Dalam pola kemitraan ini, penyertaan modal equity antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar, penyertaan modal usaha kecil dimulai
sekurang-kurangnya 20 persen dari seluruh modal saham perusahaan yang baru dibentuk dan ditingkatkan secara bertahap sesuai kesepakatan kedua
belah pihak.
2.5 Manfaat dan Kelemahan Pola Kemitraan
Pelaksanaan pola kemitraan merupakan suatu bentuk usaha yang dilaksanakan oleh pengusaha dan peternak, dan merupakan salah satu strategi
pengembangan usaha peternakan ayam ras pedaging. Menurut Mulyantono 2003, manfaat dan kelemahan dari pelaksanaan kemitraan, manfaat bagi
inti antara lain meningkatnya keuntungan dari penjualan ayam dan keuntungan dari pembelian sarana produksi peternakan serta omset penjualan
dan permintaan pasar tetap dan dapat dipenuhi. Dari kerjasama kemitraan yang terjadi banyak manfaat yang dirasakan oleh peternak seperti pada Table
2.2. Tabel 2.2. Manfaat Kemitraan Menurut Peternak
No Manfaat
Jumlah orang
1 Terciptanya lapangan Kerja Baru
2 8
2 Harga penjualan ayam stabil karena dijamin
perusahaan 2
8 3
Tidak diperlukan modal sendiri 9
36 4
Ada jaminan pemasaran dari perusahaan 13
52 5
Resiko kerugian kecil 10
40 6
Tambahan pengetahuan teknologi budidaya ayam ras
11 44
Sumber : Hasil penelitian Priyono, Bengkulu, 2004.
Dari Tabel 2.2. terlihat beberapa manfaat dari pola kemitraan yang perlu dikembangkan, pertama terciptanya lapangan kerja baru, adanya pola
kemitraan pihak perusahaan atau pengusaha yang berniat untuk bermitra akan menyediakan modal atau bermitra dengan beberapa orang sebagai
peternak, secara langsung ini dapat memperluas skala usahanya dan membuka lapangan kerja baru. Hal ini sesuai dengan pendapat Hapsah,
1999 yang menyatakan bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab terhadap pengusaha kecil memberikan bantuan atau kemudahan memperoleh
permodalan, penyediaan sarana produksi yang dibutuhkan, bantuan teknologi dan pembinaan berupa pembinaan mutu produksi dan peningkatan
kemampuan sumber daya manusia, serta pembinaan manajemen. Manfaat kedua adalah harga penjualan ayam stabil karena dijamin
perusahaan, manfaat ini tergantung dari kondisi harga jual ayam, jika harga jual ayam cenderung tetap maka peternak dapat merasakan manfaatnya
namun jika harga jual mengalami perubahan maka peternak tidak bisa komplain karena sudah terikat kontrak. Hal ini didukung oleh pendapat
Sirajuddin 2005 yang mengatakan bahwa diperlukan hubungan kemitraan sebagai antisipasi terhadap fluktuasi harga pakan dan bibit yang tidak dapat
dikendalikan oleh peternak. Akan tetapi masalah yang sering dihadapi dengan system kemitraan ini adalah keterikatan peternak untuk menjual
produk yang dihasilkan dengan harga yang telah disepakati di dalam kontrak yang kadang-kadang lebih rendah dari harga pasar.
Dalam memulai usaha peternakan ayam ras pedaging perlu mengetahui sumber daya yang akan digunakan, namun dalam usaha ini
fasilitas dan sumber daya cukup memerlukan modal besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Yunus 2009 yang menyatakan bahwa peternak mandiri
prinsipnya menyediakan seluruh input produksi dari modal sendiri dan bebas memasarkan produknya. Pengambilan keputusan mencakup kapan memulai
beternak dan memanen ternaknya, serta seluruh keuntungan dan risiko ditanggung sepenuhnya oleh peternak. Maka dari itu untuk mempermudah
peternak melaksanakan budidaya ayam ras pedging maka salah satu jalan yaitu melakukan kemitraan dengan pengusaha atau bermitra dengan
pengusaha besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Sirajuddin 2007 yang mengatakan bahwa dalam membuka usaha peternakan ayam ras pedaging
membutuhkan modal yang besar sedangkan modal peternak masih lemah, maka untuk mendapatkan modal tersebut, peternak melakukan kemitraan
atau kerja sama dengan perusahaan mitra yang bergerak di bidang budi daya dan penyediaan sapronak. Dengan daya bantuan tersebut maka peternak tidak
khawatir lagi akan pemenuhan sapronak yang sudah dijamin kualitasnya oleh perusahaan mitra.
Untuk mengatasi masalah kekurangan modal bagi calon peternak untuk memulai usaha peternakan maka dapat dilakukan pengajuan kepada
pihak pengusaha mitra untuk bermitra, sebab dalam usaha kemitraan peternak akan dibantu dalam hal pengadaan sapronak, atau modal sebagian
ditanggung oleh pengusaha mitra. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharno 2005 yang menyatakan bahwa Dalam SK Mentan No. 4721996 disebutkan
bahwa perusahaan inti adalah perusahaan peternakan yang berkewajiban menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen,
menampung, mengolah, memasarkan hasil produksi peternakan rakyat ayam
ras, mengusahakan permodalan, dan melaksanakan budi daya sebagaimana dilakukan oleh peternak. Dengan aturan ini maka peternak yang bertindak
sebagai plasma hanya berkewajiban melakukan budi daya ternak sebaik- baiknya sehinggah hasil produksinya mencapai target. Jadi apabila
pengusaha mitra menyediakan beberapa kebutuhan yang disebutkan diatas maka peternak tidak merasa berat untuk melaksanakan usaha peternakan
tersebut atau peternak tidak memerlukan modal sendiri. Persentase terbesar dari manfaat kemitraan adalah jaminan
pemasarannya, dimana dalam pelaksanaan kemitraan usaha peternakan ayam ras pedaging mempunyai hasil akhir yang merupakan tanggung jawab
pengusaha yang bermitra untuk memasarkan hasil tersebut, maka dari itu peternak tidak khawatir dengan tidak lakunya hasil panen, menurut Siregar
1981 bahwa usaha ayam ras mempunyai hambatan yang merupakan factor penghambat usaha peternakan tersebut, seperti harga jual ayam yang
fluktuatif, karena adanya factor penghambat tersebut akan membuat peternak mengalami kerugian jika dalam keadaan harga jual ayam rendah, berbeda
halnya dengan pola kemitraan, diterapkan suatu kontrak awal sehingga jika harga jual turun maka peternak tidak merasa rugi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Amin 2005 menyatakan bahwa ada aturan norma-norma yang harus dilaksanakan oleh inti-plasma adalah sebagai kewajiban inti,
menyediakan sarana produksi berupa pakan, bibit DOC, obat, vaksin dan peralatan lainnya, mengambil dan memasarkan ayam pedaging hasil
budidaya peternak, membantu peternak dalam proses budidaya. Ditambahkan oleh Priyono 2004 bahwa ada jaminan pemasaran dari perusahaan inti.
Disini terhindar dari resiko tidak lakunya hasil panen dan sekaligus mendapatkan harga produk yang wajar.
Pelaksanaan kemitraan memperkecil resiko karena kedua belah pihak masing-masing menanggung resiko yang berbeda. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sirajuddin 2007 yang menyatakan bahwa dalam pelaksanaan kemitraan resiko yang timbul dalam usaha peternakan ditanggung bersama
oleh pihak perusahaan mitra yang apabila resiko yang diakibatkan oleh tingkat mortalitas yang tinggi maka ditanggung oleh peternak dan apabila
resiko akibat harga ayam di pasar lebih rendah dari harga kontrak, harga bibit dan pakan lebih tinggi dari harga kontrak maka ditanggung oleh perusahaan.
Ditambahkan pula oleh Seragih 2000 bahwa sistem kemitraan usaha adalah kerja sama saling menguntungkan antara pengusaha dengan pengusaha kecil.
Kemitraan antara kedua belah pihak bukan hanya untuk menikmati keuntungan bersama akan tetapi juga memikul resiko secara bersama secara
profesional kemitraan usaha dalam bidang peternakan bukan lagi sebagai suatu keharusan akan tetapi menjadi sebuah kebutuhan antara industri atau
pemasok sapronak sebagai inti dan juga peternak sebagai plasma dengan prinsip kerja sama yang saling menguntungkan.
Pola kemitraan dapat menambah pengetahuan teknologi budidaya ayam ras bagi peternak, dimana pihak inti melakukan suatu bimbingan
khusus kepada peternak mitranya. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyantono 2003 menyatakan manfaat bagi inti antara lain meningkatnya
keuntungan dari penjualan ayam dan keuntungan dari pembelian sarana produksi petertnak, serta omset penjualan dan permintaan pasar tetap dapat
dipenuhi. Pola kemitraan mempunyai manfaat yang dirasakan langsung oleh
peternak seperti terciptanya lapangan pekerjaan baru, harga penjualan ayam stabil karena dijamin perusahaan, tidak diperlukan modal sendiri, ada
jaminan pemasaran dari perusahaan, resiko kerugian kecil serta tambahan pengetahuan teknologi budidaya, karena pihak pengusaha mengusahakan
pelatihan dan pembinaan teknis pada peternak. Pola kemitraan mendatangkan manfaat bagi peternak, seperti
meningkatkan pendapatan peternak, selain itu pengusaha juga mendapat manfaat seperti penyediaan ayam siap potong terpenuhi. Hal ini didukung
oleh pendapat Mulyantono 2003 yang menyatakan bahwa dalam pola kemitraan manfaat bagi inti antara lain meningkatnya keuntungan dari
penjualan ayam dan keuntungan dari pembelian sarana produksi petertnak, serta omset penjualan dan permintaan pasar tetap dapat dipenuhi. Pola
kemitraan mempunyai manfaat yang dirasakan langsung oleh peternak seperti terciptanya lapangan pekerjaan baru, harga penjualan ayam stabil
karena dijamin perusahaan, tidak diperlukan modal sendiri, ada jaminan pemasaran dari perusahaan, resiko kerugian kecil serta tambahan
pengetahuan teknologi budidaya, karena pihak pengusaha mengusahakan pelatihan dan pembinaan teknis pada peternak.
Ditambahkan pula oleh Yunus 2009 yang menyatakan bahwa pendapatan peternak ayam ras pedaging baik yang mandiri maupun pola
kemitraan sangat dipengaruhi oleh kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi yaitu bibit ayam DOC; pakan; obat-obatan, vitamin dan vaksin;
tenaga kerja; biaya listrik, bahan bakar; serta investasi kandang dan peralatan Dalam pelaksanaan kemitraan perlu adanya hal-hal yang menjadi
daya tarik antara kedua pihak yang bermitra, agar peternak maupun
pengusaha tertarik untuk melaksanakannya. Ada beberapa faktor pendukung keberhasilan kemitraan yang dapat menjadi dasar daya tarik peternak dan
pengusaha untuk melakukan kemitraan diantaranya yaitu terlihat dalam Tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3. Pernyataan Responden Tentang Faktor Pendukug Keberhasilan Kemitraan
No Faktor Pendukung
Jumlah Orang
1 Adanya perjanjian tertulis yang mengikat kedua belah
pihak 8
32 2
Kredit diberikan dalam bentuk sapronak bukan uang tunai
5 20
3 Sapronak diantar langsung ke lokasi kandang
11 44
4 Pembimbingan oleh tenaga ahli dari perusahaan inti
8 32
Sumber : Hasil penelitian Priyono, Bengkulu, 2004.
Dari tabel di atas terlihat beberapa faktor pendukung keberhasilan kemitraan yang merupakan kriteria bagi pengusaha dan peternak untuk
melakukan kemitraan. Menurut Priyono 2004 menyatakan bahwa peternak telah menjalankan kemitraannya dengan baik, ini artinya apa yang
disuluhkan oleh pihak inti tentang teknologi usaha peternakan telah dijalankan dengan baik serta keberhasila tersebut di dasarkan oleh faktor-
faktor pendukung usaha kemitraan. Pola kemitraan usaha peternakan dapat mengefisienkan penggunaan
waktu pelaksanaan usaha peternakan, dimana inti dan plasma yang bermitra melakukan perjanjian sebelum ada pelaksanaan usaha. Dimana dalam
perjanjian tersebut memuat beberapa prosedur kerja. Biasanya dalam perjanjian tersebut berisi untuk inti berkewajiban menyediakan sarana
produksi berupa: pakan, bibit DOC, obat, vaksin dan peralatan lainnya. Pihak inti wajib mengambil dan memasarkan ayam hasil budidaya peternak
serta membantu dalam proses budidaya. Sedangkan kewajiban plasma yaitu
menyediakan kandang, melaksanakan kegiatan budidaya dengan sebaik- baiknya, dan menyerahkan hasil budidaya. Dengan adanya perjanjian
tersebut akan memperlancar seluruh kegiatan dengan penggunaan waktu yang lebih efisien. Hal ini sesuai dengan pendapat Firdauas 2004 yang
menyatakan bahwa pola kemitraan hanya dapat berjalan dengan baik jika ada koordinasi antar inti dan plasma dengan dasar saling menguntungkan dan
membutuhkan antara dua pihak dan berdasar pada perjanjian yang telah dibuat sebelumnya.
Pelaksanaan kemitraan akan meningkatkan pendapat atau keuntungan peternak, karena dalam usaha ini peternak tidak banyak mengeluarkan biaya,
sebab adanya bantuan sarana produksi dari pengusaha sebagai inti. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyantono 2003 yang menyatakan bahwa dalam
pola kemitraan manfaat bagi inti antara lain meningkatnya keuntungan dari penjualan ayam dan keuntungan dari pembelian sarana produksi peternak,
serta omset penjualan dan permintaan pasar tetap dapat dipenuhi. Pendapatan peternak juga bisa diperoleh dari hasil penjualan limbah
peternakan, sebab limbah bagi peternak yang mengadakan mitra usaha tidak termasuk kontrak, jadi peternak bisa mengolah dan mejualnya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Rasyaf 1995 menyatakan bahwa penerimaan dalam suatu peternakan terdiri dari hasil produksi utama berupa penjualan ayam
pedaging, baik itu hidup atau dalam bentuk karkas dan hasil menjual feses atau alas “litter” yang laku dijual kepada petani sayur-mayur.
Pendapatan peternak ayam ras pedaging baik yang mandiri maupun pola kemitraan sangat dipengaruhi oleh kombinasi penggunaan faktor-faktor
produksi yaitu bibit ayam DOC; pakan; obat-obatan, vitamin dan vaksin;
tenaga kerja; biaya listrik, bahan bakar; serta investasi kandang dan peralatan Yunus, 2009.
Berdasarkan Tabel 2.3 ada beberapa faktor pendukung keberhasilan kemitraan, yang merupakan kriteria pengusaha dan peternak melakukan
usaha peternakan dengan pola kemitraan, namun masih ada beberapa faktor penghambat keberhasilan pola kemitraan.
Tabel 2.4. Pernyataan Responden Tentang Faktor Penghambat Keberhasilan Kemitraan.
No Manfaat
Jumlah orang
1 Terciptanya lapangan Kerja Baru
2 8
2 Harga penjualan ayam stabil karena dijamin
perusahaan 2
8 3
Tidak diperlukan modal sendiri 9
36 4
Ada jaminan pemasaran dari perusahaan 13
52 5
Resiko kerugian kecil 10
40 6
Tambahan pengetahuan teknologi budidaya ayam ras
11 44
Sumber : Hasil penelitian Priyono, Bengkulu, 2004. Berdasarkan Tabel 2.4. dilihat bahwa selain ada faktor pendukung
usaha kemitraan ada pula faktor penghambat. Menurut Priyono 2004 kelemahan-kelemahan itu meliputi misal perusahaan inti bisa terjadi over
supply apabila panen ayam terjadi bersamaan. Sementara bagi plasma antara lain penetapan harga jual ayam oleh perusahaan menyebabkan peternak tidak
mendapatkan keuntungan maksimal, peternak tidak bisa memasarkan ayamnya kepihak lain, karena terikat perjanjian dengan pihak inti, harga
input DOC, pakan, vitamin, obat dirasa terlalu tinggi, dan sampai saat ini peternak belum pernah mendapatkan kredit lunak dari inti untuk pembuatan
kandang dan peralatannya.
Faktor-faktor penghambat dalam pola pelaksanaan kemitraan dapat diatasi guna menciptakan iklim usaha yang kondusif. Untuk menciptakan
iklim usaha yang kondusif perlu peranan dari KPPU Komisi Pengawas Persaingan Usaha, dimana peranan KPPU disini yaitu melakukan
pengawasan pelaksanaan Undang-Undang tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan KPPU
dimaksudkan untuk mewujudkan perekonomian Indonesia yang efisien melalui penciptaan iklim usaha yang kodusif, yang menjamin adanya
kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi semua pelaku usaha. Dengan tujuan yang sama, KPPU juga berupaya mencegah praktek monopoli
danatau persaingan usaha tidak sehat Anonim, 2010. Undang-undang No 5 Tahun 1999 bahwa tugas dan wewenang
Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah sebagai berikut: Tugas:
1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;
2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan
pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal
17 sampai dengan Pasal 24; 3.
Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;
Wewenang: 1.
Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat; 2.
Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2.6 Modal Usaha Ternak Ayam Broiler