132
Tabel 41. Neraca Ketersediaan Beras Nasional Kondisi Aktual, 2005 - 2015
Time 2,005
2,006 2,007
2,008 2,009
2,010 2,011
2,012 2,013
2,014 2,015
Kebut_Brs_Nas Peny_Brs_Nas
Keters_Brs_Nas 28,790,626
28,766,069.97 -24,556.07
29,186,914 28,474,336.01
-712,577.64 29,588,508
28,182,635.43 -1,405,872.15
29,995,479 27,890,968.68
-2,104,510.80 30,407,902
27,599,336.22 -2,808,565.72
30,825,849 27,307,738.50
-3,518,110.03 31,249,394
27,016,176.00 -4,233,217.85
31,678,613 26,724,649.18
-4,953,964.28 32,113,584
26,433,158.55 -5,680,425.44
32,554,383 26,141,704.57
-6,412,678.49 33,001,089
25,850,287.75 -7,150,801.60
6.2.1. Validasi Model
Validasi kinerja model dilakukan dengan membandingkan keluaran model hasil simulasi dengan data aktual yang diperoleh dari sistem nyata. Validasi
model dilakukan terhadap data aktual yang tersedia meliputi data jumlah penduduk mewakili subsistem kebutuhan beras nasional dan luas lahan mewakili
subsistem penyediaan beras nasional. Periode validasi model 2000-2005. Juga dilakukan validasi terhadap neraca ketersediaan beras nasional dengan periode
validasi tahun 2005. Perhitungan uji MAPE Mean Absolute Percentage Error yang dilakukan
terhadap jumlah penduduk Indonesia tahun 2000-2005 diperoleh nilai sebesar 3.36 persen. Ini berarti ada penyimpangan sebesar 3.36 persen antara hasil
simulasi dengan data aktual. Hal yang sama dilakukan pada luas lahan dan diperoleh nilai sebesar 1.29 persen. Untuk neraca ketersediaan beras dilakukan
validasi pada tahun 2005 diketahui neraca ketersediaan beras hasil perhitungan Dewan Ketahanan Pangan yang dikemukakan Nainggolan 2006 adalah defisit
sebesar 24 928.6 ton sedangkan hasil simulasi neraca ketersediaan beras defisit sebesar 24 556.07 sehingga diperoleh nilai MAPE sebesar 1.49 persen.
Berdasarkan kriteria ketepatan model nilai MAPE dari tiga peubah yang diuji validasinya didapatkan nilai yang lebih kecil dari 5 persen sehingga dapat
disimpulkan model relatif tepat dan model dapat diterima.
133
6.2.2. Skenario Strategi Pengembangan Neraca Ketersediaan Beras Yang Berkelanjutan
Karena hasil kinerja sistem kondisi aktual memperlihatkan kondisi neraca ketersediaan beras yang tidak berkelanjutan yang ditunjukkan oleh neraca
ketersediaan beras yang negatif sepanjang tahun. Oleh karena itu diperlukan kebijakan-kebijakan lain yang dapat memperbaiki kinerja neraca ketersediaan
beras ini melalui berbagai upaya perbaikan pada ke tujuh faktor kunci hasil analisis prospektif yaitu faktor kunci produksi, produktivitas, konversi lahan,
pencetakan sawah, konsumsi per kapita, jumlah penduduk dan kesesuaian lahan.
Berdasarkan hasil analisis prospektif diketahui ada tujuh faktor kunci atau tujuh faktor dominan yang berpengaruh kuat terhadap neraca ketersediaan
beras. Faktor-faktor ini dijadikan dasar dalam menyusun skenario strategi untuk pengembangan neraca ketersediaan beras yang berkelanjutan dengan cara
memasangkan perubahan yang akan terjadi dan menganalisis dampaknya terhadap neraca ketersediaan beras. Tujuh faktor kunci yang dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok faktor kunci dari sisi penyediaan beras yaitu 1 produktivitas, 2 produksi, 3 pencetakan sawah
dan konversi lahan sawah, serta kelompok faktor kunci dari sisi kebutuhan beras yaitu 1 jumlah penduduk dan 2 konsumsi per kapita. Pada Tabel 42 disajikan
keadaan yang mungkin terjadi di masa depan dari faktor-faktor kuncidominan pada neraca ketersediaan beras dan disajikan faktor-faktor kuncidominan
pengembangan neraca ketersediaan beras dengan berbagai keadaan state untuk setiap faktor. Berdasarkan Tabel 42 juga diketahui terdapat keadaan yang
peluangnya kecil untuk terjadi secara bersamaan mutual incompatible state. Keadaan state yang disilang adalah keadaan yang tidak mungkin terjadi secara
bersamaan yaitu: 1 produktivitas yang tetap seperti saat ini IIA dan pencetakan sawah seperti saat ini VA kecil kemungkinan terjadi secara bersamaan dengan
peningkatan produksi yang meningkat secara drastis, 2 konversi lahan sawah yang tetap berlanjut seperti saat ini IVA kecil kemungkinan terjadi bersamaan
dengan peningkatan produksi secara drastis IC dan peningkatan produktivitas yang tinggi IIC, 3 kesesuaian lahan yang kurang diperhatikan VIA tidak
mungkin terjadi secara bersamaan dengan peningkatan produktivitas yang tinggi IIC dan 4 jumlah penduduk yang trend pertumbuhan yang tetap seperti saat ini
VIA kecil kemungkinan terjadi secara bersamaan dengan konsumsi per kapita
134
yang menurun cukup tinggi IIIC. Faktor kesesuaian lahan tidak secara langsung berpengaruh terhadap sistem yang dikaji tetapi melalui faktor lain yaitu terutama
pencetakan sawah, konversi dan produktivitas. Tabel 42. Mutual Incompatible State dari Faktor-Faktor Dominan pada Neraca
Ketersediaan Beras Yang Berkelanjutan di Indonesia
No Faktor Keadaan
State
Penyediaan
IA IB
IC 1 Produksi
padi Tetap
dengan teknologi IP,
rendemen, tercecer
seperti saat ini
Meningkat secara bertahap sesuai
kemampuan petani Meningkat dengan
adanya perbaikan teknologi IP,
rendemen, tercecer dan
dukungan pemerintah
IIA IIB
IIC 2 Produktivitas
Tetap seperti
saat ini Meningkat dengan
peningkatan secara bertahap sesuai
kemampuan dan kesadaran petani
Meningkat cukup tinggi dengan
adanya dukungan pemerintah
pendampingan, PTT, benih unggul
dll
IIIA IIIB
IIIC 3 Konversi
lahan sawah Tetap seperti
saat ini Menurun secara gradual
Menurun cukup signifikan dengan
adanya ketentuan lahan pangan abadi
IVA IVB
4 Pencetakan sawah
Tetap seperti saat ini
Meningkat secara bertahap seiring adanya
dukungan pemerintah VA
VB 5 Kesesuaian
lahan Kurang
diperhatikan sehingga
konversi pada lahan
sawah produktif
berlanjut Lebih diperhatikan
terutama dalam pencetakan sawah dan
konversi pengaruh terhadap produktivitas
Kebutuhan
VIA VIB
VIC 6 Konsumsi
per kapita
Tetap seperti saat ini
Menurun secara bertahap karena adanya
kesadaran masyarakat dengan adanya substitusi
Menurun cukup tinggi dengan
adanya program diversifikasi
VIIA VIIB
7 Penduduk Meningkat dengan
pertumbuhan yang tetap
seperti saat ini
Meningkat dengan pertumbuhan yang lebih
rendah dengan adanya program pemerintah
135
Berdasarkan Tabel 42, banyak opsi skenario dari berbagai kemungkinan yang dapat dikembangkan. Berdasarkan kondisi historis dan existing serta
mengacu pada tujuan goal dapat ditentukan keadaan yang mungkin terjadi di masa datang dari keadaan state di atas. Dari berbagai kemungkinan tersebut
dirumuskan tiga kelompok skenario pengembangan neraca ketersediaan beras yang berkelanjutan yang berpeluang besar terjadi di masa yang akan datang,
ketiga skenario adalah: I skenario yang dibangun berdasarkan tiga faktor kunci yaitu produksi, produktivitas dan kesesuaian lahan yang selanjutnya disebut
dengan skenario intensifikasi plus, II skenario yang dibangun berdasarkan tiga faktor kunci yaitu pencetakan sawah, konversi lahan sawah dan kesesuaian
lahan yang selanjutnya disebut dengan skenario ekstensifikasi plus, III skenario yang dibangun berdasarkan dua faktor kunci yaitu konsumsi per kapita dan
jumlah penduduk yang selanjutnya disebut skenario penekanan jumlah penduduk dan konsumsi per kapita Tabel 43.
Tabel 43. Hasil Analisis Skenario Strategi Pengembangan Neraca Ketersediaan Beras Yang Berkelanjutan di Indonesia
Skenario Strategi Urutan Faktor
Aktual IA, IIA, IIIA, IVA, VA, VIA,VIIA
Penyediaan
I. Skenario I Intensifikasi Plus 1.1 Peningkatan Produktivitas
IA, IIC, IIIA, IVA, VA,VIB,VIIA 1.2 Produktivitas dan Perbaikan Panen+Pasca
IC, IIC, IIIA, IVA, VA,VIB,VIIA 1.3 Produktivitas + Panen + Pasca Panen + IP
IC, IIC, IIIA, IVA, VA, VIB,VIIA II. Ekstensifikasi Plus
IA, IIA, IIIA, IVC, VB, VIB, VIIA
Kebutuhan
III. Penekanan Penduduk dan KonsumsiKapita 3.1 Menekan Jumlah Penduduk
IA, IIA, IIIA, IVA,VA, VIA, VIIB 3.2 Menekan Konsumsi Per Kapita
IA, IIA, IIIC, IVA, VA, VIA, VIIB 3.3 Menekan Jumlah Penduduk+KonsumsiKap
IA, IIA, IIIC, IVA, VA, VIA, VIIB
Penerapan skenario terkait dengan ketersediaan biaya dan kesiapan waktu pelaksanaan sehingga pelaksanaannya dapat terbagi ke dalam jangka pendek
1-2 tahun ke depan, jangka menengah 3-5 tahun yang akan datang dan jangka panjang 5 tahun sehingga ketiga skenario dapat dilaksanakan
berdasarkan jangka waktu tersebut secara bertahap seperti yang terlihat pada Gambar 31.
136
Gambar 31. Model Ketersediaan Beras Menurut Waktu
6.2.2.1. Skenario I : Intensifikasi Plus Peningkatan Produktivitas dan produksi
Skenario I ini dibangun berdasarkan keadaan state dari 3 faktor kunci yaitu produktivitas, produksi dan kesesuaian lahan yang akan dikembangkan.
Untuk memperbaiki produksi selain dipengaruhi oleh produktivitas dan kesesuaian lahan, juga dipengaruhi oleh peubah lain yaitu peningkatan intensitas
pertanaman IP dan perbaikan panen dan pasca panen seperti rendemen dan kehilangan hasil. Oleh karena itu dalam skenario selanjutnya sebagai proksi dari
perbaikan produksi digunakan peubah IP, rendemen dan kehilangan hasil losses. Kesesuaian lahan merupakan faktor kunci yang pengaruhnya terhadap
neraca ketersediaan beras dapat dilihat melalui faktor kunci produktivitas dan pembukaan lahan. Skenario I intensifikasi plus menurut waktu dapat dilakukan
secara bertahap yaitu untuk jangka pendek dapat dilakukan dengan peningkatan produktivitas skenario 1.1, jangka menengah dengan menangani kehilangan
hasil dan meningkatkan rendemen gabah beras skenario 1.2 dan jangka panjang dengan meningkatkan IP skenario 1.3.
Skenario II Ekstensifikasi plus
1.2+IP Produktvts
Skenario I Intensifikasi plus
1.1 1.3
3.1 3.2
3.3
Penduduk Konsumsi
Konsumsi+Penduduk Kebutuhan
Jangka Pendek 1-2 Tahun
Jangka Menengah 3-5 Tahun
Jangka Panjang 5 Tahun
2.1
1.1+rendemen+losses
P e
ny e
di a
an
Keb u
tu han
2.2
Skenario III Penekanan Pddk
Konsumsikapita
KBB
Konversi lahan Konv lahan+cetak sawah
1.2
Aktual
137
Skenario 1.1 : Peningkatan Produktivitas
Skenario 1.1 adalah skenario dengan peningkatan produktivitas padi. Peningkatan
produktivitas padi dalam jangka pendek dapat melalui penggunaan varietas unggul baru termasuk hibrida dan pemupukan secara
berimbang. Untuk jangka menengah peningkatan produktivitas dapat melalui penerapan teknologi tepat guna yang dapat diterapkan petani dengan dukungan
atau pendampingan oleh lembaga pemerintah. Penerapan teknologi pada tingkat usahatani padi dapat dilakukan dengan
teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu PTT antara lain dengan memperhatikan kualitas umur bibit, kebutuhan pupuk berimbang, pengelolaan
HPT yang diperkirakan dapat meningkatkan produktivitas cukup tinggi. Pada jangka panjang produktivitas dapat ditingkatkan lagi selain oleh hal di atas
sekaligus dengan perbaikan sarana irigasi dan infrastruktur. Produktivitas padi pada tahun awal Skenario 1.1 ini sebesar 4.415 ton per
hektar ini merupakan rata-rata produktivitas padi nasional tahun 2005 BPS, 2006. Pada tahun 2005 – 2006 produktivitas meningkat sebesar 0.36 persen
per tahun dengan trend yang sama dengan model aktual, seiring dengan adanya target pemerintah untuk meningkatkan produksi padi dua juta ton, trend
peningkatan secara gradual dinaikkan 2007-2008 sebesar 0.56 persen dan setelah tahun 2009 dinaikkan menjadi 1.67 persen per tahun. Peningkatan 1.67
persen ini merupakan peningkatan yang terjadi di Indonesia periode tahun 1999 - 2003. Diketahui peningkatan produktivitas di Jawa lebih tinggi yaitu 2.08 persen
per tahun, tertinggi terjadi di Jawa Barat yaitu mencapai 3.02 persen per tahun. Hasil simulasi Skenario 1.1 dapat dilihat pada Gambar 32.
Berdasarkan hasil simulasi Skenario 1.1 Gambar 32 terlihat bahwa kebutuhan beras selama periode simulasi 2005–2015 terus meningkat
sedangkan grafik penyediaan beras justru sebaliknya yaitu menurun. Perubahan penyediaan beras nasional melalui peningkatan produktivitas padi menyebabkan
neraca ketersediaan beras positif dan mampu memenuhi kebutuhan beras sampai dengan tahun 2009. Hasil simulasi penyediaan beras dan kebutuhan
beras secara kuantitatif disajikan pada Tabel 44.
138
Time
Kebut_Brs_Nas 1
Peny_Brs_Nas 2
Keters_Brs_Nas 3
2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015 5,000,000
10,000,000 15,000,000
20,000,000 25,000,000
30,000,000 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1 2
3 1 2
3 1 2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3
Gambar 32. Neraca Ketersediaan Beras Nasional Skenario 1.1 Produktivitas meningkat dengan trend 0.36, 0.56 dan 1.67 , 2005 – 2015
Berdasarkan Tabel 44 ketersediaan beras nasional di tahun 2005 cukup
besar dibandingkan model aktual yaitu mencapai 2.94 juta ton walaupun dengan trend yang menurun. Berdasarkan hasil simulasi diketahui bahwa setelah tahun
2009 grafik penyediaan beras berada di bawah grafik kebutuhan, artinya neraca ketersediaan beras defisit sebesar 699 299 ton atau dapat dikatakan bahwa
penyediaan sudah tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan beras nasional. Defisit neraca ketersediaan beras ini terus meningkat sehingga pada tahun 2015
sebesar 4.48 juta ton. Tabel 44. Neraca Ketersediaan Beras Nasional Skenario 1.1, 2005 - 2015
Time 2,005
2,006 2,007
2,008 2,009
2,010 2,011
2,012 2,013
2,014 2,015
Kebut_Brs_Nas Peny_Brs_Nas
Keters_Brs_Nas 28,758,449
31,699,962.00 2,941,513.29
29,155,056 31,379,095.72
2,224,039.89 29,556,969
31,058,262.82 1,501,293.54
29,964,261 30,737,463.75
773,203.07 30,377,003
30,416,698.96 39,696.32
30,795,269 30,095,968.92
-699,299.83 31,219,134
29,775,274.09 -1,443,859.48
31,648,673 29,454,614.96
-2,194,057.74 32,083,963
29,133,992.00 -2,949,970.73
32,525,081 28,813,405.70
-3,711,675.60 32,972,107
28,492,856.55 -4,479,250.55
139
Peningkatan produktivitas tersebut sebetulnya masih dapat dilakukan mengingat potensi hasil dari masing-masing varietas unggul dapat mencapai 8
ton per hektar seperti untuk varietas Ciherang dan Mikongga misalnya. Di tingkat penelitian produktivitas padi hibrida dapat mencapai 8-10 ton per hektar atau 20-
30 persen lebih tinggi dibandingkan padi yang berkembang dan banyak dipakai saat ini seperti IR 64 dan Way Apobaru Badan Litbang Pertanian, 2005.
Penanaman dengan varietas unggul ini dapat dilakukan dengan memperhatikan kesesuaian lahan, pola tanam pada suatu daerah dan preferensi penggunaan
varietas padi yang disesuaikan untuk keperluan konsumsi maupun industri.
Skenario 1.2 Peningkatan Produktivitas dan Produksi Kehilangan Hasil dan Rendemen
Skenario 1.2 merupakan gabungan skenario peningkatan produktivitas dengan kebijakan pemerintah meningkatkan produksi melalui penanganan
kehilangan hasil losses pada saat panen dan pasca panen paspa serta peningkatan rendemen. Berdasarkan Laporan tahunan Balai Besar Pasca Panen
2006 metoda pengukuran kehilangan hasil pemanenan yang dilakukan oleh BPS selama ini memakai metoda petak kontrol dan saat ini BPS mencoba
melakukan pengukuran kehilangan hasil pada pemanenan dengan metoda baru yang lebih akurat yaitu menggunakan metoda papan yang dikembangkan oleh
IRRI. Diketahui data terbaru kehilangan hasil sebesar 11 persen. Oleh karena itu dalam penelitian ini pada Skenario 1.2 dipakai data tersebut yaitu kehilangan
hasil sebesar 11 persen untuk tahun 2005 dan 2006, sedangkan pada tahun 2007-2009 diasumsikan kehilangan hasil berkurang menjadi 7.9 persen dan
setelah tahun 2009 menjadi 5.4 persen. Rendemen giling gabah beras dari tahun ke tahun mengalami penurunan
secara kuantitatif dari 70 persen pada akhir tahun 70 an menjadi 65 persen pada tahun 1985, 63.2 persen pada tahun 1999 dan pada tahun 2000 paling tinggi
hanya 62 persen BB Mektan, 2007 dan Sawit, 1999. Penurunan rendemen ini mungkin terjadi karena beberapa hal selain dari kualitas gabah yang digiling
kurang baik tetapi juga karena penggilingan beras di Indonesia umumnya sudah tua Sawit, 1999 dan 62.96 persen adalah penggilingan padi kecil PPK.
Selanjutnya laporan BB Mektan 2007 menyatakan bahwa dari hasil penelitian uji pada penggilingan padi ternyata konfigurasi atau susunan komponen mesin
penggilingan padi berpengaruh nyata pada peningkatan rendemen dan kualitas
140
gabah. Dengan perbaikan konfigurasi dapat meningkatkan rendemen sampai 2 persen sehingga rata-rata rendemen konfigurasi Pengupas Gabah - Pemoles
beras adalah 65.3 persen. Pada Skenario 1.2 diasumsikan terjadi peningkatan rendemen gabah beras
dari 62 persen 2005-2006 menjadi 63.2 persen 2007-2008 dan meningkat menjadi 65.3 persen. Hasil simulasi Skenario 1.2 ini dapat dilihat pada Gambar
33 dan Tabel 45.
Time
Kebut_Brs_Nas 1
Peny_Brs_Nas 2
Keters_Brs_Nas 3
2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015 5,000,000
10,000,000 15,000,000
20,000,000 25,000,000
30,000,000 35,000,000
1 2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1 2
3 1 2
3 1
3
Gambar 33. Neraca Ketersediaan Beras Nasional Skenario 1.2, 2005 – 2015 Tabel 45. Neraca Ketersediaan Beras Nasional Skenario 1.2, 2005 – 2015
Time 2,005
2,006 2,007
2,008 2,009
2,010 2,011
2,012 2,013
2,014 2,015
Kebut_Brs_Nas Peny_Brs_Nas
Keters_Brs_Nas 28,758,449
35,728,512.74 6,970,064.03
29,155,056 35,367,649.13
6,212,593.30 29,556,969
35,006,818.90 5,449,849.62
29,964,261 34,646,022.50
4,681,761.81 30,377,003
34,285,260.38 3,908,257.73
30,795,269 33,924,533.00
3,129,264.25 31,219,134
33,563,840.85 2,344,707.27
31,648,673 33,203,184.38
1,554,511.68 32,083,963
32,842,564.09 758,601.36
32,525,081 32,481,980.46
-43,100.84 32,972,107
32,121,433.98 -850,673.12
Hasil simulasi skenario 1.2 dengan adanya upaya penanganan panen dan pasca panen dari produksi padi dan upaya peningkatan produktivitas secara
bertahap memberikan hasil yang lebih baik lagi dari skenario 1.1 Gambar 33 dan Tabel 45 dimana penyediaan beras nasional dapat mencapai 35.7 juta ton
141
sehingga neraca ketersediaan beras surplus dari tahun 2005 sampai 2013 tahun
dengan jumlah yang cukup besar, tahun 2014 dan 2015 neraca ketersediaan
beras nasional defisit. Berdasarkan Tabel 45 neraca ketersediaan beras pada tahun 2005 surplus sebesar 6.97 juta ton dan pada tahun 2015 neraca
ketersediaan beras defisit sebesar 850 673 ton . Bila dibandingkan dengan model-model sebelumnya upaya pengurangan
hasil dan peningkatan rendemen serta produktivitas cukup berhasil dalam meningkatkan neraca ketersediaan beras nasional. Oleh karena itu diharapkan
perhatian pemerintah tidak saja difokuskan pada teknologi budi daya tetapi juga pada teknologi pengolahan pasca panen.
Skenario 1.3 Peningkatan Produktivitas dan Produksi IP, Rendemen dan Kehilangan Hasil
Skenario 1.3 merupakan pengembangan dari Skenario 1.2 yaitu selain ada peningkatan produktivitas juga produksi melalui perbaikan rendemen,
penanganan kehilangan hasil juga ada perluasan intensitas pertanaman IP baik untuk padi sawah maupun untuk ladang. Dalam penelitian ini IP diasumsikan
mengalami peningkatan secara gradual dari 144.19 persen 2005-2006 menjadi 152 persen 2007-2008 dan mulai tahun 2009 indeks pertanaman naik menjadi
160 persen, hal yang sama terjadi pada IP padi lahan kering meningkat secara bertahap dari 89 persen 2005-2006 menjadi 90 persen 2007-2009 dan mulai
tahun 2010 meningkat menjadi 100 persen. IP atau intensitas pertanaman ini sangat terkait dengan pola tanam, IP 200 artinya intensitas pertanaman 200
persen atau dengan perkataan lain padi ditanam dua kali dalam lahan yang sama. Di daerah tertentu seperti di Jawa Barat, Jawa Timur dan Bali, petani
umumnya sudah mengenal IP 300 yaitu melakukan pengusahaan tanaman padi 3 kali berturut turut sepanjang tahun. Selama ini peningkatan IP 300 dianggap
bertentangan dengan kaidah pengendalian hama dan penyakit namun hal ini bisa diatasi antara lain dengan pergiliran varietas, olah tanah minimum,
melakukan pergiliran air dan pengendalian PHT. Keberlanjutan peningkatan IP sangat tergantung kepada tersedianya irigasi. Oleh karena itu dalam peningkatan
IP perlu didukung oleh sarana irigasi, kesesuaian lahan, teknologi berproduksi, pendampingan serta penyediaan modal. Hasil simulasi penyediaan beras dan
kebutuhan beras dapat dilihat pada Gambar 34 dan secara kuantitatif disajikan
pada Tabel 46.
142
Hasil simulasi penyediaan beras dan kebutuhan beras dapat dilihat pada
Gambar 34. Berdasarkan hasil simulasi dapat diketahui bahwa adanya
peningkatan produktivitas dan perbaikan penanganan panen dan pasca panen serta adanya peningkatan IP menyebabkan penyediaan beras nasional
meningkat cukup tinggi dan berkelanjutan sehingga dapat memenuhi kebutuhan beras nasional selama 10 tahun ke depan. Pada Gambar 34 terlihat bahwa grafik
penyediaan beras selalu berada di atas grafik kebutuhan beras nasional pada periode analisis 2005-2015, artinya neraca ketersediaan beras nasional surplus
atau dapat dikatakan neraca beras nasional positif dan berkelanjutan.
Time
Kebut_Brs_Nas 1
Peny_Brs_Nas 2
Keters_Brs_Nas 3
2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015 5,000,000
10,000,000 15,000,000
20,000,000 25,000,000
30,000,000 35,000,000
1 2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3
Gambar 34. Neraca Ketersediaan Beras Nasional Skenario 1.3, 2005 – 2015
Tabel 46. Neraca Ketersediaan Beras Nasional Skenario 1.3, 2005 – 2015
Time 2,005
2,006 2,007
2,008 2,009
2,010 2,011
2,012 2,013
2,014 2,015
Kebut_Brs_Nas Peny_Brs_Nas
Keters_Brs_Nas 28,720,867
39,579,031.95 10,858,164.75
29,117,833 39,181,444.70
10,063,611.95 29,520,105
38,783,890.82 9,263,786.19
29,927,754 38,386,370.76
8,458,616.31 30,340,855
37,988,885.00 7,648,030.15
30,759,479 37,591,433.97
6,831,954.60 31,183,703
37,194,018.17 6,010,315.54
31,613,600 36,796,638.05
5,183,037.88 32,049,249
36,399,294.11 4,350,045.48
32,490,726 36,001,986.83
3,511,261.20 32,938,110
35,604,716.71 2,666,606.85
143
Hasil simulasi penyediaan beras dan kebutuhan beras secara kuantitatif
disajikan pada Tabel 46. Berdasarkan Tabel ini diketahui bahwa pada tahun
2005 neraca ketersediaan beras nasional surplus sangat tinggi mencapai 10.85 juta ton. Karena kebutuhan beras nasional setiap tahun meningkat, hal ini
menyebabkan neraca ketersediaan beras setiap tahun menurun sehingga pada tahun 2015 menjadi sebesar 2.66 juta ton ton.
6.2.2.2. Skenario II : Ekstensifikasi Plus Skenario Pencetakan Sawah dan Upaya Menekan Konversi
Skenario II adalah skenario kebijakan pemerintah pendayagunaan sumberdaya lahan untuk memperluas luas lahan yaitu dengan melakukan
peningkatan pencetakan sawah secara bertahap dan menekan laju konversi lahan. Dalam Skenario II pembukaan lahan atau pencetakan sawah meningkat
dari 31427 hektar per tahun seperti pada model aktual 2005-2006 menjadi 69170 hektar per tahun 2007-2008 dan pada tahun 2009 sampai 2015
dinaikkan menjadi 100 000 hektar per tahun sedangkan untuk lahan kering diasumsikan terjadi peningkatan pembukaan lahan dari 10 000 hektar per tahun
2005-2006 menjadi 12 000 2007-2008 dan meningkat menjadi 17 280 hektar per tahun 2009-2015. Perluasan luas lahan ini dapat dilakukan di luar jawa
yang lahannya masih tersedia, potensial dan sesuai ditanami padi termasuk juga pemanfaatan lahan sub optimal seperti lahan rawa lebak, rawa pasang surut,
lahan kering atau lahan tadah hujan. Luas lahan pada Skenario II ini selain dipengaruhi oleh konversi dan pembukaan lahan, juga ditentukan oleh kebijakan
pemerintah dalam menentukan luas lahan yang harus dipertahankannya Goal lahan yaitu sebesar 15 000 000 hektar, hal ini sesuai dengan keinginan
pemerintah dalam RPPK untuk mempertahankan lahan sawah abadi sebesar 15 000 000. Peubah dan nilai lainnya dalam skenario II ini kecuali pembukaan
lahan dan konversi lahan sama dengan model aktual. Hasil simulasi Skenario II dapat dilihat pada Gambar 35.
144
Time
Kebut_Brs_Nas 1
Peny_Brs_Nas 2
Keters_Brs_Nas 3
2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015 5,000,000
10,000,000 15,000,000
20,000,000 25,000,000
30,000,000 1 2
3 1 2
3 1 2
3 1 2
3 1 2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3
Gambar 35. Neraca Ketersediaan Beras Nasional Skenario II, 2005 – 2015
Berdasarkan hasil simulasi dapat diketahui bahwa pembukaan luas lahan secara gradual ditingkatkan dan mencapai 100 000 hektar per tahun mulai 2009
sampai dengan 2015 ternyata belum dapat memenuhi kebutuhan beras nasional hal ini dapat dilihat dari Gambar 35 bahwa kurva kebutuhan selalu berada di atas
kurva penyediaan setiap tahun selama periode simulasi artinya neraca ketersediaan beras nasional negatif.
Tabel 47. Neraca Ketersediaan Beras Nasional Skenario II, 2005 – 2015
Time 2,005
2,006 2,007
2,008 2,009
2,010 2,011
2,012 2,013
2,014 2,015
Kebut_Brs_Nas Peny_Brs_Nas
Keters_Brs_Nas 28,790,626
28,766,069.97 -24,556.07
29,181,806 28,940,010.21
-241,796.17 29,578,293
29,113,983.84 -464,309.23
29,980,158 29,287,991.29
-692,166.41 30,387,473
29,462,033.02 -925,439.87
30,800,312 29,636,109.50
-1,164,202.73 31,218,750
29,810,221.20 -1,408,529.09
31,642,863 29,984,368.59
-1,658,494.06 32,072,726
30,158,552.15 -1,914,173.76
32,508,418 30,332,772.38
-2,175,645.34 32,950,017
30,507,029.76 -2,442,986.99
Hasil simulasi penyediaan beras dan kebutuhan beras secara kuantitatif disajikan pada Tabel 47. Berdasarkan Tabel 47 ini diketahui bahwa pada tahun
2005 neraca ketersediaan beras nasional defisit sebesar 24 556 ton. Karena kebutuhan beras nasional setiap tahun meningkat, hal ini menyebabkan defisit
145
neraca ketersediaan beras setiap tahun meningkat sehingga pada tahun 2015 mencapai 2.44 juta ton. Keadaan ini terjadi disebabkan karena luas lahan
terkonversi juga cukup tinggi sehingga pembukaan lahan 100 000 hektar belum mencukupi. Walaupun pembukaan lahan dinaikkan menjadi 150 000 hektar
ternyata belum mampu meningkatkan kinerja sistem dan ketersediaan tetap tidak berkelanjutan. Keadaan ini menunjukkan bahwa kebijakan ekstensifikasi
dibandingkan intensifikasi kurang berkontribusi terhadap peningkatan neraca ketersediaan beras. Hal ini sejalan dengan evaluasi Bank Dunia Fagi dan
Kartaatmaja, 2004 bahwa laju kenaikan produksi padi yang cukup tinggi sejak dari Bimas sampai dengan menjelang swasembada disebabkan oleh interaksi
komponen intensifikasi 75 persen perluasan irigasi, penanaman varietas padi unggul dan pemupukan dengan takaran tinggi sedangkan ekstensifikasi hanya
menyumbang 25 persen.
6.2.2.3. Skenario III: Skenario Kebijakan Pengelolaan Penduduk dan Diversifikasi Pangan
Penduduk Indonesia yang jumlahnya besar dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, bila dibiarkan atau tidak dilakukan upaya kebijakan
untuk menekan jumlah penduduk dikhawatirkan akan meningkatkan kebutuhan beras sehingga neraca ketersediaan beras semakin negatif, oleh karena itu
dilakukan skenario III. Beras merupakan pangan pokok yang dikonsumsi oleh hampir seluruh penduduk Indonesia. Kebijakan perununan konsumsi beras per
kapita melalui diversifikasi pangan diharapkan dapat menekan kebutuhan beras nasional dan selanjutnya meningkatkan neraca ketersediaan beras nasional.
Skenario 3.1 Penurunan Pertumbuhan Jumlah Penduduk
Pada Skenario 3.1 diasumsikan pertumbuhan jumlah penduduk ditekan melalui kebijakan keluarga berencana, sehingga pertumbuhan penduduk
menurun dari 1.35 persen per tahun menjadi 1.27 persen per tahun. Nilai ini merupakan nilai rata-rata pertumbuhan penduduk Indonesia untuk periode 1996-
2001. Hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 36 dan Tabel 48. Berdasarkan hasil simulasi dapat dilihat bahwa dengan upaya kebijakan
menekan pertumbuhan penduduk tersebut belum dapat menekan kebutuhan beras nasional karena kebutuhan beras nasional masih terus meningkat dari
28.79 juta pada tahun 2005 menjadi 32.74 juta pada tahun 2015, sehingga
146
neraca ketersediaan beras masih negatif setiap tahun pada periode 2005 – 2015 dengan jumlah yang tidak jauh berbeda dengan kondisi aktual.
Time
Kebut_Brs_Nas 1
Peny_Brs_Nas 2
Keters_Brs_Nas 3
2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015 -5,000,000
5,000,000 10,000,000
15,000,000 20,000,000
25,000,000 30,000,000
1 2
3 1 2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3
Gambar 36. Neraca Ketersediaan Beras Nasional Skenario 3.1 Pertumbuhan Penduduk 1.27 Persen Per Tahun, 2005 – 2015
Tabel 48. Neraca Ketersediaan Beras Nasional Skenario 3.1 Pertumbuhan Penduduk 1.27 Persen Per Tahun, 2005 – 2015
Time 2,005
2,006 2,007
2,008 2,009
2,010 2,011
2,012 2,013
2,014 2,015
Kebut_Brs_Nas Peny_Brs_Nas
Keters_Brs_Nas 28,790,626
28,766,069.97 -24,556.07
29,163,621 28,474,189.50
-689,431.65 29,541,312
28,182,338.58 -1,358,973.75
29,923,759 27,890,517.56
-2,033,241.63 30,311,022
27,598,726.84 -2,712,295.32
30,703,162 27,306,966.80
-3,396,195.59 31,100,242
27,015,237.83 -4,085,004.00
31,502,323 26,723,540.32
-4,778,782.87 31,909,470
26,431,874.67 -5,477,595.34
32,321,747 26,140,241.29
-6,181,505.33 32,739,218
25,848,640.58 -6,890,577.57
Melihat kondisi seperti ini dicoba kembali dengan dilakukan simulasi dengan pertumbuhan penduduk yang lebih rendah yaitu 1.18 persen kinerja
sistem hasil simulasi menunjukkan keadaan yang sama dengan sebelumnya, kemuadian pertumbuhan penduduk diturunkan menjadi 0 persen hasilnya neraca
ketersediaan beras masih negatif setiap tahun pada periode 2005 – 2015. Namun demikian defisit neraca ketersediaan beras menurun dari defisit 6.8 juta
ton menjadi defisit 2.9 juta ton pada tahun 2015. Hal ini merupakan temuan yang menarik karena banyak anggapan hipotesis yang menyatakan bahwa menekan
pertumbuhan penduduk merupakan solusi utama dalam meningkatkan neraca
147
ketersediaan beras ketahanan pangan. Hasil penelitian tidak menunjukkan hal demikian, disebabkan karena jumlah penduduk Indonesia sudah cukup besar
sehingga penurunan pertumbuhan penduduk hanya menekan peningkatan jumlah penduduk saja, tidak dapat mengurangi jumlah penduduk yang sudah
ada.
Skenario 3.2 Penurunan KonsumsiKapita
Untuk dapat memenuhi kebutuhan beras nasional tersebut diupayakan kebijakan menurunkan konsumsi beras per kapita melalui diversifikasi pangan.
Dalam Skenario 3.2 diasumsikan bahwa konsumsi beras per kapita penduduk desa diturunkan secara bertahap dari 142 kilogram per tahun 2005-2006
menjadi 134.1 kilogram per tahun 2007-2008 sedangkan mulai tahun 2009 konsumsi per kapita diturunkan menjadi 127.7 kilogram per tahun, sedangkan
konsumsi penduduk kota dari 123.8 kilogram per tahun diturunkan menjadi 0.117 kilogram per tahun kemudian menjadi 109.5 kilogram per tahun. Hasil simulasi
Skenario 5.2 dapat dilihat pada Gambar 37 dan Tabel 49.
Berdasarkan hasil simulasi dapat dilihat bahwa dengan upaya kebijakan menekan konsumsi per kapita tersebut dapat menekan kebutuhan beras yang
cukup tinggi dari 33 juta ton tahun 2005 aktual menjadi 28.9 juta ton. Dengan adanya penurunan permintaan kebutuhan beras menyebabkan kebutuhan beras
dapat dipenuhi sampai tahun 2011. Neraca ketersediaan beras dalam Skenario 3.2 tahun 2005 mencapai 3.54 juta ton sedangkan neraca ketersediaan beras
pada tahun 2015 defisit sebesar 3.08 juta ton.
Time
Kebut_Brs_Nas 1
Peny_Brs_Nas 2
Keters_Brs_Nas 3
2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015 5,000,000
10,000,000 15,000,000
20,000,000 25,000,000 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1 2
3 1 2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3
Gambar 37. Neraca Ketersediaan Beras Nasional Skenario 3.2, 2005 – 2015
148
Tabel 49. Neraca Ketersediaan Beras Nasional Skenario 3.2 , 2005 – 2015
Time 2,005
2,006 2,007
2,008 2,009
2,010 2,011
2,012 2,013
2,014 2,015
Kebut_Brs_Nas Peny_Brs_Nas
Keters_Brs_Nas 25,206,013
28,743,522.75 3,537,509.66
25,553,908 28,451,484.41
2,897,575.98 25,906,457
28,159,475.34 2,253,018.54
26,263,721 27,867,495.92
1,603,774.92 26,625,765
27,575,546.58 949,781.85
26,992,652 27,283,627.70
290,975.23 27,364,450
26,991,739.70 -372,709.94
27,741,223 26,699,883.00
-1,041,339.51 28,123,038
26,408,058.01 -1,714,980.24
28,509,965 26,116,265.18
-2,393,699.77 28,902,072
25,824,504.93 -3,077,566.67
Skenario 3.3 Penurunan Pertumbuhan Penduduk dan Konsumsi Per Kapita Untuk memenuhi neraca ketersediaan beras nasional melalui kebijakan
pada subsistem kebutuhan selanjutnya dirancang Skenario 3.3 yang menggabungkan kebijakan penurunan pertumbuhan penduduk seperti pada
Skenario 3.1 dengan penurunan konsumsi per kapita penduduk desa dan kota seperti pada Skenario 3.2. Hasil simulasi model 3.3 dapat dilihat pada Tabel 50.
Berdasarkan hasil simulasi Skenario 3.3 dapat dilihat bahwa dengan upaya kebijakan menekan jumlah penduduk dan mengurangi konsumsi per
kapita tersebut hasilnya tidak terlalu jauh berbeda dengan Skenario 3.2, neraca ketersediaan beras nasional positif dari tahun 2005 –2011, kemudian baru
negatif pada tahun 2013. Neraca ketersediaan beras dalam Skenario 3.3 ini pada tahun 2015 defisit sebesar 2.85 juta ton. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan
jumlah penduduk tidak berkontribusi banyak dalam meningkatkan neraca ketersediaan beras nasional.
Time
Kebut_Brs_Nas 1
Peny_Brs_Nas 2
Keters_Brs_Nas 3
2,005 2,006
2,007 2,008
2,009 2,010
2,011 2,012
2,013 2,014
2,015 5,000,000
10,000,000 15,000,000
20,000,000 25,000,000 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1 2
3 1 2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3
Gambar 38. Neraca Ketersediaan Beras Nasional Skenario 3.3, 2005 – 2015
149
Tabel 50. Neraca Ketersediaan Beras Nasional Skenario 3.3 Kombinasi
Penurunan Penduduk 1.27 Persen, Konsumsi Per Kapita Desa 127.7 Kg dan Kota 109.5 Kg, 2005 - 2015
Time 2,005
2,006 2,007
2,008 2,009
2,010 2,011
2,012 2,013
2,014 2,015
Kebut_Brs_Nas Peny_Brs_Nas
Keters_Brs_Nas 25,206,013
28,743,522.75 3,537,509.66
25,533,484 28,451,355.94
2,917,872.32 25,865,072
28,159,215.03 2,294,142.98
26,200,831 27,867,100.34
1,666,269.67 26,540,812
27,575,012.23 1,034,199.78
26,885,071 27,282,951.01
397,879.99 27,233,661
26,990,917.03 -242,743.65
27,586,636 26,698,910.65
-887,725.82 27,944,054
26,406,932.20 -1,537,121.86
28,305,970 26,114,982.05
-2,190,987.83 28,672,441
25,823,060.55 -2,849,380.51
6.2.2.4. Perbandingan Antar Skenario
Hasil simulasi dari ke tiga skenario dapat dirumuskan untuk menjadi dasar utama dalam menentukan strategi yang paling baik untuk diterapkan dalam
pengembangan neraca ketersediaan beras agar berkelanjutan. Kinerja model kondisi aktual model aktual memperlihatkan bahwa kondisi sistem yang tidak
berkelanjutan yang ditunjukkan oleh neraca ketersediaan beras yang negatif selama periode simulasi 2005 –2015 bila dilihat pada Gambar 39 hasil kinerja
modelnya terendah dengan pertumbuhan yang menurun goal seeking, oleh karena itu diperlukan kebijakan yang dapat mendorong peningkatan neraca
ketersediaan dengan mengelola faktor kunci dalam subsistem penyediaan beras melalui berbagai upaya antara lain ekstensifikasi, intensifikasi, penanganan
pasca panen yang sekaligus dengan mengelola kebutuhan atau permintaan beras.
-8000000 -6000000
-4000000 -2000000
2000000 4000000
6000000 8000000
10000000 12000000
2005 2006
2007 2008
2009 2010
2011 2012
2013 2014
2015 Aktual
I. Intensif ikasi Penyediaan II. Ekstensif ikasi
Penyediaan III. Penurunan Pddk
Konsumsi Kebutuhan
Gambar 39. Grafik Perbandingan Skenario Neraca Ketersediaan Beras
150
Berdasarkan hasil simulasi seperti yang terlihat pada Gambar 39 dapat
diketahui bahwa dari ke tiga skenario ada satu skenario yang mempunyai hasil kinerja model yang berkelanjutan yaitu skenario I, sedangkan yang lainnya
menghasilkan kinerja model atau neraca ketersediaan beras yang tidak berkelanjutan. Hasil kinerja model dengan skenario I yaitu melakukan perbaikan
pada sisi penyediaan melalui intensifikasi plus yaitu kebijakan perbaikan produktivitas dan produksi melalui peningkatan IP, rendemen dan menekan
losses. Perbaikan faktor kunci produktivitas dan produksi secara sekaligus bersama sama menghasilkan kinerja model yang terbaik diantara kinerja model
skenario lainnya. Kinerja model terbaik kedua adalah skenario III yaitu melakukan perbaikan pada sisi kebutuhan, namun hasil kinerja modelnya tidak
berkelanjutan dengan pertumbuhan yang menurun tidak terlalu tajam. Hasil kinerja model skenario intensifikasi walaupun berkelanjutan, pertumbuhannya
menurun tajam atau bersifat umpan balik negatif goal seeking hal ini justru berbeda dengan hasil kinerja model ekstensifikasi, walaupun hasil kinerjanya
tidak berkelanjutan tetapi mempunyai pertumbuhan menurun yang tidak terlalu tajam.
25000000 26000000
27000000 28000000
29000000 30000000
31000000 32000000
33000000
2005 2006 2007 2008
2009 2010 2011
2012 2013 2014 2015
Aktual I. Intensifikasi Penyediaan
II. Ekstensifikasi Penyediaan III. Penurunan Pddk Konsumsi
Kebutuhan
Gambar 40. Grafik Perbandingan Skenario Kebutuhan Beras
Perbandingan skenario yang mempunyai pengaruh terhadap kebutuhan
beras atau permintaan beras dapat dilihat pada Gambar 40. Hasil kinerja model
yang paling berpengaruh dalam menekan kebutuhan beras adalah skenario III penekanan jumlah penduduk dan konsumsi per kapita. Hal ini wajar karena
faktor penentu dalam kedua strategi ini adalah faktor kunci yang mewakili peubah subsistem kebutuhan demand yaitu jumlah penduduk dan konsumsi per kapita.
151
Sedangkan skenario lainnya mengandung faktor kunci yang mewakili peubah subsistem penyediaan supply. Hasil kinerja model skenario III walaupun sudah
berhasil menekan tetapi pertumbuhannya meningkat dengan tajam hal ini yang harus diwaspadai sehingga upaya diversifikasi pangan yang dibarengi
penekanan jumlah penduduk harus terus dilakukan.
25000000 27000000
29000000 31000000
33000000 35000000
37000000 39000000
41000000
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Aktual
I. Intensif ikasi Penyediaan II. Ekstensifikasi Penyediaan
III. Penurunan Pddk Konsumsi Kebutuhan
Gambar 41. Grafik Perbandingan Skenario Pada Penyediaan Beras Keadaan yang menarik dari perbandingan hasil skenario pada Gambar 41
ini adalah perbandingan antara hasil kinerja skenario I intensifikasi plus dan skenario II ekstensifikasi plus yang terlihat berbeda terutama kontribusi dalam
perbaikan terhadap sisi penyediaan beras nasional dan pertumbuhannya. Hasil kinerja model skenario I intensifikasi plus di awal berkontribusi cukup besar
dalam menyediakan beras tetapi dengan pertumbuhan yang menurun tajam atau prilaku sistem dinamisnya bersifat umpan balik negatif goal seeking sedangkan
skenario ekstensifikasi plus hasil kinerja model di awal berkontribusi rendah tetapi seiring berjalannya waktu meningkat dengan pertumbuhan yang cukup
tinggi.
6.2.2.5. Skenario IV: Skenario Sisi Penyediaan Intensifikasi Plus dan Ekstensifikasi Plus
Berdasarkan hasil kinerja model dari ketiga skenario diketahui bahwa skenario I intensifikasi plus adalah yang terbaik di antara skenario lainnya,
karena neraca ketersediaan beras positif sepanjang periode simulasi atau dapat dikatakan neraca ketersediaan beras berkelanjutan. Namun demikian seiring
dengan berjalannya waktu neraca ketersediaan beras menurun dikarenakan penyediaan beras selama periode simulasi menurun tajam Gambar 41. Dari
152
Gambar 41 diketahui skenario II ekstensifikasi plus memberikan hasil yang berbeda, walaupun di awal penyediaan beras rendah, namun dengan
pertumbuhan yang meningkat. Oleh karena itu dibuat skenario IV hasil pengembangan dari skenario I dan II.
Skenario IV ini diasumsikan bahwa pemerintah mengusahakan dengan segala upaya untuk meningkatkan neraca ketersediaan beras yang berkelanjutan
dari sisi penyediaan melalui kebijakan intensifikasi plus perbaikan produktivitas, rendemen, IP, losses dan ekstensifikasi plus pencetakan sawah dan
penekanan konversi lahan sawah secara bersama-sama agar neraca ketersediaan beras positif dan berkelanjutan. Hasil simulasi Skenario IV dapat
dilihat pada Gambar 42 dan Tabel 51.
Time
Kebut_Brs_Nas 1
Peny_Brs_Nas 2
Keters_Brs_Nas 3
2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015 15,000,000
20,000,000 25,000,000
30,000,000 35,000,000
40,000,000
1 2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3 1
2
3
Gambar 42. Neraca Ketersediaan Beras Nasional Skenario IV, 2005 – 2015 Berdasarkan hasil simulasi dapat diketahui bahwa kebijakan intensifikasi
serta ekstensifikasi secara bersama dapat menyebabkan penyediaan beras nasional meningkat tinggi mencapai 41.96 juta ton sehingga dapat memenuhi
kebutuhan beras nasional selama 10 tahun ke depan. Pada Gambar 42 terlihat bahwa grafik penyediaan beras selalu berada di atas grafik kebutuhan beras
nasional dan meningkat selama periode analisis 2005-2015 artinya neraca ketersediaan beras nasional surplus setiap tahun dengan nilai yang tinggi
mencapai di atas 10 juta ton atau dapat dikatakan neraca beras nasional positif dan berkelanjutan. Pada tahun 2005 neraca ketersediaan beras nasional
mencapai 13.27 juta ton dan pada tahun 2015 masih cukup besar yaitu 11.68 juta ton. Keadaan ini menunjukkan bahwa kebijakan yang mendukung faktor
153
kuncipenentu yang langsung berpengaruh pada subsitem penyediaan dapat meningkatkan penyediaan beras cukup tinggi yang menyebabkan neraca
ketersediaan beras positif dan berkelanjutan. Tabel 51. Neraca Ketersediaan Beras Nasional Skenario IV, 2005 – 2015
Time 2,005
2,006 2,007
2,008 2,009
2,010 2,011
2,012 2,013
2,014 2,015
Kebut_Brs_Nas Peny_Brs_Nas
Keters_Brs_Nas 28,688,308
41,964,985.75 13,276,677.85
29,078,892 42,221,205.96
13,142,313.74 29,474,783
42,477,459.55 13,002,676.70
29,876,051 42,733,746.97
12,857,695.52 30,282,771
42,990,068.66 12,707,298.06
30,695,014 43,246,425.11
12,551,411.21 31,112,856
43,502,816.77 12,389,960.86
31,536,372 43,759,244.12
12,222,871.89 31,965,639
44,015,707.65 12,050,068.20
32,400,735 44,272,207.84
11,871,472.62 32,841,738
44,528,745.18 11,687,006.98
Gambar 43. Grafik Perbandingan Skenario Penyediaan Beras dan Neraca
Ketersediaan Beras Berdasarkan Gambar 43, penyediaan beras skenario IV adalah yang
tertinggi dengan pertumbuhan yang meningkat. Hal ini berbeda dengan penyediaan beras pada skenario I intensifikasi dimana pertumbuhannya
menurun tajam. Implikasi dari hasil penelitian ini adalah bahwa kebijakan peningkatan produktivitas, rendemen, IP dan penanganan losses ekstensifikasi
sebaiknya dibarengi oleh kebijakan pencetakan sawah dan penanganan konversi lahan sawah.
-10000000 -5000000
5000000 10000000
15000000
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Aktual
I. Intensifikasi Penyediaan II. Ekstensifikasi Penyediaan
III. Penurunan Pddk Konsumsi Kebutuhan
IV. Intensifikasi+Ekstensifikasi
25000000 27000000
29000000 31000000
33000000 35000000
37000000 39000000
41000000 43000000
45000000
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Aktual
I. Intensifikasi Penyediaan II. Ekstensifikasi Penyediaan
III. Penurunan Pddk Konsumsi Kebutuhan
IV. Intensifikasi+Ekstensifikasi
Penyediaan Beras Ketersediaan Beras
154
6.2.3. Analisis Sensitivitas Model