Beberapa Penelitian Terdahulu KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
berada di desa tersebut. Aspek ketiga yang mendukung pelaksanaan pengayaan pembelajaran materi IPS sejarah menggunakan folklor adalah
aspek peserta didik yang merupakan warga asli desa mantingan. Aspek-aspek ini saling berhubungan dan berkaitan sehingga menurut Vicky aspek-aspek ini
mendukung terlaksananya pelaksanaan pengayaan materi. Pelaksanaan pengayaan materi menggunakan folklor dan masjid Sultan
Hadlirin tidak lepas dari kendala-kendala yang harus dihadapi. Kendala pertama menurut Vicky berkaitan dengan pemahaman dan penguasaan materi
oleh guru. Hal ini berkaitan dengan disiplin ilmu guru bukan berasal dari sejarah sehingga kemampuan untuk memahami sejarah juga berbeda dengan
guru yang memang dari disiplin ilmu sejarah. Kendala ini dapat diminimalisir dengan cara guru senantiasa mencoba memanfaatkan sumber-sumber yang
tersedia tentang sejarah. Kendala kedua ditinjau dari aspek materi yang memunculkan beberapa versi. Guru mengalami kekhawatiran ketika banyak
terdapat versi maka peserta didik menjadi tidak memahami materi. Terutama banyakanya sejarah yang dikaitkan dengan lagenda atau mitos sehingga
dikhawatirkan siswa bingung dalam membedakannya. Alokasi waktu yang terbatas menjadi salah satu hal yang menghambat dalam upaya memberikan
pengayaan materi tentang folklor Sultan Hadlirin. Hal ini berkaitan dengan jam pelajaran IPS di MTsSMP hanya 4 jam per minggu dan masih dibagi
dengan materi IPS lainnya. Referensi kedua yang selanjutnya dijadikan acuan peneliti yaitu dari
penelitian yang dilakukan oleh Ani Indrayanti pada tahun 2008 dengan judul
“Pengembangan Materi Ajar Mata Pelajaran IPS berdasarkan KTSP pada kelas VII SMP Negeri 1 Pageruyung Kendal T
ahun Ajaran 20072008” yang merupakan salah satu mahasiswa sejarah di Universitas Negeri Semarang.
Dalam penelitian Ani ini berisi tentang penyesuaian perubahan kurikukum sekolah dari Kurikulum berbasis Kompetensi ke Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan yang berfokus pada pengembangan materi ajar oleh guru. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang
disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Pemberlakuan KTSP yang dilakukan bertahap dari tahun ajaran 20062007
masih jauh dari tujuan yang diharapkan karena guru masih mengalami kebingungan dalam pelaksanaannya. Guru masih di “depan” siswa, belum di
“samping” siswa untuk menuntun pembelajaran. Inilah yang menurut penelitian Ani menjadi penghambat SMP 1 Pageruyung untuk melaksanakan
KTSP. Berdasarkan penelitian Ani, dalam hal pengembangan materi di SMP 1 Pageruyung dimulai dari mempersiapkan bahan atau materi pelajaran,
mempersiapkan metode, mempersiapkan media pelajaran, dan teknik evaluasi. Kesiapan-kesiapan tersebut diperlukannya dalam menyususn perangkat
pembelajaran yaitu silabus dan RPP. Berkaitan dengan hal ini guru IPS di SMP Negeri 1 Pageruyung dituntut untuk memiliki kesiapan dalam menyusun
silabus dan RPP yang disesuaikan dengan karakteristik siswa dan kondisi sekolah. Pengembangan materi ajar guru IPS di SMP Negeri 1 Pageruyung
berpedoman dalam materi pokok yang disusun dalam silabus. Pengembangan materi dilakukan sendiri oleh guru dengan menyesuaikan kebutuhan siswa,
lingkungan sekitar, dan alokasi waktu. Sumber pengembangan materi pembelajaran didapat dari berbagai sumber. Sumber-sumber yang digunakan
antara lain buku-buku pelajaran IPS yang dikeluarkan oleh pemerintah, buku dari penerbit swasta, LKS, media cetak dan media elektronik.
Berdasarkan penelitian
Ani, hambatan
yang terjadi
dalam pengembangan materi pelajaran yang terjadi pada guru SMP Negeri 1
Pageruyung antara lain penguasaan materi yang kurang. Hal ini karena guru yang mengajar bukan berada pada bidangnya. Misalnya pada pembelajaran
sejarah, guru yang mengajar justru bukan dari lulusan disiplin ilmu yang bersangkutan melainkan dari disiplin ilmu yang lain, seperti ekonomi dan
geografi. Minimnya sumber dan fasilitas belajar di SMP 1 Pageruyung juga menjadi faktor yang mempengaruhi pengembangan materi ajar di sekolah. Hal
lainnya adalah metode yang digunakan dalam menyampaikan pengembangan materi saat proses belajar mengajar masih kurang bervariasi, sedangkan
metode yang modern belum digunakan. Mereka hanya menggunakan metode ceramah yang diselingi tanya jawab dan diskusi.
Dari dua referensi ini peneliti mencoba menarik simpulan untuk dijadikan landasan penilitian. Simpulan pertama adalah pemanfaatan folklor
sumber lisan untuk pengayaan materi ajar mata pelajaran sejarah merupakan salah satu solusi untuk mengatasi keterbatasan sumber dan failitas belajar
yang ada di sekolah. Selanjutnya simpulan yang kedua, dalam mengembangkan bahan ajar diperlukan inovasi dan kreativitas guru agar
materi ajar yang akan disampaikan bisa diterima dengan lebih baik oleh peserta didik.