Ketahanan Pangan TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem, Pendekatan Sistem dan Model

15 kenyataan dengan keinginan, 4 identifikasi dinamika menutup kesenjangan dan 5 analisis kebijakan. Dalam simulasi model setiap gejala dalam proses dapat distrukturkan ke dalam kategori atau kombinasi kategori tertentu seperti level, rate, auxilliary, constanta, flow, serta fungsi fungsi tertentu seperti delay, step, pulse, graph, if , table dan timecycle. Perilaku dinamis dalam model ini dapat dikenali dari hasil simulasi model. Simulasi model itu sendiri terdiri dari beberapa tahap yaitu: penyusunan konsep, pembuatan model, simulasi dan validasi hasil simulasi. Validasi hasil simulasi bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara hasil simulasi dengan gejala atau proses yang ditirukan. Model dapat dinyatakan baik bila kesalahan atau simpangan hasil simulasi terhadap gejala atau proses yang terjadi di dunia nyata relatif kecil. Hasil simulasi yang sudah divalidasi tersebut digunakan untuk memahami perilaku gejala atau proses serta kecenderungan di masa depan, yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi pengambil keputusan untuk merumuskan suatu kebijakan di masa mendatang. Validasi juga memberikan keyakinan sejauh mana model dapat dipertanggung jawabkan dalam analisis kebijakan untuk pemecahan masalah.

2.2. Ketahanan Pangan

Konsep ketahanan pangan yang dikemukakan para ilmuwan atau lembaga internasional bervariasi. Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia FAO mendefinisikan ketahanan pangan sebagai “situasi dimana setiap orang pada setiap saat secara fisik dan ekonomis memiliki akses terhadap pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk dapat memenuhi kebutuhannya sesuai dengan seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat“. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Riely et al. 1995 dalam Dharmawan dan Kinseng 2006 dimana ketahanan pangan dirumuskan sebagai “access for all people at all times to enough food for an active and healty life”. Hal penting dari kedua konsep di atas adalah ketersediaan pangan sepanjang waktu, sehingga dalam pembahasan ketahanan pangan diperlukan pengetahuan yang memadai mengenai pola produksi dan distribusi di suatu daerah serta sistem komunitas yang memanfaatkan sumber pangan tersebut. Ketahanan pangan berdasarkan UU No 7 Tahun 1996 tentang Pangan diartikan sebagai “kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, 16 aman, merata dan terjangkau”. Pengertian mengenai ketahanan pangan di atas secara lebih rinci dapat diartikan sebagai berikut Badan Bimas Ketahanan Pangan, 2001: a terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, diartikan sebagai ketersediaan pangan dalam arti luas yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia, b terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta aman dari kaidah agama, c terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan yang harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air, d terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau. Agak berbeda dengan pandangan di atas, Maxwell dan Frankenberger 1992 memberikan batasan ketahanan pangan dengan menggunakan tolok ukur dimensi spasial dan temporal sebagai faktor pembeda, yang dideskripsikan melalui dua situasi kerawanan pangan yaitu 1 kerawanan pangan kronis Chronic food in security: the inability of the people to meet food needs on going basis dan 2 kerawanan pangan sementara atau transien Transitory food insecurity: When the inability to meet food needs is temporary. Kerawanan pangan terjadi apabila rumah tangga, masyarakat atau daerah tertentu mengalami ketidak cukupan pangan untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan para individu anggotanya. Kerawanan pangan kronis terus menerus biasanya sering terjadi pada kawasan yang kurang menguntungkan secara ekologis, kawasan terpencil atau terisolasi, kawasan yang ekologisnya rusak dan terancam, sehingga bencana kelaparan berlangsung secara berulang, biasanya kerawanan pangan seperti ini terkait dengan kemiskinan, keterbelakangan ekonomi, keterisolasian, ketidak berdayaan dalam mengontrol sumberdaya dan mengakses sumber pangan. Kerawanan pangan yang terjadi terus menerus seperti ini akan berdampak pada penurunan status gizi dan kesehatan. Sedangkan kerawanan pangan sementara transien terbagi pada dua tipe yaitu a kerawanan pangan yang bersifat sementara, yang akan segera menghilang setelah faktor-faktor pengaruhnya dapat diatasi dan b kerawanan pangan yang bersifat siklikal, yang bergerak menguat dan melemah sesuai dengan perubahan waktu dan perubahan faktor- faktor eksternal yang ada. 17 Konsep ketahanan pangan food security berkaitan dengan beberapa konsep turunannya yaitu kemandirian pangan food resilience dan kedaulatan pangan food sovereignty. Dimana pengertian ke tiganya sering dipertukarkan dalam penggunaannya Dharmawan dan Kinseng, 2006. Kemandirian pangan menunjukkan kapasitas suatu kawasan nasional untuk memenuhi kebutuhan pangannya secara swasembada self sufficiency. Semakin besar proporsi pangan dan bahan pangan yang dipenuhi dari luar sistem masyarakat kawasan tersebut, maka semakin berkurang kemandiriannya dalam penyediaan pangan dan sebaliknya. Kemandirian pangan yang rendah juga ditunjukan oleh lemahnya kapasitas kawasan nasional untuk menyediakan pangan melalui usaha-usaha mandiri tanpa bantuan pihak lain. Sedangkan kedaulatan pangan seperti pada kemandirian pangan tetapi dengan mengaitkan pada penguasaan atas sumber pangan dan pangan yang tersedia di kawasan tersebut. Semakin tinggi proporsi penguasaan sumber pangan, jumlah produksi, distribusi, kontrol mutu dan keamanan pangan oleh anggota masyarakat lokal, semakin tinggi derajat kedaulatan pangannya. Sebuah sistem pangan dari suatu kawasan yang berdaulat berarti sistem tersebut telah melalui tahapan kemandirian pangan. Saad 1999 menyatakan indikator ketahanan pangan dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu 1 ketersediaan pangan food availability, 2 akses pangan food access dan pemanfaatan pangan food utilization yang saling berkaitan membentuk suatu sistem Tabel 1. Ketersediaan pangan tergantung pada sumberdaya alam, manusia, fisik dan produksi usahatani dan non usahatani. Aksesibilitas pangan tergantung pada pendapatan usahatani dan non usahatani, produksi dan konsumsi. Sedangkan pemanfaatan pangan sangat tergantung pada nutrisi yang dapat dimanfaatkan oleh anak maupun dewasa. Ketahanan pangan di suatu daerah atau wilayah dapat dilihat dari berbagai indikator, indikator ketahanan pangan secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1. 18 Tabel 1. Indikator Ketahanan Pangan Indikator Kategori Sumber : Saad 1999 adaptasi dari Webb, Richardson, Brown 1993 IFRRI and Chung, Haddad, Ramakrisma and Relly 1997. Peningkatan ketahanan pangan seperti yang tertulis di dalam GBHN 1999- 2004 sebaiknya dilaksanakan dengan berbasis sumber daya pangan, kelembagaan dan budaya lokal, dengan memperhatikan pendapatan para pelaku usaha skala kecil, dengan pengaturan yang didasari Undang-Undang. Hal ini mengisyaratkan bahwa kebutuhan pangan sejauh mungkin harus dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri, dengan mengandalkan keunggulan sumberdaya, kelembagaan, budaya, termasuk kebiasaan makan, yang beragam di masing- masing daerah. Selanjutnya ditambahkan pentingnya aspek pengembangan usaha bisnis pangan dan pengembangan kelembagaan pangan yang dapat menjamin keanekaragaman produksi, penyediaan dan konsumsi pangan serta menjamin penyediaan gizi bagi masyarakat. Sumberdaya - Alam : Curah hujan Kualitas tanah Ketersediaan air Sumberdaya hutan Aksesibilitas Ikan - Fisik : Infra struktur Kepemilikan hewan Kepemilikan alat pertanian Kepemilikan lahan Aset fisik lainnya - Manusia : Pendidikan Tingkat buta huruf Rasio ketergantungan Anggota RT Umur anggota RT Gender of house hold Produksi Total areal tanam Areal irigasi Areal yang belum ditanami Aksesibilitas pada penggunaan input Produktivitas tanaman semusim Crop diversity Produksi Jumlah pendapatan di luar usahatani Cottage industry production Gender division of labour Pendapatan Total pendapatan Pendapatan dari usahatani tanaman dan ternak Upah tenaga kerja Pendapatan Megrasi Pasar Konsumsi Pengeluaran total Harga pangan Harga non pangan Frekuensi makan Dietary intake Nutrisi Tingkat Mortalitas Tingkat Morbedetas Tingkat kesuburan Akses fasilitas kesehatan Akses pada sanitasi Akses pada sanitasi yang memadai Ketersediaan Pangan Aksesbilitas Pangan Pemanfataan Pangan Sumberdaya : • Alam • Fisik • Manusia Produksi : • Usahatani • Non Usahatani Pendapatan : • Usahatani • Non Usahatani Konsumsi : • Pangan • Non Pangan Nutrisi : • Anak-anak • Dewasa 19 Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa ketahanan pangan mengandung makna makro maupun mikro. Makna makro terkait dengan penyediaan pangan di seluruh wilayah setiap saat, sedangkan makna mikro terkait dengan kemampuan rumah tangga dan individu dalam mengakses pangan dan gizi sesuai kebutuhan dan pilihannya untuk tumbuh, hidup sehat dan produktif. Sehingga ketahanan pangan sangat terkait pada individu, keluarga, masyarakat, wilayah hingga tingkat nasional. Komitmen nasional maupun dunia untuk mewujudkan ketahanan pangan didasarkan atas peran strategis perwujudan ketahanan pangan dalam: 1 memenuhi salah satu hak azasi manusia; 2 membangun kualitas sumber daya manusia dan 3 membangun salah satu pilar bagi ketahanan nasional. Ketahanan pangan juga merupakan salah satu pilar bagi pembangunan sektor-sektor lainnya karena tidak satupun negara dapat membangun perekonomiannya tanpa terlebih dahulu menyelesaikan masalah pangannya. Ketidaktahanan atau kerawanan pangan sangat berpotensi memicu kerawanan sosial, politik maupun keamanan. Kondisi demikian tidak menunjang pelaksanaan program pembangunan secara keseluruhan, yang berarti ketahanan nasional tidak mungkin terwujud

2.3. Pembangunan Berkelanjutan