Pengembangan bahan ajar sejarah yang inovatif.
ABSTRAK
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR SEJARAH YANG INOVATIF
Maria Felicia Universitas Sanata Dharma
2015
Makalah ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan bentuk bahan ajar sejarah inovatif yang dibutuhkan siswa kelas XI IPS di SMA BOPKRI 2, Yogyakarta.
Makalah ini disusun menggunakan Metode Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) yang telah dimodifikasi, yaitu tahap analisis potensi dan masalah, pengumpulan data, desain produk, dan validasi desain. Makalah ditulis secara deskriptif analitis.
Hasil penulisan menunjukkan bentuk bahan ajar inovatif yang dibutuhkan oleh siswa kelas XI IPS di SMA BOPKRI 2, Yogyakarta adalah modul pembelajaran sejarah. Modul pembelajaran yang dihasilkan berjudul “Membangun Republik Indonesia: Modul Pembelajaran Pembentukan Pemerintahan dan Kelengkapan Negara Pertama Republik Indonesia”. Aspek inovasi dari modul pembelajaran yang dikembangkan adalah penggunaan model pembelajaran Pedagogi Reflektif, penerapan konsep historiografi modern dalam penulisan materi, serta pemanfaatan media video sosio-drama untuk memberikan pengalaman belajar yang menarik bagi siswa.
(2)
ABSTRACT
DEVELOPING INNOVATIVE HISTORY TEACHING MATERIAL
Maria Felicia Sanata Dharma University
2015
This study is aimed to analyze and describe the suitable form of innovative teaching material for the students of XI IPS class of SMA BOPKRI 2, Yogyakarta.
This study used modified Research and Development method using the following steps: potency and problem analysis, data gathering, product design, and design validation. The report was presented in analytical-descriptive writing.
The result of this study showed that the suitable innovative teaching material for the students of XI IPS class of SMA BOPKRI 2, Yogyakarta was a history learning module. The module developed was entitled “Membangun Republik
Indonesia: Modul Pembelajaran Pembentukan Pemerintahan dan Kelengkapan Negara Pertama Republik Indonesia (The Building of the Republic of Indonesia:
Learning Module about the Establishment of the First Governmental Body and Other State Organizations of the Republic of Indonesia)”. The innovation aspects of the learning module were the use of Reflective Pedagogy learning model, the application of modern historiography concept in the material writing process, and the use of socio-drama video to enhance students’ learning experience.
(3)
i
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR SEJARAH YANG
INOVATIF
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh: Maria Felicia NIM: 081314006
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
(5)
(6)
iv
PERSEMBAHAN
Makalah ini saya persembahkan kepada:
1. Tuhan YME atas berkat penyertaan dan penguatan-Nya.
2. Ayah dan Bunda untuk doa, cinta, kebebasan memilih, dan aksesibilitas serta
Adek untuk hiburan yang selalu diberikan.
3. Dibya Pradipta, Puji Wijaya, Lucia Nino, Dicky Sugianto, Sinta Triyani, Luki
Primaningtias, dan Wieana Oktami untuk doa, semangat, dan energi yang telah
dibagikan.
4. Para guru TK Gradika, TK St. Bellarminus II, SD St. Bellarminus II, SMP St.
Vincentius, dan SMA St. Ursula untuk bimbingan, dukungan, dan teladan yang
diberikan.
5. Yosefin Fitri, Yoel Febriantoro, Thomas Cahyo, Nova Utomo, Elisabeth
Yulian, dan segenap rekan-rekan Pendidikan Sejarah 2008 untuk kebersamaan
(7)
v MOTTO
“Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang bisa Anda gunakan untuk mengubah dunia.”
“Keberanian bukanlah ketiadaan rasa takut, tapi kemenangan atasnya. Seorang pemberani bukanlah ia yang tidak merasa takut, tetapi ia yang menaklukkan rasa
takut tersebut.”
(Nelson Mandela)
“Masih banyak hal untuk dipelajari dan selalu ada hal-hal luar biasa di luar sana. Bahkan kesalahan-kesalahan pun bisa menjadi indah.”
(8)
(9)
(10)
viii ABSTRAK
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR SEJARAH YANG INOVATIF
Maria Felicia Universitas Sanata Dharma
2015
Makalah ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan bentuk bahan ajar sejarah inovatif yang dibutuhkan siswa kelas XI IPS di SMA BOPKRI 2, Yogyakarta.
Makalah ini disusun menggunakan Metode Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) yang telah dimodifikasi, yaitu tahap analisis potensi dan masalah, pengumpulan data, desain produk, dan validasi desain. Makalah ditulis secara deskriptif analitis.
Hasil penulisan menunjukkan bentuk bahan ajar inovatif yang dibutuhkan oleh siswa kelas XI IPS di SMA BOPKRI 2, Yogyakarta adalah modul pembelajaran sejarah. Modul pembelajaran yang dihasilkan berjudul
“Membangun Republik Indonesia: Modul Pembelajaran Pembentukan
Pemerintahan dan Kelengkapan Negara Pertama Republik Indonesia”. Aspek inovasi dari modul pembelajaran yang dikembangkan adalah penggunaan model pembelajaran Pedagogi Reflektif, penerapan konsep historiografi modern dalam penulisan materi, serta pemanfaatan media video sosio-drama untuk memberikan pengalaman belajar yang menarik bagi siswa.
(11)
ix ABSTRACT
DEVELOPING INNOVATIVE HISTORY TEACHING MATERIAL
Maria Felicia Sanata Dharma University
2015
This study is aimed to analyze and describe the suitable form of innovative teaching material for the students of XI IPS class of SMA BOPKRI 2, Yogyakarta.
This study used modified Research and Development method using the following steps: potency and problem analysis, data gathering, product design, and design validation. The report was presented in analytical-descriptive writing.
The result of this study showed that the suitable innovative teaching material for the students of XI IPS class of SMA BOPKRI 2, Yogyakarta was a
history learning module. The module developed was entitled “Membangun Republik Indonesia: Modul Pembelajaran Pembentukan Pemerintahan dan Kelengkapan Negara Pertama Republik Indonesia (The Building of the Republic
of Indonesia: Learning Module about the Establishment of the First Governmental Body and Other State Organizations of the Republic of Indonesia)”. The innovation aspects of the learning module were the use of Reflective Pedagogy learning model, the application of modern historiography concept in the material writing process, and the use of socio-drama video to enhance students’ learning experience.
(12)
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“PENGEMBANGAN BAHAN AJAR SEJARAH YANG INOVATIF”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Sanata Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak terlepas dari batuan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;
2. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan
makalah ini;
3. Drs. Sutarjo Adisusilo, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah sabar membimbing dan memberikan banyak pengarahan, saran, serta masukan selama penyusunan makalah ini;
4. Kepala Sekolah dan guru pengampu mata pelajaran sejarah SMA BOPKRI 2, Yogyakarta yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan
pengambilan data di sekolah;
5. Seluruh dosen dan pihak sekretariat Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penulis
menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma;
6. Seluruh karyawan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, yang telah memberikan pelayanan dan membantu penulis dalam memperoleh sumber penulisan makalah ini;
7. Kedua orang tua penulis dan adik penulis yang telah memberikan dorongan spiritual dan material selama proses penulisan makalah ini; 8. Teman-teman Pendidikan Sejarah angkatan 2008 yang telah membantu
(13)
(14)
xii DAFTAR ISI
Konten Hlm.
HALAMAN JUDUL ………. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………... HALAMAN PENGESAHAN ……….. HALAMAN PERSEMBAHAN ………... HALAMAN MOTTO ………... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………...
i ii iii iv v vi HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………...
ABSTRAK ……… ABSTRACT ………. KATA PENGANTAR ……….. DAFTAR ISI ……… DAFTAR LAMPIRAN ………
vii viii ix x xii xiv BAB I PENDAHULUAN ……… 1 1.1 Latar Belakang ………
1.2 Rumusan Masalah ………... 1.3 Tujuan Penulisan Makalah ………. 1.4 Manfaat Makalah ………
1.5 Batasan Pengembangan ………..
1 6 6 7 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA ………... 11 2.1 Mata Pelajaran Sejarah Indonesia dalam Kurikulum 2013 ……
2.2 Bahan Ajar ………..…… 2.3 Pembelajaran Reflektif ………... 2.4 Model Pembelajaran Pedagogi Reflektif ……… 2.5 Tahap Perkembangan Psikologis Siswa ……….. 2.6 Konsep Historiografi Modern dalam Penulisan Bahan Ajar
Sejarah Indonesia ……… 2.7 Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam
Pembelajaran Sejarah Indonesia ……….
11 14 21 23 29 33 35
(15)
xiii
2.8 Kerangka Berpikir ………... 2.9 Langkah-langkah Penulisan Bahan Ajar ……….
38 39 BAB III BAHAN AJAR SEJARAH INOVATIF ………. 42 3.1 Penerapan Teori dalam Pembuatan Bahan Ajar Inovatif……….
3.2 Sistematika Isi Bahan Ajar ………..
3.3 Tampilan Bahan Ajar ………..
42 43 44 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 45 4.1 Kesimpulan ……….
4.2 Saran ………....
45 47 DAFTAR PUSTAKA ………...
LAMPIRAN ………..
48 50
(16)
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Konten Hlm.
Lampiran 1: Silabus ……….. 51 Lampiran 2: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) …………. 56
Lampiran 3: Tampilan Modul Pembelajaran Sejarah ………... 68
Lampiran 4: Intisari Hasil Wawancara Guru ………... 91 Lampiran 5: Intisari Hasil Angket Kebutuhan Siswa ………... 93 Lampiran 6: Video Sosiodrama Rapat PPKI 18 Agustus 1945 …… 94
(17)
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebagai mata pelajaran yang diajarkan sejak tingkat SD sampai SMA,
mata pelajaran sejarah memiliki peran dalam upaya pembangunan bangsa
Indonesia menjadi bangsa yang memiliki daya saing tinggi dalam era
globalisasi. Pelajaran sejarah menjadi mata pelajaran yang ideal dalam
penanaman karakter karena sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan
yang menelaah tentang asal-usul dan perkembangan serta peranan
masyarakat di masa lampau. Pengetahuan masa lampau tersebut mengandung
nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan,
membentuk sikap, watak, dan kepribadian peserta didik. Oleh karena itu,
mata pelajaran sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan
peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia
Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.1
Pada kenyataannya pengajaran sejarah di sekolah-sekolah di
Indonesia mengalami banyak tantangan dalam mewujudkan pembelajaran
sejarah Indonesia yang ideal. Salah satu contohnya terjadi di SMA BOPKRI
2, Yogyakarta. Dari hasil wawancara dengan guru pengampu mata pelajaran
sejarah untuk kelas XI IPS di SMA BOPKRI 2, Yogyakarta, ditemukan
bahwa ada dua kesulitan utama yang dialami dalam proses pembelajaran
(18)
sejarah. Pertama, keterbatasan akses siswa terhadap sumber bahan ajar
karena buku paket sejarah hanya bisa digunakan saat berada di sekolah dan
tidak bisa dibawa pulang. Kedua, meski guru pengampu sudah menggunakan
metode yang bervariasi saat mengajar dengan meminimalisasi ceramah dan
menggiatkan presentasi kelompok serta menggunakan berbagai media ajar
seperti slide presentasi, film, maupun gambar, siswa masih mudah bosan
dengan materi dan mengeluhkan materi yang dirasa kurang relevan dengan
situasi masa kini. Sementara itu, para siswa melalui kuesioner kebutuhan
menyatakan bahwa mereka menyukai pembelajaran yang menggunakan
media bervariasi.
Dari wawancara dan survei di SMA BOPKRI 2 tersebut, dapat dilihat
bahwa hambatan yang paling menonjol adalah hambatan terkait materi
pelajaran sejarah. Siswa memiliki akses yang terbatas terhadap sumber bahan
ajar dan materi yang terkandung dalam bahan ajar itu sendiri dikemas dengan
cara yang kurang menarik. Akibatnya siswa mudah bosan dan merasa tidak
menemukan relevansi materi pelajaran dengan kehidupannya di masa kini.
Oleh karena itu, solusi yang dapat ditempuh adalah dengan mengembangkan
bahan ajar sejarah inovatif yang bisa mengakomodasi kebutuhan dan kondisi
siswa untuk bisa mengalami pembelajaran sejarah yang menarik serta relevan
bagi hidupnya, dengan tetap memperhatikan kaidah penulisan sejarah
modern.
Pengembangan bahan ajar inovatif, layaknya pengembangan bahan
(19)
kondisi dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Untuk situasi di kelas
kelas XI IPS SMA BOPKRI 2, ada tiga aspek yang bisa dijadikan
pertimbangan pengembangan bahan ajar, yaitu bagaimana kegiatan
pembelajaran yang telah berlangsung selama ini, bagaimana materi bisa
ditulis sedemikian rupa sehingga terasa aktual bagi siswa, dan bagaimana
media bisa dimanfaatkan secara efektif sehingga aktivitas pembelajaran
menjadi menarik bagi siswa.
Pertama, dari aspek kegiatan pembelajaran. Aktivitas pembelajaran
sejarah di kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 yang telah berlangsung selama ini
dapat dilihat dengan Teori Brain-based Teaching. Teori ini menjelaskan
bahwa otak manusia mengembangkan lima sistem pembelajaran, yaitu sistem
pembelajaran emosional, sistem pembelajaran sosial, sistem pembelajaran
kognitif, sistem pembelajaran fisik, dan sistem pembelajaran reflektif2. Dari
hasil wawancara guru dan kuesioner siswa, terlihat bahwa sebenarnya proses
pembelajaran di kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 sudah mencakup kegiatan
yang merangsang perkembangan sistem pembelajaran emosional (siswa
sudah bisa ditarik perhatiannya lewat penggunaan berbagai media), sistem
pembelajaran sosial (siswa sudah terbiasa bekerja dalam kelompok), sistem
pembelajaran kognitif (siswa sudah diberi berbagai macam tugas dan tes),
serta sistem pembelajaran fisik (siswa sudah didorong untuk berpartisipasi
aktif lewat presentasi dan tanya-jawab). Dengan kata lain, model
pembelajaran sejarah yang dibutuhkan di kelas ini adalah model
2
(20)
pembelajaran yang mampu merangsang perkembangan sistem pembelajaran
reflektif sehingga perkembangan siswa dalam keempat sistem pembelajaran
lainnya bisa lebih dimaksimalkan hasilnya dan siswa juga bisa dibiasakan
untuk mengenali dirinya dengan lebih baik, terutama bila dikaitkan dengan
pembelajaran sejarah yang diharapkan juga melatih dan membentuk sikap,
watak, dan kepribadian luhur siswa.
Untuk mengakomodasi perkembangan sistem pembelajaran reflektif
siswa, model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran
Pedagogi Reflektif. Pedagogi Reflektif adalah model pembelajaran yang
menekankan peran guru dalam pendampingan siswa dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk merefleksikan pengetahuan dan pengalaman
yang telah ia peroleh dalam selama proses pembelajaran. Pedagogi Reflektif
diterapkan melalui proses yang terdiri atas lima langkah, yaitu konteks
belajar, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi.3
Kedua, aspek aktualisasi peristiwa sejarah yang disampaikan dalam
pelajaran. Siswa mengeluhkan peristiwa sejarah yang mereka pelajari di
sekolah kurang terasa relevansinya dengan kehidupan mereka saat ini. Oleh
karena ini, materi yang disampaikan bisa dibuat supaya terasa lebih aktual
bagi siswa dengan menerapkan prinsip penulisan sejarah atau historiografi
modern dalam penulisan materi. Sartono Kartodirdjo4 menjelaskan bahwa
penyusunan bahan ajar sejarah Indonesia tidak lepas dari penulisan sejarah
3
Subagya (penerj.), Paradigma Pedagogi Reflektif, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2010, hlm. 22-65.
4
Sartono Kartodirdjo et. al., Sejarah Nasional Indonesia 1, Depdikbud, Jakarta, 1975, hlm. pengantar.
(21)
nasional Indonesia itu sendiri. Pada tahun 1970-an, para sejarawan Indonesia
telah merintis usaha penulisan sejarah nasional Indonesia yang bersifat
Indonesia-sentris melalui pembuatan buku pedoman Sejarah Nasional
Indonesia yang salah satu tujuannya adalah agar bisa dijadikan acuan bagi
penulisan buku-buku ajar sejarah di sekolah. Penulisan sejarah yang
Indonesia-sentris ini juga harus proporsional, ditulis apa adanya sesuai
pasang surut perjalanan bangsa Indonesia dengan harapan bisa mempertinggi
kesadaran bangsa Indonesia sebagai suatu nasion serta bisa membangkitkan
rasa kebanggaan pada generasi muda, memantapkan kepribadian bangsa,
serta identitasnya.
Ketiga, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam
pembelajaran sejarah. Salah satu upaya untuk menarik minat siswa untuk
menikmati pembelajaran sejarah di sekolah adalah dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam berbagai bentuk media
yang cocok untuk mendukung penyampaian materi. Perlu juga ditekankan
bahwa pemanfaatan TIK dalam pembelajaran sejarah ini hanya merupakan
salah satu elemen dari sebuah strategi yang holistik untuk memfasilitasi
pencapaian tujuan belajar sejarah. Oleh karena itu, pemanfaatan TIK dalam
pembelajaran sejarah sebaiknya mempertimbangkan tiga prinsip utama yaitu
apakah penggunaan TIK mendukung praktik pembelajaran sejarah yang baik
atau tidak, penggunaan TIK harus memfasilitasi pencapaian tujuan belajar,
(22)
mencapai sebuah tujuan yang tidak bisa dicapai tanpa penggunaan teknologi
tersebut serta membantu siswa untuk belajar dengan lebih efisien5.
Berdasarkan kondisi dan situasi yang sudah dijelaskan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa bahan ajar sejarah yang selayaknya dikembangkan
untuk mengakomodasi kebutuhan siswa kelas XI IPS SMA BOPKRI 2
adalah bahan ajar inovatif dengan menggunakan model pembelajaran
reflektif, menerapkan prinsip penulisan historiografi modern, serta
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses
pembelajaran.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah
yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
Bagaimana bentuk bahan ajar inovatif untuk mata pelajaran sejarah yang
sesuai dengan kebutuhan belajar siswa kelas XI IPS SMA BOPKRI 2?
1.3. Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan dari penelitian ini adalah:
Menganalisis dan mendeskripsikan bentuk bahan ajar inovatif yang
dibutuhkan oleh siswa kelas XI IPS BOPKRI 2;
5
(23)
1.4. Manfaat Makalah
Adapun manfaat dari makalah ini yaitu:
1.4.1. Bagi guru sejarah
Memfasilitasi guru dengan tambahan referensi bahan ajar sejarah serta
mendorong guru untuk mendampingi siswa lewat kegiatan
pembelajaran yang lebih kreatif serta sebagai alternatif persiapan
menyongsong kemungkinan penerapan kembali Kurikulum 2013 pasca
evaluasi oleh Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan
Menengah.
1.4.2. Bagi siswa
Memfasilitasi siswa kelas XI IPS dengan bahan ajar sejarah yang dapat
mengakomodasi kebutuhan belajarnya dan memfasilitasi siswa dalam
belajar secara mandiri.
1.4.3. Bagi penulis
Memberikan pengetahuan dan pengalaman dalam pembuatan bahan
ajar inovatif sejarah serta berkontribusi bagi pengembangan bahan ajar
(24)
1.5. Batasan Pengembangan
Batasan pengembangan yang mendasari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.5.1. Subyek penulisan makalah
Subyek penulisan makalah ini adalah siswa kelas XI IPS SMA
BOPKRI 2, Yogyakarta. Siswa berasal dari kelas XI IPS 1 dan XI IPS
2 dengan total 36 orang siswa.
1.5.2. Bahan ajar sejarah inovatif
Bahan ajar merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun
teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh
dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dan digunakan dalam proses
pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan
implementasi pembelajaran. Aspek inovasi dari bahan ajar yang
dikembangkan dalam makalah ini adalah penggunaan model
pembelajaran Pedagogi Reflektif, penerapan prinsip historiografi
modern dalam penulisan bahan ajar, dan pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi.
1.5.3. Prosedur pengembangan bahan ajar
Prosedur pengembangan bahan ajar yang digunakan dalam makalah ini
adalah metode Research and Development (Penelitian dan
Pengembangan).
1.5.4. Desain produk bahan ajar
Desain produk yang dihasilkan dari makalah ini adalah modul bahan
(25)
1.5.5. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Desain produk bahan ajar yang dibuat dalam makalah ini merujuk
pada Kurikulum 2013 mata pelajaran sejarah Indonesia untuk SMA
Kelas XI Kelompok Wajib, dan dibatasi pada:
Kompetensi Inti Kompetensi Dasar 1. Menghayati dan
mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
1.1 Menghayati nilai-nilai persatuan dan keinginan bersatu dalam perjuangan pergerakan nasional menuju kemerdekaan bangsa sebagai karunia Tuhan yang Mahaesa terhadap bangsa dan negara Indonesia.
2. Menghayati dan
mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
2.4 Meneladani perilaku kerjasama, tanggung jawab, cinta damai para pejuang untuk mempertahankan kemerdekaan dan menunjukkannya dalam kehidupan sehari-hari.
2.5 Berlaku jujur dan bertanggungjawab dalam mengerjakan tugas-tugas dari pembelajaran sejarah.
(26)
3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan
metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
3.8 Menganalisis peristiwa pembentukan pemerintahan pertama Republik Indonesia dan maknanya bagi kehidupan kebangsaan Indonesia masa kini.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu
menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
4.8 Menalar peristiwa pembentukan pemerintahan pertama Republik Indonesia dan maknanya bagi kehidupan kebangsaan Indonesia masa kini dan menyajikannya dalam bentuk cerita sejarah.
(27)
11 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Mata Pelajaran Sejarah Indonesia dalam Kurikulum 2013
Permendikbud Nomor 64 tahun 2013 tentang Standar Isi untuk
SMA-MA mengatur tentang kompetensi yang harus dicapai siswa kelas XI dalam
mata pelajaran sejarah Indonesia untuk kelompok Wajib sebagai berikut:
1) Memahami nilai-nilai yang terkandung dalam suatu peristiwa sejarah.
2) Meneladani kepemimpinan tokoh sejarah dalam kehidupan masa kini.
3) Membangun semangat kebangsaan, persatuan, dan kesatuan.
4) Menganalisis peristiwa sejarah berdasarkan hubungan sebab akibat.
5) Menulis cerita sejarah.
Dalam makalah ini dikembangan produk bahan ajar yang didasarkan
pada Kurikulum 2013 untuk mata pelajaran sejarah (wajib) untuk kelas XI
yang mencakup Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar sebagai berikut:
Kompetensi Inti Kompetensi Dasar 1. Menghayati dan
mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
1.1 Menghayati nilai-nilai persatuan dan keinginan bersatu dalam perjuangan pergerakan nasional menuju kemerdekaan bangsa sebagai karunia Tuhan yang Mahaesa terhadap bangsa dan negara Indonesia.
2. Menghayati dan
mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi
2.4 Meneladani perilaku kerjasama, tanggung jawab, cinta damai para pejuang untuk mempertahankan kemerdekaan dan menunjukkannya dalam kehidupan sehari-hari.
(28)
atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
bertanggungjawab dalam mengerjakan tugas-tugas dari pembelajaran sejarah.
3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis
pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
3.8 Menganalisis peristiwa pembentukan pemerintahan pertama Republik Indonesia dan maknanya bagi kehidupan kebangsaan Indonesia masa kini.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan
4.8 Menalar peristiwa pembentukan pemerintahan pertama Republik Indonesia dan maknanya bagi kehidupan kebangsaan Indonesia masa kini dan menyajikannya dalam bentuk cerita sejarah.
(Tabel 1: Batasan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar)
Produk bahan ajar yang dikembangkan dalam makalah ini akan
berfokus pada materi dengan topik pembentukan negara dan kelengkapan
(29)
hingga November 1945, yang masih merupakan bagian dari peristiwa di
sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945. Tujuan dari materi ini adalah agar siswa
bisa melihat makna, hubungan, dan dampak dari peristiwa yang terjadi pada
periode tersebut terhadap kehidupan nyata siswa di masa kini.
Arti penting dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada periode 18
Agustus hingga November 1945 telah dijelaskan oleh Suwarno (2003). Pasca
proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Indonesia secara formal telah
merdeka, namun tujuan negara, bentuk negara, serta dasar negara Indonesia
masih belum didefinisikan dengan jelas. Proklamasi Kemerdekaan telah
mengawali kekuasaan de jure Indonesia, namun kekuasaan de facto Indonesia
justru belum jelas. Oleh karena itu para pemimpin bangsa berusaha
memperjelas kekuasaan de facto Indonesia lewat perumusan Undang-Undang
Dasar 1945, pembentukan pemerintahan eksekutif dan legislatif Indonesia,
pembatasan dan pembagian wilayah Indonesia, serta pembentukan angkatan
bersenjata. 6
Peristiwa-peristiwa di sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945 ini akan
dikemas dalam bentuk bahan ajar yang menekankan pada model pembelajaran
Pedagogi Reflektif. Selain untuk membantu siswa memahami materi dengan
lebih mudah, juga untuk membantu siswa menemukan hubungan antara
peristiwa-peristiwa yang dibahas dengan peristiwa aktual yang terjadi di
kehidupan mereka saat ini.
6
P.J. Suwarno, Tatanegara Indonesia dari Sriwijaya sampai Indonesia Modern, Penerbit Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2003, hlm. 124.
(30)
2.2 Bahan Ajar
2.2.1 Definisi Bahan Ajar
Bahan ajar adalah segala hal yang digunakan oleh para guru atau
para siswa untuk memudahkan proses pembelajaran. Bahan ajar bisa
berupa kaset, video, CD-ROM, kamus, buku bacaan, buku kerja, atau
fotokopi latihan soal. Bahan juga bisa berupa koran, paket makanan, foto,
perbincangan langsung dengan mendatangkan penutur asli,
instruksi-instruksi yang diberikan oleh guru, tugas tertulis atau kartu atau juga
diskusi antar siswa.7
Kemendiknas (2008) juga memberikan beberapa definisi bahan
ajar, antara lain : 1) Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang
diperlukan guru/instruktur untuk perencanan dan penelahan implementasi
pembelajaran; 2) Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan
untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar
mengajar di kelas; 3) Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis
maupun bahan tidak tertulis, dan 4) Bahan ajar adalah seperangkat materi
yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak sehinga tercipta
lingkungan / suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar.8
Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahan
ajar merupakan seperangkat materi yang disusun secara sistematis, baik
7
Ajat Sudrajat, Pengembangan Bahan Ajar Materi Pembelajaran PAI, Makalah (tidak diterbitkan), hlm.1.
8Ifdhal, et.al.,“Pengembangan Bahan Ajar Berbentuk Komik Pada Mata Pelajaran Ilmu Bangunan Gedung (IBG) Kelas X SMK Negeri 5 Padang”, Journal of Civil Engineering &
(31)
tertulis maupun tidak tertulis, yang digunakan baik oleh guru maupun
siswa untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran.
2.2.2 Langkah Pembuatan Bahan Ajar
Langkah langkah untuk membuat bahan ajar adalah sebagai berikut9:
1) Melakukan analisis kebutuhan bahan ajar
Langkah pertama dalam analisis kebutuhan bahan ajar adalah
analisis kurikulum. Analisis kurikulum bertujuan untuk menentukan
kompetensi-kompetensi yang memerlukan bahan ajar. Terdapat lima
hal yang harus diperhatikan dalam analisis kurikulum, yaitu standar
kompetensi, kompetensi dasar, indikator ketercapaian hasil belajar,
materi pokok, dan pengalaman belajar.
Setelah melakukan analisis kurikulum, langkah selanjutnya
adalah menganalisis sumber belajar, dengan kriteria analisis terhadap
sumber belajar tersebut berdasarkan ketersediaan, kesesuaian, dan
kemudahan dalam memanfaatkannya.
Langkah ketiga adalah memilih dan menentukan bahan ajar.
Langkah ini ini bertujuan memenuhi salah satu kriteria bahwa bahan
ajar harus menarik dan dapat membantu siswa untuk mencapai
kompetensi. Dalam pemilihan bahan ajar, ada tiga prinsip yang dapat
dijadikan pedoman. Pertama, prinsip relevansi, yaitu bahwa bahan ajar
yang dipilih hendaknya ada relasi dengan pencapaian standar
kompetensi maupun kompetensi dasar. Kedua, prinsip konsistensi,
9
Andi Prastowo, Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif, Diva Press, Yogyakarta, 2012., hlm. 49-65.
(32)
yaitu bahan ajar harus memiliki kesamaan dan keselarasan dengan
kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Ketiga, prinsip
kecukupan, yaitu hendaknya bahan ajar yang dipilih memadai untuk
membantu siswa menguasai kompetensi yang diajarkan.
2) Memahami kriteria pemilihan sumber belajar
Dalam penyusunan bahan ajar, ada dua kriteria yang bisa
digunakan dalam pemilihan sumber belajar, yaitu kriteria umum dan
kriteria khusus.
Kriteria umum pemilihan sumber bahan ajar meliputi empat
hal, yaitu sumber belajar harus ekonomis, praktis dan sederhana,
mudah diperoleh, serta fleksibel. Ekonomis berarti sumber belajar
tidak mahal. Praktis dan sederhana berarti sumber belajar tidak
memerlukan pelayanan atau pengadaan sampingan yang sulit atau
langka. Mudah diperoleh berarti sumber belajar dekat dan mudah
dicari. Sementara fleksibel berarti sumber belajar kompatibel dengan
berbagai tujuan pembelajaran.
Sementara itu, kriteria khusus yang harus diperhatikan dalam
pemilihan sumber belajar yaitu sumber belajar dapat memotivasi
peserta didik dalam belajar, mendukung kegiatan belajar mengajar
yang diselenggarakan, sumber belajar hendaknya bisa dikaji dan
dianalisis secara ilmiah untuk penelitian, sumber belajar sebaiknya
(33)
belajar mengajar, dan sumber belajar sebaiknya bisa berfungsi sebagai
alat, metode, atau strategi penyampaian pesan.
3) Menyusun peta bahan ajar
Menurut Diknas (2004), setidaknya ada tiga kegunaan
penyusunan peta kebutuhan bahan ajar, yaitu mengetahui jumlah
bahan ajar yang harus ditulis, mengetahui urutan bahan ajar, serta
menentukan sifat bahan ajar. Setelah membuat peta kebutuhan bahan
ajar, maka tahap berikutnya adalah menyusun bahan ajar menurut
strukturnya masing-masing. Oleh karena itu, penting untuk memahami
struktur masing-masing bahan ajar.
4) Memahami struktur bahan ajar
Bahan ajar terdiri atas susunan bagian-bagian yang dipadukan
menjadi sebuah kesatuan utuh. Oleh karena itu, bahan ajar harus
memenuhi tujuh komponen dasar yang wajib ada dalam setiap bahan
ajar, yaitu judul, petunjuk belajar, kompetensi dasar atau materi pokok,
informasi pendukung, latihan, tugas atau langkah kerja, dan penilaian.
2.2.3 Pengembangan Bahan Ajar Modul
1) Definisi Modul
Dalam buku Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar (2004)
yang diterbitkan oleh Diknas, modul diartikan sebagai sebuah buku yang
ditulis dengan tujuan agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau
dengan bimbingan guru. Sementara itu, Surahman (2010:2) mengatakan
(34)
dipelajari oleh peserta didik secara perorangan (self instructional). Setelah
peserta menyelesaikan satu satuan dalam modul, selanjutnya peserta dapat
melangkah maju dan mempelajari satuan modul berikutnya. Sedangkan
modul pembelajaran, sebagaimana yang dikembangkan di Indonesia,
merupakan suatu paket bahan pembelajaran (learning materials) yang
memuat deksripsi tentang tujuan pembelajaran, lembaran petunjuk
pengajar atau instruktur yang menjelaskan cara mengajar yang efisien,
bahan bacaan bagi peserta, lembaran kunci jawaban pada lembar kertas
kerja peserta, dan alat-alat evaluasi pembelajaran.10
Dari beberapa pandangan di atas dapat dipahami bahwa modul
pada dasarnya adalah sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis
dengan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa sesuai tingkat
pengetahuan dan usia mereka, agar mereka dapat belajar sendiri (mandiri)
dengan bantuan atau bimbingan yang minimal dari pendidik. Dengan
modul, peserta didik juga dapat mengukur sendiri tingkat penguasaan
mereka terhadap materi yang dibahas pada setiap satu satuan modul,
sehingga apabila telah menguasainya, maka mereka dapat melanjutkan
pada satu satuan modul tingkat berikutnya. Sebaliknya jika peserta didik
belum mampu menguasai, maka mereka akan diminta untuk mengulangi
dan mempelajari kembali. Oleh karena itu, modul harus menggambarkan
kompetensi dasar yang akan dicapai oleh peserta didik, serta disajikan
dengan bahasa yang baik, menarik, dan dilengkapi dengan ilustrasi.
10
(35)
2) Penulisan Modul
Dalam penulisan modul, terdapat lima hal penting yang dijadikan acuan,
yaitu11:
a. Perumusan Kompetensi Dasar yang Harus Dikuasai
Rumusan kompetensi dasar pada suatu modul adalah spesifikasi
kualitas yang semestinya telah dimiliki oleh siswa setelah mereka
berhasil menyelesaikan modul tersebut. Jika siswa tidak berhasil
menguasai tingkah laku sebagaimana yang dirumuskan dalam
kompetensi dasar tersebut, maka kompetensi dasar pembelajaran
dalam modul itu harus dirumuskan ulang.
b. Penentuan Alat Evaluasi atau Penilaian
Poin ini adalah mengenai criterion items, yaitu sejumlah pertanyaan
atau tes yang digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
peserta didik dalam menguasai suatu kompetensi dasar dalam bentuk
tingkah laku. Evaluasi dapat langsung disusun setelah ditentukan
kompetensi dasar yang akan dicapai, sebelum menyusun materi dan
lembar kerja atau tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Hal
tersebut bertujuan agar evaluasi yang dikerjakan benar-benar sesuai
dengan apa yang dikerjakan siswa.
c. Penyusunan Materi
Materi atau isi modul sangat bergantung pada kompetensi dasar yang
akan dicapai. Untuk penulisannya, materi modul tidak harus ditulis
11 Ibid., hlm. 120-131.
(36)
secara lengkap. Pembuat modul dapat menunjukkan referensi yang
digunakan agar siswa membaca lebih jauh tentang materi tersebut.
Tugas-tugas juga harus ditulis secara jelas dan tidak membingungkan
untuk mengurangi pertanyaan dari siswa tentang hal-hal yang
semestinya dapat mereka kerjakan. Selain itu, gambar-gambar yang
dapat mendukung dan memperjelas isi materi juga sangat dibutuhkan.
Selain untuk memperjelas uraian, gambar juga dapat menambah daya
tarik dan mengurangi kebosanan siswa untuk mempelajarinya.
d. Urutan Pengajaran
Urutan pengajaran dapat disertakan dalam petunjuk penggunaan
modul. Pencantuman urutan pengajaran dapat dibedakan dalam
petunjuk untuk guru dan petunjuk untuk siswa. Petunjuk bagi siswa
lebih berisi tentang hal-hal yang harus maupun yang tidak boleh
dilakukan, sehingga siswa tidak perlu banyak bertanya dan guru juga
tidak perlu banyak menjelaskan sehingga bisa berfungsi sepenuhnya
sebagai fasilitator.
e. Struktur Bahan Ajar (Modul)
Struktur modul paling tidak harus memuat tujuh komponen utama
yaitu judul modul, petunjuk belajar, materi pokok, informasi
pendukung, latihan, tugas atau langkah kerja, dan penilaian. Meski
demikian, struktur modul dapat bervariasi tergantung kenyataan di
lapangan seperti karakter materi yang disajikan, ketersediaan sumber
(37)
2.3 Pendekatan Saintifik
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Menengah pada Lampiran IV tentang Pedoman Pelaksanaan
Pembelajaran menjelaskan bahwa pembelajaran pada Kurikulum 2013
menggunakan pendekatan saintifik atau pendekatan berbasis proses keilmuan.
Pendekatan saintifik meliputi lima pengalaman belajar sebagaimana
tercantum dalam tabel berikut:
Langkah pembelajaran
Deskripsi kegiatan Kompetensi yang dikembangkan Mengamati
(observing)
mengamati dengan indra (membaca, mendengar,
menyimak, melihat, menonton, dan sebagainya) dengan atau tanpa alat
perhatian pada waktu mengamati suatu objek/membaca suatu tulisan/mendengar suatu penjelasan, catatan yang dibuat tentang yang diamati, kesabaran, waktu (on task) yang digunakan untuk mengamati Menanya
(questioning)
membuat dan mengajukan pertanyaan, tanya jawab, berdiskusi tentang informasi yang belum dipahami,
informasi tambahan yang ingin diketahui, atau sebagai
klarifikasi.
jenis, kualitas, dan jumlah pertanyaan yang diajukan peserta didik (pertanyaan faktual, konseptual, prosedural, dan hipotetik) Mengumpulkan informasi/ mencoba (experimenting) mengeksplorasi, mencoba, berdiskusi, mendemonstrasikan, meniru bentuk/gerak, melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengumpulkan data dari nara sumber melalui angket, wawancara, dan memodifikasi/
menambahi/mengembangkan
jumlah dan kualitas sumber yang dikaji/digunakan, kelengkapan informasi, validitas informasi yang dikumpulkan, dan instrumen/alat yang digunakan untuk mengumpulkan data.
(38)
Menalar/ Mengasosiasi (associating)
mengolah informasi yang sudah dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk membuat
kategori, mengasosiasi atau menghubungkan
fenomena/informasi yang terkait dalam rangka
menemukan suatu pola, dan menyimpulkan.
mengembangkan interpretasi, argumentasi dan kesimpulan mengenai keterkaitan informasi dari dua fakta/konsep, interpretasi
argumentasi dan kesimpulan mengenai keterkaitan lebih dari dua fakta/konsep/teori, menyintesis dan argumentasi serta kesimpulan keterkaitan antarberbagai jenis fakta/konsep/teori/ pendapat;
mengembangkan interpretasi, struktur baru, argumentasi, dan kesimpulan yang menunjukkan hubungan
fakta/konsep/teori dari dua sumber atau lebih yang tidak
bertentangan;
mengembangkan interpretasi, struktur baru, argumentasi dan kesimpulan dari konsep/teori/pendapat yang berbeda dari berbagai jenis sumber. Mengomunikasi
kan
(communicating)
menyajikan laporan dalam bentuk bagan, diagram, atau grafik; menyusun laporan tertulis; dan menyajikan laporan meliputi proses, hasil, dan kesimpulan secara lisan
menyajikan hasil kajian (dari mengamati sampai menalar) dalam bentuk tulisan, grafis, media elektronik, multi media dan lain-lain
(39)
2.4 Model Pembelajaran Pedagogi Reflektif
Pedagogi Reflektif adalah model pembelajaran yang menekankan
peran guru untuk mendampingi siswa dalam pertumbuhan dan perkembangan
akademik maupun kepribadian dengan memberikan kesempatan kepada siswa
untuk merefleksikan pengetahuan dan pengalaman yang telah ia peroleh, yang
bertujuan untuk membentuk siswa menjadi manusia yang kompeten,
bertanggung jawab, dan berkepedulian12.
Penerapan Pedagogi Reflektif dilakukan melalui 5 langkah sebagai
berikut 13:
1) Konteks Belajar
Guru dituntut untuk memahami konteks kehidupan dari siswanya
supaya bisa memilih kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan situasi
siswa dan untuk menciptakan hubungan yang otentik keterbukaan antara
guru dan siswa dituntu sikap saling mempercayai dan saling menghargai.
Baik guru atau anggota lain dari komunitas sekolah harus
memperhatikan:
a. Konteks nyata dari kehidupan siswa yang mencakup keluarga, kelompok
baya, keadaan sosial, lembaga pendidikan dan pengajaran, politik,
ekonomi, suasana kebudayaan, media, musik, dan kenyataan-kenyataan
hidup lain. Ada baiknya siswa didorong untuk berefleksi atas faktor-faktor
kontekstual yang mereka alami dan bagaimana hal-hal itu mempengaruhi
12
Subagya (penerj.), Paradigma Pedagogi Reflektif, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2010, hlm. 22-29.
13
(40)
sikap-sikap, tanggapan-tanggapan, penilaian-penilaian, pilihan-pilihan
mereka.
b. Konteks sosio-ekonomik politis, dan kebudayaan yang merupakan
lingkungan hidup pelajar dapat amat mempengaruhi perkembangan pelajar
sebagai orang yang peduli terhadap situasi orang lain di sekitarnya.
Konteks yang negatif bisa mempengaruhi cara pandang siswa terhadap
kehidupan menjadi negatif juga, dan sebaliknya konteks yang positif bisa
membuat siswa memiliki cara pandang dan keterlibatan positif di
lingkungan masyarakatnya.
c. Suasana kelembagaan sekolah, yaitu jaringan kompleks yang terdiri dari
norma-norma, harapan-harapan, dan lebih-lebih hubungan-hubungan yang
menciptakan suasana kehidupan sekolah. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa suasana atau iklim sekolah merupakan prasyarat yang harus
dipenuhi sebelum pendidikan nilai dapat dimulai. Unsur-unsur suasana
sekolah diwujudkan dalam: perhatian kepada mutu akademik sekolah,
kepercayaan, penghargaan, akan orang lain kendati berbeda pendapat,
perhatian satu sama lain, saling mengampuni, usaha membantu para
pelajar menjadi pribadi dewasa, suatu ungkapan iman yang jelas di
sekolah terhadap Tuhan.
d. Pengertian-pengertian yang dibawa seorang pelajar ketika memulai proses
belajar, berupa pendapat-pendapat dan pemahaman-pemahaman yang
mereka peroleh dari studi sebelumnya atau dari lingkungan hidup mereka
(41)
perasaan mereka, sikap, dan nilai-nilai mereka mengenai bidang studi
yang akan dipelajari merupakan konteks nyata proses belajar mereka.
2) Pengalaman
Istilah pengalaman merujuk pada setiap kegiatan yang memuat
pemahaman kognitif bahan yang disimak yang juga memuat unsur afektif
yang juga dihayati oleh pelajar. Pada setiap pengalaman ada data yang
diserap secara kognitif. Lewat menanyakan, membayangkan, menyelidiki
unsur-unsurnya dan hubungan-hubungan antara data tersebut, pelajar
menyusun data membentuk gambaran mengenai yang disimak atau suatu
hipotesis.
Pengalaman dapat berupa pengalaman langsung atau tidak langsung.
Pengalaman langsung diperoleh melalui proses yang dijalani sendiri oleh
siswa, dalam situasi akademiki bisa melalui pengalaman interpersonal
seperti diskusi, penelitian, proyek pelayanan, dan sebagainya. Sementara
pengalaman tidak langsung biasanya berlangsung lewat pengalaman
pengganti melalui membaca atau mendengarkan, yang menantang siswa
untuk menggunakan imajinasi dan inderanya sehingga seolah dapat
langsung memasuki kenyataan yang sedang dipelajari.
3) Refleksi
Refleksi merupakan proses menyimak kembali dengan penuh
perhatian bahan studi tertentu, pengalaman, ide, usul, atau reaksi spontan
(42)
suatu proses yang memunculkan makna dalam pengalaman manusiawi
dengan:
a. memahami kebenaran yang dipelajari secara lebih baik;
b. mengerti sumber-sumber perasaan dan reaksi yang dialami dalam
menelaah sesuatu;
c. memperdalam pemahaman tentang implikasi yang telah dimengerti
bagi diri sendiri dan bagi orang lain;
d. berusaha menemukan makna bagi diri pribadi tentang
kejadian-kejadian, ide-ide, kebenaran atau pemutarbalikan dari kebenaran dan
sebagainya; dan
e. mulai memahami siapa dirinya dan bagaimana seharusnya sikapnya
terhadap orang lain.
4) Aksi
Aksi merujuk pada pertumbuhan batin seseorang yang didasarkan pada
pengalaman yang telah direfleksikan dan juga pada manifestasi
lahiriahnya. Istilah ini mencakup dua langkah, yaitu:
a. Pilihan-pilihan batin
Setelah berefleksi, siswa mempertimbangkan pengalamannya dari sudut
pandang pribadi dan manusiawi. Kemauan baru akan tergerakkan, setelah
terjadi pemahaman kognitif mengenai pengalaman tersebut yang disertai
perasaan-perasaan afektif, baik positif maupun negatif. Makna yang
tertangkap dan dinilai akan menyajikan pilihan yang harus diambil, yang
(43)
menjadi pegangan yang akan mempengaruhi semua keputusan lebih lanjut.
Ini bisa dalam bentuk makin jelasnya prioritas hidup siswa. Inilah saat
memilih kebenaran itu sebagai miliknya, sambil tetap membiarkan diri ke
arah mana ia akan digiring oleh kebenaran itu.
b. Pilihan yang dinyatakan secara lahiriah
Pada satu saat ketika makna hidup, sikap, dan nilai terlah menjadi bagian
dari diri siswa, ia akan terdorong untuk berbuat sesuatu yang konsisten
dengan keyakinannya yang baru. Kalau makna itu positif, si pelajar akan
meningkatkan keadaan yang menimbulkan pengalaman yang bermakna
positif tersebut. Misalnya, kalau ia beranggapan bahwa membantu sesama
teman adalah hal yang baik, ia akan menawarkan diri untuk ikut dalam
program membantu siswa lain yang membutuhkan. Sebaliknya jika ia
mengalami pengalaman negatif, ia akan berusaha memperbaiki,
mengubah, mengurangi, atau menghindari apa yang menimbulkan
pengalaman negatif itu.
5) Evaluasi
Semua guru menyadari bahwa kadang-kadang mengevaluasi
kemajuan akademik pelajar memang penting. Tes, ulangan, ujian
merupakan alat evaluasi untuk menilai seberapa jauh pengetahuan sudah
dikuasai dan keterampilan sudah diperoleh. Evaluasi berkala juga
mendorong guru maupun siswa untuk memperhatikan pertumbuhan
intelektual dan juga apakah ada kekurangan yang perlu ditangani. Umpan
(44)
mencari cara atau metode mengajar yang lain. Selain itu membantu juga
untuk lebih memperhatikan tiap pelajar apakah memerlukan perbaikan
dalam cara belajar mereka.
Pedagogi Reflektif berusaha mendorong tidak hanya kemajuan
akademik tetapi juga pertumbuhan siswa secara menyeluruh menjadi
pribadi bagi sesamanya. Ada banyak cara untuk menilai perkembangan
menyeluruh tersebut, dengan memperhitungkan umur, bakat, kemampuan,
dan tingkat perkembangan masing-masing siswa. Pedagogi Reflektif
memiliki tiga aspek khas dalam konteks evaluasinya yang sering disingkat
menjadi 3C yaitu competence, conscience, dan compassion14.
Competence (kompetensi) mencakup spektrum dari berbagai jenis
kemampuan akademis, keterampilan teknis, apresiasi seni, olahraga,
hiburan, serta kemampuan berkomunikasi secara efektif. Dalam konteks
Pedagogi Reflektif, competence secara khusus merujuk pada aspek
pengetahuan dan keterampilan siswa (kognitif dan psikomotorik).
Penilaian aspek ini dilakukan melalui tes tertulis maupun tidak tertulis,
yang menguji pemahaman dan keterampilan siswa.
Conscience (suara hati) adalah kemampuan menggunakan kesadaran
moral untuk membedakan mana yang benar dan baik, serta keberanian
untuk melakukan hal yang berintegritas. Evaluasi aspek ini dapat
dilakukan dengan merumuskan perilaku siswa yang dapat diobservasi dan
diukur, misalnya menggunakan skala Likert. Perilaku yang menunjukkan
14
P3MP LPM USD, Pedoman Model Pembelajaran Berbasis Pedagogi Ignasian, Pusat Pengembangan dan Penjaminan Mutu Pembelajaran, Yogyakarta, 2012, hlm. 38-42, 52-53.
(45)
kualitas conscience adalah perilaku yang sifatnya intrapersonal, antara lain
seperti kemandirian, tanggung jawab, kejujuran, kedisiplinan, keberanian
mengambil risiko, dan ketekunan.
Compassion (bela rasa) adalah kemampuan untuk berbela rasa
kepada orang lain dan lingkungan sekitar. Sama dengan conscience,
penilaian aspek compassion juga dilakukan dengan dilakukan dengan
merumuskan perilaku siswa yang dapat diobservasi dan diukur dengan
skala Likert. Yang membedakan adalah perilaku yang diobservasi, yaitu
perilaku yang sifatnya interpersonal. Contoh perilaku interpersonal
tersebut antara lain kerja sama, kepedulian terhadap orang lain,
keterlibatan dalam kelompok, dan penghargaan terhadap sesama.
2.5 Tahap Perkembangan Psikologis Siswa
2.5.1 Lima Sistem Pembelajaran yang Dikembangkan Otak Manusia
Otak manusia mengembangkan lima sistem pembelajaran, yaitu
sistem pembelajaran emosional, sosial, kognitif, fisik, dan reflektif.
Pemahaman akan perkembangan kelima sistem ini dapat membantu guru
membangun kegiatan belajar yang efektif dan menyenangkan bagi siswa15.
Sistem pembelajaran emosional adalah sistem pembelajaran yang
terkait dengan hasrat individu untuk belajar. Sistem pembelajaran ini
bersifat pribadi, internal, dan berpusat pada diri individu. Untuk
mengembangkan sistem pembelajaran emosional, guru harus menciptakan
(46)
iklim belajar yang kondusif, mendorong siswa untuk menanamkan hasrat
belajar, serta menantang siswa untuk mengembangkan kemampuannya
lebih jauh lagi.
Sistem pembelajaran sosial merupakan sistem pembelajaran yang
terkait dengan hasrat individu untuk untuk menjadi bagian dari sebuah
kelompok, untuk dihormati, dan untuk menikmati perhatian dari yang lain.
Sistem pembelajaran sosial berpusat pada interaksi dengan orang lain dan
pengalaman interpersonal. Untuk mengembangkannya, guru dituntut untuk
mengelola sekolah sebagai komunitas pelajar tempat guru dan siswa
bekerja sama secara setara sebagai mitra dalam mengambil keputusan dan
memecahkan masalah dan meningkatkan toleransi serta pemahaman akan
keberagaman.
Sistem pembelajaran kognitif adalah sistem pembelajaran yang
terkait dengan kemampuan siswa memproses dan memahami informasi
dalam pengembangan kecakapan akademis. Sistem pembelajaran ini baru
akan berkembang jika guru memberikan informasi dalam satuan
pembelajaran bertema yang terkait kehidupan siswa. Guru memfokuskan
diri sebagai fasilitator pembelajaran, sementara siswa menjadi pemecah
masalah dan pengambil keputusan nyata dan dipenuhi kebutuhannya untuk
mengetahui lebih banyak lagi informasi.
Sistem pembelajaran fisik merupakan sistem pembelajaran yang
terkait dengan keterlibatan aktif siswa dalam kegiatan belajar. Sistem
(47)
menantang, dengan guru melatih, mengilhami, dan mendukung partisipasi
aktif siswa dalam proses belajar.
Sistem pembelajaran reflektif sendiri adalah sistem pembelajaran
yang melibatkan pertimbangan pribadi siswa terhadap hasil
pembelajarannya melalui berbagai cara pembelajaran, di mana siswa dapat
belajar membuat penilaian tentang kinerjanya sendiri. Secara biologis,
sistem pembelajaran reflektif berkembang paling akhir dalam diri
individu, namun merupakan sistem pembelajaran yang paling manusiawi
dibanding yang lainnya dan bertindak sebagai organisator eksekutif dalam
memadukan semua kerja otak yang dilakukan oleh keempat sistem
pembelajaran lainnya. Apabila sistem pembelajaran reflektif siswa tidak
dikembangkan, hasil dari keempat sistem pembelajaran yang telah
berkembang sebelumnya tidak akan maksimal. Sistem pembelajaran
reflektif membutuhkan instruksi eksplisit dalam pemantauan diri dan
analisis kerja untuk bisa berkembang dengan baik. Dalam sistem
pembelajaran reflektif, guru didorong untuk menjadi pencari bakat yang
bisa mengenali kelebihan siswa dan membimbing siswa mengembangkan
kelebihan tersebut.
2.5.2 Tahap Perkembangan Psikososial Siswa
Psikolog Erik Erikson merumuskan tahap-tahap perkembangan
kepribadian, atau dikenal juga dengan tahap perkembangan psikososial.
(48)
untuk meraih sistem pembelajaran yang semakin kompleks seiring
berjalannya usia.
Siswa SMA di Indonesia pada umumnya berada pada rentang usia
antara 15 – 18 tahun. Berdasarkan teori Erikson, maka mereka berada pada tahap perkembangan sebagai berikut16:
Tahap (Perkiraan Usia)
Kualitas yang terlibat
Hasil Positif
Aktivitas yang diasosiasikan dengan Tahap ini
Remaja
(Usia 13-18 tahun)
Identitas vs. Pencampuradukan peran
Kesetiaan Setia pada citra diri; mencapai identitas seksual; mencari nilai-nilai baru.
(Tabel 3: Tahap perkembangan psikososial remaja 13-18 tahun)
Dari rumusan tersebut dapat dilihat bahwa subyek penelitian yang
berusia antara 16-17 tahun berada pada tahap fokus perkembangan
“identitas diri versus pencampuradukan peran”. Tahapan perkembangan
ini ditandai dengan beberapa hal, yaitu:
- Siswa mulai berpikir dalam persepsi subyektif dan realitas obyektif,
terutama terkait dengan identitas dirinya. Siswa sudah bisa memedakan
perasaan dan emosi dalam dirinya dan orang lain, siswa bisa melihat dari
sudut pandang orang lain, memahami makna simbolis, memerankan
skenario “seandainya” (berandai-andai), mengembangkan empati dan altruisme;
- Siswa masih memiliki egosentrisme yang cukup besar, dan menunjukkan
hal tersebut dengan mengimajinasikan keyakinan yang mendalam tentang
16
(49)
identitas pribadinya dan mengidentifikasi dirinya sesuai dengan imajinasi
tersebut.
- Siswa menginginkan afiliasi dan mengidentifikasi dirinya dalam kelompok
teman sebaya dan cenderung setia ke dalam kelompoknya. Siswa jadi
lebih peduli pada kata-kata teman sebayanya dibandingkan orang yang
lebih tua seperti guru, kerabat, atau orang tua. Semakin siswa
dikonfrontasi atau digurui, semakin negatif reaksi siswa.
- Siswa sudah bisa menyadari, secara sadar memantau dan mengendalikan
pikiran mereka sehingga siswa bisa memilih dan menentukan strategi
belajar yang sesuai dengan kondisi dirinya.
Melihat ciri-ciri tahapan perkembangan siswa ini, maka guru
diharapkan mengembangkan kurikulum yang berfokus pada upaya
membantu siswa memahami diri sendiri dan orang lain tanpa menggurui.
Pada tahapan ini, guru bisa mengajar dengan cara yang implisit, tidak
secara langsung memberikan informasi atau wejangan kepada siswa, tetapi
lebih menggiring siswa untuk memahami dan memaknai informasi secara
personal.
2.6 Konsep Historiografi Modern dalam Penulisan Bahan Ajar Sejarah Indonesia
Penyusunan bahan ajar sejarah Indonesia tidak lepas dari penulisan
sejarah nasional Indonesia itu sendiri. Pada tahun 1970-an, para sejarawan
(50)
bersifat Indonesia-sentris untuk menghapus paradigma Neerlando-sentris
melalui penulisan buku pedoman Sejarah Nasional Indonesia. Salah satu
alasan utama pengerjaan buku ini adalah supaya bisa dijadikan acuan bagi
penulisan buku-buku ajar sejarah di sekolah. Para sejarawan Indonesia saat itu
menyadari bahwa pengajaran sejarah merupakan dasar bagi pendidikan dalam
masa pembangunan bangsa, terutama untuk menggembleng jiwa generasi
muda dengan membangkitkan pada mereka suatu kesadaran bahwa mereka
adalah anggota dari suatu bangsa. Oleh karena itu, penulisan kembali sejarah
Indonesia pun memiliki beberapa syarat:
a. sejarah Indonesia yang wajar ialah sejarah yang mengungkapkan
“sejarah dari dalam” di mana bangsa Indonesia sendiri memegang
peranan pokok;
b. proses perkembangan masyarakat Indonesia hanya dapat diterangkan
sejelas-jelasnya dengan menguraikan faktor atau kekuatan yang
mempengaruhinya, baik ekonomis, sosial, maupun politik atau kulturil;
c. erat berhubungan dengan kedua pokok di atas perlu ada pengungkapan
aktivitas dari pelbagai golongan masyarakat, tidak hanya para
bangsawan atau ksatriya, tetapi juga dari kaum ulama dan petani serta
golongan-golongan lainnya;
d. untuk menyusun sejarah Indonesia sebagai suatu sintese, di mana
digambarkan proses yang menunjukkan perkembangan ke arah
(51)
mengukur seberapa jauh integrasi itu dalam masa-masa tertentu telah
tercapai.
Meskipun demikian, ditekankan pula bahwa penulisan sejarah yang
sifatnya Indonesia-sentris juga harus proporsial. Sejarah bangsa Indonesia
tidak boleh digambarkan dalam serba keagungan belaka hingga
mengorbankan objektivitas. Sejarah Indonesia harus ditulis apa adanya,
lengkap dengan pasang surutnya kegiatannya, maju-mundurnya karya dan
kebudayaannya, timbul-tenggelamnya lembaga-lembaganya,
unggul-kalahnnya perjuangannya, yang semuanya diharapkan akan mempertinggi
kesadaran bangsa Indonesia sebagai suatu nasion. Melalui penggambaran
seperti itu, diharapkan sejarah Indonesia bisa membangkitkan rasa
kebanggaan pada generasi muda, memantapkan kepribadian bangsa, serta
identitasnya. Dengan demikian akan tercapai pula apa yang diharapkan dari
pelajaran Sejarah Nasional, tanpa mengurangi tuntutan-tuntutan ilmu
sejarah.17
2.7 Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Pembelajaran Sejarah Indonesia
2.7.1 Prinsip Penggunaan TIK dalam Pembelajaran Sejarah
Pemanfaatan TIK dalam pembelajaran sejarah sebaiknya
mempertimbangkan tiga prinsip utama yaitu apakah penggunaan TIK
mendukung praktik pembelajaran sejarah yang baik atau tidak,
17 Sartono Kartodirdjo et. al., Sejarah Nasional Indonesia 1, Depdikbud, Jakarta, 1975, tanpa no. halaman.
(52)
penggunaan TIK harus memfasilitasi pencapaian tujuan belajar, dan TIK
yang digunakan harus membantu guru maupun siswa untuk mencapai
sebuah tujuan yang tidak bisa dicapai tanpa penggunaan teknologi tersebut
serta membantu siswa untuk belajar dengan lebih efisien18.
2.7.2 Penggunaan Video dalam Bahan Ajar
Video dalam Kamus Merriam-Webster didefinisikan sebagai
gambar-gambar bergerak yang dapat dilihat dalam sebuah rekaman atau
siaran. Sementara Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006) mendefinisikan
video sebagai rekaman gambar hidup atau program televisi lewat tayangan
pesawat televisi. Dalam konteks bahan ajar, video termasuk dalam
kategori bahan ajar audiovisual atau bahan ajar pandang-dengar. Bahan
ajar audiovisual merupakan bahan ajar yang mengombinasikan materi
visual, yaitu materi yang merangsang indra penglihatan, dan materi audio,
yang merangsang indra pendengaran. Dengan kombinasi kedua materi ini,
guru dapat menciptakan proses pembelajaran yang lebih berkualitas karena
komunikasi berlangsung secara lebih efektif 19.
Hasil survei dari Corporation for Public Broadcasting terhadap para
guru (2004) menunjukkan bahwa penggunaan tayangan video dalam
aktivitas belajar di kelas memiliki dampak sebagai berikut: 20
1) menstimulasi diskusi kelas
18 Rob Phillips, Reflective Teaching of History 11-18, Continuum, London, 2002, hlm. 128. 19
Andi Prastowo, Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif, Diva Press, Yogyakarta, 2012, hlm. 300-301
20
EDC's Center for Children and Technology, Television goes to school: The impact of video on student learning in formal education, Corporation for Public Broadcasting, Washington DC, 2004, hlm.10
(53)
2) memperkuat materi ceramah dan bacaan,
3) memberikan pengetahuan dasar yang sama bagi semua siswa,
4) membantu guru mengajar dengan lebih efektif,
5) meningkatkan pemahaman dan diskusi siswa dalam materi terkait,
6) dapat mengakomodasi keragaman gaya belajar,
7) meningkatkan motivasi dan antusiasme siswa untuk belajar.
2.7.3 Video Fragmen Sidang PPKI 1945
Video yang digunakan sebagai media dalam modul pembelajaran yang
disusun dalam makalah ini adalah video sosio-drama Fragmen Sidang
PPKI produksi Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada (PSP
UGM), dengan melibatkan Teater Gamatua Keluarga Alumni UGM
sebagai para pemeran tokoh sejarah di dalamnya. Penulisan naskah
sosio-drama ini didasarkan dari berbagai sumber, dengan sumber utama dari
buku “Lahirnya Undang-undang Dasar 1945” karya A.B. Kusuma serta wawancara langsung dengan A.B. Kusuma. Supervisi naskah juga
dilakukan oleh Prof. Dr. Sutaryo selaku staf ahli PSP UGM.21
Dalam video ini terdapat dua bagian besar. Bagian pertama berisi reka
ulang peristiwa pembahasan rancangan Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 yang dilakukan oleh Panitia Sembilan dari Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 22 Juni 1945 (dalam teks
pengantar video terdapat kesalahan ketik menjadi 22 Juli 1945, seharusnya
yang benar 22 Juni 1945), yang menghasilkan Piagam Jakarta. Sementara
21
Berdasarkan hasil korespondensi dengan Drs. Tri Kuntoro Priyambodo, M.Sc., dosen FMIPA UGM sekaligus anggota Seksi Kesenian Keluarga Alumni Gadjah Mada yang turut memprakarsai pembuatan video ini.
(54)
bagian kedua berisi reka ulang peristiwa sidang Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia pada 18 Agustus 1945, dengan menekankan pada
bagian musyarawah di mana para Bapak Pendiri Bangsa melakukan
pengubahan pada rumusan sila pertama Pancasila yang terkandung di
dalam teks Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dari “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
2.8 Kerangka Berpikir
Berdasarkan hasil wawancara guru, diketahui bahwa guru sudah
menggunakan bahan ajar berbasis teknologi dengan sumber bahan ajar yang
juga beragam. Selain itu, guru juga sudah menerapkan metode pembelajaran
yang bervariasi dengan meminimalisasi ceramah dan menggiatkan aktivitas
presentasi siswa. Meski demikian, proses pembelajaran terkendala oleh
keterbatasan akses siswa terhadap bahan ajar karena buku paket yang
menjadi pegangan hanya bisa digunakan di sekolah sehingga menjelang
ulangan siswa biasanya hanya mengandalkan buku catatan sebagai sumber
belajar. Diungkapkan pula bahwa siswa mudah merasa bosan dan
mengeluhkan bahwa materi pelajaran dirasa kurang relevan dengan
kehidupan mereka di masa kini.
Sementara itu, dari angket kebutuhan siswa, diketahui bahwa siswa
(55)
dengan berbagai media pendukung seperti gambar atau film supaya
pembelajaran tidak membosankan.
Dari hasil studi kebutuhan guru dan siswa, maka peneliti
mengembangkan bahan ajar inovatif. Inovasi dalam bahan ajar diwujudkan
dalam tiga hal, yaitu penggunaan model pembelajaran Pedagogi Reflektif
untuk melengkapi aspek pembelajaran yang selama ini sudah berlangsung
serta membantu siswa menemukan relevansi pelajaran dengan hidupnya
sehari hari, penerapan konsep historiografi modern dalam penulisan bahan
ajar untuk mengaktualisasikan peristiwa masa lampau dalam pembangunan
karakter dan identitas siswa, serta pemanfaatan TIK untuk memenuhi
kebutuhan siswa akan media belajar yang bervariasi dan menarik.
Pengembangan bahan ajar inovatif ini diwujudkan dalam bentuk
desain produk berupa modul bahan ajar. Bahan ajar modul dipilih karena
selain bisa memfasilitasi akses siswa terhadap bahan ajar, modul juga bisa
memberikan petunjuk kepada siswa untuk belajar lebih mandiri dan juga
mengevaluasi perkembangannya setelah melewati proses pembelajaran.
2.9 Langkah-langkah Penulisan Bahan Ajar
Langkah penulisan bahan ajar dalam makalah ini menggunakan
metode penelitian dan pengembangan (dari bahasa Inggris Research &
(56)
produk dan menguji keefektifan produk tersebut. Langkah-langkah penelitian
dan pengembangan ditunjukkan pada gambar berikut22:
Sehubungan dengan tujuan penulisan makalah yaitu untuk menganalisis dan
mendeskripsikan bentuk bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa kelas
XI IPS SMA BOPKRI 2, maka prosedur pengembangan bahan ajar sejarah
dalam makalah ini dibatasi hanya sampai pada tahap desain produk sebagai
berikut:
Prosedur yang dilaksanakan dalam penelitian ini dapat dijabarkan
sebagai berikut:
Tahap
penelitian dan pengembangan
Hasil
Potensi dan Masalah
- Potensi yang ditemukan dari pembelajaran sejarah di kelas XI IPS SMA Bopkri 2 selama ini adalah metode dan sumber ajar yang digunakan oleh guru sudah sesuai dengan konteks situasi siswa. Guru
22 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2010, hlm. 408-416.
Potensi dan Masalah Pengumpulan Data Desain Produk Validasi Desain Revisi Desain Ujicoba Produk Revisi Produk Ujicoba pemakaian
Revisi Produk Produksi Massal
Potensi dan Masalah Pengumpulan Data Desain Produk Validasi Desain
(57)
sudah biasa menggunakan metode presentasi untuk mendorong siswa lebih aktif dan menggunakan sumber bahan ajar yang beragam untuk melengkapi informasi siswa.
- Masalah yang dihadapi dalam pembelajaran sejarah di kelas XI IPS adalah keterbatasan akses siswa terhadap bahan ajar karena buku paket yang menjadi pegangan utama tidak bisa dibawa pulang. Selain itu, siswa juga kerap mengeluhkan kurangnya relevansi materi pembelajaran dengan kehidupan mereka sehari-hari.
Pengumpulan Data
- Dari hasil angket siswa, ditemukan bahwa siswa menyukai bahan ajar yang mengintegrasikan bermacam-macam media.
- Dari wawancara guru, guru mengharapkan siswa bisa lebih tertarik untuk belajar sejarah dan aktif dalam proses pembelajaran.
- Untuk membuat siswa lebih tertarik belajar sejarah dan memahami relevansi materi dengan kehidupan nyata mereka, maka dipilih teori Sistem Pembelajaran Reflektif dan model pembelajaran Pedagogi Reflektif.
- Untuk mendorong ketertarikan dan keaktifan siswa belajar sejarah, maka bahan ajar yang cocok adalah modul karena modul tidak hanya berisi materi tapi juga petunjuk bagi siswa untuk dapat belajar dengan lebih mandiri dan guru cukup menjadi pendamping.
Desain Produk - Mempelajari Kompetensi Inti dan Kompetensi
Dasar yang akan dikembangkan menjadi bahan ajar inovatif.
- Menyusun silabus dan RPP yang menggunakan
model pembelajaran Pedagogi Reflektif, dengan menerapkan langkah khas Pedagogi Reflektif yaitu konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi.
- Merancang desain produk bahan ajar inovatif mata
pelajaran sejarah berupa modul pembelajaran sejarah Indonesia.
- Melakukan validasi desain kepada dosen
pembimbing penelitian.
Validasi Desain - Validasi desain produk dilakukan oleh dosen pembimbing penelitian.
(58)
42 BAB III
BAHAN AJAR SEJARAH INOVATIF
3.1 Penerapan Teori dalam Pembuatan Bahan Ajar Inovatif
Bentuk bahan ajar yang disusun dalam makalah ini adalah modul
pembelajaran sejarah dengan judul “Membangun Republik Indonesia: Modul
Pembelajaran Pembentukan Pemerintahan dan Kelengkapan Negara Pertama
Republik Indonesia”. Pemilihan bentuk modul didasari pertimbangan bahwa
modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dapat mendukung siswa
untuk belajar dengan lebih aktif dan mandiri.
Adapun struktur dasar dari kegiatan pembelajaran modul ini dibuat
dengan mengikuti tahapan model pembelajaran Pedagogi Reflektif sebagai
berikut:
1) Konteks, yang berisi materi apersepsi sebagai pengantar bagi siswa untuk
memasuki materi yang akan dibahas.
2) Pengalaman, berupa aktivitas penyampaian materi pembelajaran kepada
siswa melalui berbagai metode pembelajaran.
3) Refleksi, berupa proses menyimak kembali dan pemaknaan lebih
mendalam dari pengalaman belajar siswa
4) Aksi, berupa tindakan nyata sebagai lanjutan dari hasil refleksi siswa.
(59)
Prinsip penulisan sejarah Indonesia yang modern diterapkan dalam
dua hal Pertama, penulisan narasi sejarah dalam modul bersifat
Indonesia-sentris dan proporsial. Peristiwa pembentukan pemerintahan dan lembaga
kelengkapan RI lainnya diceritakan kembali dengan pasang-surutnya, konflik
maupun kompromi yang terjadi dalam interaksi para Bapak Pendiri Bangsa,
dengan didasarkan pada sumber-sumber yang relevan. Kedua, penyertaan
contoh kasus intoleransi aktual yang terjadi di Indonesia, dengan sumber dari
media massa untuk memberikan wawasan dan konteks sejarah aktual, serta
sebagai bahan refleksi siswa.
Sebagai media pendukung proses pembelajaran, modul ini
menyertakan video sosiodrama “Fragmen SidangPPKI” produksi Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada. Selain karena kontennya yang sesuai
dengan materi, video ini digunakan untuk memberikan rangsangan visual
sehingga siswa bisa memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai proses
Sidang PPKI beserta interaksi para Bapak Pendiri Bangsa yang terlibat di
dalamnya.
3.2 Sistematika Isi Bahan Ajar
Isi dari modul bahan ajar sejarah ini mencakup:
1) Halaman sampul
2) Deskripsi Kompetensi Dasar, Indikator, dan Tujuan Pembelajaran
3) Daftar Isi
(60)
5) Aktivitas Pertemuan 1
a. Apersepsi: status negara Indonesia pasca Proklamasi 17 Agustus 1945.
b. Mari Menyimak: pemutaran video sosiodrama rapat PPKI.
c. Refleksi: refleksi siswa atas video yang telah disaksikan.
d. Diskusikanlah: panduan diskusi, petunjuk pembuatan laporan diskusi,
materi bahan diskusi.
e. Evaluasi:evaluasi kinerja kelompok dan evaluasi kinerja diri.
6) Aktivitas Pertemuan 2
a. Apersepsi: mengingat kembali pembahasan pertemuan 1.
b. Mari Menyimak: presentasi dan tanya jawab antar siswa.
c. Refleksi: refleksi atas bacaan contoh kasus intoleransi di Indonesia.
d. Diskusikanlah: panduan diskusi pembuatan majalah dinding kelas.
e. Evaluasi:soal esai dan evaluasi kinerja diri.
7) Daftar Pustaka
8) Lampiran
3.3 Tampilan Bahan Ajar
Tampilan modul bahan ajar dibuat sesuai dengan hasil angket siswa
responden, yaitu dengan jenis tulisan Times New Roman, format teks satu
kolom, dan skema warna kuning-ungu tua-biru muda.22
22
(61)
45 BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Tantangan dalam proses pembelajaran sejarah yang terjadi di kelas XI
IPS di SMA BOPKRI 2 Yogyakarta, berdasarkan hasil wawancara dengan
guru pengampu mata pelajaran sejarah adalah keterbatasan akses siswa
terhadap sumber bahan ajar dan materi yang terkandung dalam bahan ajar itu
sendiri dikemas dengan cara yang kurang menarik, sehingga siswa mudah
bosan dan merasa tidak menemukan relevansi materi pelajaran dengan
kehidupannya di masa kini.
Solusi yang dapat ditempuh sebagai alternatif mengatasi tantangan
pembelajaran sejarah tersebut adalah melalui pengembangan bahan ajar
sejarah inovatif berbentuk modul pembelajaran sejarah dengan judul
“Membangun Republik Indonesia: Modul Pembelajaran Pembentukan Pemerintahan dan Kelengkapan Negara Pertama Republik Indonesia”. Bentuk bahan ajar modul dipilih karena modul bisa memfasilitasi siswa untuk
belajar secara lebih mandiri dan guru bisa menempatkan diri sebagai
fasilitator secara lebih efektif.
Dari segi kegiatan pembelajaran sejarah, proses pembelajaran di kelas
XI IPS SMA BOPKRI 2 sudah mencakup kegiatan yang merangsang
perkembangan sistem pembelajaran emosional, sistem pembelajaran sosial,
sistem pembelajaran kognitif, serta sistem pembelajaran fisik sehingga model
(62)
perkembangan sistem pembelajaran reflektif siswa. Oleh karena itu model
pembelajaran Pedagogi Reflektif dipilih sebagai dasar pengembangan
aktivitas belajar dalam modul karena model ini menekankan peran guru
dalam pendampingan siswa dengan memberikan kesempatan kepada siswa
untuk merefleksikan pengetahuan dan pengalaman yang telah ia peroleh
dalam selama proses pembelajaran melalui lima langkah, yaitu konteks
belajar, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi.
Dari segi aktualisasi peristiwa sejarah yang disampaikan dalam
pelajaran, penulisan materi modul bahan ajar dilakukan memperhatikan
prinsip penulisan sejarah atau historiografi modern. Prinsip penulisan sejarah
Indonesia yang modern diterapkan dalam dua hal. Pertama, penulisan narasi
sejarah dalam modul bersifat Indonesia-sentris dan proporsial. Kedua,
penyertaan contoh kasus intoleransi aktual yang terjadi di Indonesia, dengan
sumber dari media massa untuk memberikan wawasan dan konteks sejarah
aktual, serta sebagai bahan refleksi siswa.
Dari segi media pembelajaran, siswa responden menyatakan mereka
menyukai pembelajaran dengan media video. Oleh karena itu, modul ini
menggunakan video sosiodrama berjudul “Fragmen Sidang PPKI” produksi Pusat Studi Pancasila UGM. Pemilihan video ini didasarkan pada kesesuaian
dengan topik materi di dalam modul serta manfaaat dari penggunaan video
dalam pembelajaran, yaitu antara lain dapat memberikan efek visual yang
tidak hanya menghibur tetapi juga membantu siswa memperoleh gambaran
(1)
Hatta, Mohammad. 1978. Mohammad Hatta: Memoir. Jakarta: Tintamas.
Kahin, George McTurnan. 1970. Nationalism and Revolution in Indonesia. Ithaca: Cornell University Press. Kusuma, Wijaya. 2014. “Rumah Direktur Penerbitan Galang Press Diserang Gerombolan Berjubah”.
Kompas.com. (diunduh dari http://regional.kompas.com/read/2014/05/30/0317081/
Rumah.Direktur.Penerbitan.Galang.Press.Diserang.Gerombolan.Berjubah, 9 September 2014) Mardikaningsih, Rini dan R. Sumaryanto. 2013. Sejarah untuk Kelas XII SMA dan MA Program IPS. Solo:
Global.
Ricklefs, H.C. 1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Suwarno, P.J. 2003. Tatanegara Indonesia dari Sriwijaya sampai Indonesia Modern. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma.
Tim Penyusun. 1981. 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1950. Jakarta: Tira Pustaka.
________. 1933. Montevideo Convention on the Rights and Duties of States (diunduh dari https:// www.ilsa.org/jessup/jessup15/Montevideo%20Convention.pdf, 21 Juli 2014)
SUMBER VIDEO
Teater Gamatua Keluarga Alumni UGM. 2012.Fragmen Sidang PPKI.Yogyakarta: Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada
(2)
LAMPIRAN 3
INTISARI HASIL WAWANCARA DENGAN GURU PENGAMPU MATA PELAJARAN SEJARAH
1. Metode mengajar yang biasa digunakan:
- ceramah bervariasi, karena mata pelajaran sosial mau tidak mau tetap harus ada penjelasan supaya siswa mengerti.
- presentasi kelompok, siswa diberi topik, buat powerpoint, presentasi dan saling tanya jawab, guru memoderatori, menarik kesimpulan bersama.
2. Bahan ajar:
- guru biasa menyajikan dalam bentuk powerpoint, materi disadur dari berbagai buku paket di pasaran.
- anak-anak memegang buku paket yang hanya bisa dipinjam dari perpustakaan selama jam pelajaran.
- anak-anak biasa memperoleh tambahan bahan dari sumber lain yang dicari sendiri untuk membuat powerpoint, seperti dari internet.
- guru pernah berinisiatif meminta anak-anak membeli LKS karena praktis dan murah, namun kurang efektif karena anak-anak malas membayar.
3. Penggunaan media:
- powerpoint
- film yang berkaitan dengan materi, diputar lalu dibahas bersama-sama - gambar
4. Tipe evaluasi:
- ulangan harian berbentuk esai, supaya siswa masih bisa dapat poin walaupun jawaban kurang akurat
- penilaian presentasi
- tugas-tugas: membuat peta, mencari tambahan materi lewat internet, merangkum.
5. Penilaian:
- kognitif dari ulangan dan tugas.
- afektif: dari sikap, keaktifan, respon terhadap pelajaran
6. Tantangan mengajar di kelas XI IPS:
- input siswa yang mayoritas secara kognitif agak kurang
- perilaku siswa yang agak sulit, misalnya ramai, nakal, suka tidur. Diatasi dengan menegur, memberi pertanyaan, disuruh maju membahas topik pelajaran.(sanksi yang membangun)
- anak-anak mudah bosan dan merasa materi kurang relevan (kadang-kadang anak sering kali mengatakan, “pak itu kan masa lalu kenapa kok dipelajari di masa-masa sekarang.
(3)
7. Potensi siswa kelas XI IPS:
- anak-anak sosialnya tinggi, pintar berkomunikasi dan bergaul, solidaritas tinggi, kesetiakawanan tinggi.
- pernah menang lomba grafiti/mural.
8. Harapan untuk KBM di kelas XI IPS:
- interaksi guru dengan anak didik bisa baik
- siswa bisa tertarik ke materi yang dipelajari sesuai kurikulum dan bisa memahami materi dengan baik.
(4)
LAMPIRAN 4
INTISARI HASIL KUESIONER KEBUTUHAN SISWA
No. Konten materi belajar sejarah Suka Tidak
suka
1. Terdapat naskah/narasi peristiwa sejarah 26 10
2. Materi disertai foto/gambar 33 3
3. Info khusus biografi tokoh sejarah 32 4
4. Materi menyisipkan info menarik tambahan/trivia 22 14
5. Materi disertai bagan/peta konsep 33 3
6. Materi disertai kronologi 31 5
7. Terdapat rangkuman materi di akhir bab 31 5
Jenis tulisan (font) Skema warna Tampilan kolom
Calibri Tahoma
Times New Roman Contoh 1 Contoh 2 Contoh 3 1 kolom 2 kolom 3 kolom
7 13 16 6 16 14 21 11 4
Rangkuman deskripsi bahan ajar menarik menurut siswa:
- Materi disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami
- Dilengkapi media gambar atau film yang menarik
- Ada rangkuman materi yang jelas
(5)
(VIDEO TERLAMPIR DALAM CD)
Ringkasan hasil korespondensi dengan staf produksi video Fragmen Sidang PPKI Bapak Tri Kuntoro Priyambodo, 31 Maret 2015
Fragmen PPKI merupakan serial dari beberapa Fragmen yang dibuat Pusat Studi Pancasila
UGM. Fragmen yang pertama kali dibuat adalah Sidang BPUPKI terkait dengan lahirnya Pancasila. Ide awalnya berasal dari Seksi Kesenian KAGAMA (didukung para alumni Teater Gadjah Mada) yang ingin menghadirkan fakta berdasarkan catatan sejarah lahirnya Pancasila. Pada awalnya memang Tim diminta oleh Panitia Kongres Pancasila (2011) untuk mementaskan proses lahirnya Pancasila.
Naskah yang menjadi acuan pementasan kemudian diolah agar muncul struktur dramaturgi
yang baik, ada konflik dan ada klimaksnya, yang kemudian tertuang dalam naskah dialog. Setelah pementasan yang pertama, ternyata respon audiens sangat positif, emosional, dan penuh kenangan,sampai beberapa tokoh yang hadir dalam Kongres mengatakan bahwa Kongres sudah selesai dan sudah ada kesimpulannya. Oleh karena itu kemudian ide
tersebut disempurnakan sehingga menjadi sosio-drama dengan tujuan agar pengenalan dan penghayatan sejarah menjadi lebih mengena kalau setiap individu bisa terlibat dan
(6)
Selanjutnya digaraplah fragmen Sidang PPKI untuk menggambarkan Proses lahirnya Undang-undang dasar, terutama Pembukaan UUD 1945 (asli). Fragmen lain juga
menggarap penggalan sejarah Kebangkitan Nasional melalui terbentuknya organisasi Boedi Oetomo.
Naskah atau skenario dikembangkan berdasarkan risalah sidang BPUPKI tulisan AB
Kusuma (berjudul “Lahirnya Undang-undang Dasar 1945”) dan beberapa sumber yang ada, sehingga penyusunan skenario dan naskah dilakukan dengan melalui tahapan diskusi yang cukup panjang.
Tokoh ahli yang diwawancarai dan terlibat dalam pembuatan naskah diantaranya adalah
penulis naskah risalah sidang BPUPKI yaitu bapak AB Kusuma (Jakarta). Selain beliau ada tokoh dari UGM Prof. Dr. Sutaryo, yang pada waktu itu menjabat sebagai Ketua Senat Akademik UGM serta aktif di Pusat Studi Pancasila UGM sebagai staff ahli.