dalam bandara dan faktor-faktor nilai kerja mana yang berpengaruh signifikan terhadap lingkungan luar bandara.
5.2.1 Pengaruh Faktor-Faktor Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan Dalam Bandara
Untuk menguji pengaruh faktor-faktor nilai kerja terhadap kepedulian lingkungan dalam bandara digunakan analisis regresi linier berganda. Sebanyak
16 indikator nilai kerja diuji pengaruhnya terhadap kepedulian lingkungan di dalam bandara, baik secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri. Hasil
olahan data dengan program SPSS menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi adalah 0,652 atau 65,2. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak
65,2 variasi yang dihasilkan oleh kepedulian lingkungan dalam bandara dapat dijelaskan oleh 16 faktor nilai kerja, sementara 34,8 lainnya dijelaskan oleh
faktor-faktor lain selain nilai kerja. Hasil ANOVA menunjukkan bahwa model ini dapat diandalkan sebagai
model linier yang signifikan dalam memprediksi kepedulian lingkungan dalam bandara. Nilai F hitung sebesar 205,142 dengan p-value 0,000 yang nilainya lebih
kecil dari taraf nyata 5 menunjukkan bahwa model dengan variabel pengaruh 16 faktor nilai kerja mampu menjelaskan kepedulian lingkungan dalam bandara
secara linier. Pengaruh masing-masing faktor nilai kerja terhadap variabel kepedulian
lingkungan dalam bandara ditunjukkan oleh besarnya nilai koefisien regresi b dan nilai p-value dari masing-masing faktor. Hasil olahan data menunjukkan
bahwa secara individu, seluruh indikator nilai kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepedulian lingkungan dalam bandara karena seluruh
indikator nilai kerja memiliki p-value yang nilainya lebih kecil dari α 5
sebagaimana terlihat pada Tabel 14. Berdasarkan analisis statistik tersebut, ditemukan bahwa kepedulian
lingkungan dalam bandara secara signifikan dipengaruhi oleh 16 indikator nilai kerja, yaitu kepedulian lingkungan di luar perusahaan, ksatriasportif, kepedulian
terhadap adat istiadat setempat, kebersihan, solidaritasrasa persatuan, penilaian diri secara teliti, keikhlasan, rajin, loyalitaskesetiaan, kekuasaan, keakraban, puas
bekerja, berorientasi pelayanan, mengambil risiko, ketekunan, dan kebersahajaan.
Dengan melihat tanda positif pada koefisien regresi yang ada, maka dapat dikatakan bahwa 13 faktor nilai kerja, yaitu ksatriasportif, kepedulian terhadap
adat istiadat setempat, kebersihan, solidaritasrasa persatuan, penilaian diri secara teliti, keikhlasan, rajin, loyalitaskesetiaan, keakraban, puas bekerja, berorientasi
pelayanan, dan ketekunan, merupakan faktor pendorong bagi terciptanya kepedulian lingkungan di dalam bandara, sedangkan tanda negatif pada koefisien
regresi tiga faktor nilai kerja, yaitu, kekuasaan, mengambil risiko,
dan kebersahajaan
,
dapat dikatakan bahwa kekuasaan, mengambil risiko,
dan kebersahajaan merupakan faktor penghambat bagi terciptanya kepedulian
lingkungan di dalam bandara. Tabel 14. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepedulian Lingkungan di dalam
Bandara
Faktor Nilai Kerja Koefisien
T P-value
Konstanta -0,159
-1,565 0,118
Kepedulian lingkungan di luar bandara 0,379
22.351 0,000
KsatriaSportif 0,066
3,420 0,001
Kepedulian adat istiadat setempat 0,181
12,023 0,000
Kebersihan 0,104
6,060 0,000
Solidaritas rasa persatuan 0,055
3,097 0,002
Penilaian diri secara teliti 0,070
4,530 0,000
Keikhlasan 0,053
2,943 0,003
Rajin 0,053
2,810 0,005
LoyalitasKesetiaan 0,050
2,723 0,007
Kekuasaan -0,031
-2,259 0,024
Keakraban 0,046
2,859 0,004
Puas Bekerja 0,032
2,286 0,022
Berorientasi pelayanan 0,036
2,334 0,020
Mengambil risiko -0,034
-2,334 0,020
Ketekunan 0,042
2,259 0,024
Kebersahajaan -0,035
-2,177 0,030
Hasil yang terlihat pada Tabel 11 menunjukkan bahwa tiga faktor nilai kerja yaitu kepedulian lingkungan di luar bandara, kepedulian adat istiadat
setempat, dan kebersihan merupakan tiga faktor nilai kerja yang memiliki pengaruh terbesar bagi terciptanya kepedulian lingkungan dalam bandara. Hasil
tersebut konsisten dengan Siregar 2010 bahwa faktor kebersihan merupakan salah satu faktor utama yang membentuk kepedulian masyarakat terhadap
lingkungan.
Dalam rangka mengetahui persepsi pakar dalam hal pengaruh dari ke-16 peubah nilai kerja tersebut diatas terhadap kepedulian lingkungan di dalam
perusahaan, maka dilakukan Focus Group Discussion FGD yang hasilnya disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11. Nilai Kerja yang Terkait Secara Positif maupun Negatif terhadap Kepedulian Lingkungan di dalam Bandara berdasarkan Persepsi
Pakar dalam Proses FGD Masing-masing dari nilai-nilai yang positif yang didapat sebelumnya
apabila dijadikan sebagai nilai dependen ND kembali bersama dengan nilai dependen di LLP-nya maka akan terungkap nilai yang baru sebagai nilai sub-
penentunya disingkat NSP. Nilai sub-penentu berarti bahwa nilai ini adalah nilai yang turut mendukung bahkan menentukan dari masing-masing nilai penentu
utama NPU yang diteliti. Maksudnya adalah apabila kepedulian LDP yang terfokus pada LLP-nya tidak mungkin dilakukan hanya oleh nilai pendukung
utama semata saja NPU. NSP-nya justru memberikan kejelasan yang lebih teliti daripada yang
ditentukan oleh NPU-nya saja. NSP ini memperjelas proses pelaksanaan yang
sebenarnya daripada yang dilakukan bersama nilai pendukung utama. Sampai sekarang ini perhatian terhadap nilai sub-pendukung NSP kurang sekali menjadi
perhatian dalam berbagai penelitian yang dilakukan, khususnya dalam masalah lingkungan organisasi dari berbagai lembaga yang ada.
Kecenderungan dengan puasnya suatu nilai yang dianggap penting untuk dijadikan acuan dalam melakukan perbaikan, seringkali dianggap oleh orang
sudah mampu melakukan perbaikan maupun perubahan. Padahal tidak demikian pada kenyataan yang sesungguhnya. Suatu nilai tidak pernah berdiri sendiri,
kecuali ada nilai sub-pendukungnya yang juga membantu mengadakan perbaikan. Apalagi untuk suatu perubahan yang sangat mendasar dan tepat arah.
Selanjutnya apabila lingkungan di dalam perusahaan LDP merupakan faktor yang berdiri sendiri maka nilai tersebut biasanya terkait pula dengan
lingkungan di luar perusahaan LLP. Dampak dari LDP dijadikan sebagai nilai dependen kembali akan terlihat nilai yang positif dan timbal balik dengan LDP-
nya. Nilainya adalah: nilai ksatria dan sportif; solidaritas rasa persaudaraan; penilaian diri secara teliti; keikhlasan; loyalitas; keakraban dan puas bekerja.
Semua nilai diatas ini mempunyai kaitan langsung secara positif dengan lingkungan dalam dari perusahaan Angkasa Pura I. Dengan demikian antara
lingkungan dalam dan lingkungan luarnya dapat berkaitan secara tidak langsung. Namun ada juga nilai yang terkait secara timbal balik yaitu antara lingkungan luar
dan lingkungan dalamnya. Nilai kepedulian adat istiadat setempat dan nilai kebersihan berkaitan
secara langsung dengan lingkungan dalam dan lingkungan luarnya secara positif. Hal itu berarti bahwa nilai ini dirasa perlu diperhatikan baik di LDP maupun di
LLP. Nilai berorientasi pada pelayanan berkaitan dengan LDP secara timbal
balik, sedangkan terhadap LLP-nya berkaitan secara satu arah. Tekanan yang paling utama dalam berorietasi pada pelayanan memang ditujukan bagi LLP-nya.
Begitu juga dengan nilai kekuasaan berpengaruh negatif dan secara timbal balik terhadap LDP-nya. Karena dalam organisasi yang bersifat pelayanan, nilai
kekuasaan tidak begitu diinginkan, bahkan yang perlu dilaksanakan adalah nilai kerjasama.
Nilai rajin dan tekun berpengaruh positif pada LDP-nya. Nilai rajin dan tekun jelas akan dihargai oleh teman-teman sekerjanya, namun kedua nilai ini
berbeda pengaruhnya dalam hal bekerja secara individual dan bekerja secara kelompok. Pada kenyataannya, bekerja secara kelompok di Indonesia banyak
sekali bergantung pada pegawai yang justru lebih rajin atau lebih tekun sementara pegawai yang lain bekerja secara teknis hanya untuk tidak dikatakan malas dalam
bekerja. Nilai mengambil risiko berpengaruh negatif terhadap LDP-nya. Nilai ini
bisa dianggap sebagai orang yang berspekulasi dalam bekerja sehingga dapat dikatakan oleh atasan maupun teman-temannya sebagai kerja ugal-ugalan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa nilai mengambil risiko termasuk ke dalam nilai yang negatif bagi lingkungan di dalam perusahaan LDP. Padahal didalam
kepemimpinan, nilai mengambil risiko merupakan suatu hal yang seringkali harus dilakukan oleh pemimpin. Namun secara kolektif sebagaimana penelitian ini
dilakukan, nilai mengambil risiko termasuk ke dalam perbuatan yang tidak positif dan nampaknya harus dihindari agar tidak terjadi salah langkah di LDP.
Nilai kebersahajaan juga berpengaruh negatif pada LDP-nya, namun berpengaruh positif terhadap LLP-nya. Kebersahajaan tidak mempunyai arti yang
bermakna bagi kawan seprofesinya, karena nilai kebersahajaan akan disenangi oleh pegawai sebagai bentuk perkawanan, bukan sebagai nilai kerja, apalagi kerja
secara bersama dalam melayani masyarakat sosial di lingkungan bandara. Akan tetapi nilai kebersahajaan berpengaruh positif terhadap LLP-nya. Kebersahajaan
disini dapat dikatakan sebagai usaha menimbulkan rasa simpati bagi mereka yang dilayaninya. Biasanya orang bersimpati pada pegawai perusahaan karena
menampilkan nilai kebersahajaan dalam pelayanan yang bisa juga dianggap sebagai patronizing karena berbeda dalam tingkat dan derajat sosial. Perasaan
simpati juga dirasakan oleh rekan seprofesi, tapi tidak lebih dari itu karena mereka umumnya setara. Akan tetapi, atasannya bisa saja bersimpati pada kebersahajaan
bawahannya, namun tidak punya makna pada nilai kerja kecuali hanya dianggap sebagai kesenangan atasan saja.
Nilai sub-pendukung rajin dan ketekunan berpengaruh terhadap lingkungan dalamnya, namun tidak berpengaruh timbal balik terhadap lingkungan
dalam perusahaan dengan nilai tersebut. Hal itu berarti bahwa nilai rajin lebih baik untuk LDP-nya sedangkan LDP tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai itu
sendiri. Kendati demikian, nilai rajin melalui LDP-nya berpengaruh timbal balik terhadap lingkungan luarnya LLP.
Pertanyaan yang timbul adalah : Nilai apa saja yang merupakan faktor positif dan faktor yang negatif itu? Faktor positif dalam hal ini adalah faktor yang
dapat mempengaruhi tingkat kepedulian di luar perusahaan LLP maupun tingkat kepedulian di dalam perusahaan LDP itu sendiri. Dengan perkataan lain,
kegiatan para pimpinan dan staf dengan didukung oleh nilai-nilai yang signifikan di dalam perusahaan LDP mempengaruhi kepedulian lingkungan di luar
perusahaan LLP, serta kebalikannya. Sementara itu nilai yang membentuk tingkat kepedulian lingkungan di luar perusahaan LLP adalah nilai-nilai yang
dilaksanakan di lingkungan dalam perusahaan LDP itu sendiri. Sebaliknya, hal ini juga berlaku apabila nilai di LDP menjadi nilai yang dependen bersama
dengan nilai LLP. Hal yang sangat menonjol selain dari adanya faktor lingkungan di luar
perusahaan adalah faktor lain yang juga menjadi nilai pendukung utama NPU di lingkungan dalam LDP perusahaan itu sendiri. Faktor ini juga ikut
mempengaruhi terhadap kepedulian di luar perusahaan lainnya LLP. Nilai-nilai ini ada yang mempengaruhi LLP secara langsung, ada juga yang tidak langsung.
Nilai sifat ksatria berdampak positif terhadap lingkungan luarnya. Nilai ini diperlukan oleh mereka yang berada di LLP karena sifat ini menjadikan manusia
bertindak secara sportif dan selalu menjaga kebenaran serta mempunyai kemampuan untuk mengakui segala sesuatunya secara jujur dan benar, walaupun
hal itu adalah suatu kesalahan yang dibuat oleh dirinya maupun teman seprofesinya.
Penilaian terhadap diri secara teliti atau mawas diri merupakan suatu kemampuan untuk mengetahui kekuatan dan keterbatasan yang dimiliki diri
masing-masing dalam melaksanakan pekerjaan di perusahaan. Di dalam perusahaan terkadang terjadi pegawai merasa dirinya benar sendiri atau pegawai
tidak berani berhadapan dengan kebenaran itu sendiri. Hal ini terjadi dkarenakan pegawai tersebut tidak pernah melihat secara sungguh pada dirinya sendiri.
Terdapat sebuah anggapan bahwa orang selalu mengira bahwa dirinya selalu dalam keadaan yang benar.
Dalam Bahasa Jawa terdapat ajaran yang sudah diketahui oleh masyarakat luas dengan suatu prinsip yakni bahwa “n’Jawani” adalah ciri dari kehalusan.
Oleh karena itu apabila dikatakan bahwa orang kurang “n’Jawani” berarti bahwa orang tersebut kurang halus atau dengan pengertian yang lain, tidak memahami
“budaya halus”. Di antara “n’Jawani” terdapat sebuah ajaran bahwa orang jangan selalu “merasa bisa” untuk berbuat sesuatu akan tetapi memiliki
kekurangmampuan untuk “bisa merasa” apalagi mengenai dirinya sendiri. Bisa merasa itu berarti pula bisa membaca keadaan yang dihadapi oleh seseorang
terhadap lingkungannya yang selalu mendikte keadaan pada diri seseorang. Hal itu berarti orang harus selalu merasa peka terhadap keadaan yang dihadapinya.
Jadi nilai yang dikaji ini diinspirasi oleh budaya Jawa yang jauh lebih luas dari budaya korporate yang sedang kita kaji ini. Padahal nilai ini dapat
mendukung nilai positif terhadap kepedulian di LDP maupun di LLP-nya. Nilai ini adalah nilai yang positif diantara nilai-nilai positif lainnya yang sangat
mendukung LDP dan akhirnya karena mendukung LDP maka turut pula mendukung pada LLP.
Nilai keikhlasan, yaitu suatu perbuatan atau tindakan yang diperbuat oleh orang dengan perasaan rasa yang tulus tanpa ada nilai yang tersembunyi atau yang
terselip di dalam hati karena ada maksud tertentu yang ingin dituntut atau diperbuat secara timbal balik. Keikhlasan biasanya dikaitkan dengan agama
dimana orang tidak berbuat sesuatu, seperti menolong orang lain, dengan maksud hati agar bisa dibalas oleh orang yang ditolongnya. Balasan yang diharap tidak
lain hanya berharap dari Allah yang Maha Kuasa yang akan memberi ganjaran kebaikannya itu sebagai suatu amal perbuatan yang dapat memasukkan dirinya ke
dalam surga sebagai balasan atas kebaikannya itu. Singkatnya, keikhlasan adalah ketulusan hati dalam melaksanakan pekerjaan perusahaan. Perasaan yang tulus
terlihat pula perbuatannya dalam melayani orang lain di dalam maupun di luar perusahaan.
Nilai loyalitas dan kesetiaan, yaitu nilai ini mempunyai arti akan keteguhan hati, ketaatan, kepatuhan terhadap perusahaan. Loyalitas adalah suatu
nilai yang sangat diperlukan bagi mereka yang bekerjasama dalam suatu kegiatan venture kelompok. Dalam hal itu bukan dimaksudkan agar orang bekerja untuk
setia pada seorang pimpinan, melainkan bekerja atas dasar kesepakatan yang tidak tertulis yang merupakan nilai yang dianut sebagai nilai yang baik. Selama orang
masih berpegang teguh pada kebiasaan nilai yang baik itu, maka orang itu sudah bisa dianggap loyal.
Seseorang bisa saja dianggap loyal apabila orang saling memperhatikan satu sama lain dan saling merasakan adanya kehangatan antara mereka sendiri.
Sakit dijenguk, beban kerja berat ditolong dan saling tolong-menolong antara sesama inilah yang mewujudkan nilai kesetiaan yang sudah mulai pudar di
masyarakat luas apalagi di berbagai kantor di kota-kota besar. Jadi nilai ini terdapat pada Angkasa Pura I dan membentuk kepedulian di LDP. Pada akhirnya
nilai loyalitaskesetiaan akan mempengaruhi lingkungan luar atau LLP dari PT Angkasa Pura I.
Nilai keakraban dan puas dalam bekerja. Dari data yang diperoleh terlihat bahwa para karyawan yang bekerja di Angkasa Pura I merasa cukup puas dengan
bekerja di kantornya. Kepuasaan maupun keakraban ini dinyatakan secara umum. Namun, kepuasan bisa juga diartikan bahwa mereka semua merasa senasib
sepenanggungan dalam menjalankan tugas di kantornya. Oleh karena itu mereka merasakan kepuasan atas kegiatan yang mereka lakukan.
Keakraban bisa terbentuk karena menghadapi berbagai persoalan yang dirasakan bersama. Kepuasan bisa juga terjadi karena mereka bekerja dengan nilai
keakraban yang tinggi sehingga menimbulkan suasana batin yang menyenangkan bagi mereka yang berada di area kerja PT. Angkasa Pura I. Mereka bukan saja
bekerja secara bersama setiap hari, akan tetapi mereka juga sering melakukan kegiatan di luar kantor sehingga terbentuk rasa persaudaraan yang akrab seperti
olah raga bersama, berlari atau gerak jalan sehat bersama. Hal ini banyak dilakukan oleh berbagai perusahaan di Indonesia ini. Akan tetapi, kepuasan dalam
bekerja bisa disebabkan pula pegawai mendapat imbalan keuangan yang cukup memuaskan hati, bukan saja yang bekerja di kantor, melainkan juga untuk
kehidupan keluarga yang ikut disenangkan karena mereka mampu untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara umum.
Namun, kepuasan bekerja bisa terjadi karena adanya kepuasan batin dalam melaksanakan tugasnya setiap hari. Salah satu contoh kepuasan batin adalah tidak
menimbulkan stress dalam bekerja dan berjumpa dengan berbagai macam manusia yang dapat dilayaninya. Hal tersebut merupakan kesenangan pegawai
tersendiri, terutama mereka yang bekerja sebagai perbuatan amal-ibadahnya masing-masing. Puas bekerja juga dapat dianggap sebagai nilai keagamaan yang
tinggi yang perlu selalu dipelihara oleh mereka yang mempekerjakan mereka. Begitu juga nilai keakraban sebagai nilai budaya silaturahmi yang penting.
Nilai kepedulian pada adat istiadat setempat berdampak positif pula terhadap LDP maupun di LLP dan berlaku secara timbal balik bagi keduanya
yaitu di dalam dan di luar lingkungan perusahaan. Berbeda dengan di LDP, ketiga nilai yang disebut terakhir ini berdampak balik secara positif dan sesuatu yang
dirasakan saling mengisi yang dampak akhirnya terasa di LLP. Akan tetapi nilai kepedulian pada adat istiadat setempat serta kebersihan mempunyai nilai yang
positif terhadap keduanya, yaitu LDP dan LLP dan berbalik arah pada kedua nilai tersebut. Hal itu berarti bahwa kedua nilai tersebut saling mempengaruhi baik di
LDP maupun di LLP sehingga perlu diperhatikan kedua aspek nilai tersebut. Nilai rajin dan tekun merupakan nilai yang berdampak positif pada
kepedulian di lingkungan dalam perusahaan LDP, namun tidak berbalik arah dari LDP kepada nilai rajin dan tekun. Hal ini berarti bahwa kedua nilai tersebut
hanya bersifat positif di dalam LDP. Pengaruh nilai rajin dan tekun hanya bersifat positif terhadap LDP semata, tapi tidak berbalik arah dari LDP ke nilai rajin dan
tekun. Dengan demikian, nilai rajin dan tekun tidak berpengaruh langsung pada
lingkungan di luar perusahaan LLP. Masyarakat di luar tidak perlu mempersoalkan kerajinan dan ketekunan mereka yang bekerja di lingkungan
dalam organisasi. Mereka yang di LLP tidak perlu mengetahui siapa yang rajin dan siapa pula yang tidak. Mereka yang berada di LLP ingin melihat pelayanan
yang semakin baik. Yang diinginkan adalah hasil akhirnya. Apa yang terjadi secara internal di LDP dan kedua nilai itu berpengaruh positif terhadap LDP itu
sendiri. Jadi, dengan perkataan lain rajin dan tekun adalah urusan masing-masing orang secara internal dan bukan urusan eksternal dari organisasi atau perusahaan
Angkasa Pura I. Nilai kebersihan sebagaimana juga nilai kepedulian pada adat istiadat
setempat mempengaruhi secara positif dan timbal balik pada LDP. Begitu juga nilai yang berorientasi pada pelayanan lingkungan luarnya. Ketiga nilai ini
berpengaruh timbal balik secara positif pada kepedulian di LDP akan tetapi tidak berpengaruh terhadap orientasi pada pelayanan karena tidak berbalik arah pada
lingkungan di luar perusahaan LLP. Dengan pengertian lain, lingkungan luar perusahaan LLP tidak mempunyai nilai orientasi yang berbalik arah pada nilai
yang berorientasi pada pelayanan. Hal itu berarti bahwa orientasi pada pelayanan dirasakan positif hanya oleh LLP.
Nilai mengambil risiko ini dapat dikatakan bahwa bekerja sebagai staf ataupun karyawan tidak boleh mengambil keputusan yang beresiko dalam
kerjanya, apalagi risiko yang tidak bisa diperkirakan akan hasil akhirnya uncalculated risk. Meskipun sekarang ini banyak sekali anjuran untuk
mengambil risiko bagi para manajer, namun tidak dianjurkan untuk mengambil risiko seperti dalam berjudi gambling yang sifatnya tidak bisa diduga dari
awalnya. Resiko yang bisa diperkirakan apa yang akan terjadi anticipated risk atau calculated risk atau antisipasi yang dapat dikalkulasikan sebelumnya yang
sebenarnya dapat dikatakan sebagai risiko, akan tetapi bukan sebagai hasil yang tidak bisa diketahui melainkan sudah diperkirakan dari awal hasil akhirnya.
Nilai yang bersifat negatif, seperti bekerja dengan menggunakan kekuasaan diartikan sebagai hak dan kuasa untuk bertindak atau kekuasaan untuk
membuat keputusan atau dapat diartikan juga untuk memerintah serta tidak berbagi atau melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain dalam
melaksanakan pekerjaan di perusahaan. Hal ini merupakan suatu nilai yang nampaknya mempunyai nilai yang ambivalensi. Apabila kekuasaan yang
ditekankan pada orang untuk bekerja, maka dampaknya akan menjadi negatif. Namun apabila pegawai tidak memiliki kekuasaan maka perusahaan bisa menjadi
tidak menentu siapa yang sebenarnya berwenang dan dapat memerintahkan untuk dijalankan sebagai suatu perintah.
Kekuasaan harus dibuat sedemikian rupa agar tidak dirasakan sebagai tekanan oleh orang dalam menggunakan kekuasaan, walaupun kekuasaan
diperlukan untuk menetapkan siapa sebenarnya yang berwenang. Hal itu berarti bahwa orang harus menggunakan kekuasaan secara bijak. Hal inilah yang
seringkali menjadi kesulitan kecuali mereka yang bekerja tidak terburu-buru dan dapat berlaku sabar dalam mengunakan kewenangan. Bersifat bijaksana itu
bukanlah suatu hal yang sulit, akan tetapi seringkali terlanggar oleh hawa nafsu diri yang merasa berkuasa. Jadi orang harus bisa mengendalikan kuasa dan bukan
memposisikan kuasa sebagai nilai yang dipakai untuk menggebrak orang untuk bekerja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai mengambil risiko adalah juga nilai yang negatif bagi lingkungan di dalam perusahaan LDP. Padahal didalam
kepemimpinan, nilai mengambil risiko adalah suatu hal yang seringkali harus diambil oleh pemimpin. Namun apabila dilihat secara kolektif sebagaimana
penelitian ini dilakukan, nilai mengambil risiko adalah perbuatan yang tidak positif dan nampaknya harus dihindari agar tidak terjadi salah langkah di LDP.
Nilai mengambil risiko adalah faktor yang negatif bagi LDP, sehingga kebersahajaan juga termasuk ke dalam faktor nilai yang negatif pula bagi LDP.
Walaupun demikian pengaruhnya pada nilai LLP justru berdampak positif dan langsung dirasakan oleh mereka yang berada di LLP. Hal ini dapat dilihat pada
keinginan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai contoh secara nasional untuk menaikkan tunjangan bagi kegiatan mereka sendiri sehari-hari. Keinginan ini
dirasakan bahwa mereka yang berada di LDP tidak peka terhadap perasaan mereka yang ada di luar organisasi atau LLP.
Nilai kebersahajaan berdampak positif pada LLP namun tidak berpengaruh positif bahkan negatif terhadap LDP sebagaimana juga faktor mengambil risiko.
Faktor kebersahajaan terlihat baik dan bahkan banyak orang tentu berharap bahwa stafkaryawan dari PT Angkasa Pura I lebih disukai berpenampilan bersahaja
sebagai nilai yang mirip dengan nilai rendah hati. Dengan demikian, pengaruhnya dapat dirasakan kebaikannya oleh LLP. Berlainan dengan LDP, nilai
kebersahajaan berpengaruh negatif karena mungkin dibaca sebagai nilai yang kurang menampilkan diri. Penampilan diri di LLP sebagai bersahaja justru terlihat
baik, apalagi dikombinasikan dengan nilai lemah lembut seperti mereka yang mengetahui adat-istiadat setempat yang positif bagi LLP.
Kedua nilai yang terakhir ini perlu dilaksanakan dengan sangat bijak. Padahal nilai bijak itu tidak mudah untuk dirumuskan bagaimana seharusnya.
Tidak ada formula yang begitu jelas untuk menjelaskan maksud dari bijaksana itu. Padahal di dalam ajaran agama banyak sekali membicarakan bagaimana
sebenarnya berbuat bijak itu, walaupun tidak mudah untuk bisa diterapkan. Hal yang diperlukan adalah kepekaan dan merasakan akan keadaan yang
sesungguhnya dengan sikap yang lemah-lembut dari mereka yang bertanggung jawab, terutama untuk membuat orang lain merasakan bijaknya staf dan karyawan
PT. Angkasa Pura I. Apapun yang yang dilakukan dengan tidak bijak akan mengambil risiko untuk menimbulkan ketidak-senangan karena dapat
menyinggung perasaan orang lain dan tidak membuat seseorang itu menjadi bijak kecuali membuat musuh semata. Sikap kepedulian yang baik dari karyawan akan
secara serentak memelihara kepedulian terhadap lingkungan di dalam maupun di luar perusahaan dan yang selalu harus dipertahankan. Jadi kepedulian terhadap
lingkungan dari mereka yang berada di LDP jelas akan mempunyai dampak pada LLP atau sebaliknya. Kendati demikian masih pula tergantung pada nilai
pendukung yang mana apabila faktor independent diletakkan silih berganti sebagai faktor yang dependen kembali. Selain kaitan itu secara positif, ada juga
kaitan yang bersifat negatif. Kaitan ini dapat kita lihat dari nilai yang sudah terkumpul dan sudah diberikan dalam bentuk bagan agar bisa terlihat kaitan
tersebut secara garis besar. Data ini merupakan uraian secara kesatuan untuk melihat kaitan suatu nilai secara jelas.
Kaitan yang saling terjalin tersebut memperlihatkan bagaimana nilai yang satu dengan yang lain memperlihatkan adanya jalinan timbal balik secara positif
maupun ada pula juga yang negatif dari lingkungan luar maupun lingkungan dalam dari perusahaan itu. Hal itu berarti bahwa adanya saling pengaruh
mempengaruhi antara keduanya itu secara positif maupun negatif. Perihal ini menyangkut manusia sehingga nilai yang independen bisa saja
dijadikan nilai yang dependen ataupun sebaliknya karena unsur manusia masing- masing berinteraksi satu sama lain. Secara umum hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa kepedulian lingkungan di luar perusahaan LLP jelas mempunyai pengaruh terhadap kepedulian lingkungan di dalam perusahaan
LDP. Begitu juga sebaliknya, faktor lingkungan di dalam perusahaan LDP turut pula berpengaruh terhadap lingkungan di luar perusahaan LLP.
5.2.2 Pengaruh Faktor-faktor Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan luar Bandara
Untuk menguji pengaruh faktor-faktor nilai kerja terhadap kepedulian lingkungan luar bandara digunakan analisis regresi linier berganda. Sebanyak 21
indikator nilai kerja diuji pengaruhnya terhadap kepedulian lingkungan di luar bandara, baik secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri. Hasil olahan
data dengan program SPSS menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi adalah 0,524 atau 52,4. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 52,4 variasi
yang dihasilkan oleh kepedulian lingkungan luar bandara dapat dijelaskan oleh 21 faktor nilai kerja, sementara 47,6 lainnya dijelaskan oleh faktor-faktor lain
selain nilai kerja. Hasil ANOVA menunjukkan bahwa model ini dapat diandalkan sebagai
model linier yang signifikan dalam memprediksi kepedulian lingkungan luar bandara. Nilai F hitung sebesar 120,438 dengan p-value 0,000 yang nilainya lebih
kecil dari taraf nyata 5 menunjukkan bahwa model dengan variabel pengaruh 21 faktor nilai kerja mampu menjelaskan kepedulian lingkungan luar bandara secara
linier. Pengaruh masing-masing faktor nilai kerja terhadap variabel kepedulian
lingkungan luar bandara ditunjukkan oleh besarnya nilai koefisien regresi b dan nilai p-value dari masing-masing faktor. Hasil olahan data menunjukkan bahwa
secara individu, seluruh indikator nilai kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepedulian lingkungan luar bandara karena seluruh indikator nilai kerja
memiliki p-value yang nilainya lebih kecil dari α 5 sebagaimana terlihat pada
Tabel 15. Berdasarkan analisis statistik tersebut, ditemukan bahwa kepedulian
lingkungan luar bandara secara signifikan dipengaruhi oleh 21 indikator nilai kerja, yaitu kepedulian lingkungan di dalam perusahaan, bekerja dengan
kepemimpinan, kerapihan, mencapai visi perusahaan, rasa kebersamaan, sanksihukuman, kebersihan, menghasilkan laba, kepedulian terhadap adat istiadat
setempat, kerja keras, mempergunakan MS Access, menyediakan keperluan orang
lain, bekerja dengan mutu kerja yang tinggi, jiwa dagang, kepuasan terhadap gaji, keberanian membela kebenaran, berorientasi pelayanan, kenyamanan,
kebersahajaan, inisiatifmanfaatkan kesempatan, dan penyesuaian diri. Dengan melihat tanda positif pada koefisien regresi yang ada, maka dapat dikatakan
bahwa 16 faktor nilai kerja, yaitu kepedulian lingkungan di dalam perusahaan, bekerja dengan kepemimpinan, kerapihan, mencapai visi perusahaan, rasa
kebersamaan, sanksihukuman, kebersihan, menghasilkan laba, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kerja keras, menyediakan keperluan orang lain,
kepuasan terhadap gaji, berorientasi pelayanan, kenyamanan, kebersahajaan, dan inisiatifmanfaatkan kesempatan, merupakan faktor pendukung bagi terciptanya
kepedulian lingkungan di luar bandara. Tabel 15. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepedulian lingkungan di luar
perusahaan
Variabel Nilai Kerja Koefisien
T Sig.
Konstanta -0,011
-0,093 0.926
Kepedulian lingkungan di dalam perusahaan
0,436 21,793
0,000 Bekerja dengan kepemimpinan
0,097 5,349
0,000 Kerapihan
0,066 3,272
0,001 Mencapai visi perusahaan
0,048 2,826
0,005 Rasa kebersamaan
0,048 2,632
0,009 SanksiHukuman
0,047 2,901
0,004 Kebersihan
0,037 1,930
0,054 Menghasilkan laba
0,055 3,368
0,001 Kepedulian adat istiadat setempat
0,053 3,197
0,001 Kerja keras
0,053 2,653
0,008 Mempergunakan MS Access
-0,035 -2,381
0,017 Menyediakan keperluan orang lain
0,048 3,064
0,002 Bekerja dengan mutu kerja yang tinggi
-0,047 -2,907
0,004 Jiwa dagang
-0,045 -2,831
0,005 Kepuasan terhadap gaji
0,036 2,352
0,019 Keberanian membela kebenaran
-0,066 -3,565
0,000 Berorientasi pelayanan
0,039 2,363
0,018 Kenyamanan
0,042 2,270
0,023 Kebersahajaan
0,044 2,480
0,013 InisiatifManfaatkan kesempatan
0,056 2,982
0,003 Penyesuaian diri
-0,052 -2,863
0,004
Hasil yang terlihat pada Tabel 15 menunjukkan bahwa tiga faktor nilai kerja yaitu kepedulian lingkungan di dalam bandara, bekerja dengan
kepemimpinan, dan kerapihan merupakan tiga faktor nilai kerja yang memiliki pengaruh terbesar bagi terciptanya kepedulian lingkungan luar bandara. Hasil
penelitian ini juga konsisten dengan pernyataan Tjokroamidjojo 1985, bahwa seorang seseorang yang bekerja dengan kepemimpinan harus senantiasa
memperhatikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat serta kebutuhan dan kepentingan organisasi. Salah satu karakteristik pemimpin adalah tanggap
terhadap kondisi lingkungan, baik dalam organisasi maupun dalam masyarakat, serta memberikan jawaban atau tanggapan atas kritik, saran, dan mungkin juga
pengawasan yang datangnya dari masyarakat, serta tanggap terhadap harapan dan kebutuhan masyarakat. Seorang pemimpin juga harus tanggap terhadap kondisi
kelembagaan dalam arti memberikan perhatian serta tanggapan terhadap berbagai kebutuhan operasional dalam organisasi demi kelangsungan kehidupan organisasi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pemikiran Purwanto 2007, bahwa terdapat empat nilai kepemimpinan di daerah yang diharapkan, yaitu 1 memiliki
karakter dan integritas yang kuat, 2 dapat memberikan keteladanan yang baik, 3 memiliki sifat negarawan, dan 4 memiliki disiplin kerja. Montgomery 2004
juga menyatakan bahwa salah satu kekuatan pemimpin adalah memiliki tugas atau tanggungjawab untuk membina suatu perasaan kebersamaan dengan satu tujuan
yang mengikat para individu dan kelompok-kelompok untuk bersama-sama menghasilkan kinerja yang tinggi. Dalam hal ini, kinerja bandara yang tinggi juga
dicerminkan oleh adanya tingkat kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan bandara.
Dalam rangka mengetahui persepsi pakar dalam hal pengaruh dari ke-21 peubah nilai kerja tersebut di atas terhadap kepedulian lingkungan di luar
perusahaan, maka dilakukan Focus Group Discussion FGD yang hasilnya disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12. Nilai Kerja yang Terkait Secara Positif Maupun Negatif terhadap Kepedulian Lingkungan di luar Perusahaan berdasarkan Persepsi
Pakar dalam Proses FGD Nilai yang terkumpul di atas tersebut mencerminkan nilai independen pada
tingkat pertama yaitu nilai yang menjadi Nilai Penentu Utama disingkat NPU. Terdapat 11 NPU yang mendukung secara positif dan timbal-balik dengan
Lingkungan Luar Perusahaan LLP. Pengaruh timbal balik ini berarti: adanya hubungan yang saling mempengaruhi secara positif antara nilai dependent dengan
nilai independen satu dengan yang lainnya. Kesebelas nilai tersebut antara lain kepedulian lingkungan di dalam perusahaan, bekerja dengan kepemimpinan,
bekerja dengan rapih, mencapai visi perusahaan, bekerja dengan sanksi dan hukuman, melaksanakan kebersihan, menghasilkan laba bagi perusahaan, peduli
pada adat istiadat setempat, bekerja dengan keras, menimbulkan kenyamanan, dan puas terhadap gaji yang mereka terima.
Terdapat 5 nilai yang positif yang tidak berlaku timbal balik. Nilai tersebut hanya bergerak satu arah yaitu hanya terhadap lingkungan luarnya saja. Namun
lingkungan luarnya tidak mempengaruhi terhadap nilai di Lingkungan Dalam Perusahaan NDP. Nilai-nilai tersebut adalah: nilai rasa kebersamaan,
menyediakan keperluan untuk orang lain, berorientasi pada pelayanan, kebersahajaan, bekerja dengan inisiatif dan memanfaatkan kesempatan.
Kendati demikian tidak semua nilai yang berada di lingkungan dalam perusahaan LDP berdampak positif. Bahkan ada nilai yang dampaknya negatif
terhadap LLP-nya itu secara timbal balik, misalnya bekerja dengan mutu kerja yang tinggi, jiwa dagang, dan keberanian membela kebenaran.
Begitu juga nilai yang berpengaruh negatif terhadap lingkungan luar dari Perusahaan PT Angkasa Pura I, yaitu menggunakan MS Akses dan penyesuaian
diri. Kebanyakan dari staf yang bekerja di perusahaan Angkasa Pura tidak menguasai penggunaan komputer pada saat penelitian ini dilakukan. Begitu juga
penyesuaian diri lebih mungkin terhadap LDP-nya daripada LLP-nya. Artinya nilai penyesuaian diri lebih utama bagi mereka yang bekerja di LDP-nya.
Namun apabila penyesuaian diri diletakkan sebagai nilai dependen bersama dengan lingkungan luarnya, maka nilai positif yang lahir dari perpaduan
tersebut adalah sekumpulan nilai yang sangat berpengaruh pada baik penyesuian diri maupun lingkungan luarnya.
Semua nilai ini, baik yang positif maupun yang negatif, berbalik arah serta tidak berbalik arah merupakan nilai yang menjadi Nilai Penentu Utama NPU
dalam lingkungan luarnya. Nilai ini adalah yang berpengaruh walaupun ada nilai yang tidak signifikan terhadap Lingkungan Luarnya LLP.
Semua nilai independen yang signifikan maupun yang tidak signifikan akan menjadi nilai yang lain lagi apabila masing-masing nilai yang diperoleh ini
dijadikan satu per satu sebagai nilai dependen kembali bersama dengan nilai dependen yang ada yaitu Lingkungan Luar yang dependen sejak awal. Jadi, ada
dua nilai dependen. Maka yang akan terlihat adanya nilai baru lagi yang lahir yaitu nilai yang menjadi Nilai Sub-Penentu yang juga turut berpengaruh terhadap
Lingkungan Luarnya itu LLP-nya. Yang lahir adalah nilai Sub-Penentu yang baru sama sekali nilainya.
Masing-masing dari nilai Sub-Penentu Utama SPU ini memberi gambaran yang lebih akurat mengenai apa yang harus diperbuat sebagai fungsi
dari masing-masing nilai NPU tersebut. Nilai Penentu Utama tetap saja sebagai nilai yang berpengaruh terhadap Lingkungan Luar atau LLP-nya itu. Totalitas
nilai ini, yaitu gabungan antara NPU dan SPU adalah nilai yang perlu menjadi perhatian secara khusus dari masing-masing nilai yang signifikan untuk melalukan
perubahan dalam lingkup organisasi di PT. Angkasa Pura I. Sebagai contoh, nilai Lingkungan di Dalam Perusahaan LDP lahir
sebagai nilai yang memberi indikasi bahwa LDP apapun makna dan interpretasinya mempunyai pengaruh yang signifikan dan timbal balik dengan
LLP. Hal ini menjelaskan bahwa mereka yang bekerja di dalam perusahaan secara kolektif jelas mempengaruhi secara signifikan terhadap nilai LLP-nya.
Diantara 21 nilai yang menjadi Nilai Penentu Utama disingkat NPU terhadap Lingkungan Luar dari organisasi di bandara ada sebanyak 11 nilai yang
yang bernilai positif dan timbal balik. Nilai tersebut antara lain: bekerja dengan kepemimpinan; kerapihan; mencapai visi perusahaan; bekerja dengan sanksi dan
hukuman; kebersihan; menghasilkan laba bagi kantornya; kepedulian terhadap adat istiadat setempat; kerja keras; kenyamanan dalam bekerja dan kepuasan
terhadap gaji. Faktor-faktor positif yang disebutkan di atas mencerminkan betapa suatu
nilai kerja di Lingkungan Dalam Perusahaan LDP Angkasa Pura I turut berpengaruh sebagai bentuk kepedulian terhadap Lingkungan Luar Perusahaan
di LLP-nya. Secara keseluruhan faktor nilai penentu ini adalah nilai yang mendasari awalnya dan yang kemudian turut menentukan pada lingkungan
luarnya. Pendekatan yang dilakukan ini juga dapat memberi kelebihan dalam
memudahkan melakukan perubahan terhadap kebijakan yang sedang berjalan. Apabila dirasakan akan adanya kekurangan, maka pimpinan dapat melakukan
berbagai bentuk perubahan secepatnya antara lain melalui bentuk latihan dalam membangun nilai yang diperlukan. Latihan ini dapat dilakukan pula dengan
mengetahui lebih dahulu hasil dari penelitian model yang dilakukan. Tujuannya adalah untuk menentukan suatu nilai kerja yang mana saja yang
perlu didukung untuk keberhasilan suatu tujuan perubahan nilai kerja. Nilai yang terkumpul dapat dijadikan masukkan bagi perubahan kebijakan maupun latihan
yang ingin dilaksanakan. Selanjutnya terdapat pula nilai yang juga mempunyai pengaruh terhadap
LLP tetapi tidak mempunyai nilai timbal-baliknya. Artinya nilai tersebut mempengaruhi LLP-nya, akan tetapi LLP tidak berpengaruh pada nilai yang ada
di dalam perusahaan yang mendukungnya Gambar 10, misalnya saja yaitu nilai rasa kebersamaan. Nilai ini penting untuk memberikan pelayanan pada LLP. Akan
tetapi LLP tidak merasa harus berpengaruh pada rasa kebersamaan itu sendiri. Artinya nilai itu lebih merupakan nilai dari staf yang memang tugasnya dalam
memberikan pelayanan kepada LLP-nya. Untuk tujuan inilah, pelayanan dari pegawai harus dapat menumbuhkan suatu nilai rasa kebersamaan untuk
memberikan pelayanan yang terbaik pada LLP-nya, bukan sebaliknya. Pelayanan terbaik yang diberikan atas dasar rasa kebersamaan tidak
dengan sendirinya menimbulkan rasa yang sama pula dari LLP-nya. Bahkan pelayanan yang baik itu sudah semestinya dilakukan oleh LDP-nya, namun tidak
berarti bahwa hal yang sama pula harus pula dilakukan oleh LLP-nya. Jadi, rasa kebersamaan di LDP tidak mesti dipengaruhi pula oleh LLP. Kendati demikian
rasa kebersamaan tersebut harus tetap dipelihara di LDP agar pelayanan yang diberikannya tidak menurun dan tetap yang terbaik bagi mereka yang dilayani
yaitu mereka yang berada di LLP. Begitu juga nilai menyediakan keperluan bagi orang lain. Nilai ini
memang berkaitan dengan pelayanan yang diberikan oleh staf di dalam organisasi atau LDP. Menyediakan keperluan untuk orang lain menjadi bentuk pelayanan
yang seharusnya diberikan oleh mereka yang berada di LDP sebagaimana juga nilai yang beorientasi pada pelayanan. Nilai ini pun masih dalam kategori
memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya pada LLP-nya, kendati hanya dimaksudkan sebagai bentuk untuk melayani orang lain.
Nilai kebersahajaan adalah nilai yang baik bagi mereka yang bekerja di dalam perusahaan agar tumbuh citra rendah hati, tidak overacting atau angkuh
yang dapat menimbulkan rasa anti-pati dari mereka yang dilayani, yaitu mereka yang berada di LLP. Begitu pula nilai inisiatif dimana nilai tersebut bersifat
pelayanan pada LLP-nya. Nilai ini penting bagi mereka yang berada di LDP tetapi tidak mempunyai arti yang timbal balik dengan LLP-nya karena inisistif yang baik
tentunya diharapkan oleh mereka yang berada di LLP sebagai bentuk pelayanan dari nilai kerja yang baik dari LDP-nya.
Nilai kerja yang baik di LDP tidak selalu mendapatkan wajah timbal baliknya dari mereka yang berada di LLP. Paling banyak adalah pujian dari
kegiatannya itu. Nilai memanfaatkan kesempatan yang ada walaupun bersifat positif tidak pula mempunyai arti timbal baliknya. Hal ini berarti bahwa nilai
mengambil kesempatan bersifat timbal balik. Hal itu juga berarti bahwa mengambil kesempatan yang ada bepengaruh hanya pada LLP-nya saja.
Apabila nilai kerja manfaatkan kesempatan yang ada ini, misalnya saja dipakai untuk melayani LLP-nya untuk memudahkan pengunjung di bandara
menjadi mudah. Dengan banyaknya turis yang datang, maka mereka yang berada di LDP sebaiknya memanfaatkan keadaan ini untuk membuat berbagai buku
petunjuk leaflets yang diperkirakan dapat terbayar kembali untuk kebutuhan mencetak. Dananya didapat dari banyaknya turis yang masuk. Dengan demikian,
hal yang akan terjadi adalah peningkatan dana yang diterima dalam berbagai bentuk service fee atau masukan dana dari pelayanan yang diberikan. Hal ini
memberi arti yang bersifat positif bagi pelayanan di LLP. Lain persoalannya apabila memanfaatkan kesempatan dikerjakan untuk
kepentingan pribadi yaitu dengan mengambil keuntungan untuk kepentingan pribadi atau diri sendiri seizing the opportunity for the self dalam memberikan
bentuk pelayanan atau memanfaatkan kesempatan untuk diri sendiri yang tentunya adalah petanda negatif dan buruk.
Secara kelompok, nilai memanfaatkan kesempatan bisa dianggap sebagai nilai yang positif karena tindakan ini dapat membantu dalam memberikan
pelayanan yang lebih baik lagi bagi mereka yang berada di LLP di Bandara. Jadi nilai-nilai yang terakhir ini berpengaruh pada LLP akan tetapi LLP-nya sendiri
tidak mempunyai pengaruh balik terhadap nilai tersebut atau mereka yang bekerja di LDP. Artinya lima nilai terakhir ini hanya mempengaruhi LLP. Akan tetapi
LLP-nya sendiri sama sekali tidak mempengaruhi nilai tersebut. Nilai tersebut sepintas lalu kelihatan seperti diperlukan untuk bekerja dengan Nilai Mutu Kerja
yang Tinggi dan kelihatannya akan menjadi positif bagi kegiatan di bandara. Akan tetapi nilai ini bisa pula diartikan sebagai usaha yang sia-sia.
Melayani tamu dengan komputer misalnya, menjadi kerja yang sangat tinggi mutunya tetapi dapat pula menjadikan kerja yang rumit dalam memberikan
pelayanan terutama apabila faktor pendukungnya tidak selalu siap untuk membantu. Listrik yang mati dapat membuat semua pelayanan menjadi terhambat.
Yang diperlukan dalam memberikan pelayanan adalah nilai kecepatan dalam bekerja yang lebih mempunyai arti daripada bekerja dengan mutu kerja yang
tinggi. Jiwa dagang adalah kegiatan timbal-balik yang negatif dengan lingkungan
luarnya. Berbeda dengan demikian jiwa wirausaha entrepreneurship yang justru diperlukan oleh pimpinan perusahaan, terutama dalam membuat bandara yang
memudahkan orang untuk berbelanja. Bahkan banyak negara di dunia ini yang menjadikan bandara menjadi superstore yang serba ada serta serba melayani.
Bahkan bandara yang sering menjadi tempat tujuan, banyak sekali melayani mereka yang lalu lalang di bandara tersebut.
Nampaknya alasan nilai jiwa dagang menjadi negatif pada tingkat Nilai Penentu Utama NPU dikarenakan keadaan di Indonesia yang menjadi bentuk
usaha sampingan sebagai bagian dari kegiatan yang umum dilakukan. Biasanya kegiatan yang terkait dengan kantor bagi mereka yang serba kekurangan
mengambil waktu dari kerja yang menjadi tugas utamanya. Hal ini terjadi karena umumnya gaji orang Indonesia kecil sehingga setiap kesempatan yang ada
dijadikan sumber tambahan pendapatan, apalagi yang bekerja di pemerintahan seperti sekarang ini keadaannya.
Kegiatan kaki lima juga banyak terlihat di berbagai bandara di daerah kerja PT. Angkasa Pura I. Walaupun belum tentu ada kaitannya dengan mereka
yang bekerja di LDP, namun biasanya ada toleransi yang dilakukan tanpa teguran atau kurangnya kewenangan yang sering terjadi karena tumpang tindih dengan
berbagai instansi yang lain yang berbeda akan kepentingannya. Nilai jiwa dagang, apabila nilai tersebut terdapat pada setiap staf, maka
kemungkinan besar yang terjadi di airport tumbuh berbagai kegiatan dagang yang tidak beraturan. Akan tetapi, ada pula pemikiran dari mereka yang berjiwa
wirausaha yang ingin membuat bandara menjadi superstore yang besar yang mendatangkan pendapatan bagi mereka yang bekerja di LDP bandara maupun
pendapatan tambahan bagi pemerintahan daerahnya. Apabila jiwa dagang ini dimiliki oleh banyak pekerja dari mereka yang
bekerja di dalam bandara jelas akan menggangu pelayanan yang seharusnya diberikan kepada mereka yang berada di LLP. Banyak sekali waktu yang akan
tersita dari waktu kerja. Hal ini yang jelas akan mempengaruhi kerja mereka di bandara.
Jiwa dagang ini bukan hanya milik bandara saja. Bahkan dimana-mana mereka yang serba ketidakcukupan membuka usaha sampingan sebagai cara untuk
mendapat nilai tambahan. Seandainya itu dilakukan di luar bandara maka hal tersebut tentunya berbeda keadaannya. Akan tetapi apabila mereka itu berada
disekitar bandara setidaknya akan mengurangi konsentrasi untuk memberikan pelayanan yang sebaiknya. Apalagi, keadaan yang ada dimanfaatkan untuk
mencari nilai tambahan maka perbuatan yang demikian itu bisa memancing tindakan dalam memberikan fasilitas kemudahan di bandara.
Tidak jarang hal yang terjadi adalah kelambanan dalam pelayanan. Kelambanan dapat dimanfaatkan oleh mereka yang membutuhkan pelayanan yang
lebih cepat. Kebutuhan akan pelayanan yang lebih cepat seringkali melahirkan kebiasaan untuk memberikan imbalan agar diberikan fasilitas kecepatan
pelayanan bagi yang membutuhkan. Terutama adalah mereka yang berada di LLP. Sementara mereka yang berada di LDP juga membutuhkan adanya tambahan
dalam pendapatan yang ada. Jadi, kelambanan dalam pelayanan itu merupakan cara untuk mendapat
imbalan dari mereka yang dilayani. Korupsi adalah dampak negatif dari nilai jiwa dagang seperti ini di dalam lingkungan bandara. Tindakan semacam ini biasanya
terjadi di berbagai daerah dimana jumlah pesawat relatif ramai, baik bagi pesawat yang turun dan maupun yang naik sehingga orang mengambil kesempatan yang
ada untuk berbuat kecurangan. Munculnya berbagai pedagang kaki lima di sekitar bandara adalah
pemandangan yang kurang menarik terutama untuk para turis asing, kecuali turis ”sendal-jepit” seperti yang terkenal di Bali dan Jakarta yaitu turis yang memang
sengaja mencari tempat yang murah, baik untuk penginapan maupun untuk makannya. Di sekitar bandara Cengkareng terdapat banyak sekali pedagang kaki
lima yang menjual nasi bungkus di tempat parkir sebagai pelayanan bagi para supir yang menunggu di bandara.
Keberadaan mereka ini tidak selalu berada di sekitar bandara. Pedagang kaki lima menjadi daya tarik juga bagi mereka yang biasanya bergaji rendah dan
umumnya tidak mencukupi untuk duduk di restoran. Oleh karena itu, pelayanan oleh pedagang kaki lima berkembang bagi mereka yang melayani para pengemudi
dan mereka yang menjadi pegawai rendah, seperti orang yang mengangkut barang karena memang hasil mereka umumnya tidak mencukupi. Nilai ini saling
berpengaruh negatif antara faktor LLP dan mereka yang bekerja di bandara akan berdampak buruk apabila banyak dari mereka yang berjiwa dagang berada di
dalam lingkungan bandara. Dampak negatif lainnya adalah nilai keberanian membela kebenaran.
Walaupun kelihatannya membela kebenaran adalah nilai yang sangat positif, akan tetapi apabila nilai ini diterapkan pada organisasi yang bersifat pelayanan maka
dampaknya akan menjadi negatif. Yang nampak dari nilai ini adalah sifat konfrontatif yang tidak begitu berguna dalam organisasi yang bersifat pelayanan.
Sifat ramah-tamah dibutuhkan dalam organisasi yang bersifat pelayanan lingkungan. Sifat ini merupakan nilai yang lebih utama. Jadi mereka yang suka
melakukan nilai yang membela pada kebenaran melahirkan biasanya manusia orang bersifat argumentasi dan biasanya terkait pula dengan nilai konfrontasi.
Nilai ini melahirkan perdebatan sikap dengan siapa saja. Padahal dalam organisasi yang bersifat pelayanan, sifat argumentatif
sebaiknya dihindari atau setidaknya kalau terpaksa dikurangi jumlah kegiatannya. Perbuatan semacam ini tidak begitu cocok untuk organisasi yang bersifat
pelayanan terhadap lingkungan, baik itu di lingkungan dalam maupun di lingkungan luar bandara.
Disamping itu dampak timbal-balik yang negatif terdapat pula dampak yang tidak berbalik arah yaitu nilai yang berdampak pada kepedulian lingkungan
di luar perusahaan LLP saja. Proses ini dihasilkan dari Nilai Penentu Utama yang didapat untuk kemudian dijadikan nilai dependen kembali untuk mengetahui
Nilai Sub-Pendukung yang menjadi nilai penentu yang baru dan dalam hal ini disebut juga sebagai Nilai Sub-Penentunya NSP.
Nilai independen yang kemudian dijadikan kembali menjadi nilai dependen yang sudah terkumpul ini adalah untuk mengetahui nilai apa saja yang
sebenarnya mendukung lingkungan luar perusahaan LLP. Nilai Penentu dan Nilai Sub-Penentu inilah yang seharusnya menjadi perhatian utama dari mereka
yang menjalankan roda organisasi PT. Angkasa Pura I.
5.3. Kebutuhan Stakeholders terhadap Kepedulian Lingkungan Bandara
Kebutuhan stakeholders terhadap kepedulian lingkungan bandara dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui Focus Group Discussion FGD
yang difokuskan pada lingkungan di dalam bandara. Hasil FGD tersebut disajikan pada Tabel 16 dibawah ini.
Tabel 16. Kebutuhan stakeholders terhadap kepedulian lingkungan bandara
Stakeholders Lingkungan di dalam bandara yang diharapkan
Pimpinan • Petugas yang bekerja secara efisien
• Penegakan hukum bagi petugas dan pengguna jasa • Aturan yang jelas dan tegas bagi karyawan dan
pengguna jasa Karyawan
• Keakraban antara karyawan dan pemimpin • Tempat makan khusus karyawan dengan harga
murah • Fasilitas ibadah yang nyaman
Pemakai jasa • Kenyamanan
• Kebersihan • Pelayanan yang ramah
• Informasi yang tepat dan mudah diakses • Ruang tunggu yang luas dan nyaman
• Papan informasi jadwal penerbangan yang besar dan tersebar
• Fasilitas internet gratis • Fasilitas ibadah
Pemerintah • Penegakan hukum
• Aturan yang jelas dan tegas bagi karyawan dan pengguna jasa
Masyarakat • Informasi yang akurat dan cepat
• Tempat duduk yang nyaman bagi penjemput
Berbagai kebutuhan stakeholders tersebut merupakan faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan kepedulian lingkungan bandara di masa
mendatang. Faktor ini menjadi masukan untuk penyusunan strategi peningkatan kepedulian lingkungan bandara. Untuk memenuhi kebutuhan stakeholders
tersebut, maka dirumuskan faktor-faktor yang perlu diperhatikan di masa mendatang untuk menciptakan kepedulian lingkungan bandara yaitu:
1. Peningkatan kepedulian pelayanan. Pelayanan yang diharapkan dari pengguna
jasa yakni pelayanan yang efisien, jelas, tepat, dan memudahkan pengguna jasa bandara. Selain itu perlunya memberikan informasi yang akurat, cepat
serta tepat dan mudah diakses. 2.
Peningkatan profesionalisme petugas. Faktor yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah petugas yang bekerja secara efisien, petugas yang tersebar di
beberapa titik penting, dan tercipta keakraban antara petugas dengan pengguna jasa bandara, serta suasana pelayan yang ramah dari petugas.
3. Sosialisasi aturan yang jelas dan tegas bagi karyawan dan pengguna jasa. Hal
ini penting agar semua stakeholders memahami aturan-aturan yang diterapkan pada bandara. Selain itu, perlunya penegakan hukum bagi petugas dan
pengguna jasa. 4.
Peningkatan fasilitas berupa keterkaitan antarmoda transportasi, akses menuju bandara, tempat tinggal yang dekat dengan bandara, tempat makan khusus
karyawan dengan harga murah, fasilitas ibadah yang nyaman, fasilitas internet gratis, fasilitas ibadah, parkir yang nyaman, dan tempat duduk yang nyaman
bagi penjemput. Fasilitas ini perlu ditingkatkan kebersihan dan kerapihannya.
5.4. Strategi Implementasi Peningkatan Kepedulian Lingkungan Bandara
Berdasarkan hasil analisis prospektif, diperoleh 14 faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja lingkungan bandara. Dalam upaya
peningkatan kinerja lingkungan bandara, semua faktor ini harus diperhatikan agar tercapai efisiensi dan efektivitas kegiatan di bandara. Secara operasional, faktor-
faktor ini memiliki keterkaitan dalam bentuk pengaruh dan ketergantungan antar faktor. Hal ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan kegiatan peningkatan kinerja
lingkungan bandara secara berkelanjutan. Namun demikian, dalam proses implementasinya diperlukan pemilihan faktor yang paling berpengaruh dan
memiliki keterkaitan yang tinggi dengan faktor lainnya sehingga kegiatan di bandara dapat mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan oleh manajemen