Isolasi dan Uji Kemampuan Antifungal Bakteri Endofit Tanaman Semangka Terhadap Jamur Colletotrichum sp. Penyebab Penyakit Bercak Daun
ISOLASI DAN UJI KEMAMPUAN ANTIFUNGAL BAKTERI
ENDOFIT DARI TANAMAN SEMANGKA
TERHADAP
JAMUR
Colletotrichum
sp.
PENYEBAB PENYAKIT BERCAK
DAUN
SKRIPSI
ERYNA ELFASARI RANGKUTI 090805028
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
(2)
ISOLASI DAN UJI KEMAMPUAN ANTIFUNGAL BAKTERI
ENDOFIT DARI TANAMAN SEMANGKA
TERHADAP
JAMUR
Colletotrichum
sp.
PENYEBAB PENYAKIT BERCAK
DAUN
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat
mencapai gelar Sarjana Sains
ERYNA ELFASARI RANGKUTI 090805028
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
(3)
PERSETUJUAN
Judul :Isolasi dan Uji Kemampuan Antifungal Bakteri Endofit
Tanaman Semangka Terhadap Jamur Colletotrichum
sp. Penyebab Penyakit Bercak Daun
Kategori : Skripsi
Nama : Eryna Elfasari Rangkuti
NIM : 090805028
Program Studi : Sarjana (S1) Biologi
Departemen : Biologi
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Disetujui di Medan, Februari 2014
Komisi Pembimbing:
Pembimbing, Departemen Biologi FMIPA USU,
Ketua,
Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc
(4)
PERNYATAAN
ISOLASI DAN UJI KEMAMPUAN ANTIFUNGAL BAKTERI ENDOFIT DARI TANAMAN SEMANGKATERHADAP JAMUR Colletotrichum sp.
PENYEBAB PENYAKIT BERCAK DAUN
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Februari 2014
ERYNA ELFASARI RANGKUTI 090805028
(5)
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan curahan rahmat-Nya serta shalawat beriring salam kepada Nabi Muhammad SAW sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Isolasi dan Uji Kemampuan
Antifungal Bakteri Endofit Tanaman Semangka Terhadap Jamur
Colletotrichum sp. Penyebab Penyakit Bercak Daun” serta shalawat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc dan Bapak Drs. Kiki Nurtjahja, M.Sc, selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan dan dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Nunuk Priyani, M.Sc, Ibu Dra. Isnaini Nurwahyuni, M.Sc dan ibu Dr. It Jamilah, M.Sc selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran yang sangat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.
Pada kesempatan ini ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada ayahanda tercinta Ir. Yusuf Erwin Rangkuti dan ibunda tercinta Langga Sari Lubis atas segala kasih sayang dukungan, dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis. Terima kasih ayah dan ibu atas lantunan doa yang selalu menaungi setiap nafas dan langkah penulis, semoga ayah dan ibu selalu dirahmati Allah SWT. Kepada adinda tersayang Muhammad Iqbal Rangkuti dan Sheila Septriyanti Rangkuti, terima kasih atas semangat, canda tawa dan kebersamaan yang telah diberikan kepada penulis.
Ucapan terima kasih kepada Ibu Dra. Isnaini Nurwahyuni, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik. Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU dan Bapak Drs. Kiki Nurtjahja, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU, Ibu Roslina Ginting dan Bang Ewin selaku pegawai Departemen Biologi FMIPA USU, Ibu Nurhasni Muluk selaku
(6)
analis dan laboran di Laboratorium Biologi dan seluruh staf pengajar Departemen Biologi FMIPA USU.
Terima kasih kepada sahabat seperjuangan, Nadila Yasmin, Lisa Novita Arios, Sintha Dwi Wulandari. Terima kasih atas kebersamaan, suka duka, dan canda tawa dan semangat yang telah terlukis selama 6 bulan ini. Kita punya satu mimpi, mimpi untuk menjadi lebih baik kedepannya. Tetaplah bersinar wahai sahabatku.
Terima kasih kepada sahabat seperjuangan Biologi FMIPA USU angkatan 2009 (09topus), arfah, siska, essy, nisa hidayati, putri, rulya, hema, rahmi, juwana, fauziah, afni, nurul, riris, fika, rita, annisa willy, nora, opi, nuri, novi, imam, zubeir, zulpan, febrin, agustina, terima kasih atas rasa solidaritas yang telah dibina sampai detik ini dan semoga akan terjalin sampai akhir hayat. Terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga Asisten Laboratorium Mikrobiologi (kak nina, kak ayu, bang frans, kak ria, bang mirza, bang asril, bobby, sepwin, dila, santa, riris, devi, hendika). Kepada kakak tersayang (kak dwi putri akarina, kak resti, kak netti, kak ami, kak nikmah, kak ummi, kak dini, kak novi, kak sirma), keluarga besar IPKB Biologi USU yang telah memberikan pengalaman dan kebersamaan yang begitu hangat. Terima kasih juga kepada teman-teman baik yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang penulis tidak dapat tuliskan namanya satu per satu.
Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mohon maaf dan sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengharapkan semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Februari 2014
(7)
ISOLASI DAN UJI KEMAMPUAN ANTIFUNGAL BAKTERI ENDOFIT DARI TANAMAN SEMANGKATERHADAP JAMUR Colletotrichum sp.
PENYEBAB PENYAKIT BERCAK DAUN
ABSTRAK
Penelitian tentang pemanfaatan bakteri endofit dalam menghambat pertumbuhan
Colletotrichum sp. penyebab penyakit anthraknos pada semangka telah dilakukan. Bakteri endofit diisolasi dari batang, daun, akar dari tanaman yang sehat sedangkan jamur patogen diisolasi dari semangka yang terinfeksi anthraknos. Uji antagonis dilakukan dengan metode kultur ganda. Tujuh isolat bakteri endofit yang telah diuji memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan jamur dengan perendaman
biji semangka dalam suspensi bakteri. Uji in vitro dari isolat bakteri DS01 dan BS01
menghambat dengan zona hambat yang lebih besar daripada isolat lainnya yaitu
1,85 cm dan 1,55 cm. Uji in vivo dari isolat bakteri DS01 dan BS01 memiliki
kemampuan dalam mengurangi penyakit anthraknos dengan penurunan serangan bercak daun 88% dan 76%. Akan tetapi, dua isolat tersebut dapat menyebabkan tanaman tidak tumbuh masing-masing sebesar 44% dan 12%. Semua perlakuan tidak memperbaiki pertumbuhan tanaman seperti tinggi tanaman, jumlah daun, dan berat basah dibandingkan pada kontrol tanpa perlakuan, akan tetapi DS01 mampu meningkatkan berat kering tanaman.
(8)
ISOLATION AND ASSAY OF ANTIFUNGAL ABILITY OF ENDOPHYTIC BACTERIA OF WATERMELON TO Colletotrichum sp.,
CAUSAL AGENT OF ANTRACHNOSE
.
ABSTRACT
A study on examination of endophytic bacteria in inhibiting Colletotrichum sp.
causal agent of antrachnose disease in watermelon has been carried out. Endophytic bacteria were isolated from stems, leaves, roots of healthy plant while pathogenic fungi was isolated from watermelon infected antrachnose. Seven isolates were to examine to know their ability in inhibiting the fungal growth by dipping watermelon
seed in bacterial solution. In vitro assay of DS01 and BS01 isolates inhibit the fungal
growth with inhibition zones higher than other isolates which were of 1,85 cm and
1,55 cm, respectively. In vivo assay of DS01 and BS01 isolates showed to reduce
antrachnose disease by 88% and 76%, respectively. However, both of these isolates might inhibit seed growth by 44% and 12%, respectively. All treatments reduce seedling performance i.e seedling height, leaves number and weight compared to that of untreated control, however DS01 seemed to increase dry weight.
(9)
DAFTAR ISI
Persetujuan ii
Abstrak iii
Abstract iv
Daftar Isi v
Daftar Tabel vi
Daftar Gambar vii
Daftar Lampiran viii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 4
1.3. Tujuan Penelitian 4
1.4. Hipotesis 4
1.5. Manfaat Penelitian 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bakteri Endofit dan Peranannya 5
2.2. Jamur Patogen pada Tanaman Semangka 7
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat 9
3.2. Alat dan Bahan 9
3.3. Isolasi Bakteri Endofit dari Tanaman Semangka 9
3.4. Isolasi Jamur Patogen dari Akar Semangka 10
3.5. Karakterisasi Bakteri Endofit dan Identifikasi Jamur hasil Isolasi Tanaman
10 3.6. Uji Antagonisme Isolat Bakteri Endofit Terhadap Fungi
Patogen
11
3.7. Pengamatan Struktur Hifa Abnormal 12
3.8. Uji Potensi Serangan Colletotrichum sp. 12
3.9. Penghambatan Serangan Colletotrichum sp. pada Benih
Semangka
13
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Isolasi Colletotrichum sp. 14
4.2. Karakterisasi Bakteri Endofit 15
4.3. Uji Antagonis Bakteri Endofit Semangka Terhadap
Colletotrichum sp.
17
4.4. Pengamatan Struktur Hifa Abnormal 19
4.5. Uji Potensi Serangan Colletotrichum sp. 20
4.6. Penghambatan Serangan Colletotrichum sp. pada Benih
Semangka
21 4.7. Pengukuran Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Berat Basah,
dan Berat Kering Tanaman
(10)
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 31
5.2. Saran 31
DAFTAR PUSTAKA 32
(11)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
Judul Halaman
2.2.1 Gejala bercak daun Colletotrichum sp. pada
tanaman semangka
7
2.2.2 Konidia cendawan Colletotrichum sp (perbesaran
40 x 10)
8
3.6.1 Skema penempatan jamur patogen dengan isolat
bakteri endofit dengan metode difusi cakram
11
4.1.1 Isolasi Colletotrichum sp. 14
4.3.1 Hasil uji antagonis invitro antara Colletotrichum
sp. dengan isolat bakteri endofit
17
4.4.1 Hifa abnormal Colletotrichum sp. 19
4.5.1 Reisolasi Colletotrichum sp. 21
4.6.1 Perbedaan daun normal dan terserang penyakit
bercak daun
21
4.6.2 Persentase bercak daun yang telah diinokulasikan
Colletotrichum sp. dengan perlakuan bakteri endofit
23
4.7.1 Perbedaan rata-rata tinggi tanaman semangka
yang telah diinokulasi Colletotrichum sp. dengan
perlakuan bakteri endofit
25
4.7.2 Perbedaan rata-rata jumlah daun semangka yang
telah diinokulasi Colletotrichum sp. dengan
perlakuan bakteri endofit
27
4.7.3 Perbedaan rata-rata jumlah berat basah tanaman
semangka yang telah diinokulasi Colletotrichum
sp. dengan perlakuan bakteri endofit
28
4.7.4 Perbedaan rata-rata jumlah berat kering tanaman
semangka yang telah diinokulasi Colletotrichum
sp. dengan perlakuan bakteri endofit
(12)
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Judul Halaman
4.2.1 Karakterisasi Bakteri Endofit 16
4.3.1 Uji Antagonis invitro Antara Tujuh Isolat Bakteri
Endofit Terhadap Colletotrichum sp.
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran
Judul Halaman
1. Isolasi Bakteri Endofit 37
2. Uji Patogenitas Colletotrichum sp. 39
3. Pengujian Pengaruh Bakteri Endofit Terhadap
Pertumbuhan Benih Semangka
40
4. Penghambatan Serangan Colletotrichum sp. pada
Benih Semangka
41
5. a. Uji Invivo Penghambatan Bakteri Endofit
Terhadap Colletotrichum sp.
42 b. Perbedaan Tinggi Tanaman Semangka Setelah
Persemaian 30 Hari
(14)
ISOLASI DAN UJI KEMAMPUAN ANTIFUNGAL BAKTERI ENDOFIT DARI TANAMAN SEMANGKATERHADAP JAMUR Colletotrichum sp.
PENYEBAB PENYAKIT BERCAK DAUN
ABSTRAK
Penelitian tentang pemanfaatan bakteri endofit dalam menghambat pertumbuhan
Colletotrichum sp. penyebab penyakit anthraknos pada semangka telah dilakukan. Bakteri endofit diisolasi dari batang, daun, akar dari tanaman yang sehat sedangkan jamur patogen diisolasi dari semangka yang terinfeksi anthraknos. Uji antagonis dilakukan dengan metode kultur ganda. Tujuh isolat bakteri endofit yang telah diuji memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan jamur dengan perendaman
biji semangka dalam suspensi bakteri. Uji in vitro dari isolat bakteri DS01 dan BS01
menghambat dengan zona hambat yang lebih besar daripada isolat lainnya yaitu
1,85 cm dan 1,55 cm. Uji in vivo dari isolat bakteri DS01 dan BS01 memiliki
kemampuan dalam mengurangi penyakit anthraknos dengan penurunan serangan bercak daun 88% dan 76%. Akan tetapi, dua isolat tersebut dapat menyebabkan tanaman tidak tumbuh masing-masing sebesar 44% dan 12%. Semua perlakuan tidak memperbaiki pertumbuhan tanaman seperti tinggi tanaman, jumlah daun, dan berat basah dibandingkan pada kontrol tanpa perlakuan, akan tetapi DS01 mampu meningkatkan berat kering tanaman.
(15)
ISOLATION AND ASSAY OF ANTIFUNGAL ABILITY OF ENDOPHYTIC BACTERIA OF WATERMELON TO Colletotrichum sp.,
CAUSAL AGENT OF ANTRACHNOSE
.
ABSTRACT
A study on examination of endophytic bacteria in inhibiting Colletotrichum sp.
causal agent of antrachnose disease in watermelon has been carried out. Endophytic bacteria were isolated from stems, leaves, roots of healthy plant while pathogenic fungi was isolated from watermelon infected antrachnose. Seven isolates were to examine to know their ability in inhibiting the fungal growth by dipping watermelon
seed in bacterial solution. In vitro assay of DS01 and BS01 isolates inhibit the fungal
growth with inhibition zones higher than other isolates which were of 1,85 cm and
1,55 cm, respectively. In vivo assay of DS01 and BS01 isolates showed to reduce
antrachnose disease by 88% and 76%, respectively. However, both of these isolates might inhibit seed growth by 44% and 12%, respectively. All treatments reduce seedling performance i.e seedling height, leaves number and weight compared to that of untreated control, however DS01 seemed to increase dry weight.
(16)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai negara agraris Indonesia memiliki berbagai macam jenis tanaman, seperti tanaman hortikultura. Tanaman tersebut merupakan tanaman yang paling banyak diminati karena menguntungkan. Selain dapat dijual langsung, tanaman tersebut juga mempunyai cara pengolahan yang banyak sehingga hasilnya pun bervariasi. Selain dimanfaatkan dalam bentuk buah segar yaitu sebagai lalap, asinan, acar dan salad, semangka juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan industri (kosmetika dan
obat-obatan) (Sumpena, 2001).
Tanaman yang termasuk Cucurbitaceae seperti semangka memiliki syarat
tumbuh yang sangat fleksibel, karena dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah dan dataran tinggi. Semangka dapat tumbuh dan beradaptasi dengan hampir semua jenis tanah. Seperti tanaman lainnya, tanaman hortikultura mempunyai bermacam jenis hama dan penyakit (Suhardi, 1988). Semangka juga merupakan salah satu sayuran yang rentan terhadap serangan hama serta infeksi patogen tanaman. Serangan hama dan jamur patogen merupakan gangguan pertumbuhan semangka yang perlu diwaspadai, karena selain mengganggu pertumbuhan adanya serangan hama dan penyakit dapat menurunkan produksi buah semangka.
Dalam usaha pengendalian hama, petani banyak menggunakan fungisida
sintetis karena cara ini lebih efektif dan dianggap lebih menguntungkan
dibandingkan cara lainnya. Kandungan bahan kimia sintetis berdampak negatif
terhadap kesehatan manusia dan lingkungan (Herlina et al., 2004). Penggunaan zat
kimia untuk mengatasi jamur patogen pada tanaman memiliki efek negatif pada lingkungan, tanaman itu sendiri, maupun konsumen, sehingga perlu digunakan suatu alternatif yaitu menggunakan pengendalian hayati berupa pemanfaatan bakteri endofit dari tanaman untuk mengendalikan jamur patogen.
Pengendalian hayati jamur patogen dilakukan dengan menggunakan mikroba misalnya jamur dan bakteri. Sumber biologi untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman merupakan alternatif potensial sebagai pengganti pestisida, dan
(17)
sering dianjurkan untuk mengganti pengendalian berbasis kimia terhadap penyakit atau untuk mengendalikan penyakit yang jika dikendalikan dengan bahan kimia tidak ekonomis (Suryanto, 2009). Perkembangan hasil penelitian tentang berbagai agen hayati yang bermanfaat untuk mengendalikan berbagai patogen pada tanaman. Sebenarnya sudah cukup menggembirakan walaupun masih sedikit yang dapat digunakan secara efektif di lapangan (Sitepu, 1993).
Salah satu agen pengendali penyakit yang potensial untuk dimanfaatkan adalah mikroba endofit. Endofit berperan dalam mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan. Menurut FAO (1988) faktor awal yang sangat menentukan keberhasilan pengembangan agen hayati untuk pengendalian patogen tanaman adalah ketepatan dalam pemilihan jenis dan sumber agen hayati yang akan dikembangkan. Pada umumnya jenis agen hayati yang dikembangkan adalah mikroba alami, baik yang hidup sebagai saprofit di dalam tanah, air dan bahan organik, maupun yang hidup di dalam jaringan tanaman (endofit) yang bersifat menghambat pertumbuhan dan berkompetisi dalam ruang dan nutrisi dengan patogen sasaran, atau bersifat menginduksi ketahanan tanaman. Di antara sekian banyak jenis agen hayati yang telah diuji keamanannya, tiga di antaranya yaitu
Trichoderma spp., Pseudomonas fluorescens, dan Bacillus spp..
Mikroba endofit adalah organisme hidup yang berukuran mikroskopis yang hidup di dalam jaringan tanaman, daun, akar, buah, dan batang. Mikroba ini hidup bersimbiosis saling menguntungkan, dalam hal ini mikroba endofit mendapatkan nutrisi dari hasil metabolisme tanaman dan memproteksi tanaman terhadap herbivora, serangga atau jaringan yang patogen sedangkan tanaman mendapatkan
derivat nutrisi dan senyawa aktif yang diperlukan selama hidupnya (Tanaka et al.,
1999). Bakteri endofit juga dapat diisolasi dari tanaman yang telah disterilisasi
permukaan (Klopper et al., 1999). Bakteri endofit dapat melakukan simbiosis
mutualisme terhadap tanaman sehingga bakteri endofit dapat diaplikasikan untuk menghambat jamur patogen dalam tanaman.
Bakteri endofit maupun rizobakteri lainnya merupakan bagian dari mikroflora alami dari tanaman yang sehat di lapangan. Mikroorganisme ini
mempunyai kontribusi penting bagi kesehatan tanaman. Menurut Hallman et al.
(18)
antagonisme langsung atau penguasaan niche (relung) atas patogen, (2) menginduksi ketahanan sistemik dan (3) meningkatkan toleransi tanaman terhadap lingkungan. Sifat-sifat tersebut yang menyebabkan bakteri endofit dapat dimanfaatkan sebagai pengendali hayati penyakit tanaman bahkan dapat
mengurangi serangan hama tanaman (Ramamoorthy et al., 2001).
Salah satu penyakit yang umum menyerang tanaman pada famili
Cucurbitaceae yaitu penyakit bercak daun (antraknosa) yang disebabkan oleh
jamur Colletotrichum. Colletotrichum umumnya menyerang daun muda, dan
pengenalan penyakit antraknosa dapat dilakukan dengan melihat gejala khusus pada bagian tanaman yang terserang. Serangan ringan pada daun muda akan memperlihatkan gejala-gejala bintik nekrosis berwarna coklat. Setelah daun berkembang, bintik nekrosis akan menjadi bercak berlubang dengan halo berwarna
kuning (Wahyudi et al., 2008).
Potensi penggunaan bakteri yang berasosiasi dengan tanaman sebagai agen
pemacu pertumbuhan tanaman sering dihubungkan sebagai Plant Growth
Promoting Bacteria (PGPB) dan yang telah banyak dikenal adalah Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) (Compant et al., 2005). Compant et al. (2005) juga menyatakan bahwa asosiasi bakteri dengan tanaman dapat menginduksi ketahanan sistemik melawan patogen. Beberapa bakteri endofit dilaporkan mampu
sebagai agen pengendalian hayati penyakit tanaman. Wei et al. (1991) melaporkan
bahwa Pseudomonas fluorescens strain 68-4 yang diaplikasikan pada benih
mentimun mampu mengkolonisasi bagian dalam jaringan tanaman dan memicu
perlindungan sistemik terhadap penyakit antraknosa. Serratia marcescens 90-166
dapat menghasilkan asam salisilat yang digunakan untuk menginduksi ketahanan
secara sistemik pada tanaman tembakau (Wei et al., 1991). Dilihat dari jenis dan
kemampuan bakteri endofit yang telah diteliti sebelumnya, perlu dilakukan penelitian ini untuk menemukan spesies bakteri endofit yang potensial terhadap
(19)
1.2Permasalahan
Fungisida kimia banyak digunakan petani untuk mengendalikan cendawan
patogen pada famili Cucurbitaceae khususnya pada tanaman timun dan semangka.
Penggunaan fungisida kimia memiliki dampak buruk terhadap lingkungan maupun konsumen, sehingga perlu dikembangkan alternatif dengan menggunakan teknik pengendalian hayati yaitu bakteri endofit yang berada di dalam jaringan tanaman. Wei et al. (1991) melaporkan bahwa Pseudomonas fluorescens strain 68-4 yang diaplikasikan pada benih mentimun mampu mengkolonisasi bagian dalam jaringan tanaman dan memicu perlindungan sistemik terhadap penyakit antraknosa oleh
jamur Colletotrichum sp. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui jenis dan kemampuan isolat bakteri endofit yang diisolasi dari tanaman dalam menghambat beberapa jamur patogen lainnya.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri endofit yang
diisolasi dari tanaman semangka dalam menghambat jamur Colletotrichum sp.
penyebab bercak daun pada tanaman semangka (Citrullus vulgaris L.).
1.4Hipotesis
Bakteri endofit yang diisolasi dari tanaman semangka (Citrullus vulgaris
L.), mampu menghambat jamur patogen Colletotrichum sp. penyebab penyakit
bercak daun.
1.5 Manfaat Penelitian
Memberikan informasi bagi pelaku kegiatan budidaya pertanian semangka untuk mencegah penyakit oleh infeksi jamur patogen yang diharapkan dapat diaplikasikan dalam kegiatan budidaya pertanian.
(20)
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bakteri Endofit dan Peranannya
Hampir semua tanaman vaskular memiliki endofit. Endofit merupakan mikroorganisme yang berasosiasi dengan jaringan tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman inang bervariasi dari netral, komensalisme, simbiosis, atau dapat juga bersifat patogenik (Strobel, 2003). Endofit awalnya berasal dari lingkungan eksternal dan masuk ke dalam tanaman melalui akar tanaman, stomata, lentisel, luka (seperti adanya trichoma yang rusak), melalui akar lateral dan akar yang berkecambah (Carrol, 1988; Clay, 1998; Kaga, 2009).
Setiap tanaman tingkat tinggi dapat mengandung beberapa mikroba endofit yang mampu menghasilkan senyawa biologi atau metabolit sekunder yang diduga
sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik (genetic recombination) dari
tanaman inangnya ke dalam mikroba endofit (Tan & Zou, 2001). Endofit berada pada jaringan yang sehat, biji, akar, batang dan daun. Tanaman mendapatkan manfaat dengan kehadiran bakteri endofit ini seperti memacu pertumbuhan tanaman, dan meningkatkan resistensi tanaman dari berbagai macam patogen
dengan memproduksi antibiotik dan metabolit sekunder (Bandara et al., 2006).
Endofit juga berperan meningkatkan hormon pertumbuhan seperti auksin (Indol
Acetic Acid) (Thakuria et al., 2004), dan sitokinin (Khalid et al., 2004).
Keberadaan mikroorganisme endofit dalam jaringan tanaman sehat telah banyak dilaporkan terdapat dalam berbagai spesies tanaman maupun bagian tanaman yang berbeda dan pada umur yang berbeda. Mikroorganisme endofit telah ditemukan pada tanaman hortikultura antara lain pada batang tanaman buncis dan
tebu (Aini &Abadi, 2004), batang tanaman kacang kapri, tomat dan umbi kentang
(White & Cole, 1985).
Banyak endofit mampu menghasilkan senyawa bioaktif untuk menghambat pertumbuhan organisme lain. Pada beberapa kasus, mereka mampu mensintesis senyawa alami yang diproduksi oleh tanaman sebagai alat pertahanan.
(21)
genera seperti Pseudomonas, Bacillus dan Azospirillum, dilaporkan mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman, menguraikan dinding sel patogen, dan menghambat pertumbuhan patogen dengan menghasilkan senyawa antimikroba
seperti siderophores.
Antibiotik Cryptocandin dihasilkan oleh mikroba endofit Cryptosporiopsis
quercina yang berhasil diisolasi dari tanaman obat Tripterigeum wilfordii,
berkhasiat sebagai antijamur yang patogen terhadap manusia yaitu Candida
albicans dan Trichopyton spp. (Talib, 2009; Radji, 2005). Berbagai jenis endofit telah berhasil diisolasi dari tanaman inangnya, dan telah berhasil dibiakkan dalam media tumbuh yang sesuai. Demikian pula metabolit sekunder yang diproduksi oleh mikroba endofit tersebut telah berhasil diisolasi dan dimurnikan serta telah dielusidasi struktur molekulnya (Talib, 2009)
Metabolit sekunder yang dihasilkan akan lebih aktif dan spesifik jika diisolasi dari mikroba yang hidup pada biotop yang spesifik. Mikroba endofit terutama yang hidup di lingkungan yang spesifik atau bahkan di lingkungan yang tidak umum sering digunakan sebagai sumber penemuan senyawa bioaktif baru. Beberapa tumbuhan dapat menurunkan senyawa bioaktif yang dikandungnya kepada mikroba endofit yang tumbuh dalam jaringannya, sehingga mikroba endofit tersebut dapat menghasilkan senyawa yang sama dengan inangnya. Sebagai contoh adalah senyawa taxol, sebagai senyawa antikanker yang dihasilkan oleh tumbuhan
Taxus brevifolia. Pada tahun 1993, senyawa ini ternyata dapat diisolasi dari
Taxomyces andreanae, fungi endofit yang tumbuh pada tumbuhan T. brevifolia
(Strobel, 2003).
Mikroba endofit dapat ditemukan hampir di semua tumbuhan di muka bumi ini, dan merupakan mikroba yang tumbuh di dalam jaringan tumbuhan. Mikroba endofit dapat diisolasi dari akar, batang dan daun suatu tumbuhan. Bakteri dan fungi adalah jenis mikroba yang umum ditemukan sebagai mikroba endofit, akan tetapi yang banyak diisolasi adalah golongan fungi. Hubungan antara mikroba endofit dan inangnya dapat berbentuk simbiosis mutualisma sampai hubungan yang patogenik (Strobel, 2003).
(22)
Beberapa jenis penyakit yang menyerang Cucurbitaceae yaitu busuk daun oleh
Pseudoperonospora cubensis, antraknosa atau bercak daun oleh Colletotrichum lagenarium (Gambar 2.2.1), busuk buah oleh Phytium aphinadermatum, busuk
bunga oleh Choanephora cucurbitarum, bercak daun bersudut oleh Pseudomonas
lachrymans, penyakit virus oleh Cucumber mosaic virus (CMV), layu bakteri oleh
Erwina tracheiphila, dan penyakit tepung oleh Erysiphe cichoracearum
(Semangun, 2000).
Gambar 2.2.1 Gejala bercak daun Colletotrichum lagenarium pada tanaman
semangka (http://deptan.go.id).
Penyakit antraknosa disebabkan oleh jamur patogen Colletotrichum
lagenarium. Cendawan ini mempunyai konidium hialin, bersel satu, jorong atau
agak bulat, berukuran 13-19 x 4-6 μm (Gambar 2.2.2). Badan buah jamur berbentuk
aservulus, mempunyai rambut kaku (seta) berwarna coklat berdinding tebal,
bersekat 2-3, panjangnya 20-120 μm, dengan jumlah tidak menentu (Semangun,
1989).
Penyakit bercak daun Colletotrichum merupakan patogen tular tanah yang
biasanya menyerang pada kondisi lembab. Menurut Akinbode (2010), bercak daun yang lama kelamaan semakin membesar akan menyebabkan kerusakan yang signifikan hingga 60% karena hilangnya sebagian besar wilayah fotosintesis tanaman. Gangguan patogen terhadap proses fotosintesis terlihat dari klorosis yang terjadi pada tumbuhan yang terinfeksi dan luka nekrotik yang dihasilkan oleh patogen pada bagian tumbuhan hijau dan dari menurunnya pertumbuhan serta jumlah buah yang dihasilkan pada tumbuhan yang terinfeksi (Agrios, 1996).
Jamur Colletotrichum dapat menginfeksi akar, ranting, daun dan buah.
(23)
bundar atau cekung dan berkembang pada buah yang belum dewasa atau matang dari berbagai ukuran. Biasanya bentuk bercak beragam pada satu buah cabai. Ketika penyakit mengeras, bercak akan bersatu. Massa spora jamur berwarna merah jambu ke orange terbentuk dalam cincin yang konsentris pada permukaan bercak. Bercak yang sudah menua, aservuli akan kelihatan. Dengan rabaan, akan terasa titik-titik hitam kecil, di bawah mikroskop akan tampak rambut-rambut halus berwarna hitam
(Ivey &Miller, 2004).
Gambar 2.2.2 Konidia Colletotrichum sp. (Perbesaran 40x10)(http://deptan.go.id)
Colletotrichum sp. memiliki efek pada daun semangka yaitu terdapat bercak dimulai dari tulang daun, yang kemudian meluas dan menjadi bercak berwarna kecoklatan, berbentuk bersudut atau agak bulat. Beberapa bercak dapat bersatu menjadi hawar dan dapat menyebabkan matinya seluruh daun. Gejala bercak dapat mengendap ke batang, tangkai dan buah dan menjadikan batang berwarna coklat dan tampak berair. Bila udara lembab di tengah bercak terbentuk massa spora berwarna merah muda (Semangun, 1989).
(24)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2012 sampai September 2013, bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, polybag, tabung
reaksi, rak tabung reaksi, gelas beaker, gelas ukur, pipet serologi, karet penghisap,
spatula, hockey stick, jarum ose, autoklaf, oven, spektrofotometer, hemositometer,
mikroskop, jangka sorong, bunsen, erlenmeyer, inkubator bakteri dan jamur,
sprayer, hot plate, magnetic stirer, vorteks, timbangan, pipet tetes, gelas objek, gelas penutup, gunting, pinset, penggaris.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain isolat bakteri
endofit dan isolat jamur Colletotrichum sp. yang diisolasi dari kebun semangka di
Kecamatan Batang Kuis, Deli Serdang, media nutrient agar (NA), potato dextrose
agar (PDA), glucose yeast broth (GYB), yeast extract, tripton, kloramfenikol,
ketokonazol, akuades steril, larutan NaCl, Natrium Hipoklorit, alkohol 70%, kertas saring, benang wol, spiritus, zat warna pewarnaan Gram, media-media uji Biokimia (Triple Sugar Iron Agar (TSIA), Simon’s Citrate Agar (SCA), Sulfid Indol Motility
(SIM)), glukosa, H2O2 3%, gelatin, aluminium foil.
3.3 Isolasi Bakteri Endofit dari Akar, Batang, Daun Tanaman Semangka
Isolasi bakteri endofit mengikuti metode Radu & Kqueen (2002). Bagian akar, batang, dan daun tanaman semangka yang sehat dari lokasi kebun Batang Kuis segera dicuci dengan air untuk menghilangkan kotoran yang menempel di permukaan akar. Akar selanjutnya dikeringkan, dibungkus dengan kertas koran dan dimasukkan ke dalam kantong plastik, dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU. Tahap awal isolasi adalah mencuci bagian akar dan batang tanaman
(25)
(3-5 cm) dengan air mengalir selama 20 menit. Bagian permukaan akar, batang, dan daun tanaman disterilisasi dengan merendamnya secara berturut-turut dalam larutan etanol 75 % selama 2 menit, larutan natrium hipoklorit 5,3 % selama 5 menit, dan etanol 75 % selama 30 detik. Bahan tanaman dibilas dengan akuades steril sebanyak 2 kali dan dikeringkan dengan kertas saring steril. Kedua ujung akar tanaman dibuang 1 cm. Setiap bahan tanaman dipotong menjadi 4 bagian dan diletakkan pada permukaan media NA yang telah dicampurkan dengan antibiotik ketokonazol (0,3 gram/100 ml) dengan posisi bekas potongan ke arah media. Kultur diinkubasi pada suhu ambien selama 1 hari. Koloni yang muncul dari bagian akar tanaman sebelah dalam disubkulturkan ke media NA yang baru sampai didapat biakan murni.
3.4 Isolasi Jamur Patogen dari Tanaman Semangka
Isolasi jamur patogen menggunakan metode sterilisasi permukaan. Bahan tanaman yang terserang penyakit dipotong menjadi 4 bagian. Bagian tanaman tersebut diletakkan pada permukaan media PDA yang telah dicampurkan dengan antibiotik kloramfenikol (0,3 gram/100 ml) dengan posisi bekas potongan ke arah media. Kultur diinkubasi pada suhu ambien selama 2 hari. Koloni yang muncul dari bagian akar tanaman sebelah dalam disubkulturkan ke media PDA yang baru sampai didapat biakan murni.
3.5 Karakterisasi Bakteri dan Identifikasi Jamur Endofit Hasil Isolasi Tanaman
Karakterisasi bakteri dilakukan berdasarkan ciri-ciri dan karakter morfologis, secara makroskopis (visual) maupun mikroskopis. Karakterisasi dan identifikasi secara visual berdasarkan bentuk, tepi, elevasi dan warna koloni. Isolat-isolat yang diperoleh dilakukan karakterisasi sifat morfologi mencakup pewarnaan Gram, bentuk sel, tepi, elevasi dan warna koloni. Pengamatan sifat biokimia mencakup uji sitrat (SCA), uji katabolisme gula (TSIA), uji hidrolisis pati, uji motilitas (SIM), uji
gelatin (nutrien gelatin), dan uji katalase (larutan H2O2 3%) (Lay, 1994).
Identifikasi jamur dilakukan dengan mengamati warna dan bentuk koloni, warna dan bentuk konidia dengan buku identifikasi jamur Alexopoulus & Mims (1979).
(26)
3.6 Uji Antagonisme Isolat Bakteri Endofit Terhadap Colletotrichum sp.
Uji antagonisme in vitro dalam cawan Petri menggunakan metode difusi
cakram. Pertama-tama biakan jamur ditumbuhkan di tengah media PDA + 3 % ekstrak khamir dengan jarak 3,5 cm dari tempat inokulum bakteri, diinkubasi selama 48 jam. Suspensi isolat bakteri endofit diambil secukupnya dengan menggunakan ose bengkok, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 10
ml larutan NaCl. Suspensi dituang ke dalam cuvet (tabung spektrofotometer)
kemudian diukur absorbansinya untuk mendapatkan OD600 ≈0,5 (≈108 CFU/ml)
pada spektrofotometer. Setelah itu suspensi bakteri endofit tersebut diinokulasikan pada sisi berdampingan dengan jamur dengan diameter 0,6 cm dari bagian tepi media PDA + 3 % ekstrak khamir dengan cara merendam kertas cakram dan diletakkan di atas media (Gambar 3.6.1). Aktivitas penghambatan ditentukan berdasarkan zona hambat yang terbentuk di sekitar koloni. Pengamatan dimulai dari hari ke-2 sampai hari ke-7, dengan rumus uji antagonis sebagai berikut:
Zona Hambat (mm) = Y- X
2
A
B
C
Gambar 3.6.1 Skema penempatan jamur patogen dengan isolat bakteri endofit
dengan metode difusi cakram. A. koloni jamur patogen; B. koloni
bakteri endofit; C. Titik tengah pertumbuhan jamur patogen; X. Diameter koloni jamur patogen yang terhambat pertumbuhannya; Y. Diameter koloni jamur patogen normal
3.7 Pengamatan Struktur Hifa Abnormal
Pengamatan struktur hifa secara mikroskopis dilakukan dengan cara mengamati ujung miselium pada daerah zona hambat jamur patogen. Ujung
X
Y
Y
(27)
miselium Colletotrichum sp., yang tumbuh pada permukaan media dipotong dengan
bentuk block square, kemudian diletakkan pada gelas objek. Abnormalitas pada
miselium jamur patogen diamati. Miselium abnormal ditandai dengan ujung miselium membengkok, miselium pecah, miselium bengkak, miselium bercabang,
miselium lisis, dan miselium tumbuh kerdil (Lorito et al., 1993).
3.8Uji Potensi Serangan Colletotrichum sp., Pada Benih Semangka
Biakan jamur Colletotrichum sp., diremajakan pada cawan Petri selama 7 hari.
Biakan jamur diinokulasikan pada 120 ml media GYB di dalam labu erlenmeyer 250 ml dan diinkubasi pada suhu ambien selama 10 hari. Suspensi biakan jamur dihitung konidianya dengan menggunakan hemositometer. Suspensi biakan jamur sebanyak 120 ml dicampurkan dengan 500 g campuran tanah dan kompos steril (nisbah 3:1) di dalam polybag. Benih semangka 5 benih ditanam ke dalam tiap polybag. Benih yang ditanam ke dalam media tanam yang tidak dicampurkan dengan suspensi jamur digunakan sebagai kontrol. Ulangan dilakukan sebanyak 5 kali pada perlakuan uji potensi serangan jamur patogen. Peubah yang diamati adalah tanaman yang terserang bercak daun selama masa persemaian 30 hari. Persentase bercak daun dihitung dari jumlah kecambah yang terserang bercak daun
dibagi jumlah seluruh kecambah yang tumbuh (Suryanto et al., 2010).
Reisolasi terhadap Colletotrichum sp., dilakukan dengan memotong
jaringan pada bagian daun yang menunjukkan gejala bercak daun pada semangka. Jaringan tersebut kemudian didesinfeksi dengan menggunakan larutan 2% NaClO selama kurang lebih 10 detik dan dicuci dengan akuades steril sebanyak 3 kali lalu ditanam pada media PDA. Isolat yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan isolat jamur yang diperoleh pada saat isolasi awal sesuai dengan Postulat Koch (Pelczar & Chan, 2005).
(28)
Sebanyak 120 ml suspensi konidia jamur (≈107 konidia/ml)dicampurkan dengan 500 g campuran tanah dan kompos steril (nisbah 3:1) ke dalam polybag. Benih
semangka yang telah direndam dengan suspensi bakteri endofit dengan OD600 0,5
(108 CFU/ml) sebanyak 5 benih masing-masing ditanam ke dalam tiap polybag
kemudian ditutup dengan plastik. Benih yang direndam pada akuades steril yang tidak diinokulasi bakteri endofit dan suspensi jamur digunakan sebagai kontrol negatif ( kontrol (-)), sedangkan benih yang ditanam dalam polybag dengan pemberian suspensi jamur atau bakteri endofit saja disebut dengan kontrol positif (kontrol (+)), lalu benih yang ditambah jamur dan bakteri endofit digunakan sebagai perlakuan, kemudian ditanam. Ulangan dilakukan sebanyak tiga kali untuk masing-masing perlakuan. Parameter yang diamati adalah tanaman yang terserang bercak daun, tinggi tanaman, dan jumlah daun selama persemaian 30 hari. Menurut
Suryanto et al., (2010) persentase bercak daun dihitung dengan rumus:
Persentase tanaman terserang = Jumlah benih yang terserang x 100 % Jumlah total tanaman
Pengukuran tinggi kecambah dilakukan dengan batas terbawah bagian batang yang tepat pada permukaan tanah, sedangkan batas teratas dihitung hingga ujung daun yang diluruskan ke atas sejajar batang dengan menggunakan benang wol mengikuti lekukan batang. Pengukuran berat kering kecambah dilakukan pada akhir pengamatan melalui penimbangan kecambah yang sudah dikeringkan dengan
oven pada suhu 105oC selama 1-3 hari sampai diperoleh berat kering yang konstan
(Marlina, 2006).
BAB 4
(29)
4.1 Isolasi Colletotrichum sp.
Isolat jamur yang diisolasi dari daun yang berpenyakit memiliki karakteristik makroskopis berupa koloni berwarna putih, permukaan koloni seperti beludru atau kapas, miselium teratur, pertumbuhan koloni rata dan tebal sementara tepi koloni rata dan berwarna putih. Karakteristik mikroskopis berupa hifa tidak bersekat, konidia tunggal atau lebih yang terdapat pada ujung hifa, bagian sel konidia kedua lebih besar dan berwarna gelap daripada bagian sel yang lainnya, konidiofor berwarna coklat muda dan tidak bercabang. Isolat dan konidia jamur
Colletotrichum sp. hasil inkubasi pada media PDA selama 48 jam dapat dilihat pada Gambar 4.1.1
Gambar 4.1.1 (a) Koloni Colletotrichum sp. pada media PDA dan, (b) Hifa dan
konidia Colletotrichum sp. (Perbesaran 40 X 10)
Menurut Semangun (1989), penyakit bercak daun disebabkan oleh
Colletotrichum sp. konidium hialin, bersel satu, jorong atau bulat telur, dengan
ukuran 13-19 x 4-6 μm. konidium membentuk massa seperti lendir berwarna merah
jambu. Konidium berkecambah dengan membentuk pembuluh kecambah, yang jika kontak dengan permukaan yang kuat akan membentuk apresorium bulat dengan dinding tebal dan berwarna tua. Tubuh buah cendawan berbentuk aservulus, mempunyai rambut-rambut kaku (seta) berwarna coklat, berdinding tebal, bersekat
2-3, panjangnya 90-120 μm, jumlahnya tidak tentu.
(30)
Isolat bakteri endofit memiliki variasi dalam morfologi dan sifat pewarnaan. Tepi koloni isolat didominasi oleh tipe gelombang, bentuk koloni dominan tidak beraturan, elevasi koloni memiliki tipe datar, warna koloni dominan warna kuning. Pada pewarnaan gram bakteri diperoleh 5 isolat gram positif dan 2 isolat gram negatif, sedangkan penataan sel bakteri diperoleh 5 isolat batang (basil) yaitu monobasil pada isolat DS02, streptobasil pada isolat DS01, BS01, DS03, dan DS04. Dua isolat bakteri bentuk bulat (kokus) yang diperoleh berupa monokokus pada isolat AS01 dan AS02 dapat dilihat pada Tabel 4.2.1
Uji biokimia isolat bakteri endofit meliputi uji hidrolisis pati dominan bakteri tidak mampu menghasilkan enzim amilase untuk menghidrolisis pati menjadi glukosa, uji sitrat menunjukkan hasil bahwa bakteri dominan mampu menggunakan sitrat sebagai sumber karbon satu-satunya, uji pergerakan bakteri semua isolat berbentuk pedang, uji gelatin menunjukkan hasil bahwa bakteri dominan tidak dapat menghasilkan enzim gelatinase, uji hidrogen sulfida menunjukkan hasil bahwa bakteri mampu melakukan fermentasi dan uji katalase menunjukkan hasil bahwa bakteri mampu menghasilkan enzim katalase untuk memecah hidrogen peroksida.
Menurut Lay (1994), mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak dengan menggunakan berbagai bahan yang terdapat dalam lingkungannya. Zat hara yang
terdapat disekelilingnya terdiri dari molekul sederhana seperti H2S dan NH4+ atau
molekul organik yang kompleks seperti protein dan disakarida. Penggunaan zat hara tergantung aktivitas metabolisme mikroba. Metabolisme seringkali menghasilkan hasil sampingan yang dapat digunakan untuk identifikasi mikroorganisme. Pengamatan aktivitas metabolisme ini diketahui dari kemampuannya untuk menggunakan dan menguraikan molekul yang kompleks seperti zat pati, lemak, protein, asam nukleat, asam amino dan sakarida. Hasil dari berbagai uji ini digunakan untuk pencirian dan identifikasi mikroorganisme.
(31)
(32)
Hasil uji antagonis tujuh isolat bakteri endofit yaitu DS01, BS01, AS01, AS02,
DS02, DS03 dan DS04 terhadap Colletotrichum sp. menunjukkan bahwa bakteri
tersebut mampu menghambat pertumbuhan Colletotrichum sp. Hal ini dapat dilihat
dari terbentuknya zona hambat pada pertumbuhan Colletotrichum sp. dapat dilihat
pada Gambar 4.3.1. Zona hambat mulai terlihat pada hari keempat dan jarak zona hambat terus bertambah hingga hari ketujuh.
Gambar 4.3.1 Hasil uji antagonis in vitro antara Colletotrichum sp. dengan isolat
bakteri endofit (a) DS01, (b) BS01, (c) AS01, (d) AS02, (e) DS02, (f) DS03, (g) DS04 (Pengamatan hari ke-7).
Menurut Suryanto et al. (2011), perbedaan efektivitas penghambatan
pertumbuhan jamur disebabkan oleh adanya perbedaan komposisi dinding sel jamur, keberadaan kitin pada miselium jamur, dan perbedaan laju pertumbuhan bakteri, serta adanya senyawa metabolit selain kitinase. Kontrol biologis dari beberapa jamur patogen tanah berhubungan dengan produksi kitinase. Menurut
Yurnaliza (2001), kemampuan antagonis dalam menekan patogen secara in vitro
lebih tampak jelas,karena pada kondisi laboratorium antagonis hanya berhadapan
dengan patogen dan dalam lingkungan yang kaya nutrisi, sehingga mampu memunculkan kemampuannya dalam menghambat patogen.
Pada hari ketujuh isolat bakteri endofit yang memperlihatkan efektifitas
paling tinggi dalam menghambat pertumbuhan Colletotrichum sp. adalah DS01
dengan zona hambat 1,85 cm dan BS01 dengan zona hambat 1,55 cm. Isolat bakteri endofit yang memperlihatkan efektivitas paling rendah dalam menghambat
(33)
pertumbuhan Colletotrichum sp. adalah isolat DS04 dengan zona hambat 1 cm yang dapat dilihat pada Tabel 4.3.1.
Tabel 4.3.1 Uji Antagonis in vitro antara tujuh isolat bakteri endofit terhadap
Colletotrichum sp.
Isolat Bakteri
Zona Hambat (cm) Hari Ke-
2 3 4 5 6 7
DS01 0,05 0,40 0,45 0,70 1,10 1,85
BS01 0,35 0,45 0,70 0,85 1,00 1,55
AS01 0,15 0,30 0,35 0,80 0,95 1,00
AS02 0,05 0,20 0,25 0,30 0,75 1,40
DS02 0,05 0,10 0,10 0,25 0,45 1,35
DS03 0,05 0,05 0,10 0,60 0,70 1,00
DS04 0,05 0,17 0,20 0,25 0,27 0,27
Dari Tabel 4.3.1 menunjukkan bahwa tujuh isolat bakteri endofit memiliki daya hambat yang semakin meningkat setiap hari. Hal ini disebabkan oleh senyawa yang dihasilkan oleh bakteri endofit tersebut dapat menghambat jamur patogen tanaman
pada semangka yaitu Colletotrichum sp. Melliawati et al. (2004), bakteri endofit
HL.38B.83 yang berasal dari Tanam Nasional Gunung Halimun mempunyai daya
hambat yang sangat luas terhadap pertumbuhan Xanthomonas campestris. Hasil
analisis Kromatografi Lapis Tipis menunjukkan ada dua spot yang berbeda dari standar (media) yang berarti dihasilkan senyawa lain (bioaktif) yang menghambat mikroba patogen. Dalam penelitian Wiryanta (2002), isolat bakteri endofit
HL.50B.106 yang berasal dari tanaman calik angin (Mallotus paniculatus)
menunjukkan kemampuan menghambat pertumbuhan dua jenis kapang sekaligus,
yaitu Colletotrichum gloeosporioides dan Fusarium oxysporum. Kedua jenis
kapang patogen tersebut menyebabkan penyakit busuk buah dan layu pada tanaman tomat.
Variasi besarnya zona hambat pada masing-masing isolat menunjukkan tingkat kemampuan yang berbeda-beda dari masing-masing isolat dalam menghasilkan bahan antimikroba. Ukuran zona hambat kemungkinan dipengaruhi oleh sensitivitas organisme yang diuji, suspensi biakan dan jumlah bahan antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri. Menurut Cappucino & Sherman (1996), faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya zona hambat berupa kemampuan
(34)
difusi bahan antimikroba ke dalam media dan interaksinya dengan mikroba yang diuji, jumlah mikroba yang diujikan, kecepatan tumbuh mikroba uji, dan tingkat sensitifitas mikroba terhadap bahan antimikroba.
4.4 Pengamatan Struktur Hifa Abnormal
Pengamatan mikroskopik struktur hifa abnormal Colletotrichum sp. setelah diberi
perlakuan antagonis dengan tujuh isolat bakteri endofit dilakukan setelah hari ke tujuh. Aktivitas antagonis dari tujuh isolat bakteri endofit memiliki penghambatan
yang hampir sama, menyebabkan hifa Colletotrichum sp. mengalami pertumbuhan
hifa yang abnormal diantaranya hifa lisis, hifa putus, hifa bengkok, hifa membengkak dan hifa keriting. Hasil dari pengamatan struktur hifa abnormal
Colletotrichum sp. menunjukkan bahwa isolat bakteri endofit lebih banyak menyebabkan pertumbuhan hifa abnormal seperti lisis, patah, membengkok. Sementara isolat bakteri endofit lainnya lebih sedikit menyebabkan keadaan hifa abnormal yaitu berupa hifa membengkak, dan keriting (Gambar 4.4.1). Pertumbuhan hifa abnormal memperlihatkan bahwa isolat bakteri endofit berpotensi sebagai agen pengendali hayati terhadap fungi patogen tanaman.
Gambar 4.4.1 Hifa Colletotrichum sp. (a) Normal, (b) Putus dan lisis pada
perlakuan DS01, (c) Membengkok pada perlakuan BS01, (d) Membengkok pada perlakuan AS01, (e) Keriting pada perlakuan AS02, (f) Membengkak pada perlakuan DS02, (g) Membengkok pada perlakuan DS03 (h) Keriting pada perlakuan DS04 (Perbesaran 40x10).
(35)
Aktivitas antagonis dari tujuh isolat bakteri endofit terhadap Colletotrichum sp. dapat terjadi melalui mekanisme enzimatik dan hiperparasitisme, sehingga efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur patogen pada tanaman. Aktifitas antagonis isolat bakteri endofit yang menyebabkan hifa lisis menunjukkan bahwa isolat bakteri endofit
mampu mendegradasi dinding sel Colletotrichum sp. Aktivitas antagonis yang
ditunjukkan dengan hifa menggulung diduga sebagai upaya pertahanan jamur patogen terhadap serangan antagonis.
Menurut Indratmi (2008), konsentrasi senyawa antimikroba mempunyai peranan yang penting. Umumnya mikroorganisme target akan mengalami penghambatan pertumbuhan pada konsentrasi senyawa antimikroba tertentu, di bawah konsentrasi tertentu senyawa antimikroba menjadi tidak efektif lagi. Berarti terdapat konsentrasi minimum yang efektif menghambat pertumbuhan suatu organisme. Belum tampaknya efek antagonisme pada pengujian ini diduga senyawa antimikroba yang dihasilkan konsentrasinya masih terlalu rendah yaitu konsentrasi minimum yang diperlukan untuk dapat menghambat pertumbuhan miselium jamur.
4.5 Uji Potensi Serangan Colletotrichum sp.
Jamur patogen dapat masuk ke dalam badan tumbuhan melalui luka, lubang alami seperti mulut kulit dan hidatoda, atau dengan langsung menembus permukaan
tumbuhan yang utuh (intact). Beberapa patogen hanya dapat masuk dengan satu cara,
lainnya dengan dua cara atau lebih. Bagian-bagian tumbuhan (kecuali bulu akar dan bagian bunga tertentu) tertutup oleh lapisan pelindung, baik yang terdiri atas sel hidup, maupun sel mati, misalnya epidermis dengan kutikula pada daun dan batang hijau, periderm dan kulit gabus pada bagian yang berkayu. Gejala utama serangan jamur
Colletotrichum sp. dapat timbul pada daun muda. Pada daun dan batang penyakit dapat timbul pada tanaman di pembibitan maupun pada tanaman dewasa. Pada daun terjadi bercak jorong atau tidak teratur berwarna coklat kelabu. Pada umumnya ukuran bercak tidak lebih dari 5 mm, tetapi bercak dapat menyatu sehingga membentuk bercak yang besar. Pusat bercak sering pecah sehingga bercak berlubang. Daun yang sakit keras mengering dan gugur (Semangun, 1996).
Reisolasi Colletotrichum sp. dilakukan dengan mengisolasi bagian daun yang
terserang bercak setelah diberi perlakuan suspensi Colletotrichum sp. Pada pengamatan
(36)
karakteristik yang sama dengan Colletotrichum sp. yang diinfeksi sebelumnya (Gambar 4.5.1).
Gambar 4.5.1 (a) Koloni Colletotrichum sp. pada media PDA, (b) Bercak daun
semangka pada perlakuan potensi serangan Colletotrichum sp., (c)
Reisolasi bercak daun pada potensi serangan Colletotrichum sp.
4.6 Penghambatan Serangan Colletotrichum sp. Pada Benih Semangka
Konidia Colletotrichum sp. menginfeksi jaringan daun inang masuk melalui stomata
daun dan berkembang biak di jaringan daun seperti epidermis atau palisade, sehingga menyebabkan bercak pada daun (Gambar 4.6.1). Kebanyakan konidia dalam kondisi basah setelah satu sampai dua hari menginfeksi bagian daun. Produksi konidia terjadi pada bagian jaringan daun yang hidup. Spora tersebar ke daun yang sehat melalui angin, dan percikan air. Gejala bercak daun mulai terlihat 3 sampai 7 hari setelah terinfeksi.
Gambar 4.6.1 (a)Daun dari tanaman sehat dan, (b) Daun terserang bercak daun
Pertumbuhan awal jamur Colletotrichum capsici membentuk koloni miselium
yang berwarna putih dengan miselium yang timbul di permukaan. Kemudian secara perlahan-lahan berubah menjadi hitam dan akhirnya berbentuk aservulus. Aservulus ditutupi oleh warna merah muda sampai coklat muda yang sebetulnya adalah massa
(37)
Tahap awal dari infeksi Colletotrichum umumnya terdiri dari konidia dan berkecambah pada permukaan tanaman, menghasilkan tabung kecambah. Hifa intra dan
interseluler menyebar melalui jaringan tanaman. Spora Colletotrichum dapat
disebarkan oleh air hujan dan pada inang yang cocok akan berkembang dengan cepat (Dickman, 2000).
Setelah dilakukan persemaian selama 30 hari tidak terlihat adanya serangan bercak daun tanaman semangka pada kontrol (-) yang tidak diberi perlakuan jamur
Colletotrichum sp. dan bakteri. Pada kontrol (+) yang diberi perlakuan jamur
Colletotrichum sp. semua daun terserang bercak daun, dan tanaman akhirnya mati. Kontrol yang hanya diberi perlakuan bakteri endofit BS01 dan DS01 tidak terlihat adanya serangan bercak daun tetapi terdapat tanaman yang tidak tumbuh pada akhir pengamatan masing-masing sebesar 44% dan 12%. Pada perlakuan bakteri endofit
BS01 dengan penambahan jamur Colletotrichum sp. pada tanah menunjukkan
penurunan intensitas serangan jamur yaitu menurunnya persentase menjadi 24% tanaman yang terserang bercak daun dan persentase penurunan serangan sebesar 76%, sedangkan pada perlakuan bakteri endofit DS01 dengan penambahan jamur
Colletotrichum sp. pada tanah menunjukkan penurunan intensitas serangan jamur yaitu menurunnya persentase menjadi 12% tanaman yang terserang bercak daun sehingga terjadi penurunan persentase serangan bercak daun sebesar 88%. Ciri-ciri tanaman yang terserang bercak daun yaitu pada hari ke-7 terdapat daun yang terserang bercak daun
dan mati pada akhir pengamatan. Hasil uji in vivo dapat dilihat pada Lampiran 5 (Hal
42).
Menurut Hallmann et al., (1997), untuk aplikasi bakteri endofit dapat dilakukan
melalui perlakuan benih, penyiraman ke tanah, injeksi batang, penyemprotan suspensi, dan perendaman akar. Keuntungan dari perlakuan benih, seperti perendaman akar (tanaman kultur jaringan), perendaman bibit, atau introduksi bakteri ke dalam tanah
(38)
Gambar 4.6.2 Persentase bercak daun yang telah diinokulasi Colletotrichum sp. dengan perlakuan bakteri endofit DS01 dan BS01
Menurut Hallmann (1999), bakteri endofit mampu meningkatkan ketahanan tanaman secara langsung berfungsi antagonis atau mengeluarkan senyawa tertentu pada patogen, menginduksi sistem resistensi, dan meningkatkan toleransi tanaman terhadap tekanan lingkungan biotik. Oleh karena itu, agar bakteri endofit mampu meningkatkan
resistensi tanaman, maka bakteri endofit juga harus sesuai dengan tanaman inang
sehingga mampu mengkolonisasi jaringan tanaman (Long et al., 2008).
Hasil penelitian Melliawati & Ruth (2006), menunjukkan bahwa bakteri endofit dapat menghasilkan senyawa aktif yang berguna untuk memproteksi serangan jamur
patogen pada tanaman, seperti Xanthomonas campestris, Pseudomonassolanacearum,
Colletotrichum gloeosporioides, dan Fusarium oxysporum. Hasil analisis menunjukkan bahwa bakteri endofit ternyata menghasilkan senyawa aktif (steroid) yang mampu
menghambat pertumbuhan jamur patogen. Selain itu, hasil penelitian dari Harni et al.,
(2006), menunjukkan bahwa isolat bakteri endofit dari genera Bacillus sp, dengan
metode perendaman akar mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menekan populasi
nematoda peluka akar Pratylenchusbrachyurus, yaitu berturut-turut sebesar 75%, 63%
dan 60%.
; Kontrol (-); 0
; Kontrol (+); 100
; Jamur+BS 01; 24
; Jamur+DS 01; 12
; BS 01; 0 ; DS 01; 0
R ata -r ata tan am an tersera n g ( % ) Perlakuan
(39)
Bakteri endofit dapat bersifat obligat ataupun fakultatif dalam mengkolonisasi inangnya. Bakteri endofit memiliki kisaran inang yang luas, namun ada beberapa bakteri endofit yang hanya dapat berasosiasi dengan inang dari famili tertentu (Bacon & Hinton, 2006). Simbiosis antara tanaman dengan bakteri endofit bersifat netral, mutualisme atau komensalisme (Bacon & Hinton, 2006). Simbiosis mutualisme antara bakteri endofit dan tanaman, dalam hal ini bakteri endofit mendapatkan nutrisi dari hasil
metabolisme tanaman dan memproteksi tanaman dalam melawan patogen (Tanaka et
al., 1999).
Menurut Istikorini (2002), mekanisme dalam pengendalian patogen tular tanah dengan menggunakan jamur antagonis dapat terjadi melalui mikoparasit, antibiosis, yang dapat menyebabkan pengrusakan permeabilitas membran sel dan lisis pada dinding sel, kompetisi, dan interferensi hifa. Menurut Gultom (2008), pada perlakuan kontrol dapat dilihat bahwa intensitas serangan dari bakteri maupun jamur antagonis relatif lebih besar dibandingkan dengan perlakuan. Hal ini disebabkan mikroorganisme tersebut bebas menginfeksi jaringan tanaman karena tidak ada jamur antagonis yang bersifat sebagai kompetitor yang dapat menghambat perkembangannya.
4.7 Pengukuran Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Berat Basah dan Berat Kering Tanaman
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setelah persemaian 30 hari. Tanaman diukur mulai dari pangkal batang yaitu bagian batang tanaman yang berbatasan dengan tanah sampai dengan tunas tertinggi pada tanaman. Pada pengamatan minggu ke-4 diperoleh bahwa rata-rata tinggi tanaman yang paling tinggi yaitu pada kontrol (-) yang hanya diberi perlakuan benih dan tanah dengan rata-rata tinggi tanaman mencapai 103,48 cm, sedangkan rata-rata tinggi tanaman yang terendah adalah pada kontrol (+) yaitu benih yang diinokulasi jamur saja dengan rata-rata tinggi tanaman 2,12 cm (Gambar 4.7.1). perlakuan dengan penambahan bakteri endofit terhadap tanaman menunjukkan tinggi tanaman yang lebih rendah dari kontrol negatif, perbedaan tinggi tanaman semangka dapat dilihat pada Lampiran 5 (Hal 42). Hal ini menunjukkan bahwa bakteri endofit tidak dapat menginduksi tinggi tanaman ketika berkoloni tunggal dalam suatu habitat tetapi dapat menginduksi hormon pertumbuhan pada saat terjadi perebutan sumber daya
(40)
Analisis antara produksi IAA dengan tinggi tanaman atau bobot biomasa bibit cabai menunjukkan hasil regresi yang tidak nyata. Hal ini mengindikasikan peningkatan produksi auksin oleh rizobakteri tidak selalu berakibat pada peningkatan tinggi tanaman
dan biomasa bibit cabai pada 8 msp (Sutariati et al., 2005).
Pertumbuhan tanaman merupakan hasil integrasi antara reaksi biokimia, peristiwa biofisik, dan proses fisiologis yang berinteraksi dalam tubuh tanaman bersama dengan faktor luar. Organisme hidup baik tanaman mempunyai kemampuan melakukan perubahan ukuran, bentuk dan jumlah pada kondisi tertentu (Sitompul, 1995).
Gambar 4.7.1 Perbedaan rata-rata tinggi tanaman semangka yang telah diinokulasi
Colletotrichum sp. dengan perlakuan bakteri endofit DS 01 dan BS 01
Perlakuan benih dengan isolat Serratia sp. yang hanya menghasilkan IAA
24.16-27.98 g/ml filtrat bakteri mampu menghasilkan tinggi bibit dan biomasa bibit cabai pada 8 msp yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan standar. Sebaliknya,
sejumlah isolat Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. yang menghasilkan IAA lebih banyak
ternyata tidak mampu memacu pertumbuhan bibit cabai sebagaimana yang didapat dari
perlakuan dengan Serratia sp. (Sutariati et al., 2005).
Tahap pertama dalam pengembangan agen hayati adalah seleksi agen hayati nonpatogen. Seleksi dilakukan dengan mengisolasi calon agen hayati dari populasi alaminya, seperti kelompok mikroba saprofit atau nonpatogen dari tanah atau bagian
tinggi tanaman; Kontrol (-);
103,48
tinggi tanaman; Kontrol (+); 2,12
tinggi tanaman; Jamur+BS 01; 27,56 tinggi tanaman; Jamur+DS 01; 41,84 tinggi tanaman; BS 01; 22,44
tinggi tanaman; DS 01; 28,44
R ata -r ata tin g g i tan am an ( cm ) Perlakuan
(41)
keefektifan dan identitas calon agen hayati perlu dikuasai dengan baik agar pengembangannya di masa akan datang tidak menjadi masalah. Untuk pengendalian
penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum, misalnya,
jenis-jenis agen hayati dari kelompok bakteri yang pernah diteliti telah dirangkum oleh Sadler
(2005), yang meliputi Bacillus spp., B. cereus, B. polymyxa, B. subtilis, Burkholderia
glume, Corynebacterium sp., Escherichia sp., Pseudomonas aeruginosa, P.fluorescens, Streptomyces mutabilis, dan Actinomycetes. Di antara spesies bakteri tersebut, B. polymyxa dan Curtobacterium (Corynebacterium) flaccumfaciens pv. flaccumfaciens
perludiwaspadai karena berpotensi menjadi patogen pada tanaman (Lelliott & Stead,
1987).
Sama halnya dengan pengamatan tinggi tanaman, pada pengamatan jumlah daun juga terdapat perbedaan rata-rata jumlah daun hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.7.2, rata-rata jumlah daun terbesar terdapat pada kontrol (-) yaitu sebesar 56,2 dan jumlah daun terendah terdapat pada kontrol (+) yaitu sebesar 1,6. Dari gambar dapat dilihat jumlah daun pada perlakuan bakteri endofit BS01 dan DS01 lebih rendah dari kontrol (-), sehingga pada hal ini bakteri endofit tidak dapat meningkatkan jumlah daun.
Gambar 4.7.2 Perbedaan rata-rata jumlah daun semangka yang telah diinokulasi
Colletotrichum sp. dengan perlakuan bakteri endofit DS01 dan BS01
Jumlah daun; Kontrol (-); 56,2
Jumlah daun; Kontrol (+); 1,6
Jumlah daun; Jamur+BS 01;
11,8
Jumlah daun; Jamur+DS 01;
18,2 Jumlah daun; BS 01; 14,8
Jumlah daun; DS 01; 22,4 R ata -r ata j u m lah d au n ( h elai) Perlakuan
(42)
Populasi mikroorganisme dalam suatu ekosistem dapat berinteraksi dan memberikan molekul sinyal. Molekul sinyal tersebut dapat mempengaruhi ekspresi gen,
fenotip dan metabolisme bakteri (Salmond et al., 1995; Albus et al., 1997; Surette &
Bassler, 1998). Demikian pula, hubungan antara tanaman inang dan bakteri endofit
tidak statis (Sturz et al., 1999).
Penerapan secara langsung di lapangan terkadang berbeda dengan hasil uji laboratorium, karena faktor-faktor terpenting penyebab ketidak konsistenan hasil pengendalian hayati patogen oleh suatu mikroorganisme antagonis adalah adanya ketidakmampuan kolonisasi mikroorganisme antagonis, keterbatasan toleransi terhadap perubahan kondisi lingkungan, produksi dan aktivitas metabolit yang berfluktuasi serta adanya serangan patogen non-target. Salah satu cara untuk mengatasi ketidakefektifan sebagian besar isolat bakteri antagonis pada berbagai kondisi lapang adalah dengan menerapkan kombinasi dari berbagai isolat antagonis (Shtienberg & Elad, 1996).
Pada pengamatan berat basah tanaman juga terdapat perbedaan rata-rata berat basah (Gambar 4.7.3). Rata-rata berat basah terbesar terdapat pada kontrol(-) yaitu sebesar 11,73 g dan terendah terdapat pada kontrol (+) yaitu sebesar 1,2 g. Perbedaan berat basah tanaman antar perlakuan diakibatkan perbedaan penyerapan unsur hara maupun mineral yang terkandung di dalam substrat. Ketika bakteri mampu mengurangi aktivitas jamur patogen maka laju penyerapan unsur hara akan lebih besar sehingga berat basah tanaman akan bertambah, tetapi pada hal ini berat basah akibat perlakuan bakteri tidak bertambah.
; Kontrol (-); 11,73
; Kontrol (+); 1,2
; Jamur+BS 01; 7,22
; Jamur+DS 01; 8,04
; BS 01; 7,06 ; DS 01; 7,46
R ata -r ata b er at b asah tan am an ( g ) Perlakuan Chart Title
(43)
Gambar 4.7.3 Perbedaan rata-rata berat basah tanaman semangka yang telah
diinokulasi Colletotrichum sp. dengan perlakuan bakteri endofit DS01
dan BS01
Dalam penelitian Sutariati et al. (2005), peningkatan viabilitas dan vigor benih
serta pertumbuhan bibit tanaman cabai oleh isolat rizobakteri diduga diakibatkan oleh kemampuan isolat rizobakteri dalam memproduksi hormon tumbuh. Tetapi dalam penelitiannya, peningkatan pertumbuhan bibit tidak selalu sejalan dengan tingginya
konsentrasi IAA yang dihasilkan oleh isolat bakteri yang diuji. Serratia liquefaciens
SG01 menghasilkan rataan bobot kering bibit cabai tertinggi diantara semua isolat bakteri yang diuji, tetapi jumlah IAA yang dihasilkan lebih rendah (29.78 mg/ml)
dibanding P. fluorescens PG01 (100.56 ml/ml) dan B. polymixa BG25 (34.97 ml/ml).
Hasil penelitian sebelumnya juga melaporkan tidak ada korelasi yang nyata antara jumlah IAA yang diproduksi isolat rizhobakteri dengan pertumbuhan bit gula. Sebaliknya, produksi IAA yang berlebihan dapat menghambat pertumbuhan tanaman
akibat terganggunya pertumbuhan akar (Ceson et al., 2005).
Pengukuran berat kering tanaman menunjukkan adanya perbedaan rata-rata berat kering (Gambar 4.7.4). Rata-rata berat kering terbesar terdapat pada perlakuan jamur ditambah bakteri DS 01 yaitu sebesar 1,74 g dan terendah terdapat pada kontrol (+) yaitu sebesar 0,1 g. Dari grafik dapat dikatakan bahwa bakteri endofit DS 01 dapat menekan pertumbuhan jamur patogen serta dapat meningkatkan berat kering tanaman ketika berkompetisi dengan jamur patogen tanaman.
Gambar 4.7.4 Perbedaan rata-rata berat kering tanaman semangka yang telah
diinokulasi Colletotrichum sp. dengan perlakuan bakteri endofit DS01
dan BS01
Series1; Kontrol (-); 1,6
Series1; Kontrol (+); 0,1 Series1; Jamur+BS 01; 1,42 Series1; Jamur+DS 01; 1,74
Series1; BS 01; 0,67 Series1; DS 01; 0,7 Ra ta -ra ta b era t k erin g tan am an (g ) Perlakuan
(44)
Menurut Swibawa et al. (2000), penurunan berat basah dan berat kering yang terjadi pada tanaman merupakan akibat infeksi patogen yang tampaknya erat kaitannya dengan kerusakan akar tanaman. Serangan nematoda maupun jamur patogen dapat sampai merusak jaringan pengangkut pada akar tanaman. Dengan demikian, tanaman akan mengalami gangguan dalam transportasi air dan unsur hara dari dalam tanah. Gangguan pada pengangkutan unsur hara dan air oleh akar tanaman dapat secara langsung mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan:
1. Isolat bakteri endofit yang memiliki efektifitas tertinggi dalam menghambat
pertumbuhan Colletotrichum sp. secara in vitro ialah isolat DS01 dan BS01,
masing-masing dengan penurunan 88% dan 76%, sementara isolat dengan efektifitas penghambatan terendah adalah isolat DS04, sehingga dapat disimpulkan bahwa bakteri endofit memiliki kemampuan yang tinggi dalam menghambat pertumbuhan
jamur Colletotrichum sp.
2. Pengaruh perlakuan bakteri endofit DS01 dan BS01 dapat menurunkan tinggi
(45)
menunjukkan bahwa bakteri endofit dalam kondisi dan periode tertentu tidak memperbaiki pertumbuhan tanaman ataupun dapat bersifat patogen.
5.2 Saran
Perlu adanya penelitian lanjutan untuk mencari isolat-isolat bakteri lainnya yang memiliki potensi endofit dalam menghambat jamur patogen dan tanaman yang lebih bervariasi lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, L. Q., A.L. Abadi. 2004. Keragaman bakteri endofitik dalam jaringan akar
tanaman pisang serta potensi antagonistiknya.Jurnal Ilmu Hayati 16(2):
114-115.
Agrios G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Agrios, G.N. 2005. Ilmu penyakit tumbuhan. Yogyakarta. Gadjah Mada University
Press.
Albus, A.M., Pesci, E.C., Runyen-Janecky, L.J., West, S.E.H., Iglewski, B.H., 1997.
Vfr controls quorum sensing in Pseudomonas aeruginosa. J. Bacteriol.
179:3928–3935.
(46)
Athman, S. Y. 2006. Review of the role of endophytes in biological control of plant-parasitic nematodes with special reference to the banana nematode, radopholus
similes (cobb) thourne. University of Pretoria. hlm. 5-28.
Bacon, C.W., Hinton. 2006. The use of bacillus subtilis as an endophyte for control of
corn seedling blight disease caused by Fusarium moniliforme. USDA, ARS:1
pp.
Bandara, W. M., M.S. Seneviratne., Gammi., S.A. Kulasoonya. 2006. Interactions
among endophytic bacteria and fungi : Effects and potentials. J. Biosci. 31(5):
645-650.
Barnett, H.L., B.B. Hunter. 1999. Ilustrated Genera of Imperfect Fungi 4th Edition.
Minesota: APS Press.
[CABI] Centre for agriculture and bioscience international. 2000. corp protection
compendium. Wallingford, UK. CAB International.
Cappucino, G.J. Sherman, N. 1996. Microbiology : A Laboratory Manual. New York.
Benjamin Publishing Company Incorporated
Carrol, G.C. 1988. Fungal endophytes in stem and leaves from latent pathogens to
mutualistic symbiont. Ecology. 69: 2-9.
Ceson, R., F.J.G. Manero, A. Probanza, B. Ramos, J.A.L. Garcia. 2005. Effects of Two Plant Growth Promoting Rhizobacteria on the Germination and Growth of
Pepper Seedlings (Capsicum annuum) cv. Roxy.
http://taylorandfrancis.metapress.com
Chandrashekhara. 2007. Endophytic bacteria from different plant origin enhance
growth and induce downy mildew resistance in pearl millet.
http://www.scialert.net/qredirect.php?doi=ajppaj.2007.1.11&linkid=pdf - similarby-sn-chandrashekhara–2007. Akses 29 Desember 2012.
Clay, K. 1988. Fungal endophytes of grasses: a defensive mutualism between plants
and fungi. Ecology. 69(1): 10-16.
Compant, S.B., N.J. Duffy., C. Clement., A. Barka. 2005. Use of plant growth
promoting bacteria for biocontrol of plant disease: principle, mechanism of
action, and future prospect. Applied and Environmental Microbiology. 71(9):
4951-4959.
Dharmaputra, O. S., A.W. Gunawan., R. Wulandari., T. Basuki. 1999. Cendawan kontaminan dominan pada jamur merang dan interaksinya dengan jamur merang
secara invitro. J. Mikro. Indonesia. 4(1): 14-18.
Dickman, M.B., 2000. Colletotrichum. Kluwer Academic Publisher, Netherlands, hlm:
(47)
Duble, R. L. 2000. Phytium blight. http://agrihorticulture.tamu.edu/PLANTanswers/p ublications/pythBlight. [06 Desember 2012].
Elad, Y.1996 Bacterial and fungal cell-wall hydrolytic enzymes in relation to biological
control of Rhizoctonia solani, pp. 455-462. In: Rhizoctonia Species:
Taxonomy, Molecular Biology, Ecology, Pathology and DiseaseControl.
Erwin, D.C. (2000). Phytophthora diseases worldwide. APS Press. The American
PhytopathologicalSociety, St. Paul, MN. USA.
FAO. 1988. Guidelines for the registration of biological pest control agents. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome. hlm. 7.
Gultom, J.M., 2008. Pengaruh Pemberian Beberapa Jamur Antagonis dengan Berbagai
Tingkat Konsentrasi Untuk Menekan Perkembangan Jamur Phytium sp
Penyebab Rebah Kecambah pada Tanaman Tembakau (Nicotiana tabaccum L.) http://repository.usu.ac.id.
Hallmann, J.A., Q. Hallmann., W.F. Mahaffee., J.W. Kloepper. 1997. Bacterial
endophytes in agricultural crops.Canadian Journal of Microbiology.43(10):
895–914.
., Q. Hallmann., W.F. Mahaffee., J.W. Kloepper. 1999. Plant
interactions with endophytic bacteria.http://www.bspp.org.uk/archives/bspp1 999/session3. php. Akses 5 Januari 2013.
Harni, R., A. Munif., I. Mustika. 2006. Potensi metode aplikasi bakteri endofit terhadap perkembangan nematoda peluka akar (pratylenchus brachhyurus) pada tanaman
nilam. Jurnal Litri. 12(4): 8053 – 8212.
Herlina, T., U. Supratman., A. Subarnas., Supriyatna., H. Hayashi. 2004. Paralytic alcaloids from the seed of erythrina fusca lour (leguminosae). Mathematica et Natura Acta. 3: 43-49.
Hinton DM, Bacon CW. 1995. Enterobacter Cloacae is an Endophytic Symbiont of
Corn. Mycopathology 129:117-125.
Indratmi D. 2008. Mekanisme Penghambatan Colletotrichum gloeosporiodes Patogen
Penyakit Antraknosa Pada Cabai dengan Khamir Debaryomyces sp.Tesis.
Malang : Universitas Muhammadiyah Malang.
Istikorini, Y. 2002. Pengendalian Penyakit Tumbuhan Secara Hayati yang Ekologis
dan Berkelanjutan. http://rudyct.com/PPS702-ipb/05123/yunik_istikorini.htm.
Ivey, M.L.L., S.A.Miller., 2004. Anthracnose Fruit Rot of Pepper, Ohio State
University Extension Fact Sheet Plant Pathology, Columbus.hlm: 127-132 Kaga, H., H. Mano., F. Tanaka., A. Watanabe., S. Kaneko., H. Morisaki. 2009. Rice
(48)
Khalid, A., M. Arshad., A.Z. Zahir. 2004. Screening plant growth promoting
rhizobacteria for improving growth and yield of wheat (abstract). App
Microbiology. 96:473.
Kloepper, J. W. 1999. Plant growth promoting rhizobacteria as biological control agents of soilborne diseases, the biological control of plant diseases. proceedings of
the international seminar ‘biological control of plant diseases and virus vectors.
Tsukuba. 17-21 September 1990. Japan: NARC. hlm. 142-148.
Kusumaningrum, Indri., Hastuti, Rini Budi., dan Haryanti, Sri. 2007. Pengaruh Perasan Sargassum crassifolium dengan Konsentrasi yang Berbeda terhadap
Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glycine max (L) Merill). Anatomi dan
Fisiologi, 15(2).
Lay, B. W. 1994. Analisis mikroba di laboratorium. Edisi 1. Cetakan 1. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada. hlm. 99-100.
Lelliott R.A., Stead D.E., 1987. Methods for the diagnosis of bacterial diseases of
plants. London. Vol. 2. British Society for Plant Pathology & Blackwell.
Long, Hoang Hoa., Schmidt, Dominik D., Baldwin, Ian T. 2008. Native Bacterial Endophytes Promote Host Growth in a Species-Specific Manner; Phytohormone
Manipulations Do Not Result in Common Growth
Responses.http://www.plosone.org/article/info:doi/10.1371/journal.pone.0002
702.
Lorito, M., G.E. Harman., C.K. Hayes., R.M. Broadway., A. Tronsmo., C. Peterbauer.,
A. Di Pietro. 1993. Chitinolytic enzymes produced byTrichoderma harzianum:
Purified Endochitinase and Chitobiosidase. Phytopathol. 83(3): 313-318.
Marlina, N. 2006. Masa pemakaian silika gel sebagai desikan pada penentuan kadar
air. Bogor. Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian. hlm. 237.
Melliawati., Ruth. 2006. Pengkajian bakteri endofit penghasil senyawa bioaktif untuk
proteksi tanaman. Biodiversitas. ISSN: 1412-033X. 7:3.
Pelczar, M.J., E.C.S. Chan. 2005. Dasar-dasar mikrobiologi. Jilid 1. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia. hlm. 205.
Pujisiswanto, Hidayat dan Pangaribuan, Darwin. 2008. Pengaruh Dosis Kompos Pupuk
Kandang Sapi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Buah Tomat. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II. 2008. Universitas Lampung.
Purwanto S, Tjahjono B. 2001. Pengamatan Penyakit Layu Bakteri pada Tomat di
greenhouse dan Pengujian Agen Antagonis. Prosiding Kongres Nasional XVI dan seminar Ilmiah; 2001 Agu 22-24, Bogor. Perhimpunan Fitopatologi Indonesia.
(49)
Quadt-Hallman, A., Hallman, J., Kloepper, J.W., 1997a. Bacterial endophytes in cotton:
location and interaction with other plant associated bacteria. Can. J.
Microbiol. 43:254–259.
Radji, M. 2005. Peranan bioteknologi dan mikroba endofit dalam pengembangan obat
herbal. Ilmu Kefarmasian. 2(3):118-121.
Radu, S., C.Y. Kqueen. 2002. Preliminary screening of endophytic fungi from medicinal plants in malaysia for antimicrobial and antitumor activity.
Malaysian Journal of Medical Science. 9(2): 23-33.
Ramamoorthy, V., R. Viswanathan., T. Raghuchander., V. Prakasam., R. Samiyappan. 2001. Induction of systemic resistance by plant growth promoting
rhizobacteria in crop plants against pests and diseases. Crop Protec. 20:
1-11.
Salmond, G.P.C., Bycroft, B.W., Stewart, G.S.A.B., Williams, P., 1995. The bacterial ‘enigma’: cracking the code of cell–cell communication. Mol. Microbiol.
16:615–624.
Semangun, H. 1989. Penyakit-penyakit tanaman hortikultura di indonesia. Yogyakarta. UGM Press.
. 2000. Penyakit-penyakit tanaman perkebunan di indonesia. Cetakan Keempat. Yogyakarta. Gadjah Mada Press.
Sitepu, D. 1993. Konsep pengendalian hayati penyakit tanaman. Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat Bogor. Kongres Nasional XII dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Yogyakarta. hlm. 66-74.
Sitompul, S.M., Guritno, B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta. Gadjah Mada University.
Strobel, G. A. and Daisy B., 2003. Bioprospecting for Microbial Endophytes and Their
Natural Products. Microbiology andMolecular Biology Review. 491-502.
Sturz, A.V., Christie, B. R., Matheson, B. G., Arsenault, W. J., and Buchanan, N. A., 1999, Endophytic communities in the periderm of potato tubers and their
potential to improve resistance to soil-borne plant pathogens, Plant
Pathol.48:360-369.
Suhardi. 1988. Laporan survei hama dan penyakit serta penggunaan pestisida pada
sayuran dataran rendah di indonesia. Kerjasama Proyek ATA-395 dan Balai
Penel. Hortik., Lembang.
Sumpena, U. 2001. Budidaya mentimun intensif dengan mulsa secara tumpang gilir. Jakarta. Penebar Swadaya.
(50)
Surette, M.G., Bassler, B.L., 1998. Quorum sensing in Escherichia coli and Salmonella typhimurium. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 95:7046–7050.
Suryanto, D. 2009. Prospek keanekaragaman hayati mikroba (Microbial
Bioprospecting) Sumatera Utara. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Mikrobiologi. Medan. FMIPA Universitas Sumatera Utara.
., N. Asnita., S. Sihombing., S. Maimunah., K. Nurtjahja. 2010. Penghambatan pertumbuhan jamur dari tiga tanaman ekonomi sumatera utara oleh bakteri kitinolitik. Seminar Nasional Biologi. Medan. Fakultas MIPA. Universitas Sumatera Utara.
Sutariati, G. A. K., Widodo, Sudarsono., S. Ilyas. 2005. Isolasi bakteri rizosfer
dan karakterisasi kemampuannya untuk menghambat pertumbuhan koloni
cendawan patogen. Agriplus. 15:272–281.
Swibawa, I Gede., Amaliah, Irma., Aeny, Titik Nur. 2000. Pengaruh Infestasi Nematoda
Pratylenchus terhadap Pertumbuhan Tanaman Nenas [Ananascomosus (L.)
Merr.]. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropikal. 1(1): 24-27
Talib, C. 2009. Mikroorganisme baik bermanfaat bagi kesehatan manusia. Artikel.
http://www.biofob.com/.
Tan, R.X., W.X. Zou. 2001. Endophytes: a rich of functional metabolites. Nat. Prod.
Rep. 18: 448-459.
Tanaka, M., H. Sukiman., M. Takebayashi., K. Saito., M. Suko., M. S. Prana., F. Tomita. 1999. Isolation, screening and phylogenetic identification of
endophytes from plants in hokaido japan and java indonesia. Microbes and
Environment. 14(4): 237-241.
Thakuria, D., N. Talukdar., C. Goswami., C. Hazarika., R.C. Boro. 2004. Characterization and screening of bacteria from rhizosphere of rice grown
in acidic soils of assam. Current Science. 86: 978-985.
Wahyudi T, Panggabean T.R., Pujiyanto. 2008. Panduan Lengkap : Kakao manajemen
agribisnis dari hulu hingga hilir. Penebar Swadaya. Jakarta. Hlm. 35.
Wei, G., J.W. Kloepper., S. Tujun. 1991. Inductionof systemic resistance cucumber
orbiculare by selected strains of plant growth promoting rhizobacteria.
Phytopathology. 81(12): 1508-1512.
White, J.J., G.T. Cole. 1985. Endophyte Host Associationin Forage Grasses In Vitro of
Fungi by Acremonium coenophialume. Mycologia. 7: 487-489.
Wiryanta, BT. 2002. Bertanam Cabai pada Musim Hujan. Tangerang: Agro Media
(51)
Yurnaliza, 2001. Kajian Peran Aktinomicetes Khitinolitik dalam Pengendalian Jamur
Patogen Fusarium oxysporum Skala Laboratorium. Tesis. Pasca Sarjana
UGM, Yogyakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Isolasi Bakteri Endofit
Dicuci dengan air mengalir sampai kotoran bersih Dipotong 3-5 cm
Direndam dengan larutan etanol 75 % selama 2 menit
Direndam dengan larutan Natrium hipoklorit 5,3 % selama 5 menit
Direndam dengan larutan etanol 75 % selama 30 detik
Akar, batang, dan daun
(52)
Dikeringkan di atas kertas saring steril Dipotong menjadi 4 bagian secara melintang
Ditanam di media nutrient agar dengan bekas
potongan ke arah media Diinkubasi selama 24 jam
Identifikasi Bakteri Endofit
Dicatat karakter morfologis meliputi bentuk, tepi, elevasi, dan warna koloni
Dilakukan pewarnaan gram
Diamati sifat biokimia meliputi uji sitrat, uji katabolisme gula, uji hidrolisis pati, uji motilitas, uji gelatin, dan uji katalase
Uji Daya Hambat Bakteri Anti Jamur dengan Beberapa Jamur Patogen
Ditumbuhkan dibagian tengah media PDA-Y Akar, batang dan daun
Hasil
Biakan murni bakteri endofit
Hasil
(53)
Isolat Fungi Patogen
Hasil
Diinkubasi selama 72 jam
Digoreskan dibagian tepi media PDA-Y dengan suspensi
bakteri endofit sebanyak 10 μl
Diinkubasi dengan suhu 30oC selama 7 hari
Diukur zona hambat
Pengamatan Mikroskopis Colletotrichum sp.
Diambil hifa patogen
Diamati struktur hifa di bawah mikroskop Dibandingkan dengan struktur hifa normal
(54)
Lampiran 2. Uji Patogenitas Colletotrichum sp.
Diinokulasikan di dalam media GYB sebanyak 120 ml Diinkubasi pada suhu 28-30 ° C selama ± 10 hari
Dicampur dengan 500 gram campuran tanah dan kompos steril (3:1) di dalam nampan plastik
Ditanam 5 buah benih semangka dalam tiap polybag
Ditutup dengan plastik
Diamati tanaman yang terserang bercak daun dan rebah kecambah selama 30 hari
Reisolasi Colletotrichum sp.
Dipotong jaringan pada pangkal batang Didesinfeksi dengan larutan NaClO 2% Dicuci dengan air steril sebanyak 3 kali Ditanam pada media PDA
Diuji dengan Postulat Koch
Biakan Jamur
Hasil
Kecambah Semangka Terinfeksi
(1)
Isolat Fungi Patogen
Hasil
Diinkubasi selama 72 jam
Digoreskan dibagian tepi media PDA-Y dengan suspensi bakteri endofit sebanyak 10 μl
Diinkubasi dengan suhu 30oC selama 7 hari Diukur zona hambat
Pengamatan Mikroskopis Colletotrichum sp.
Diambil hifa patogen
Diamati struktur hifa di bawah mikroskop Dibandingkan dengan struktur hifa normal
(2)
Lampiran 2. Uji Patogenitas Colletotrichum sp.
Diinokulasikan di dalam media GYB sebanyak 120 ml Diinkubasi pada suhu 28-30 ° C selama ± 10 hari
Dicampur dengan 500 gram campuran tanah dan kompos steril (3:1) di dalam nampan plastik
Ditanam 5 buah benih semangka dalam tiap polybag
Ditutup dengan plastik
Diamati tanaman yang terserang bercak daun dan rebah kecambah selama 30 hari
Reisolasi Colletotrichum sp.
Dipotong jaringan pada pangkal batang Didesinfeksi dengan larutan NaClO 2% Dicuci dengan air steril sebanyak 3 kali Ditanam pada media PDA
Diuji dengan Postulat Koch Biakan Jamur
Hasil
Kecambah Semangka Terinfeksi
(3)
Lampiran 3. Pengujian Pengaruh Bakteri Endofit terhadap Pertumbuhan Benih Semangka
Direndam dengan suspensi bakteri endofit selama 30 menit
Ditanam dalam 500 gram campuran tanah dan kompos steril (3:1) di dalam nampan plastik
Ditutup dengan plastik
Diamati pertumbuhan benih selama 30 hari
Penyiapan Media Tanam
Disaring
Dimasukkan ke dalam plastik
Disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.
Benih Semangka
Hasil
Tanah + Kompos (3:1)
(4)
Lampiran 4. Penghambatan Serangan Colletotrichum sp. pada Benih Semangka
Diinokulasikan di dalam media GYB sebanyak 120 ml
Diinkubasi pada suhu 28-30 ° C selama ± 10 hari Dicampur dengan 500 gram campuran tanah dan kompos steril (3:1) di dalam polybag plastik
Ditanam 30 buah benih semangka yang telah direndam suspensi bakteri endofit
Ditutup dengan plastik
Diamati tanaman yang terserang bercak daun dan rebah kecambah selama 30 hari
Biakan Jamur
(5)
LAMPIRAN 5
Uji in vivo penghambatan bakteri endofit terhadap Colletotrichum sp. pada benih semangka
(a) Kontrol (+), (b) Kontrol (-), (c) Perlakuan bakteri DS 01, (d) Perlakuan
BS 01Perbedaan tinggi tanaman tanaman semangka setelah persemaian 30 hari
(a) Kontrol (-), ( b) Kontrol (+) bakteri DS 01, (c) Kontrol (+) bakteri BS 01, (d) Perlakuan bakteri DS 01 dan jamur , (e) Perlakuan bakteri BS 01 dan jamur , (f) Kontrol (+) jamur
a b c d e f
a b
(6)