108
dengan cara mengurangi kehilangan padi yang tercecer, yang saat ini cukup tinggi yaitu dapat mencapai 10 – 13 persen dari produksi padi yang dihasilkan.
Jumlah tenaga kerja pertanian penting untuk usahatani padi terutama untuk padi sawah, karena usahatani padi sawah termasuk yang intensif dan
memerlukan tenaga kerja pertanian yang cukup tinggi. Jumlah tenaga kerja pertanian di Jawa dan Sumatera cukup tinggi namun pada periode 2000-2001
menurun sehingga perlu untuk dipertahankan, sedangkan di beberapa wilayah masih relatif sedikit seperti di Kalimantan, Sulawesi dan wilayah lainnya sehingga
perlu ditingkatkan Lampiran 22, penurunan tenaga kerja pertanian ini, antara lain disebabkan karena rendahnya insentif untuk berusahatani yang disebabkan
oleh tingginya biaya produksi, sementara harga output yang dihasilkan relatif rendah, pendapatan dari usahatani padi relatif berfluktuasi serta tidak kontinu
dibanding usaha lainnya. Generasi muda sekarang ini kurang tertarik menjadi petani, sebab stereotip petrani di Indonesia sudah tergolong masyarakat miskin,
pendapatannya tidak menjanjikan kesejahteraan.
5.2.3. Keberlanjutan Ketersediaan Beras Dimensi Sosial Budaya
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan ketersediaan beras untuk dimensi sosial budaya di tingkat nasional sebesar 53.74 kategori
cukup berkelanjutan sedangkan hasil analisis di berbagai wilayah di Indonesia menunjukkan nilai indeks keberlanjutan ketersediaan beras dimensi sosial
budaya berkisar antara 67.88 sampai dengan 28.94 Tabel 33 dan Gambar 22. Hanya wilayah Jawa yang nilainya di atas 50 persen dengan kategori cukup
berkelanjutan sedangkan 4 wilayah lainnya di bawah 50 persen kategori kurang berkelanjutan.
Tabel 33. Indeks dan Status Keberlanjutan Ketersediaan Beras Dimensi Sosial Budaya di Berbagai Wilayah Indonesia
Wilayah Indeks Keberlanjutan
Kategori Stress R
2
Nasional
53.74 Cukup 0.128
0.940
Regional 0.137 0.932
1. Jawa 67.89
Cukup 2. Sumatera
44.32 Kurang
3. Sulawesi 39.79
Kurang 4. Kalimantan
41.02 Kurang
5. Lain-lain 28.94
Kurang
109
Secara statistik hasil dari analisis keberlanjutan ketersediaan beras dimensi sosial budaya tingkat nasional dan regional menunjukkan nilai Stress sebesar
0.128 dan 0.137 0.25 dan koefisien determinasi R
2
sebesar 0.940 dan 0.932 yang mendekati 1 Tabel 33. Dengan demikian dari kedua parameter ini
menunjukkan bahwa seluruh atribut yang digunakan dalam analisis dimensi keberlanjutan ketersediaan beras dimensi sosial budaya di tingkat nasional dan
regional cukup baik dalam menerangkan sistem ketersediaan beras.
Dari hasil
analisis leverage dapat diketahui bahwa atribut atau faktor
dominan yang mempengaruhi dimensi sosial budaya adalah: 1 penduduk, 2 pertumbuhan konsumsi perkapita, 3 RT pertanian yang pernah mengikuti
penyuluhan pertanian, 4 persentase desa yang tidak memiliki akses penghubung dan 5 perempuan berpendidikan.
Gambar 22. Analisis Keberlanjutan Ketersediaan Beras Dimensi Sosial Budaya dan Faktor Sensitif Yang Mempengaruhi Keberlanjutan Sosial
Budaya Penduduk merupakan atribut yang paling sensitif dalam keberlanjutan
ketersediaan beras dimensi sosial budaya. Penduduk di Indonesia saat ini cukup
tinggi yaitu sekitar 222 juta dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.46 persen per tahun, peningkatan jumlah penduduk akan meningkatkan kebutuhan
untuk konsumsi rumah tangga dan akan mempengaruhi keberlanjutan dimensi sosial budaya
ketersediaan beras. Untuk meningkatkan indeks keberlanjutan ketersediaan beras dimensi
sosial budaya di berbagai wilayah diharapkan pertumbuhan penduduk ini dapat diturunkan dengan diaktifkannya kembali
RAPFISH Ordination
GOOD BAD
UP
DOWN -80
-60 -40
-20 20
40 60
80
20 40
60 80
100 120
Sumbu X Setelah Rotasi: Skala Sustainability Sum