
permasalahan pembelajaran IPS, menunjukkan masih banyak ditemukan permasalahan
pelaksanaan pembelajaran IPS. Hal tersebut disebabkan kurangnya partisipasi siswa dalam pembelajaran, iklim pembelajaran masih berifat
teacher centered. Kondisi saat pembelajaran masih bersifat ceramah, kurangnya kegiatan
pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa, media pembelajaran yang kurang
digunakan maksimal, beberapa faktor tersebut menyebabkan permasalahan pembelajaran IPS yang berjalan tidak optimal.
Fenomena pelaksanaan pembelajaran di atas merupakan gambaran yang terjadi di SDNegeri Wonosari 03 Semarang. Berdasarkan hasil refleksi awal
dengan guru kelas VA SDN Wonosari 03 melalui data dokumen dan observasi bahwa pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran IPS belum optimal. Hal ini
disebabkan dalam pembelajaran, guru tidak menggonakan model pembelajaran yang variatif dalam mengajar yaitu hanya menggunakan model ceramah dan
penggunaan media pembelajaran yang belum optimal. Hal tersebut didukung oleh data dokumen hasil belajar siswa kelas VA
SDN Wonosari 03, data nilai yang diperoleh yaitu sebanyak 28 siswa 71,7
tidak mencapai ketuntasan belajar 65 pada mata pelajaran IPS pada KD 2.1 mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda
dan Jepang. Selebihnya, hanya 11 siswa 28,2 yang mencapai ketuntasan belajar 65. Berdasarkan data tersebut di atas, perlu proses perbaikan kualitas
dalam proses pembelajaran IPS untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Permasalahan mengenai kualitas pembelajaran IPS yang belum optimal
merupakan masalah yang sangat penting dan mendesak, sehingga perlu dicari alternatif pemecahan masalahnya untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
pembelajaran IPS di SDN Wonosari 03 Kota Semarang. Peneliti bersama tim kolaborasi berinisiatif menetapkan alternatif tindakan dengan menerapkan model
pembelajaran yang inovatif yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang meliputi keterampilan guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar.
Berdasarkan diskusi dengan guru mitra, untuk memperbaiki hal tersebut perlu disusun suatu pendekatan dalam pembelajaran yang lebih efektif yaitu
dengan menggunakan model belajar dengan kooperatif yang digunakan untuk mencapai tujuan belajar. Atas dasar itulah peneliti menggunakan model
pembelajaran kooperatif students teams achievement division STAD. Dalam
STAD, siswa dikelompokkan menjadi kelompok yang beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memberikan
pelajaran IPS dengan materi “Penjajahan Belanda dan Jepang”, kemudian siswa- siswa di dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bisa
menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya semua siswa menjalani kuis perseorangan tentang materi tersebut. Nilai tersebut diperbandingkan dengan nilai rata-rata
mereka sendiri sebelumnya kemudian dijumlah untuk menentukan nilai kelompok. Rusman, 2014
Sedangkan untuk menunjang keberhasilan dalam pelaksanaan model STAD¸ peneliti menggunakan media audiovisual sebagai media pembelajaran.
Menurut Hamiyah Jauhar 2014, media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Media ini mempunyai kemampuan
yang lebih baik karena mencakup kedua unsur media yaitu suara dan gambar khususnya dalam penerapan pembelajaran IPS KD 2.1 mendeskripsikan
perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang.. Peneliti menerapkan model
students teams achievement division berbantuan media audiovisual
. Sesuai dengan pernyataan Slavin dalam Rusman, 2014 bahwa gagasan utama di belakang
STAD adalah memacu siswa agar saling
mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru. Jika siswa menginginkan kelompok mereka mendapatkan hadiah,
mereka harus membantu teman sekelompok mereka dalam mempelajari pelajaran. Sehingga model pembelajaran
STAD berbantuan media audiovisual dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, dapat meningkatkan daya tarik dan
perhatian siswa, sehingga kualitas pembelajaran IPS pada siswa kelas VA SDN Wonosari 03 Kota Semarang dapat meningkat.
Adapun penelitian yang mendukung dalam pemecahan permasalahan tersebut adalah penelitian yang dilakukan oleh Nugroho 2009: 109-112 dengan
judul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berorientasi Keterampilan Proses” ISSN: 1693-1246. Hasil penelitian menunjukkan dengan menggunakan
STAD berorientasi keterampilan proses dapat meningkatkan pemahaman dan aktivitas siswa, hal ini ditunjukkan adanya peningkatan ketuntasan klasikal, skor
rata-rata post tes dan aktivitas siswa.
Penelitian lainnya yaitu oleh Junas 2009 dengan Judul “Meningkatkan
Hasil Belajar IPS Topik Dampak Globalisasi melalui Cooperative Learning Tipe STAD
pada Siswa Kelas VI C SDN Percobaan Palangka Raya” Label Rt 372.83099 JUN m. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator aktivitas
belajar meningkat sebesar 70,1 . Indikator hasil belajar siswa pada siklus I memiliki rata-rata 69,79 dan pada siklus II memiliki rata-rata 84,26 maka
diperoleh selisih tingkat keberhasilan untuk hasil belajar sebesar 14,47. Hasil perhitungan yang telah dilakukan menunjukkan hasil presentase keberhasilan
sebesar 20,73.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPS melalui model
students teams achievment division STAD berbantuan media audiovisual, siswa akan lebih aktif dan keterampilan guru akan
meningkat sehingga hasil belajar siswa akan meningkat.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti mengkaji melalui penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS
melalui Model Students Teams Achievement Division STAD Berbantuan Media
Audiovisual pada Siswa Kelas VA SDNegeri Wonosari 03 Kota Semarang”
1.2 PERUMUSAN