5. Menghadapi realitas dari kematian diri sendiri dan kematian orang-orang yang dicintai.
3. Budaya dan Suku
3.1 Budaya Bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang majemuk atau
heterogen. Bangsa Indonesia mempunyai beraneka ragam suku bangsa, budaya, agama, dan adat istiadat atau tradisi. Koentjaraningrat mengemukakan
bahwa yang dimaksud dengan kebudayaan adalah wujud ideal yang bersifat abstrak yang tidak dapat diraba yang berada dalam pikiran manusia yang dapat
berupa gagasan, ide, norma, keyakinan dan lain sebagainya. Dalam setiap kebudayaan terdapat unsur-unsur yang juga dimiliki oleh kebudayaan lain.
Koentjaraningrat menyebutnya sebagai unsur-unsur kebudayaan yang universal yang meliputi: sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi
kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup, dan sistem tekhnologi dan peralatan Koentjaraningrat, 1989.
3.2 Suku Batak Suku bangsa adalah suatu kelompok masyarakat yang terikat oleh kesatuan
budaya, bahasa, dan tempat tinggal. Oleh karena itu, setiap suku bangsa memiliki bahasa yang berbeda, tradisi dan kebudayaannya juga berbeda. Salah satu suku
bangsa di Indonesia adalah Suku Batak. Suku Batak merupakan salah satu suku yang berada di Indonesia dan sebagian besar bermukim di Sumatera Utara. Suku
yang dikategorikan sebagai Batak yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak
Universitas Sumatera Utara
Simalungun, Batak Pakpak dan Batak Mandailing, kategori tersebut dibagi berdasarkan nama daerah asalnya misalnya Batak Toba mendiami daerah
Toba, Batak Karo mendiami daerah Karo, Batak Simalungun mendiami daerah simalungun begitu juga dengan yang lainnya Harahap, 1940.
Beberapa kategori yang ada pada suku Batak memiliki kesamaan berupa marga. Asal usul keluarga dari masyarakat suku Batak dapat ditelusuri dari
marga yang dimiliki masyarakat Batak semenjak lahir. Menurut Vergouwen 1986, marga dalam masyarakat Batak merupakan sekelompok masyarakat
yaitu keturunan dari kakek bersama dimana keturunan tersebut di turunkan dari marga bapak atau patrilineal, maka dari itu semua orang Batak membubuhkan
nama marga dari ayahnya dibelakang nama kecilnya Koentjaraningrat, 2007. Marga dalam Suku Batak sangatlah penting karena marga adalah suatu identitas
keturunan dari pendahulu atau nenek moyang, oleh Karena itu orang Batak selalu meletakkan marga dibelakang namanya. Marga dalam setiap kategori Suku Batak
berbeda dengan yang lainnya. Marga dalam Suku Batak Toba pada umumnya adalah Ambarita, Butar-butar, Hutagalung, Limbong, Manihuruk, Panjaitan,
Rajagukguk, sagala, Siboro, Tambun, dll. Marga dalam Batak Karo pada umumnya adalah Sembiring, Tarigan, Ginting, Barus, dan Perangin-angin. Marga
pada Suku Batak Simalungun yaitu Saragih, Purba, Sipayung, Sinaga, dan Damanik. Marga dalam Batak Pakpak yaitu Kudadiri, Sinamo, Sitakar, dll,
sedangkan marga dalam Batak Mandailing pada umumnya yaitu Harahap, Lubis, Nasution, Pohan, Rambe, dll Rajagukguk, 2012.
Universitas Sumatera Utara
Dalam nilai Budaya Batak prioritas nilai budaya yang pertama adalah kekerabatan dan yang kedua adalah religi, kedua nilai prioritas ini menjadi ciri
dan identitas bersama orang Batak Harahap, 1940. Kekerabatan mencakup hubungan antar sesama suku, kasih sayang antar hubungan darah, kerukunan
hubungan dengan masyarakat khususnya yang ada kaitannya dengan hubungan kekerabatan karena pernikahan, solidaritas marga, dll. Nilai kekerabatan atau
keakraban berada ditempat yang tinggi bagi aturan masyarakat Batak, dan hal ini terwujud dalam pelaksanaan adat, tutur sapa, dan bersikap terhadap sesama. Religi
mencakup kehidupan keagamaan yang kemudian mengatur kehidupannya dengan Maha Pencipta serta hubungannya dengan manusia dan lingkungan hidupnya
Situmeang, 2007. Dalam hal kemasyarakatan masyarakat Batak pada umumnya membangun
perkampungan atau desa sebagai tempat tinggal mereka yang disebut dengan huta dengan mata pencaharian sebagai seorang petani karena itu mereka memanfaatkan
alam untuk memnuhi kebutuhan hidupnya. Kepercayaan masyarakat Batak meyakini adanya Tuhan yang Maha Tinggi yang disebut dengan Mula Jadi
Nabolon. Perkembangan penyebaran agama pada masyarakat Batak dimulai pada tahun 1863 saat misionaris dari Jerman I. L. Nomensen menyebarkan agama
Kristen, sehingga banyak masyarakat Batak menganut agama Kristen, walaupun setelah itu sudah ada juga orang Batak yang menganut agama lain, misalnya Islam
pada masyarakat Batak Angkola Mandailing Harahap, 1940.
Universitas Sumatera Utara
3.3 Lansia pada Suku Batak Sistem nilai sosial budaya di Indonesia menempatkan lanjut usia sebagai
warga terhormat, baik di lingkungan keluarga maupun dalam kehidupan masyarakat. Tuntunan agama dan nilai luhur menempatkan lanjut usia dihormati,
dihargai dan dibahagiakan dalam kehidupan keluarga. Dalam berbagai budaya yang kita miliki penanganan lanjut usia juga masalah lainnya, diatur dalam tradisi
masyarakat. Pada suku Batak, lanjut usia laki-laki disapa Opung Bulang, untuk wanita disapa dengan Opung Nini Situmeang, 2007.
Lansia Suku Batak menyadari bahwa waktunya hidup didunia sudah tidak lama lagi sehingga para lansia ini akan mengusahakan hidup dengan berbuat baik
dan benar kepada keluarga maupun semua orang yang dikenalnya Situmeang, 2007. Masyarakat Suku Batak akan melakukan penghiburan kepada orang yang
sedang berduka termasuk para lansia yang kehilangan pasangan hidupnya. Antara 5 sampai 15 hari setelah kematian seseorang maka biasanya para kerabat-kerabat
dan masyarakat akan datang lagi kerumah duka untuk melakukan penghiburan atau yang dikenal juga dengan mangapuli pangapohan. Artinya para kerabat
yang datang itu mengingatkan bahwa berduka yang berkepanjangan tidak ada artinya dan bagi yang ditinggalkan diharapkan dapat memetik hikmah dari
kehidupan lansia yang telah meninggal tersebut, sehingga para lansia yang ditinggal pasangannya akan merasa terhibur dan tidak putus asa. Para kerabat
yang datang juga akan memberikan kata-kata nasihat kepada yang berduka agar lebih berserah kepada Tuhan untuk mendapatkan kekuatan Sinaga, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Orientasi nilai-nilai Budaya Batak juga mengatur hakekat hubungan manusia dengan alam yaitu memiliki hubungan yang akrab dengan alam, karena
alam dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hakekat hubungan manusia Suku Batak memiliki intensitas yang tinggi terhadap sesamanya.
Kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat membuat kadar partisipasi yang kuat untuk senantiasa terlibat dalam setiap aktivitas hubungan
antar manusia, dan apabila ada salah seorang anggota masyarakat yang berduka maka para masyarakat akan melakukan hak dan kewajibannya pada orang
tersebut, khususnya bagi para lansia yang sudah janda ataupun duda akan dirawat dengan baik oleh keluarganya Harahap, 1940.
Budaya Batak yang menganut garis kerabat patrilineal, secara budaya lanjut usia tinggal bersama kerabat ayah, bila tidak dapat dilakukan, maka kewajiban
akan berpindah kepada adik laki-lakinya, namun ditemukan juga lanjut usia yang tinggal pada kerabat garis ibu atau tinggal berpindah antara anak satu dan lainnya.
Peran dan tanggung jawab keluarga patrilineal terhadap orang tua yang telah lanjut usia dan sudah kehilangan suamiistri sangat baik, karena para anak-
anaknya akan merawat lansia tersebut. Hal ini sangat baik karena para lansia tersebut tidak akan merasa kesepian. Bagi suku batak Toba memandang bahwa
orang tua adalah kehormatan bagi keluarga sehingga sangat dipantangkan apabila orang tua berada dipanti jompo Setiti, 2007.
Universitas Sumatera Utara
4. Kehilangan Dan Berduka