Influences of work values on environment at the airport a case study in five airports in Indonesia

(1)

PENGARUH NILAI KERJA

TERHADAP KEPEDULIAN LINGKUNGAN DI BANDARA:

Studi Kasus di Lima Bandara di Indonesia

ACHMAD RAMZY TADJOEDIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengaruh Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan di Bandara: Studi Kasus di Lima Bandara di Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

.

Bogor, Februari 2012

Achmad Ramzy Tadjoedin NIM 995082


(3)

ACHMAD RAMZY TADJOEDIN. Influences of Work Values on Environment at the Airport: A Case Study in Five Airports in Indonesia. Under the supervision of SJAFRI MANGKUPRAWIRA, SUMARDJO, and ASEP SAEFUDDIN.

This study was conducted at five airports managed by PT Angkasa Pura I, as follows: Juanda Airport, Surabaya; Hasanuddin Airport, Makassar; Pattimura airport, Ambon; Ngurah Rai Airport, Denpasar; and Sepinggan Airport, Balikpapan. This study aims to identify the value that affect the working conditions of the airport environment, analyzing the influence of each work's value to the quality of the airport environment, identify the needs of stakeholders in improving the performance of airports in the future and formulate implementation strategy needs to be done to improve the environmental performance of the airports. The results of the analysis of stakeholder needs against environmental quality inside and outside the company show that the requirement is: (1) improving the performance of efficient service, clear, precise, and easy airport service users; (2) increase the professionalism of officers who work efficiently, workers spread across several important points, and create familiarity between officers with airport service users, as well as the atmosphere of a friendly waitress from officers; (3) dissemination of clear and strict rules for employees and users services and for law enforcement officers and service users; and (4) improvement of facilities. The results of a prospective analysis found five key factors, namely leadership, cleanliness, care customs, modesty, and tidiness. Based on these five key factors, then the implementation strategy that can be done by PT Angkasa Pura I to improve the quality of the firm is: (1) working with the leadership; (2) always pay attention to neatness, both in appearance and in work; (3) always pay attention to cleanliness; (4) be simple, reasonable, not excessive in employment; and (5) caring for customs or the culture around an enterprise environment.


(4)

ACHMAD RAMZY TADJOEDIN. Pengaruh Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan di Bandara: Studi Kasus di Lima Bandara di Indonesia. Dibimbing oleh SJAFRI MANGKUPRAWIRA, SUMARDJO, dan ASEP SAEFUDDIN.

Bandara adalah suatu daerah yang unik dan pertumbuhannya sangat pesat sejalan dengan semakin terbukanya perdagangan bebas. Bandara merupakan tempat masuk dan keluarnya berbagai barang dan jasa; tempat bertemunya bermacam ras, suku, bangsa, serta laki-laki dan perempuan sehingga terjadi interaksi budaya yang membantu mendorong masyarakat untuk menjadi semakin terbuka dalam menerima segala macam bentuk kontak budaya dengan dunia luar. Bandara juga menjadi daerah awal pertemuan budaya (cultural meeting point), dan terasa semakin berkembang dengan meningkatnya kegiatan pariwisata. Oleh karena itu maka setiap daerah berupaya untuk berbenah dan mempercantik diri menjadi daerah yang menawan, nyaman, indah, bersih dan aman, sehingga dapat menarik perhatian para wisatawan. Walau bandara mempunyai kemampuan yang sangat terbatas, apalagi dalam masa pertumbuhannya, maka untuk mencapai hal tersebut memerlukan nilai kerja yang mampu memberi pelayanan yang baik dalam menyongsong lalu-lalangnya pesawat terbang, wisatawan dan bermacam jenis barang sebagai akibat dari perkembangan perdagangan yang semakin ramai dan pesat pula. Adapun yang dimaksud nilai kerja di sini adalah bagian dari budaya kerja yang sedang berjalan di dalam organisasi tersebut.

Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang dan permasalahan, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut: (1) bagaimana tingkat kepedulian responden terhadap lingkungan bandara, (2) faktor-faktor nilai kerja apa yang mempengaruhi kepedulian lingkungan bandara, (3) bagaimana kebutuhan stakeholders dalam upaya meningkatkan kepedulian dan kinerja lingkungan bandara, dan (4) strategi apa yang perlu diterapkan untuk meningkatkan kepedulian lingkungan bandara yang menjadi kebutuhan stakeholders. Untuk menjawab berbagai permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis tingkat kepedulian responden terhadap lingkungan bandara, (2) menganalisis faktor-faktor nilai kerja yang mempengaruhi kepedulian lingkungan bandara, (3) menganalisis kebutuhan stakeholders dalam upaya meningkatkan kepedulian dan kinerja lingkungan bandara, dan (4) merumuskan strategi yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kepedulian dan kinerja lingkungan bandara.

Penelitian dilakukan di lima bandara yaitu di Bandara Juanda Surabaya; Bandara Hasanuddin Makassar; Bandara Pattimura Ambon; Bandara Ngurah Rai Denpasar; dan Bandara Sepinggan Balikpapan. Penelitian dilaksanakan dari Juli sampai dengan Desember 2008. Penelitian ini diawali dengan metode survei dengan alat kuesioner dan angket pada 550 responden karyawan Angkasa Pura I di lima bandara tersebut di atas. Data ini selanjutnya dianalisis dengan analisis deskriptif, sehingga didapatkan tingkat kepedulian responden terhadap lingkungan bandara. Selanjutnya dilakukan studi literatur dan wawancara pra penelitian dengan pihak manajemen PT Angkasa Pura I dan pihak pengelola bandara, dimana diperoleh 16 indikator nilai kerja (kepedulian lingkungan di luar perusahaan, ksatria/sportif, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kebersihan, solidaritas/rasa persatuan, penilaian diri secara teliti, keikhlasan, rajin, loyalitas/kesetiaan, kekuasaan, keakraban, puas bekerja, berorientasi pelayanan,


(5)

lingkungan di dalam perusahaan dan 21 indikator nilai kerja (kepedulian lingkungan di dalam perusahaan, bekerja dengan kepemimpinan, kerapihan, mencapai visi perusahaan, rasa kebersamaan, sanksi/hukuman, kebersihan, menghasilkan laba, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kerja keras, mempergunakan MS Access, menyediakan keperluan orang lain, bekerja dengan mutu kerja yang tinggi, jiwa dagang, kepuasan terhadap gaji, keberanian membela kebenaran, berorientasi pelayanan, kenyamanan, kebersahajaan, inisiatif/manfaatkan kesempatan, dan penyesuaian diri) yang diduga berpengaruh terhadap lingkungan di luar perusahaan. Selanjutnya dilakukan analisis regresi linier berganda untuk menguji pengaruh faktor-faktor nilai kerja yang terhadap kepedulian lingkungan bandara. Berdasarkan metode Focus Group Discussion (FGD) didapatkan hasil analisis kebutuhan stakeholders untuk dibandingkan dengan hasil analisis regresi linier berganda sebelum dilakukan analisis prospektif. Setelah melakukan analisis prospektif, dihasilkan strategi peningkatan kinerja lingkungan bandara.

Hasil analisis persepsi menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat kepedulian yang sangat tinggi terhadap lingkungan dalam bandara dan lingkungan luar bandara. Hal ini sangat menggembirakan karena hasil tersebut sangat diharapkan oleh semua pihak, khususnya pihak pengelola bandara dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas dan kinerja lingkungan bandara.

Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, ditemukan bahwa kepedulian lingkungan dalam bandara secara signifikan dipengaruhi oleh 16 indikator nilai kerja, yaitu kepedulian lingkungan di luar perusahaan, ksatria/sportif, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kebersihan, solidaritas/rasa persatuan, penilaian diri secara teliti, keikhlasan, rajin, loyalitas/kesetiaan, kekuasaan, keakraban, puas bekerja, berorientasi pelayanan, mengambil risiko, ketekunan, dan kebersahajaan. Dengan melihat tanda positif pada koefisien regresi yang ada, maka dapat dikatakan bahwa 13 faktor nilai kerja, yaitu ksatria/sportif, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kebersihan, solidaritas/rasa persatuan, penilaian diri secara teliti, keikhlasan, rajin, loyalitas/kesetiaan, keakraban, puas bekerja, berorientasi pelayanan, dan ketekunan, merupakan faktor pendorong bagi terciptanya kepedulian lingkungan di dalam bandara, sedangkan tanda negatif pada koefisien regresi tiga faktor nilai kerja, yaitu, kekuasaan,  mengambil risiko, dan kebersahajaan, mengindikasikan bahwa kekuasaan, mengambil risiko, dan kebersahajaan merupakan faktor penghambat bagi terciptanya kepedulian lingkungan di dalam bandara.

Hasil analisis regresi berganda juga menunjukkan bahwa kepedulian lingkungan luar bandara secara signifikan dipengaruhi oleh 21 indikator nilai kerja, yaitu kepedulian lingkungan di dalam perusahaan, bekerja dengan kepemimpinan, kerapihan, mencapai visi perusahaan, rasa kebersamaan, sanksi/hukuman, kebersihan, menghasilkan laba, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kerja keras, mempergunakan MS Access, menyediakan keperluan orang lain, bekerja dengan mutu kerja yang tinggi, jiwa dagang, kepuasan terhadap gaji, keberanian membela kebenaran, berorientasi pelayanan, kenyamanan, kebersahajaan, inisiatif/manfaatkan kesempatan, dan penyesuaian diri. Dengan melihat tanda positif pada koefisien regresi yang ada, maka dapat dikatakan bahwa 16 faktor nilai kerja, yaitu kepedulian lingkungan di dalam perusahaan, bekerja dengan kepemimpinan, kerapihan, mencapai visi perusahaan, rasa kebersamaan, sanksi/hukuman, kebersihan, menghasilkan laba, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kerja keras, menyediakan keperluan orang lain, kepuasan


(6)

inisiatif/manfaatkan kesempatan, merupakan faktor pendukung bagi terciptanya kepedulian lingkungan di luar bandara.  

Berdasarkan hasil analisis prospektif, terdapat 14 faktor nilai kerja yang berpengaruh signifikan terhadap kepedulian lingkungan bandara dan dikelompokkan ke dalam 4 kategori, yaitu :

ƒ Kategori 1 (ketergantungan tinggi, pengaruh tinggi) : kerapihan dan kebersihan,

ƒ Kategori 2 (ketergantungan rendah, pengaruh tinggi) : kepemimpinan, kepedulian adat istiadat, dan kebersahajaan.

ƒ Kategori 3 (ketergantungan rendah, pengaruh rendah) : orientasi pelayanan, adat istiadat, jiwa dagang, dan membela kebenaran,

ƒ Kategori 4 (ketergantungan tinggi, pengaruh rendah) : kepuasan gaji, mutu kerja, kerja keras, sarana ibadah, dan kenyamanan .

Dengan demikian, strategi peningkatan kepedulian terhadap lingkungan bandara adalah sebagai berikut : (a) bekerja dengan kepemimpinan. Suatu perusahaan akan berjalan dengan baik apabila dipimpin oleh orang-orang yang memiliki jiwa kepemimpinan. Kepemimpinan harus bisa dilaksanakan dengan baik di lingkungan dalam perusahaan maupun di lingkungan luar perusahaan. Kepemimpinan harus dimiliki bukan hanya oleh pemimpin, tapi juga para karyawan; (b) PT Angkasa Pura I harus selalu memperhatikan kerapihan, baik dari penampilan maupun dalam bekerja. Dengan begitu pelayanan yang diberikan akan semakin baik. Semakin baik kerapihan dalam bekerja, semakin tinggi pula kepedulian dan kualitas lingkungan perusahaan secara keseluruhan; (c) Selain kerapihan, kebersihan juga harus selalu diperhatikan. Kebersihan akan membuat pekerja maupun pelanggan nyaman berada di dalam perusahaan PT Angkasa Pura I. Agar terciptanya kebersihan di dalam lingkungan perusahaan diperlukan fasilitas yang mendukung, seperti tersedianya air bersih, toilet bersih, tempat sampah yang memadai, dan lain-lain. Selain itu kebersihan juga harus dijaga di luar perusahaan dengan cara tidak mengotori atau mencemari lingkungan di sekitar seperti polusi air dan udara. Untuk itu, diperlukan perencanaan dampak pengendalian lingkungan hidup yang baik oleh PT Angkasa Pura I agar dampak lingkungan yang diakibatkan perusahaan tidak merugikan pihak lain; (d) Bersikap sederhana, sewajarnya, tidak berlebih-lebihan dalam pekerjaan. Sebagai perusahaan pelayanan publik, nilai kebersahajaan ini harus dimiliki bagi mereka yang bekerja di dalam perusahaan agar tumbuh citra rendah hati, tidak overacting atau angkuh yang dapat menimbulkan rasa antipati dari masyarakat di luar lingkungan perusahaan; (e) Peduli terhadap adat istiadat atau budaya di sekitar lingkungan perusahaan atau peduli terhadap kebudayaan masyarakat di sekitar bandara. Salah satu bentuk kepedulian tersebut adalah dengan cara menghormati dan ikut berpartisipasi dalam acara-acara besar yang diperingati oleh masyarakat.


(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2012

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya teks ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(8)

PENGARUH NILAI KERJA

TERHADAP KEPEDULIAN LINGKUNGAN DI BANDARA:

Studi Kasus di Lima Bandara di Indonesia

ACHMAD RAMZY TADJOEDIN

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(9)

Ujian Tertutup

Penguji luar komisi : Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, MS Dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB

Dr. Ir. Etty Riani

Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB

Pelaksanaan : 28 Januari 2012

Ujian Terbuka

Penguji luar komisi : Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB

Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala Hubeis


(10)

(11)

KATA PENGANTAR

Sungguh suatu kegembiraan sebagai rasa syukur kehadirat Allah SWT atas

rahmat yang diberikan sepanjang hayat dan dengan rahmat-Nya yang tiada akhir itu

penulis akhirnya dapat menyelesaikan penyusunan disertasi yang berjudul

“Pengaruh Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan di Bandara: Studi

Kasus di Lima Bandara di Indonesia”

, untuk meraih gelar Doktor pada Program

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Komisi

Pembimbing yang terdiri dari Prof. Dr. Ir. Sjafri Mangkuprawira (ketua), Prof. Dr. Ir.

Sumardjo, MS (anggota), dan Dr. Ir. Asep Saefuddin (anggota) yang bersedia

meluruskan, memberi petunjuk dan bimbingan yang sangat intensif dengan membaca

secara teliti disertasi ini. Tanpa bimbingan mereka ini tidak mungkin dicapai

kemajuan seperti yang dialami sekarang ini.

Kepada para promoter terdahulu, Prof. Dr. Ir Hadi S. Alikodra, Prof. Dr. Sri

Saeni dan Prof. Dr. Kooswardhono Mudigdjo sebagai Tim Promotor pertama serta

Tim Promotor kedua yaitu Prof. Dr. Ir. Syamsul Máarif, Prof. Dr. Ir. Suryono H.

Sutjahyo serta Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS, penulis juga mengucapkan banyak terima

kasih atas bimbingan mereka walaupun tidak sampai selesai, karena atas bimbingan

mereka penelitian ini dapat terus berlanjut. Tidak lupa ucapan terima kasih diberikan

kepada Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, MS dan Dr. Ir. Etty Riani selaku penguji

luar komisi pada ujian tertutup, serta Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS dan Prof. Dr.

Ir. Aida Vitalaya Hubeis selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka.

Penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Bob

Waworuntu yang sejak lama sekolah bersama di SMA PSKD I sampai dengan

mengajar di perguruan tinggi di Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Indonesia, Jakarta.

Beliau sebagai pimpinan penelitian Budaya Organisasi dari PT. Angkasa Pura I telah

membantu dengan berbagai aspek data yang berkaitan dengan Lingkungan


(12)

Organisasi. Data yang dikumpulkan merupakan data

sekunder dari penelitian utama.

Bantuan kemudahan ini memungkinkan penulis merekonstruksi pemikiran mengenai

Aspek Lingkungan di PT Angkasa Pura I tersebut secara koheren.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada

pimpinan PT. Angkasa Pura I yang mengizinkan menggunakan data yang diperlukan

lainnya seperti data kebisingan, berbagai maskapai penerbangan yang tercatat

memakai bandara yang berada dibawah kawasan kerjanya. Data dari berbagai macam

ini tidak dilampirkan karena akan menjadi terlalu tebal untuk disertasi yang wajar.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada istri,

anak-anak dan keluarga tercinta yang turut mendukung penulis dalam menyelesaikan

disertasi ini.

Harapan penulis bahwa disertasi ini semoga bermanfaat bagi pengembangan

ilmu pengetahuan dan perbaikan kebijakan.

Wabillahit taufik walhidayah.

Bogor, Februari 2012


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pandeglang pada tanggal 3 Mei 1942 sebagai anak

pertama dari pasangan Mahmud Tadjudin dan Mariam Khalila. Pendidikan sarjana

ditempuh di Program Studi Ilmu Politik,

California State University

, lulus pada tahun

1972. Untuk Program Master pada tahun 1972, penulis diterima di Program Studi

Ilmu Politik pada

California State University

dan menamatkannya pada tahun 1974.

Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi dan pada

perguruan tinggi IPB diperoleh pada tahun 1999 dengan sponsor beasiswa pendidikan

pascasarjana diperoleh dari BPPS-Dirjen Dikti.

Penulis adalah Pendiri Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam di

Pascasarjana Universitas Indonesia sejak tahun 1985 dan ditempatkan di Jakarta.

Matakuliah yang diampu adalah Geopolitik Kawasan Timur Tengah, Konflik &

Perdamaian di Timur Tengah, Diplomasi di Timur Tengah, Kepentingan Negara

Besar di Timur Tengah, dan Psikologi Agama.

Penulis pernah menjadi Asisten Kementerian Kependidikan dan Lingkungan

Hidup RI pada tahun 1985 – 2006, sebagai staf ahli Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan pada tahun 1982 – 1985, dan pernah menjadi Ketua Program Studi

Kajian Timur Tengah dan Islam Pascasarjana UI pada tahun 1985 – 2006.


(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vii

I.

PENDAHULUAN

1

1.1.

Latar Belakang

1

1.2.

Rumusan Masalah

2

1.3.

Tujuan Penelitian

6

1.4.

Manfaat Penelitian

7

1.5.

Kebaruan Penelitian

7

II.

TINJAUAN PUSTAKA

9

2.1.

Konsep Bandara dan Lingkungan...

2.2.

Teori Organisasi...

2.3.

Konsep Motivasi sebagai Dasar Perilaku

9

13

16

2.4.

Konsep Nilai Kerja

29

2.5.

Teori Kepedulian Lingkungan

37

2.6.

Kajian Penelitian Terdahulu………...

2.7.

Kerangka Konseptual Penelitian

2.8. Hipotesis Penelitian………....

41

47

50

2.9. Definisi Konseptual Penelitian………...

51

III.

METODOLOGI

55

3.1.

Lokasi dan Waktu Penelitian

55

3.2.

Desain, Sumber Data, dan Sampel Penelitian

55

3.3.

Teknik Analisis Data

56

3.3.1 Analisis Persepsi dengan Teknik Rentang Kriteria

3.3.2 Analisis Regresi Linier Berganda………

56

59

3.3.3 Analisis Kebutuhan

Stakeholders

……….. 61

3.3.4 Analisis Prospektif………

63

IV.

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

66

4.1.

PT. Angkasa Pura I

66

4.1.1 Kondisi PT. Angkasa Pura I

66

4.1.2 Sumber Daya Manusia

69

4.2.

Keadaan Umum Bandara

70

4.2.1 Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Bali

71

4.2.2 Bandar Udara Internasional Juanda, Surabaya

71

4.2.3 Bandar Udara Internasional Hasanuddin, Makasar

72

4.2.4 Bandar Udara Internasional Sepinggan, Balikpapan

73


(15)

4.2.6 Sintesis Gambaran Umum Bandara……….

75

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

78

5.1.

Deskripsi Kepedulian Responden terhadap Kepedulian Lingkungan

Bandara

78

5.2.

Pengaruh Faktor-Faktor Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan

Bandara

5.2.1 Pengaruh Faktor-Faktor Nilai Kerja terhadap Kepedulian

Lingkungan Dalam Bandara………

5.2.2 Pengaruh Faktor-Faktor Nilai Kerja terhadap Kepedulian

Lingkungan Dalam Bandara………

81

82

94

5.3.

Kebutuhan

Stakeholders

terhadap Kepedulian Lingkungan Bandara

105

5.4.

Strategi Implementasi Peningkatan Kepedulian Lingkungan Bandara

106

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN

110

6.1.

Kesimpulan

110

6.2.

Implikasi Kebijakan

111

6.3.

Saran Penelitian Lebih Lanjut

112


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

1.

Ringkasan Penelitian Terdahulu tentang Nilai Kerja dan Kepedulian

Lingkungan

42

2.

Indikator Nilai Kerja dan Definisinya

54

3.

Jumlah Responden yang Diambil dari Masing-Masing Bandara

4.

Skala

Likert

Pendapat Responden………

5.

Penilaian Persepsi Variabel Nilai Kerja………...

6.

Penilaian Persepsi Variabel Kepedulian Lingkungan………..

56

57

58

59

7.

Jumlah pegawai PT. Angkasa Pura I tahun 2000-2004

70

8.

Deskripsi Keadaan Bandara Ngurah Rai tahun 2004

71

9.

Deskripsi keadaan Bandara Juanda tahun 2004

72

10.

Deskripsi keadaan Bandara Hasanuddin tahun 2004

73

11.

Deskripsi keadaan Bandara Sepinggan tahun 2004

74

12.

Deskripsi keadaan Bandara Pattimura tahun 2004

75

13.

Deskripsi Tingkat Kepedulian Responden terhadap Lingkungan Bandara 78

14.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepedulian Lingkungan di dalam

Bandara

83

15.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepedulian Lingkungan di luar

Bandara ...

95

16.

Kebutuhan

stakeholder

terhadap kepedulian lingkungan bandara ...

105


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1.

Alur Permasalahan Penelitian

2.

Jenis Kebutuhan Menurut Maslow, Herzberg, dan McClelland...

3.

Motivasi kolektif dalam organisasi

4.

Hubungan Kemampuan, Motivasi, dan Kesempatan...

5.

Pengaruh nilai kerja terhadap lingkungan

6.

Sistem sosial dan lingkungan

6

26

28

29

34

35

7.

Gerak sistem sosial dan sistem organisasi

36

8.

Kerangka Konseptual Penelitian

50

9.

Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem

64

10.

Tahapan penelitian

65

11.

Nilai kerja yang terkait secara positif maupun negatif terhadap kepedulian

lingkungan di dalam perusahaan berdasarkan persepsi pakar dalam proses

FGD

84

12.

Nilai kerja yang terkait secara positif maupun negatif terhadap kepedulian

lingkungan di luar perusahaan berdasarkan persepsi pakar dalam proses

FGD

98

13.

Hasil analisis prospektif penentuan faktor kunci peningkatan kepedulian

lingkungan bandara

107


(18)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bandara merupakan daerah yang unik pada saat ini. Pertumbuhannya yang sangat pesat sejalan dengan semakin terbukanya perdagangan bebas. Sebagai daerah perdagangan bebas, bandara mempunyai manfaat seperti masuk dan keluarnya berbagai barang dan jasa; tempat bertemunya bermacam ras, suku, bangsa serta laki-laki dan perempuan, sehingga terjadi interaksi budaya yang membantu mendorong masyarakat untuk menjadi semakin terbuka dalam menerima segala macam bentuk kontak budaya dengan dunia luar. Besar kemungkinan budaya yang masuk berbeda dengan budaya yang dianut masyarakat setempat. Hal ini menjadikan bandara menjadi suatu daerah awal pertemuan budaya (cultural meeting point) yang semakin lama semakin padat dan rumit akan pengunjung yang lalu-lalang dengan berbagai maksud dan tujuan kedatangan maupun kepergiannya.

Pada daerah di luar kota besar, tumbuh pula bandara menengah dan kecil karena adanya kepentingan yang sangat khusus bagi daerah masing-masing. Di beberapa daerah di Indonesia, bandara pada awalnya didirikan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan angkutan bagi para pimpinan dan staf yang bekerja di daerah. Begitu juga untuk mereka yang mengurus perkebunan dan yang melakukan perdagangan, adanya bandara dan pesawat udara sangat membantu dalam melaksanakan kegiatannya.

Beberapa kota, seperti di Manado, Balikpapan, Makasar, dan Denpasar, Bali, bandara diperluas sejalan dengan semakin ramainya kunjungan para wisatawan yang lalu-lalang untuk melakukan berbagai macam kebutuhan. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah daerah setempat tidak ingin ketinggalan dalam membuka lapangan terbang baru di daerah yang terbuka luas dan yang tidak mengganggu penduduk di sekitarnya.

Sejalan dengan pertumbuhan bandara, maka perusahaan penerbangan semakin bertambah banyak pula jumlahnya. Namun demikian, perusahaan penerbangan bukan saja tumbuh di ibukota negara atau kota-kota besar saja, bahkan di banyak provinsi juga tumbuh perusahaan penerbangan yang melanglang


(19)

buana ke daerah-daerah lainnya, baik di dalam maupun yang menuju ke luar negeri. Selain hal tersebut, dengan berkembangnya sektor pariwisata, maka setiap daerah perlu berbenah diri untuk menarik perhatian para wisatawan dengan cara mempercantik dan membuat daerah kunjungan wisata masing-masing menjadi daerah yang menawan, nyaman, indah, bersih dan aman untuk dikunjungi.

Semua pertumbuhan ini tentunya memerlukan suatu nilai kerja yang mampu memberi pelayanan yang baik dalam menyongsong lalu-lalangnya pesawat terbang, wisatawan dan bermacam jenis barang sebagai akibat dari perkembangan perdagangan yang semakin ramai dan pesat pula. Kendati demikian, bandara itu sendiri sangat terbatas kemampuannya apalagi dalam masa pertumbuhannya. Informasi nilai kerja di bandara sangat dibutuhkan namun informasi tersebut masih sangat minim. Berdasarkan hal tersebut diperlukan suatu kajian yang komprehensif dalam rangka meningkatkan kinerja lingkungan bandara sehingga diharapkan dapat memenuhi harapan para stakeholders. Untuk keperluan tersebut diperlukan pendekatan partisipatif untuk memperoleh hasil kajian yang operasional dan implementatif.

1.2 Rumusan Masalah

Akibat dari keberadaannya, bandara memiliki masalah tersendiri. Beberapa masalah yang dihadapi oleh bandara antara lain adalah kebisingan yang berasal dari mesin pesawat; polusi udara yang berasal dari pesawat terbang dan kendaraan roda dua maupun roda empat; serta kemacetan lalu lintas yang diakibatkan oleh banyaknya kendaraan yang masuk ataupun keluar bandara.

Masalah lain yang mungkin timbul di bandara atau lingkungan sekitarnya adalah seringnya terjadi kecelakaan pesawat, seperti kecelakaan yang sering terjadi di berbagai bandara nasional, diantaranya Bandara Adisucipto, Yogyakarta; dan Bandara Hasanudin di Makasar. Banyaknya masalah yang dihadapi oleh bandara saat ini membutuhkan perhatian khusus terhadap daerah ini. Selain masalah-masalah di atas, kebersihan dan kenyamanan lingkungan di sekitar bandara juga dirasakan perlu mendapat perhatian khusus.

Masalah lain yang juga perlu mendapat perhatian seperti halnya yang terjadi di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten (bukan lingkup kerja


(20)

Angkasa Pura I) adalah terjadinya perambahan jumlah rumah penduduk dan industri yang berkembang mendekati bandara.

Masalah lainnya yang terjadi di kawasan bandara adalah kebisingan sehingga diperlukan berbagai bentuk kepedulian dalam menjaga agar tidak terjadi kebisingan di sekitar wilayah bandara atau menjaga agar kebisingan tidak melampaui ambang batas yang ditetapkan. Pesawat yang bising biasanya kurang diminati pula oleh maskapai penerbangan yang menjadi para pembelinya. Selain itu, pesawat terbang masa depan yang banyak dirancang saat ini adalah pesawat yang hemat bahan bakar (fuel-efficient plane) dan jauh dari kebisingan (low-noise polution plane).

Saat ini, Indonesia mencanangkan diri sebagai negara tujuan wisata. Dengan ramainya kunjungan wisata ke berbagai daerah di Indonesia, maka konsekuensinya bandara dibangun di berbagai daerah. Khusus untuk daerah yang sudah memiliki bandara, pimpinan bandara umumnya juga merasa perlu melakukan pengembangan dan peningkatan bandara mengingat dengan bertambahnya jumlah penumpang, barang dan jasa serta jumlah penerbangan yang semakin banyak, maka bandara membutuhkan para pekerja yang mempunyai nilai kerja yang handal. Bandara membutuhkan kemampuan untuk memberikan pelayanan yang terbaik dan terus meningkat menghadapi masa depan dari bandara itu sendiri.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka muncul pertanyaan penelitian ini: bagaimanakah nilai kesiapan dalam menghadapi berbagai tuntutan perkembangan dalam melayani publik? Pada umumnya pertanyaan tersebut akan dijawab bahwa mereka siap untuk melayani. Namun, nilai kerja yang manakah yang merupakan nilai dari para staf dan karyawannya yang sesungguhnya melayani masyarakat di dalam bandara itu yang menghasilkan pelayanan yang optimal atau prima pada lingkungan internal bandara dan lingkungan luar (eksternal) bandara? Jawabannya masih terlalu mengawang-ngawang dan belum implementatif.

Oleh karena itu, di bandara diperlukan kajian tersendiri untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas. Selain itu, pertanyaan dapat merujuk pada suatu keinginan untuk mengetahui bagaimana nilai kerja di lingkungan dalam organisasi PT Angkasa Pura I (internal organizational environment) atau lingkungan kerja


(21)

itu sendiri yang berkaitan dengan lingkungan dalam dan luar (external organizational environment).

Pertanyaan ini juga timbul dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan terhadap lingkungan sosial, lingkungan buatan dan lingkungan alaminya. Kualitas pelayanan ini selanjutnya akan menjadi alat bantu untuk melakukan perubahan kebijakan dari keadaan yang ada pada saat ini, sehingga hasilnya dapat membantu merubah kebijakan menjadi lebih baik lagi.

Kurangnya kemampuan pelayanan di bandara juga dapat disebabkan oleh peralatan, maupun fasilitas atau infrastruktur yang kurang mendukung. Namun, peralatan dan fasilitas tersebut pun bergantung pada bagaimana nilai kerja yang dianut oleh para karyawan yang bekerja sebagai pimpinan, staf dan karyawan di lingkup kerja Angkasa Pura I ini. Pelayanan yang menyeluruh memerlukan perhatian dari berbagai kaitan antara unsur utama sistem organisasi dari Angkasa Pura I dengan bagian-bagiannya. Sentral dari unsur sistem organisasi adalah unsur manusia dengan segala nilai kerja yang ada dan yang saling bertautan satu dengan lainnya dalam menunjang pengaruhnya pada lingkungan luar organisasi dan sebaliknya.

Berdasarkan hal tersebut, bentuk pelayanan yang baik seharusnya dirasakan oleh mereka yang berada di lingkungan luarnya, yaitu lingkungan sosial organisasinya seperti juga di lingkungan buatan dan lingkungan alaminya. Perhatian dalam penelitian ini terfokus pada masalah pelayanan yang diberikan, yang terasa masih jauh dari memuaskan bagi masyarakat pemakai bandara yang dilayaninya, apalagi ingin mengejar ketertinggalan yang dialami terutama dibandingkan dengan bandara di dunia internasional lainnya.

Cermin dari bentuk pelayanan yang dirasakan bermasalah adalah kurangnya fasilitas yang menunjang, seperti kenyamanan, keamanan, kebersihan, keindahan, kerapihan serta penghijauan adalah beberapa contoh akibat dari masalah nilai kerja yang ada. Contoh lain adalah: kurang tersedianya toilet di sekitar tempat parkir kendaraan, sehingga banyak dari mereka yang berhajat kecil dilakukan di sekitar kendaraan dimana para pengemudi menunggu.

Kebersihan umumnya terkait erat dengan kebiasaan orang dari mana mereka berasal. Di antara mereka yang berkunjung ke Indonesia ada yang datang


(22)

dari daerah yang sangat terbiasa dengan kebersihan seperti dari Jepang, Australia, Eropa dan Amerika Utara. Pendidikan kebersihan bagi masyarakat asal pengunjung ini sudah cukup memasyarakat, sedangkan bagi penduduk setempat sendiri belum terlihat hasilnya secara nyata, bahkan sosialisasinya juga tidak begitu terasa.

Hal yang dinilai kurang menyenangkan di berbagai bandara adalah apabila ada beberapa pesawat yang sedang ditunggu maupun yang berangkat bersamaan, persediaan tempat duduk di ruang tunggu keberangkatan, baik di luar bandara maupun di dalam bandara tidak mencukupi. Padahal penumpang banyak yang menunggu giliran untuk berangkat. Minimumnya fasilitas kursi dalam ruang tunggu penumpang maupun di luar ruang tunggu masih terlihat dari banyaknya penumpang yang duduk di lantai.

Informasi sebagai bahan petunjuk bagi wisatawan juga masih kurang tersedia di bandara. Berbagai bahan informasi wisata di luar bandara, seperti berbagai tempat makan (restoran), tempat rekreasi atau tempat wisata yang baik, belum banyak tersedia apabila tidak hendak dikatakan tidak ada. Di beberapa bandara juga masuk pedagang kaki lima ke daerah sekitar bandara. Saat ini masalah tersebut dapat teratasi untuk sebagian bandara, namun masih terlihat di sebagian bandara. Di Bandara Cengkareng, penyediaan makan para sopir dan lainnya masih tetap membutuhkan keberadaan pedagang makanan.

Kondisi tersebut di atas terkait erat dengan pelayanan di bandara dan dari bandara terhadap kenyamanan, keamanan, kebersihan, keindahan, dan sebagainya. Begitu juga dengan kepemimpinan sebagai nilai yang sentral dalam semua hal yang dibicarakan sebagai masalah yang dihadapi. Pimpinan yang hanya duduk di dalam kantor biasanya tidak mengetahui apa yang terjadi di luar ruangan kantornya sendiri.

Sebagian besar masalah yang dihadapi oleh bandara yang ada ini dipengaruhi oleh pelayanan sebagai cermin dari nilai kerja dari mereka yang bekerja di dalam perusahaan yang melayani masyarakat luas. Nilai kerja yang baik diperkirakan dapat membawa kenyamanan bagi masyarakat luas sebagai bentuk dari pelayanannya. Nilai kerja yang baik itu bisa juga diartikan sebagai nilai kepedulian dari mereka yang berada di lingkungan dalam kantor kepada


(23)

mereka yang berada di luar kantor. Kepedulian inilah yang diperkirakan kurang

dari memuaskan. Alur berfikir singkat dari masalah yang dihadapi oleh PT. Angkasa Pura I tersebut disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Alur Permasalahan Penelitian

Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang dan permasalahan, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat kepedulian responden terhadap lingkungan bandara?

2. Faktor-faktor nilai kerja apa yang mempengaruhi kepedulian lingkungan bandara?

3. Bagaimana kebutuhan stakeholders dalam upaya meningkatkan kepedulian dan kinerja lingkungan bandara?

4. Strategi apa yang perlu diterapkan untuk meningkatkan kepedulian lingkungan bandara yang menjadi kebutuhan stakeholders?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis tingkat kepedulian responden terhadap lingkungan bandara. 2. Menganalisis faktor-faktor nilai kerja yang mempengaruhi kepedulian

lingkungan bandara.

3. Menganalisis kebutuhan stakeholders dalam upaya meningkatkan kepedulian dan kinerja lingkungan bandara.


(24)

4. Merumuskan strategi yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kepedulian dan kinerja lingkungan bandara.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan pengembangan ilmu pengetahuan dan inovasi yang terkait dengan penerapan konsep nilai kerja yang terkait erat dengan tingkat kepedulian lingkungan di bandara. Pengembangan ilmu yang terkait melalui penelitian ini adalah ilmu manajemen, manajemen organisasi, manajemen sumber daya manusia, dan teori-teori manajemen lingkungan. Sedangkan inovasi yang terkait melalui penelitian ini adalah soft innovation, yaitu inovasi rekayasa pengembangan organisasi dan manajemen lingkungan. Penelitian ini juga bermanfaat bagi perusahaan pengelola bandara untuk memperbaiki nilai kerja di lingkungan bandara dalam rangka meningkatkan kepedulian lingkungan bandara.

1.5 Kebaruan Penelitian

Penelitian ini mempunyai aspek yang baru (novelty) karena pendekatan aspek nilai (value) yang dilakukan dalam penelitian lingkungan masih langka, khususnya terkait dengan budaya kerja walaupun dalam bentuk yang selain penelitian ini sudah sering dilakukan. Penelitian ini juga mencerminkan adanya sistem yang saling berkait atau ekologi; adanya aspek perilaku (behavior) serta dampaknya.

Pendekatan yang dilakukan tidak menyentuh kerusakan secara langsung, melainkan pendekatan tertuju pada bagaimana manusia melalui nilai kerja mempengaruhi lingkungan yang ada dan pada saat yang sama agar kerusakan tidak terjadi. Perbaikan terhadap lingkungan lebih dimungkinkan dengan cara menerapkan nilai yang didapat melalui pengalaman dari penelitian ini.

Penelitian ini lebih bersikap positif dan memilih nilai yang dapat membawa akibat yang positif pula. Hal ini dilakukan karena adanya aspek goal directed research yang mencoba untuk membawa kebaikan dengan mendapatkan nilai penentu yang membawa kebaikan pula. Oleh karena itu maka penelitian ini bukanlah penelitian bebas nilai (value free research), bahkan merupakan


(25)

penelitian yang sarat dengan nilai (value laden research), mengingat yang diteliti adalah nilai-nilai kerja yang membantu menentukan lingkungan kerja.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bandara dan Lingkungan

Bandara atau bandar udara merupakan sebuah fasilitas tempat pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat. Bandar udara yang paling sederhana minimal memiliki sebuah landas pacu, namun bandar udara-bandar udara besar biasanya dilengkapi berbagai fasilitas lain, baik untuk operator layanan penerbangan maupun bagi penggunanya (Rachman, 2007). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1996 tentang kebandarudaraan, yang dimaksud dengan bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang, dan atau bongkar muat kargo dan atau pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi. Definisi bandar udara menurut PT. (Persero) Angkasa Pura adalah lapangan udara, termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara untuk masyarakat (Departemen Perhubungan, 2005)

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa bandar udara merupakan prasarana penting dalam kegiatan transportasi udara pada setiap negara, khususnya Indonesia yang merupakan negara kepulauan, dimana transportasi udara sangat berperan penting bagi kelancaran aktivitas penduduknya. Bandar udara juga berperan dalam menunjang, menggerakkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah karena berfungsi sebagai pintu gerbang daerah. Bandara juga merupakan suatu lingkungan tempat manusia beraktifitas, dimana berbagai komponen lingkungan membentuk suatu sistem. Untuk itu, pembahasan mengenai konsep bandara harus berkaitan dengan konsep lingkungan.

Raharjo (2007) menyatakan bahwa sejak didirikannya World Commission on Environmental and Development (WCED) oleh Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang diketuai oleh Gro Harlem Brundtland, pada tahun 1983, dengan anggota terdiri dari berberapa negara, termasuk Indonesia (Prof. Dr. Emil Salim), pendekatan yang dilakukan dalam melakukan pembangunan yang berkelanjutan harus memperhatikan permasalahan lingkungan. Hasil kerja dari WCED yang tercatat sampai saat ini dan digunakan sebagai tonggak dalam pengelolaan lingkungan adalah Our Common Future (Hari Depan Kita Bersama).


(27)

WCED mendekati masalah lingkungan dan pembangunan dengan sudut pandang sebagai berikut (Raharjo, 2007):

1. Ketergantungan (Interdependency)

Masalah polusi, penggunaan bahan kimia, kerusakan sumber plasma nutfah, pertumbuhan kota, dan konservasi sumberdaya alam, tidak mengenal batas negara. Mengingat permasalahan saling ketergantungan, maka pendekatan harus dilakukan lintas sektor antar negara.

2. Berkelanjutan (sustainability)

Sumberdaya alam sebagai sumber bahan baku kegiatan industri, perdagangan, perikanan, dan energi, harus dipertimbangkan untuk generasi yang akan datang.

3. Pemerataan (Equity)

Desakan kemiskinan bisa mengakibatkan eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan, sehingga perlu dilakukan pengaturan untuk pemerataan.

4. Sekuriti dan Resiko Lingkungan

Perlombaan senjata dan pembangunan tanpa memperhitungkan dampak negatif kepada lingkungan turut memperbesar resiko lingkungan. Segi ini perlu ditanggapi dalam pembangunan berwawasan lingkungan.

5. Pendidikan dan Komunikasi

Pendidikan dan komunikasi berwawasan lingkungan dibutuhkan untuk ditingkatkan di berbagai tingkat pendidikan dan lapisan masyarakat.

6. Kerjasama Internasional

Pola kerjasama internasional dipengaruhi oleh pendekatan pengembangan sektoral. Pertimbangan lingkungan kurang diperhitungkan.

Beberapa poin yang dikemukakan oleh WCED di atas sangat penting untuk diperhatikan oleh berbagai pihak yang terkait dengan kebijakan pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas dari itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan (selanjutnya disebut 3 Pilar Pembangunan berkelanjutan) (Raharjo, 2007).


(28)

Menurut Sutrisno (2008), lingkungan adalah kombinasi dari semua kondisi yang mempengaruhi sebuah organisme, termasuk kondisi fisik dan kimiawi (misalnya; iklim, tanah, dan lain-lain), maupun pengaruh organisme hidup lain. Lingkungan dapat juga didefinisikan sebagai segala sesuatu yang melingkupi sebuah organisme, yakni kondisi-kondisi yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhannya. Lingkungan hidup mempunyai sumber daya yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam hayati, sumber daya alam non hayati dan sumber daya buatan. Sumber daya alam merupakan unsur lingkungan yang terdiri dari unsur hayati dan non hayati, yang memiliki sumber energi untuk terbentuknya sistem. Sumber daya ekologi berupa energi terjadi karena adanya interaksi dan interdependensi antara makluk hidup dengan lingkungan.

Agar lingkungan dapat bermanfaat bagi makhluk hidup disekitarnya, diperlukan pengelolaan terhadap lingkungan atau dengan kata lain diperlukan manajemen lingkungan. Menurut Sutrisno (2008), manajemen lingkungan adalah kegiatan komprehensif, mencakup pelaksanaan kegiatan, pengamatan untuk mencegah pencemaran air, tanah, udara dan konservasi habitat dan keanekaragaman hayati. Manajemen lingkungan merupakan suatu konsep pendekatan keseimbangan dengan melakukan manajemen sumber daya alam untuk pemenuhan kepentingan politis, sosial ekonomi sesuai dengan ketersediaan lingkungan alami dan menitik beratkan pada nilai, distribusi, hukum alam, dan kesimbangan antar generasi (Sutrisno, 2008).

Pengelolaan banyak diartikan sebagai upaya sadar dan terpadu untuk mencapai suatu tujuan yang disepakati bersama. Dalam konteks lingkungan bandara, pengelolaan lingkungan bandara dapat diartikan sebagai upaya terpadu untuk mengembangkan strategi untuk menghadapi, menghindari dan menyelesaikan penurunan kualitas lingkungan bandara dan untuk mengorganisasikan program-program pelestarian lingkungan dan pembangunan bandara yang berwawasan lingkungan.

Menurut Rachman (2007), bandar udara harus dirancang dengan baik sehingga sesuai dengan lingkungan sekitarnya. Perencanaan bandar udara harus dilakukan didalam konteks rencana regional yang menyeluruh. Lokasi, ukuran, dan konfigurasi harus disesuaikan dengan pola pengembangan pemukiman yang sudah


(29)

ada dan yang direncanakan dengan mempertimbangkan pengaruh terhadap lingkungan. Pengoperasian bandar udara tidak hanya difokuskan pada pergerakan penumpang dan barang, sistem kontrol kualitas lingkungan harus diberikan prioritas tinggi, seperti pengelolaan limbah, manajemen pengelolaan buangan dan kegiatan yang ramah lingkungan. Dampak pembangunan bandar udara dan fasilitas umum terhadap lingkungan hanya mendapat sedikit perhatian. Keberatan mengenai isu lingkungan sangat jarang, dan baru pada akhir-akhir ini masyarakat mulai peduli dampak pengoperasian bandar udara terhadap lingkungan. Barangkali ini disebabkan oleh makin memburuknya masalah-masalah lingkungan dan peningkatan kegiatan penerbangan (Rachman, 2007).

Rachman (2007) menyatakan bahwa perencanaan dan pengembangan pembangunan bandar udara ke depan harus memperhatikan lingkungan ( eco-airport), sehingga bandar udara dapat berfungsi secara efektif dan efisien, tidak hanya ditinjau dari aspek teknis saja tapi juga dari segi sosial kemasyarakatan, ekonomi, dan lingkungan. Konsep eco-airport adalah rancangan dimana bandar udara direncanakan, dikembangkan, dan dioperasikan dengan tujuan menciptakan sarana dan prasarana perhubungan yang ramah lingkungan di dalam lingkungan bandar udara sendiri dan di daerah sekelilingnya. Konsep eco-airport diterapkan pertama kali oleh negara Jepang (Bandar Udara Narita), dimana bandar udara telah menerapkan konsep bandar udara yang berwawasan lingkungan dan memperkecil rasio pencemaran lingkungan sekitar bandar udara yang dapat mempengaruhi kegiatan operasional bandar udara. Konsep baru tersebut kemudian diikuti oleh negara–negara lain seperti Singapura (ChangiAirport) dan Malaysia (Kuala Lumpur International Airport).

Menurut Rachman (2007), konsep eco-airport bandar udara diharapkan bisa melakukan preventionpollution mencegah terjadinya polusi. Komponen eco-airport terdiri dari noise (kebisingan), vibration (getaran), atmosfhere (udara), water (air), soil (tanah), waste material (sampah), energy (energi), kawasan keselamatan operasi penerbangan, dan kesehatan masyarakat (Community Health). Pengelolaan lingkungan hidup di bandar udara pada suatu negara akan mengikuti aturan-aturan pengelolaan lingkungan hidup di negara bersangkutan. Aturan-aturan tersebut mengadopsi aturan lingkungan hidup yang berlaku di dunia. Bandar udara sebagai suatu layanan penerbangan sipil dalam pengelolaan


(30)

lingkungannya juga harus mengikuti standar yang berlaku di dunia. Beberapa produk hukum yang harus dipatuhi dalam pengelolaan bandar udara adalah aturan-aturan ICAO (International Civil Aviation Organization) dan FAA (Federal Aviation Administration), dan aturan-aturan lain yang berlaku di dunia.

Penerapan eco-airport di bandar udara dapat dilakukan dengan perubahan dalam pola pikir, tingkah laku, penerapan pengetahuan, dan perbaikan teknologi dibidang penerbangan sipil dan pengelola bandar udara yang berbasis lingkungan. Konsep atau filosofi dasar dari eco-airport adalah sebagai berikut: (1) pengoperasian bandar udara yang mengikuti perspektif lingkungan udara secara global; (2) mengoperasikan bandar udara yang bisa eksis secara harmonis dengan lingkungan global; dan (3) menyelenggarakan bandar udara yang kapabel yang dalam perkembangannya dapat menyesuaikan dengan kebutuhan yang berkelanjutan. Lingkungan sekitar bandar udara diharapkan dapat mencegah dan mengurangi polusi kebisingan, memanfaatkan penggunaan luas lahan di sekitar bandar udara, mengembangkan hubungan secara regional terhadap bandar udara yang lain, dan mengembangkan keharmonisan bandar udara terhadap wilayahnya (Rachman, 2007).

2.2. Teori Organisasi

Secara sederhana, organisasi dapat diberi pengertian sebagai suatu sistem yang saling berpengaruh antar orang dalam kelompok yang bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Organisasi adalah struktur, dimana individu-individu secara sistematik bekerjasama untuk suatu hal (American Heritage Dictionary of the English Language dalam McLean, 2006). Sementara itu, McLean (2006) mendefinisikan organisasi sebagai dua pihak atau lebih yang terlibat dalam tujuan bersama. Dari definisi tersebut, terdapat beberapa hal yang penting dalam organisasi, yaitu struktur, individu, dan tujuan. Lengkapnya, organisasi dapat dinyatakan sebagai suatu kesatuan sosial dari sekelompok manusia yang saling berinteraksi menurut pola tertentu, sehingga setiap anggotanya memiliki fungsi dan tugas masing-masing, utamanya lagi kesatuan tersebut mampunyai batas-batas yang jelas sehingga dapat dipisahkan secara tegas dari lingkungannya.

Organisasi sebagai suatu sistem memiliki unsur manusia yang dianggap sebagai suatu sistem dengan beberapa perangkat sub-sistem. Ciri dari organisasi sebagai suatu sistem secara umum adalah adanya unsur-unsur (elemen) dasar yang


(31)

mendukung secara garis besar yang saling terkait karena ada faktor yang saling berhubungan, saling bergantung dari elemen-elemen tersebut dan juga saling beradaptasi satu dengan lainnya. Sebagai unsur dari sistem sosial maka manusia adalah unsur-unsur yang umum berlaku. Unsur tersebut saling berkaitan seperti adanya motivasi yang berada jauh di dalam lubuk hati setiap manusia dan hanya diketahui oleh diri sendiri sampai tindakannya mulai terbaca oleh orang lain. Itupun hanya bisa diduga oleh sesuatu yang menjadi niatan hati (Kolasa, 1970). Selain motivasi, sistem sosial juga memiliki nilai yang merupakan pilihan dalam mengambil tindakan yang ingin dilakukan. Di samping motivasi ada norma (norms) yang menjadi pilihan yang dianggap baik dan benar dan keterkaitan antara tindakan yang dilakukan terhadap lingkungan.

Menurut Zwell (2000), cara organisasi menempatkan individu-individu pada posisi yang tepat akan menentukan efisiensi, kualitas, dan efektifitas dari organisasi tersebut. Selanjutnya, dikatakan bahwa bagaimana individu-individu di dalam organisasi merupakan elemen penting untuk mengoptimalkan struktur organisasi. Menurut Gaynor dalam Gumbira-Said et al. (2001), individu atau sumber daya manusia merupakan kegiatan administrasi yang merupakan salah satu bagian dari kegiatan bisnis.

Keterlibatan individu ke dalam bagian dari organisasi perlu melakukan identifikasi dirinya terhadap organisasi, atau komitmen terhadap organisasi. Kata komitmen memiliki arti sebagai suatu bentuk loyalitas (kesetiaan terhadap sesuatu yang telah dijanjikan) (Manser, 1995). Robbins (2005) lebih menekankan definisi komitmen organisasi sebagai derajat identifikasi karyawan terhadap organisasi serta tujuan organisasi, yang kemudian mengarahkan karyawan untuk menjaga keanggotaannya dalam organisasi.

Salah satu unsur penting di dalam organisasi adalah manajemen. Seperti disebutkan oleh Stoner et al. (1996) manajemen adalah praktik nyata yang terus menerus yang membentuk organisasi. Semua organisasi memiliki orang-orang yang bertanggungjawab agar tujuan organisasi tercapai. Orang-orang itu disebut manajer. Manajemen adalah kegiatan utama yang akan menentukan seberapa bagus organisasi itu melayani orang-orang yang memengaruhinya (Stoner et al., 1996).


(32)

Selain faktor manajemen yang berperan mengendalikan organisasi, struktur yang dibangun oleh pihak manajemen juga ikut menentukan kinerja dari organisasi yang bersangkutan. Struktur organisasi biasanya mencerminkan bagaimana organisasi tersebut melakukan kegiatannya. Struktur organisasi adalah pola formal aktivitas dan hubungan antara berbagai sub-unit organisasi. Struktur organisasi meliputi dua aspek yaitu desain pekerjaan dan desain organisasi. Desain pekerjaan dihubungkan pada proses di mana manajer menspesifikasikan isi, metode dan hubungan pekerjaan untuk memenuhi kepentingan organisasi dan individu. Sementara itu, desain organisasi berkaitan dengan struktur organisasi secara menyeluruh (Gibson et al., 2005).

Manajemen yang terdiri dari orang-orang yang mengendalikan organisasi terikat dengan struktur yang dibangun oleh organisasi. Namun, kedua unsur tersebut belum cukup untuk menggerakkan organisasi dalam mencapai tujuannya, sehingga masih diperlukan lagi banyak individu yang terlibat dalam organisasi. Banyaknya individu yang terlibat di dalam organisasi memerlukan sistem informasi yang dipakai sebagai acuan dalam proses komunikasi antar individu. Menurut Gibson et al. (2005) proses komunikasi menghubungkan organisasi dengan lingkungan, demikian juga sebagai bagiannya. Informasi mengalir ke dan dari organisasi dan di dalam organisasi. Informasi mengintegrasikan aktivitas di dalam organisasi. Dengan demikian, proses komunikasi yang terjadi merupakan pengaturan informasi yang terjadi di dalam organisasi dan juga dari dalam organisasi ke pihak di luar organisasi.

Unsur lain yang terkait dengan organisasi adalah finansial. Aspek finansial organisasi menurut Stoner et al. (1996) adalah aspek penting yang akan menentukan performance organisasi dan prospeknya dalam jangka panjang. Ada tiga faktor penting dari aspek finansial organisasi yaitu likuiditas, kondisi finansial umum dan profitabilitas. Likuiditas adalah kemampuan organisasi untuk mengkonversi aset menjadi dalam bentuk kas untuk memenuhi kebutuhan keuangan dan kewajiban-kewajiban organisasi dalam waktu tertentu, atau singkatnya adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Finansial umum biasanya keseimbangan antara hutang dan ekuitas (equity), dengan kata lain kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua


(33)

kewajibannya, baik kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang. Profitabilitas adalah kemampuan untuk mendapatkan atau memperoleh keuntungan dalam waktu tertentu.

2.3. Konsep Motivasi sebagai Dasar Perilaku

Setiap orang pasti mempunyai hasrat untuk berbuat sesuatu yang menjadi harapannya, karena kepentingannya maupun kebutuhannya. Hasrat tersebut dinamakan sebagai motivasi bagi dirinya. Namun, menurut kebiasaan yang berlaku, motivasi yang dipikirkan oleh pelaku tidak pernah diketahui oleh siapapun kecuali yang bersangkutan. Bahkan, motivasi biasanya tersembunyi dalam hati, sehingga orang hanya bisa menduga bagaimana sebenarnya. Walaupun tersembunyi, motivasi juga bisa terbaca melalui tindakan yang diambil sebagai aksi atau perilaku yang dilakukan oleh seseorang. Akan tetapi, sebagai suatu kelompok manusia yang bekerja bersama, maka motivasi bisa diinterpretasikan dari kebijakan yang ditetapkan menjadi perilaku yang akan dikerjakan orang bersama-sama secara keseluruhan.

Motivasi pelaku tidak harus menyatakan niatnya secara terbuka. Motivasi sesungguhnya hanya berada di hati yang terdalam dari setiap individu. Kendati demikian, tidak berarti bahwa dengan tidak menyatakan niat seseorang, bahwa orang lain tidak dapat menduga maupun membacanya, terutama bila motivasinya sudah mengambil bentuk nilai yang mendasari perilakunya itu. Walaupun motivasi tidak pernah diucapkan dan bersifat tersembunyi, perbuatan seseorang menjadi indikasi melalui perilaku yang nampak dan dapat diinterpretasikan dari perilaku yang juga merupakan cermin yang dapat terlihat lebih nyata dari motivasinya.

Walaupun motivasi bersifat tersembunyi, sekelompok orang yang melakukan sesuatu secara bersama-sama akan tercermin dalam perilaku kelompok. Hal tersebut juga dapat diketahui dari kebijakan yang dikeluarkan yang melahirkan motivasi kolektif melalui interaksi bersama dan pembicaraan dengan orang lain. Motivasi juga dapat dirasakan dari hasil kerja secara kolektif terutama dari keinginan mereka yang berada di luar organisasi.

Motivasi yang tinggi biasanya menjadikan seseorang berada dalam keadaan kejiwaan yang resah. Motivasi yang tinggi juga ditandai oleh orang yang


(34)

memberikan pelayanan (yaitu cermin motivasi) yang prima (tinggi), karena merasa tidak puas dengan keadaan yang dihadapinya. Keresahan yang demikian jelas menguntungkan orang lain. Keresahan dapat hilang jika aktivitas motivasi dapat tersalurkan melalui pemberian pelayanan yang lebih baik kepada orang lain. Bentuk pelayanan yang dapat menciptakan kesenangan bagi para pekerja dapat digambarkan sebagai suatu bentuk rasa kepuasan. Dengan tidak adanya keresahan ataupun kegelisahan dalam diri seseorang pekerja maupun sekelompok pekerja - terhadap keadaan yang ada, maka orang tersebut dapat dikatakan sebagai orang yang mempunyai motivasi yang rendah (Viteles, 1973).

Kepemimpinan dalam situasi demikian dapat memainkan peranan penting untuk memelihara terjaganya motivasi yang tinggi, terutama terhadap jalannya arah organisasi dalam mencapai tujuan (pelayanan) agar dapat memenuhi kebutuhan orang lain yang tidak puas. Kepemimpinan dapat membedakan corak tingkah laku para pelaku antara organisasi satu dengan organisasi yang lain dan dengan bentuk pelayanan yang diberikan.

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa motivasi dapat digambarkan sebagai suatu kebutuhan yang selalu tidak pernah terpuaskan bagi yang melayani maupun yang dilayani. Oleh karena itu, perlu diciptakan suatu keadaan yang menghasilkan keseimbangan antara kepuasan atau kesenangan secara silih berganti. Hal ini dapat dilakukan dengan mengembalikan keadaan yang tidak seimbang menjadi seimbang kembali. Para pekerja tetap diminta untuk selalu bergerak sesuai tujuan untuk mengembalikan keadaan yang tidak senang dan tidak seimbang tersebut agar kebutuhan masyarakat dapat dilayani sepenuhnya. Masyarakat juga harus mendukung maksud baik dari pimpinan organisasi ini.

Oleh karena itu, jelas bahwa motivasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari unsur manusia dalam suatu organisasi. Dalam kegiatan organisasi motivasi seharusnya bersifat ajeg, terutama dalam usaha-usaha yang mengarah pada pencapaian tujuan organisasi. Adanya suatu ke-ajeg-an mencerminkan motivasi untuk mencapai tujuan yang selalu menjadi usaha kerasnya. Keajegan adalah cara kerja yang menjadikan kualitas dari nilai kerja itu sendiri. Ke-ajeg-an dalam kerja menghasilkan nilai kerja yang lebih berkualitas dari suatu bentuk


(35)

kerja. Sementara nilai kualitas juga dapat diperoleh dari bentuk pengawasan di dalam organisasi. Disinilah peranan kepemimpinan menjadi sangat diperlukan.

Para ahli teori perilaku biasanya meletakkan motivasi tidak hanya sebagai awal dari perilaku, melainkan juga sebagai suatu pemikiran niat perbuatan seseorang. Jadi, motivasi selalu mendahului nilai kerja (motivation precedes work values) ataupun tindakan (motivation precedes action). Niat seseorang mempunyai berbagai dasar pemikiran seperti kepentingan (interest) yang biasanya juga bertaut dengan suatu kemauan atau kehendak yang bertingkat-tingkat dari berbagai ragam kebutuhan (needs) yang kemudian menjelma menjadi suatu perilaku yang nyata. Salah satu pandangan yang bertautan antara kepentingan dan kebutuhan adalah teori yang banyak dibicarakan ilmuwan yang dikembangkan oleh Abraham Maslow.

Maslow memulai dengan teorinya yang disederhanakan pada kebutuhan manusia dari yang paling dasar yaitu kebutuhan fisiologis (physiological needs) seperti kebutuhan makan dan minum dan kebutuhan seks; diikuti oleh kebutuhan keamanan (security or safety needs); kebutuhan akan bermasyarakat dan cinta (love and social needs); dan kebutuhan akan pengakuan (esteem needs) - sampai pada yang terakhir adalah kebutuhan menampilkan jagad-diri manusia (self actualization needs) (Maslow, 1970).

Abraham Maslow mengembangkan teorinya lebih jauh dalam buku yang selanjutnya menjadi kajian klasik dalam subjek ini (Maslow, 1970). Pemikiran Maslow tersebut mendapat banyak kritikan sehingga melahirkan pemikiran rintisan lain terutama dalam pandangan teori konten (content theories) di mana Maslow juga menjadi salah satu perintisnya. Disini dia mengindikasikan bahwa pada akhirnya manusia juga membutuhkan kehidupan spiritual yaitu nilai agama yang juga memainkan peranan sangat penting bahkan meliputi keseluruhan tangga teori motivasi.

Masih dalam pemikiran teori motivasi, ada juga pemikiran yang dirintis oleh McGregor (1960). Dalam bukunya yang lain, pemikiran ini dikembangkan lebih jauh dengan membagi motivasi dalam Teori X (Theory X) dan Teori Y (Theory Y) secara lebih luas lagi. Dalam teori X, McGregor (1960) mendasarkan pemikirannya pada suatu anggapan bahwa orang pada dasarnya tidak suka


(36)

bekerja. Pemikiran dari McGregor ini menganggap bahwa dalam bekerja pada umumnya manusia malas dan hanya ingin keamanannya terjamin. Dalam bekerja, orang lebih suka berleha-leha dan selalu membutuhkan bimbingan serta pengawasan dan harus diberi rasa takut agar mereka bekerja dengan baik dan benar.

Oleh karena itu, apabila pemimpin melihat keadaan seperti yang digambarkan di atas, maka pemimpin itu sendiri cenderung menjadi orang yang menuntut dan memaksa dengan keras pada bawahannya untuk bekerja dengan baik. Seringkali pemimpin menjadi otoriter dalam keadaan yang demikian. Teori ini mencerminkan gaya dari perilaku yang dilahirkan berbeda, terutama dengan corak kepemimpinan yang lebih egaliter yang digambarkan sebagai teori Y.

Teori Y beranggapan bahwa manusia dalam bekerja cenderung seperti ketika istirahat atau bermain. Anggapan lainnya adalah bahwa para pekerja mempunyai komitmen pada tujuan organisasinya, mengendalikan diri untuk mencapai tujuan organisasi dan berharap pada pengakuan dan balasan yang baik pula. Teori Y juga berhasrat agar orang memimpin dirinya sendiri dan orang lain, daripada rasa aman semata. Orang diharapkan agar mempunyai semangat inovatif dan kreatif, suatu pemikiran yang melahirkan bentuk lain dari kepemimpinan (McGregor, 1970).

Dalam teori Y, pemimpin cenderung melahirkan pemikiran yang lebih egaliter kepada sesama para pekerjanya. Pemimpin cenderung bekerja bersama (to work with people) orang lain dan bukan hanya melalui (and not only through and with other people) melainkan menguasai orang lain (over-ruling other people’s thinking) yaitu memaksa pemikirannya pada orang lain, maka pemimpin bukan lagi memimpin (leading) akan tetapi menjadi menguasai (ruling). Apabila pemimpin menjadi asyik dengan posisi kekuasaannya, maka seorang cenderung menjadi penguasa yang memimpin dan bukan pemimpin yang berkewenangan.

Pemikiran tentang motivasi mempunyai ciri adanya usaha yang dikerjakan. Usaha ini tercermin dalam nilai yang melahirkan perilaku. Jadi, perilaku manusia sangat dipengaruhi lingkungan dalam organisasi dimana dia berada. Kata dipengaruhi menjelaskan adanya hubungan yang erat antara pribadi orang dalam suatu sistem sosial yang organik dengan lingkungannya.


(37)

Pribadi seseorang bisa saja meliputi watak maupun temperamen yang menjadi bawaan dirinya (ingrained in the self). Kedua hal tersebut terjelma dalam nilai yang menjadi anutan kerjanya. Pribadi seseorang juga meliputi pengetahuan, skill, sikap dan beberapa pengaruh yang didapat dari lingkungannya. McGregor menyebutkan hal ini sebagai fungsi I. Semua yang dijelaskan sebagai fungsi I terjelma dalam nilai yang lebih konkrit yang tidak dijelaskan oleh McGregor sendiri. Sementara lingkungan digambarkan sebagai fungsi E. Oleh karena itu, dirumuskanlah aksi kerja (Work Performance) dengan rumusan sebagai berikut:

P = f( I, E)

P = f {I( a,b,c,d,) …E( m,n,o,p…)}

dimana, P adalah kinerja atau perilaku, I adalah berbagai karakteristik dari para individu dan E adalah environment atau lingkungannya yang mempengaruhi maupun dipengaruhi oleh P maupun I. Secara singkat seluruh performance (P) atau perilaku seseorang, baik yang didapat dari pendidikan, keahlian atau pengalaman, sikap dan tindakan adalah cermin atau terjemahan dari nilai kerja seseorang dari dalam organisasi dan tertuju pada lingkungan dalam dan luar organisasi (Gregor, 1967).

Motivasi belum menjadi perilaku yang ekspresif selama manusia belum melakukan suatu tindakan (aksi dari dirinya) dan tidak ada aksi kecuali ada nilai yang mendasarinya. Motivasi hanya merupakan suatu suasana batin yang tidak kita ketahui, kecuali bagi dirinya sendiri atau kelompoknya sendiri yang menganggap bahwa ia akan berbuat seperti apa yang dituntut oleh organisasinya. Motivasi bisa memberi warna pada tingkah laku (behaviour) sehari-hari, sedangkan perilaku merupakan jelmaan dari nilai kerja dalam bentuk norma yang mengatur kerjanya itu, yaitu: dari apa dan bagaimana yang harus diperbuat; serta peran atau tugas yang diembankan pada seseorang dalam suatu struktur organisasi yang ada. Jadi, motivasi dalam kenyataannya merupakan penjelmaan dari nilai dasar seperti agama dan budaya yang dianutnya maupun nilai keseharian yang didapat dari pendidikan maupun pergaulannya dan yang tertuju pada tujuan di lingkungan dari organisasinya.

Pertama, motivasi orang yang bekerja di dalam organisasi jelas akan dipengaruhi pula oleh lingkungan luar organisasi (external organizational


(38)

environment) maupun lingkungan dalam organisasi (internal organizational environment) itu sendiri. Keduanya hal tersebut akan menjelma pada suatu bentuk persepsi dan proyeksi dalam bentuk perilaku (behaviour) dalam melaksanakan tujuan (objective) dari mereka yang bekerja di lingkungan dalam organisasi (internal organizational environment). Sementara nilai kerja mendahului dan mendasari perilaku kerja seseorang atau sekelompok orang.

Kedua, perilaku itu sendiri ada penyebabnya (caused by). Penyebabnya biasanya dipengaruhi oleh lingkungan luar organisasi yang bisa saja melahirkan motivasi. Perilaku juga mempunyai dampak (effect) pada lingkungan luar organisasi (Kolasa, 1970). Penelitian ini sebenarnya merupakan kajian dari sebagian aspek budaya kerja dari mereka yang bekerja di bandara yaitu lingkungan dalam yang berkaitan dengan lingkungan luar organisasi. Oleh karena itu, kurangnya mutu pelayanan dapat diartikan sebagai akibat dari kurangnya perhatian manusia yang bekerja terhadap nilai-nilai kerjanya sendiri yang membentuk peran dan norma organisasi serta turut mempengaruhi kinerja di lingkungan luar organisasi. Hal ini berarti bahwa pelayanan yang baik hanya bisa terjadi apabila nilai kerja yang dianut mempunyai pengaruh pada lingkungan organisasi yang ada secara signifikan.

Nilai yang berpengaruh saja tidak akan cukup. Oleh karena itu, penelitian ini juga perlu mencari nilai apa saja yang ikut mempengaruhi atau yang sebenarnya ikut mendukung nilai utama yang berpengaruh pada lingkungan luarnya itu. Penelitian ini memfokuskan diri pada perilaku yang merupakan faktor yang berdampak pada organisasi secara keseluruhan. Fokusnya pada perilaku keseluruhan karena sebagian besar kerusakan yang dihadapi masyarakat sekarang ini berpusat pada perbuatan kolektif manusia yang secara sadar maupun tidak sadar membantu merusak lingkungan. Sedangkan penyebabnya adalah nilai-nilai yang terkait yang juga ikut mempengaruhi nilai utama yaitu nilai pendukung yang menyebabkan perilaku tersebut terjadi (caused behaviour). Dengan demikian, kerusakan harusnya dapat diperkirakan terlebih dahulu agar tidak terjadi, jika nilai pendukung utama juga di perhitungkan sebagai nilai yang berpengaruh pada nilai keseluruhan.


(39)

Dalam motivasi, lingkungan luar dapat menjadi sumber inspirasi bagi mereka yang bekerja di lingkungan dalam organisasi di manapun mereka berada dan tidak terkecuali di bandara itu sendiri. Padahal perilaku manusia pada dasarnya berbeda dengan kemauan kerjanya. Ada diantara mereka yang gigih dibanding dengan teman kerja lainnya. Mereka itulah yang lebih berhasil dalam menjalankan tugas dibandingkan teman lainnya sesama rekan pekerja.

Adanya nilai kerja yang lebih dan yang kurang gigih adalah cerminan dari motivasi kerja yang sesungguhnya. Akan tetapi, dalam penelitian ini tidak melihat perilaku orang per-orang melainkan melihat perilaku secara keseluruhan dari semua yang bekerja di lingkungan bandara. Namun, hal ini tidak berkaitan dengan suatu diskursive yaitu suatu gagasan yang banyak bergulir tanpa suatu rencana. Akan tetapi, hal tersebut terkait dalam suatu hubungan dari para individu dengan apa yang sebenarnya terjalin dan yang diketahui oleh masing-masing pekerja. Dengan demikian, arti nilai (meaning) sangat terkait dengan konteks dari para individu yang melakukan suatu tindakan. Jadi, ekspresi yaitu membuat informasi tersedia bagi orang lain bukanlah tindakan akhir melainkan efek sampingan dari tugas yang mau dijalankan dengan nilai kerja yang ada (Goffman, 1980).

Motivasi dalam pandangan ini juga merupakan esensi yang terdalam dari manusia (inner-self wishes), sedangkan nilai adalah bentuk lahiriah (expressive wishes) dari nilai yang terdalam itu yaitu motivasi. Adapun yang dimaksud dengan nilai yang terdalam adalah ajaran baku yang tertanam pada diri seseorang seperti agama, budaya dan pendidikan yang juga ikut membentuk motivasi dari mereka yang bekerja. Ajaran yang baku ini juga menjadi alat interpretasi dari diri (the objective interpretation of and by the self) yang menerjemahkan apa yang dipersepsikannya secara fleksibel dari luar diri.

Motivasi dapat dibentuk melalui proses persepsi dari mereka yang bekerja yang biasanya menangkap dari lingkungan luar dirinya (outer-self inwardly) (Burger dan Luckmann 1969). Rajin atau malas seseorang juga dibentuk oleh keadaan yang membentuk dirinya sendiri maupun lingkungan luar organisasi yang berpengaruh membentuk sikap tersebut. Oleh karena itu, terdapat siklus yang saling mempengaruhi antara motivasi yang mendasari nilai kerja, walaupun bukan


(40)

nilai kerja yang merupakan cermin dari lingkungan dalam yang berpengaruh kemudian menjelma dalam nilai kerja.

Persepsi merupakan daya tangkap manusia yang dipengaruhi oleh lingkungan luar organisasi termasuk lingkungan sosial, lingkungan buatan dan lingkungan alaminya. Dengan perkataan lain, persepsi merupakan suatu proses daya tangkap oleh diri yang sekaligus memberi interpretasi terhadap lingkungan luar (outer phenomena is perceived as problems by the inner-self through the interpretation of basic or acquired values). Pengaruh nilai kerja terdapat dalam organisasi di mana mereka yang bekerja. Sedangkan proses persepsi tidak luput dari pengaruh nilai dasar yang dianut oleh seseorang yang secara bersamaan dengan nilai kerja dalam memberi interpretasi dari fenomena yang diamati atau yang ditangkap oleh diri (the self) dari lingkungan luarnya (Toch dan Smith 1968).

Hal yang ingin dicari dari penelitian ini adalah nilai kerja yang berpengaruh secara signifikan. Jadi, pembahasan yang dilakukan dalam penelitian ini terkait dengan nilai-nilai dasar yang dapat memelihara lingkungan atau yang sangat berpengaruh pada lingkungan. Walaupun tidak dipungkiri bahwa ada nilai dasar yang dipengaruhi oleh motivasi (sebagai faktor terdalam dari manusia) maupun persepsi yang juga membantu membentuk motivasi orang untuk bekerja dan yang kemudian melahirkan sikap (attitude) dan perilaku (behavior) dari mereka yang bekerja di lingkungan dalam organisasi.

Motivasi menurut pandangan Katerberg dan Blau (1983) mempunyai beberapa ciri yaitu adanya usaha (effort) yang menggambarkan usaha orang dalam suatu kegiatan yang mencerminkan kekuatan sebagai pendorong motivasi menjadi tingkah laku kerja (work related behaviour). Kerja keras dapat berarti motivasi kerja tinggi, tetapi bisa juga merupakan hasil kerja sehingga kerja yang dilakukan menjadikan motivasi tinggi. Orang yang bekerja di depan tungku api tidak bisa kerja dengan lengah. Oleh karena itu, kerja harus selalu mempunyai motivasi yang tinggi. Motivasi merupakan akibat dari bentuk kerjanya itu sendiri.

Motivasi diibaratkan sebagai jantungnya manajemen karyawan. Mangkuprawira (2008) memberikan definisi motivasi sebagai dorongan yang membuat karyawan melakukan sesuatu dengan cara dan untuk mencapai tujuan


(41)

tertentu. Motivasi adalah karakteristik psikologi manusia yang memberi kontribusi pada tingkat komitmen seseorang (Stoner et al., 1996).

Menurut Mangkunegara (2000) untuk mempermudah pemahaman motivasi kerja, maka perlu diketahui pengertian motif, motivasi dan motivasi kerja. Motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motifnya.

Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan, agar mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Perusahaan bukan saja mengharapkan karyawan yang ”mampu, cakap dan terampil”, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal (Hasibuan, 2003).

Motivasi kerja adalah sesuatu yang permanen dan terus-menerus dan diusahakan secara berkelanjutan (persistence), kecuali orang sudah menjadi lumpuh. Maka motivasi dapat pula menjadi bentuk pengobatan bagi kesembuhan bukan untuk kerja. Disini motivasi adalah usaha yang selalu mempunyai tujuan (goal directed) (Katerburg dan Blau 1983). Motivasi juga mengenal teori proses (process theory). Teori kebutuhan - yang dalam hal ini masuk dalam teori konten (content theory) – yaitu berbicara mengenai apa yang menggugah motivasi, maka teori proses yang mengemuka adalah terjadinya proses motivasi yang sesungguhnya.

Clayton Alerter menghaluskan sekaligus memperluas pandangan dari Maslow. Clayton mengatakan bahwa kebutuhan itu terkait dengan kebutuhan untuk eksis (existence needs) yang mencakup safety dan physiological dalam pandangan Maslow. Begitu juga ada kebutuhan untuk keterkaitan (relatedness) yang mencakup social dan self esteem needs. Sementara pandangan yang lain adalah pertumbuhan (growth) yang mencakup self esteem itu sendiri dan self actualization needs dalam pandangan Maslow sebagaimana dikutip oleh Alerter (1972). Masih banyak lagi teori dari kebutuhan ini seperti yang dikembangkan oleh McClelland, Herzberg, dan lain-lain.


(42)

Fredrick Herzberg melihat motivasi sebagai suatu sarana untuk membuat para pekerja lebih senang karena diberi tanggung jawab. Dengan demikian, terjadi adanya pengakuan terhadap orang yang bekerja. Tanggung jawab menimbulkan rasa pencapaian akan suatu hasil dan dapat mengetahui bagaimana hasil kerja dari seseorang. Dari segi ini Fredrick Herzberg mempunyai segi yang kurang lebih sama dengan motivasi orang Yunani dahulu, yaitu adanya tujuan yang menyenangkan. Dari segi kesenangan (happiness) maka motivasi yang digambarkannya memberi gambaran yang hedonistics.

Teori motivasi Frederick Herzberg dikembangkan oleh Herzberg pada tahun 1959. Teori ini menyatakan bahwa motivasi kerja ditentukan oleh dua faktor. Pertama, adalah faktor yang membuat karyawan merasa puas bekerja (satisfiers), yaitu faktor-faktor yang membuat karyawan merasa senang atau puas dan mendorong motivasi kerja (Motivation Factors). Faktor ini bersifat intrinsik yang artinya bersumber dari dalam diri seseorang dan selalu dihubungkan dengan isi pekerjaan seperti, pencapaian tujuan, prestasi (achievement), berhubungan dengan keberhasilan melakukan pekerjaan, memecahkan masalah, mempertahankan pendapat dan merasakan/melihat hasil pekerjaan, pengakuan (recognition) mendapat perhatian dari orang/pihak lain (teman, atasan, perusahaan atau organisasi), pekerjaan itu sendiri (work it self) cara-cara melaksanakan pekerjaan sehari-hari atau tugas yang harus dilaksanakan untuk menyelesaikan pekerjaan, tanggung jawab (responsibility) wewenang dan tanggung jawab pekerjaan, status (advancement), perubahan status dari posisi seseorang di dalam organisasi, peningkatan dan pengembangan.

Kedua, yaitu hygiene factor adalah faktor yang dapat menimbulkan rasa tidak puas kepada pegawai (de-motivasi) atau faktor yang menghambat motivasi kerja. Faktor-faktor ini bersifat ekstrinsik yaitu berada di luar diri dan selalu dihubungkan dengan pekerjaan, seperti kebijakan perusahaan dan administrasi (company policy and administration) meliputi kebijakan organisasi, jalur komunikasi di organisasi dan pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan, supervisi (supervisor) pengawasan yang diterima seseorang dalam menjalankan tugasnya, termasuk kemampuan atasan dalam menjalankan tugasnya, termasuk kemampuan atasan dalam melaksanakan pengawasan; teknis (technical),


(43)

hubungan antar pribadi (interpersonal supervisor), kondisi kerja (working condition) meliputi kondisi fisik tempat bekerja, jumlah pekerjaan, atau fasilitas yang tersedia untuk melaksanakan pekerjaan; upah (wage) semua imbalan material yang diterima seseorang di dalam melaksanakan pekerjaannya, teknis, dan rasa aman.

Selanjutnya, apabila faktor-faktor hygiene ini diperbaiki, maka tidak ada pengaruhnya terhadap sikap kerja yang positif. Sebaliknya jika dibiarkan tidak sehat, maka pegawai hanya akan merasa kecewa atau tidak puas. Faktor hygiene menggambarkan hubungan kerja dengan konteks atau lingkungan ditempat pegawai melaksanakan pekerjaannya (job contex).

Antara teori Maslow, Herzberg dan McClelland hakikatnya adalah sama. Sebab faktor motivator dari Herzberg sama dengan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri dari Maslow, serta kebutuhan berprestasi dan kebutuhan kekuasaan dari McClelland. Begitu pula faktor hygiene dari Herzberg, pada dasarnya adalah sama dengan kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan dan kebutuhan sosial dari Maslow, serta kebutuhan afiliasi dari McClelland (Gibson et al., 2005).

Maslow Herzberg McClelland

Gambar 2. Jenis Kebutuhan Menurut Maslow, Herzberg, dan McClelland

Dari ketiga teori mengenai motivasi tersebut, model Herzberg merupakan suatu model yang lebih relevan dibandingkan dua teori lainya. Teori Maslow, mempunyai kelemahan, yaitu karena adanya tingkatan kebutuhan dari individu sehingga dapat diartikan bahwa individu akan lebih berusaha untuk memenuhi kebutuhan yang paling tinggi terlebih dahulu, baru kemudian memenuhi kebutuhan yang kurang penting selanjutnya. Padahal setiap individu selalu

5. Aktualisasi diri

4. Penghargaan

3. Rasa sosial 2. Keselamatan dan

keamanan 1. Fisiologis

Motivator’s: 1.Prestasi

2.Pekerjaan sendiri 3.Pengakuan 4.Tanggung jawab 5.Status

Hygiene’s:

1.kebijakan dan adm 2.Supervisi teknis 3.Upah

4.Hub. interpersonal 5.Kondisi kerja

1. Kebutuhan akan prestasi 2. Kebutuhan akan

kekuasaan

3. Kebutuhan akan affiliasi


(1)

pula kualitas lingkungan perusahaan secara keseluruhan.

c. Selain kerapihan, kebersihan juga harus selalu diperhatikan. Kebersihan akan membuat pekerja maupun pelanggan nyaman berada di dalam perusahaan PT Angkasa Pura I. Agar terciptanya kebersihan di dalam lingkungan perusahaan diperlukan fasilitas yang mendukung, seperti tersedianya air bersih, toilet bersih, tempat sampah yang memadai, dan lain-lain. Selain itu kebersihan juga harus dijaga di luar perusahaan dengan cara tidak mengotori atau mencemari lingkungan di sekitar seperti polusi air dan udara. Untuk itu, diperlukan perencanaan dampak pengendalian lingkungan hidup yang baik oleh PT Angkasa Pura I agar dampak lingkungan yang diakibatkan perusahaan tidak merugikan pihak lain.

d. Bersikap sederhana, sewajarnya, tidak berlebih-lebihan dalam pekerjaan. Sebagai perusahaan pelayanan publik, nilai kebersahajaan ini harus dimiliki bagi mereka yang bekerja di dalam perusahaan agar tumbuh citra rendah hati, tidak overacting atau angkuh yang dapat menimbulkan rasa antipati dari masyarakat di luar lingkungan perusahaan.

e. Peduli terhadap adat istiadat atau budaya di sekitar lingkungan perusahaan. Peduli terhadap kebudayaan masyarakat di sekitar bandara. Salah satunya dengan cara menghormati dan ikut berpartisipasi dalam acara-acara besar yang diperingati oleh masyarakat.

6.2. Implikasi Kebijakan

Kebijakan yang dapat diterapkan di PT. Angkasa Pura I sebagai faktor kunci keberhasilan peningkatan kerja lingkungan di bandara antara lain:

1. Menumbuhkembangkan karakter kebersahajaan, kerajinan, keikhlasan, dan kepedulian terhadap adat istiadat dan budaya masyarakat di sekitar lingkungan perusahaan dari para karyawan dan pimpinan perusahaan.

2. Memantapkan karakter kepemimpinan yang kuat dari pimpinan perusahaan serta menumbuhkembangkan jiwa kepemimpinan dari para karyawannya. 3. Memelihara keberlanjutan kerapihan dan kebersihan infrastruktur bandara.


(2)

6.3. Saran Penelitian Lebih lanjut

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dan kesimpulan disarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Kepada peneliti lain agar mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan bandara yang ditemukan pada penelitian secara lebih mendalam dengan pendekatan yang komprehensif.

2. Faktor kualitas lingkungan secara biologi, fisik, dan kimiawi belum dikaji secara mendalam pada penelitian ini. Untuk itu, diharapkan pula kepada peneliti lainnya untuk mengkaji keterkaitan faktor-faktor tersebut terhadap kualitas lingkungan bandara, baik di dalam maupun di luar bandara.

3. Untuk menambah bobot nilai lingkungan bandara, diharapkan adanya penambahan variabel nilai kerja di luar perusahaan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alas R, Wei S. 2007. Institutional impact on work – related values in Chinese Organization. Journal of Business Ethics. 83: 297-306. DOI 10.1007/s10551-007-9620-0.

Alerter CP. 1972. Existence, Relatedness and Growth. New York: Free Press. Alibeli MA, White NR. 2011. The Structure of Environmental Concern.

International Journal of Business and Social Science. Vol.2 No.4, March 2011.

As’ad M. 2000. Psikologi Industri. Edisi 4. Yogyakarta: Liberty.

Azwar S. 2005. Sikap Manusia teori dan pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.

Brehm JM, Brian WE, Richard SK. 2006. Community Attachments as Predictors of Local Environmental Concern. The American Behavioral Scientist. Oct 2006, 50, 2, ABI/INFORM Complete pg.142.

Buckley W. 1967. Sociology of Modem Theories. London, Sydney, Toronto, New Delhi, Tokyo: Prentice Hall.

Burger P, Luckmann T. 1969. The Social Cunstruction of Reality. New York: Garden City.

Cheung CK, Scherling SA. 1999. Job satisfaction, work values, and sex differences in Taiwan’s organizations. The Journal of Psycology. Vol. 133,5; ABI/INFORM Complete, pg. 563.

Departemen Perhubungan. 2005. Cetak Biru Transportasi Udara 2005 – 2024 (Konsep Akhir). Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Departemen Perhubungan.

Dewi R. 2009. Studi kasus: Pengetahuan, dan Kepedulian terhadap Lingkungan Hidup. Majalah Kedokteran Damianus. Vol.8 No.2 Mei 2009.

Dose JJ. 1997. Work values: An integrative framework and illustrative application to organizational socialization. Journal of Occupational and Organizational Psychology. Vol.70,3; ABI/INFORM Complete pg. 219.

Draper N, Smith H. 1992. Analisis Regresi Terapan Edisi Kedua. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.


(4)

Gibson JL, Ivancevich JM, Donnely JH. 2005. Organisasi Perilaku, Struktur, dan Proses. Terjemahan Nunuk Ardiani. Jakarta: Binarupa Aksara.

Goffman E. 1980. Strategic Interaction. Oxford: Burgess and Son.

Gumbira-Said E, Rachmayanti, Muttaqin MZ. 2001. Manajemen Teknologi Agribisnis : Kunci Menuju Daya Saing Global Produk Agribisnis. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Hasibuan MSP. 2003. Manajemen Sumberdaya Manusia. Jakarta: CV Haji Masagung.

Hendrawan R, Samsul M. 2007. Kepedulian Perusahaan terhadap Lingkungan. Jurnal Sosioteknologi. Edisi 12 Tahun 6, Desember 2007.

Hersey P, Blanchard KH. 1994. Manajemen Perilaku Organisasi: Pemberdayaan Sumberdaya Manusia. Jakarta: Erlangga.

Istijanto. 2005. Riset Sumber Daya Manusia: Cara Praktis Mendeteksi Dimensi-Dimensi Kerja Karyawan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Ivancevich JM, Konopaske R, Matteson MT. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta: Erlangga.

Johansson G, Winroth M. 2010. Introducing environmental concern in manufacturing strategies: Implications for the decision criteria. Management Research Review, Vol. 33 No. 9, 2010 pp. 877-899.

Katerburg R, Blau G. 1983. An examination of level and direction of effort and job performance. Academy of Management Journal, Vol. 26 Pg. 249–257. Kolasa BJ. 1970. Introduction to Behavioral Science for Business. New Delhi:

Willey Eastern Private Limited.

Kumurur VA. 2008. Pengetahuan, Sikap dan Kepedulian Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Lingkungan Terhadap Lingkungan Hidup Kota Jakarta. EKOTON. Vol. 8, No.2:1-24.

Mangkunegara APA. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mangkunegara APA. 2000. Manajemen Sumberdaya Manusia Perusahaan. Cetakan Ketiga. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mangkuprawira S, Hubeis AV. 2007. Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia. Cetakan pertama. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.


(5)

Mangkuprawira S. 2008. Horison Bisnis, Manajemen, dan Sumber Daya Manusia. Bogor: IPB Press.

Manser MH. 1995. Oxford Learner’s Pocket Dictionary. 10th Edition. Oxford: Oxford University Press.

Mathis RL, Jackson JH. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat.

Maslow AH. 1970. Motivation and Personality. New York, Evanston, London: Harper dan Row Publisher.

McGuiness PF. 2009. Obstacle and opportunities: organizational culture and environmental practices of the Vancouver Airport Authority (a Thesis). Royal Roads: School of Environment and Sustainability, Royal Roads University. McLean GN. 2006. Organization Development: Principles, Processes,

Performance. San Fransisco CA : Berret-Koehler Publishers, Inc.

McGregor D. 1960. The Human Side of Enterprise. New York, London, Toronto: McGraw-Hill Book Company.

McGregor D. 1970. The Professional Manager. New York, London, Toronto: McGraw-Hill Book Company.

Pan Y, Song X, Goldschmidt A, French W. 2010. A cross-cultural investigation of work values among young executives in China and the USA. Cross Cultural Management: An International Journal. Vol. 17 No. 3, pp. 283-298.

Parasuraman A. 1991. Marketing Research. 2nd Edition. Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company, Inc.

Pherigo RK. 1997. Gender, an Ethic of Care and Environmental Concern (a Thesis). Arlington: The Faculty of the Graduate School, The University of Texas at Arlington.

Rachman MR. 2007. Kajian Manajemen Lingkungan Bandar Udara Ahmad Yani Semarang (tesis). Semarang: Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang.

Raharjo M. 2007. Memahami Amdal. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Robbins SP. 2006. Perilaku Organisasi Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Index. Ross GF. 1992. Work Attitudes and Management Values: The Hospitality Industry.

International Journal of Contemporary Hospitality Management. Vol. 4,3; ABI/INFORM Complete pg.9.


(6)

Adventure Camp (a Thesis). Carbondale: Department of Health Education and Recreation in The Graduate School, Southern Illinois University.

Schwartz SH, Bilsky W. 1987. Toward a universal psychological structure of human values. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 53 Pg. 550–562.

Schein EH. 1997. Organizational Culture and Leadership. San Fransisco, California: Jossey-Bass.

Selmer J, Littrell R. 2010. Business managers’ work value changes through down economies. Journal of Chinese Human Resource Management. Vol. 1 No. 1, pp. 31-48.

Stinchcombe AL. 1968. Constructing Social Theories. New York, Chicago, San Fransisco, Atlanta: Hartcourt, Bruce & World Ivc.

Stoner JAF, Freeman, Edward R, Gilbert Jr, Sindoro. 1996. Alexander (Penterjemah). Manajemen Jilid II. Jakarta: PT. Prenhallindo.

Sutrisno. 2008. Kajian Manajemen dalam Pelaksanaan Sanitasi Lingkungan di Pelabuhan Pontianak (tesis). Semarang: Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang.

Suparka H. 1998. Dunia Usaha, industri, dan peningkatan kepedulian lingkungan. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Swarr TE. 2007. The Effect of Environmental Concern, Risk Perception, and Self- Regulatory Focus on Product Design Choices (a Dissertation). School of Business & Technology, Capella University.

Toch H, Smith HC. 1968. Social Perception. Princeton, New York, Toronto, Melbourne, London: D Van Nostrand Company.

Umar H. 2005. Riset Sumberdaya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Viteles MS. 1973. Motivation and Morale in Industry. New York: WW Norton. Zwell M. 2000. Creating a Culture of Competence. MA Danvers: John Wiley and