2.2 Konsep Kemitraan Usaha
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia kemitraan berasal dari kata mitra yang berarti teman, kawan, pasangan kerja, dan rekan. Kemitraan
merupakan perihal hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra. Definisi lain diungkapkan oleh Hafsah 1999 yang menyatakan bahwa kemitraan
adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama, dengan prinsip
saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan
diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Definisi kemitraan menurut undang-undang dicantumkan dalam
Undang Undang No 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil, dijelaskan bahwa kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha
menengah atau dengan usaha besar, disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperlihatkan prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Jika digabungkan maka didapatkan definisi kemitraan adalah jalinan
kerjasama usaha yang merupakan strategi bisnis yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dengan prinsip saling menguntungkan. Dalam kerjasama
tersebut tersirat adanya satu pembinaan dan pengembangan. Hal ini dapat terlihat karena pada dasarnya masing-masing pihak pasti mempunyai
kelemahan dan kelebihan, sehingga akan saling melengkapi antara kedua belah pihak yang bekerjasama. Bobo 2003 menyatakan bahwa tujuan utama
kemitraan adalah untuk mengembangkan pembangunan yang mandiri dan berkelanjutan dengan landasan ekonomi dan struktur perekonomian yang
kokoh dan berkeadilan dengan ekonomi rakyat sebagai tulang punggung utamanya.
2.3 Dasar Teori Kerjasama Kemitraan
Kerjasama kemitraan dapat dilihat sebagai integrasi vertikal atau koordinasi vertikal antara dua atau lebih perusahaan. Integrasi vertikal dapat
terjadi apabila dua atau lebih perusahaan berjalan pada tingkatan yang berbeda pada proses produksi, pengolahan, dan pemasaran yang masih
bersatu di bawah satu manajemen atau kepemilikan, dan dikatakan koordinasi vertikal ketika ada kontrak produksi atau kontrak pemasaran
Seitz et al. diacu dalam Puspitawati, 2004. Pada kontrak produksi, bagian prosesing membuat produk-produk
yang spesifik, yang disuplai oleh bagian produksi. Bagian pengolah biasanya menyediakan jasa finansial dan manajemen. Pada kontrak pemasaran,
perusahaan produsen yang dikontrak menyediakan atau mensuplai produk pada jumlah dan kualitas tertentu pada harga yang ditetapkan oleh agen
pengolah atau marketing. Kontrak-kontrak demikian biasanya terjadi pada perusahaan-perusahaan pertanian.
Melalui integrasi vertikal dapat dicapai skala ekonomis economics of large scale, pengurangan biaya-biaya transaksi dan biaya yang tidak jelas
lainnya, terjaminnya produk-produk tertentu yang diinginkan, dan diversifikasi atau pengurangan resiko. Terdapat dua faktor utama yang
menentukan keoptimuman ukuran perusahaan, yaitu faktor teknis dan keuangan. Hubungan teknis dengan input dan output menentukan bentuk dari
fungsi produksi perusahaan. Hubungan tersebut mengakibatkan kurva biaya
rata-rata jangka panjang menurun dan kemudian meningkat sejalan dengan meningkatnya luas lahan yang ditanami.
Faktor keuangan lebih ditunjukkan pada harga yang harus dibayar dan diterima oleh perusahaan. Banyak perusahaan membeli input dengan
harga yang didiskon karena membeli dalam jumlah besar. Perusahaan akan melakukan negosiasi kontrak atau membuat kesepakatan dengan pemasok
untuk mendapatkan diskon tersebut, menekan biaya pengiriman, atau penghematan lainnya. Oleh karena itu, perusahaan besar dapat memperoleh
keuntungan yang lebih besar dalam penjualan dengan mencapai efisiensi pada kontrak pemasaran, muatan, dan penjualan. Biaya produksi minimum
terjadi ketika manajer mengkombinasikan antara faktor teknis dan keuangan, sehingga ukuran optimal industri akan berbeda-beda Seitz et al. diacu dalam
Puspitawati, 2004.
2.4 Pola Kemitraan