Peranan Kemitraan terhadap Peningkatan Pendapatan Peternak Ayam Broiler (Kasus Kemitraan : PT Sierad Produce dengan Peternak di Kabupaten Sukabumi)

(1)

PERANAN KEMITRAAN TERHADAP PENINGKATAN

PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER

(Kasus Kemitraan : PT Sierad Produce dengan

peternak di Kabupaten Sukabumi)

OLEH

MENALLYA DESHINTA

A14103563

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(2)

(3)

RINGKASAN

MENALLYA DESHINTA. Peranan Kemitraan Terhadap Peningkatan Pendapatan Peternak Ayam Broiler (Kasus Kemitraan : PT Sierad Produce dengan Peternak di Kabupaten Sukabumi) (dibawah bimbingan YUSMAN SYAUKAT)

Dalam mengembangkan usaha budidaya ayam broiler PT Sierad Produce telah menerapkan program kemitraan dengan peternak-peternak kecil. Selama program tersebut berjalan, PT Sierad Produce turut membantu pemerintah dalam mengurangi jumlah pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan para peternak mitra. Namun demikian berbagai kelemahan baik dalam konsep kemitraan itu sendiri maupun dari lingkungan luar memperngaruhi penerapannya di lapangan sehingga kemitraan tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik peternak ayam ras pedaging yang ada di wilayah Kabupaten Sukabumi, mendeskripsikan pola-pola kemitraan, mengevaluasi penerapan pola-pola kemitraan dan dampak penerapan tersebut terhadap pendapatan peternak ayam ras pedaging. Berdasarkan tujuan tersebut, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, untuk menambah ilmu dan pengetahuan penulis dan menjadi masukan dan bahan pertimbangan oleh para pelaku kemitraan terutama bagi perusahaan inti dalam rangka menyempurnakan pelaksanaan kemitraan yang telah berlangsung sehingga dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak.

Penelitian ini dilaksanakan pada PT Sierad Produce yang berkedudukan di Bogor, Jawa Barat dan peternak di Kabupaten Sukabumi. Data yang akan diolah dan dianalisis dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif yang diperoleh dari hasil wawancara dengan Staff PT Sierad Produce, 25 orang peternak mitra dan 25 orang peternak mandiri.

Dari hasil kuisioner diperoleh karekteristik peternak, Peternak yang mengikuti kemitraan sebagian besar berumur antara 26-45 tahun, berpendidikan setingkat SMA, dan memiliki pengalaman beternak selama 6-15 tahun. Walaupun 72 persen dari peternak mitra memiliki pekerjaan di luar beternak namun 60 persen peternak tetap menganggap usahaternak sebagai usaha pokok karena budidaya ayam ras pedaging cepat menghasilkan. Usaha sampingan dilakukan untuk menambah kebutuhan tanggungan keluarga yang sebagian besar berjumlah tiga orang (40 persen). Para peternak mengikuti kemitraan karena kesulitan modal untuk menjalankan usaha secara komersial dan selama beternak, peternak mitra memperoleh ilmu pengetahuan beternak dari perusahaan melalui penyuluhan. Sedangkan Peternak mandiri sebagian besar berumur antara 26-45 tahun, kebanyakan berpendidikan setingkat SMA dan SD, dan memiliki pengalaman beternak selama 6-15 tahun. Hanya 64 persen dari peternak mitra yang memiliki pekerjaan di luar beternak karena 72 persen peternak menganggap beternak ayam ras pedaging sebagai usaha pokok karena cepat dipanen. Usaha sampingan dilakukan untuk menambah kebutuhan tanggungan keluarga yang sebagian besar berjumlah 3-4 orang. Peternak tidak mengikuti kemitraan karena memiliki modal dan mampu memasarkan.

Dari semua pasal yang ada dalam surat kesepakatan, tidak ada satupun pembahasan mengenai larangan yang tidak boleh dilakukan oleh perusahaan dan sanksi yang akan dikenakan bila perusahaan merugikan peternak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan dalam kemitraan yang dijalankan


(4)

oleh PT Sierad. Kesenjangan tersebut juga terlihat dalam pelaksanaan hak dan kewajiban. Kesenjangan yang terjadi antara lain 1) Perusahaan memperbolehkan peternak untuk menjual hasil panennya kepada pembeli lain, 2) Jadwal panen sering membingungkan peternak karena waktu panen bisa mundur 1-2 hari dari perjanjian yang telah disepakati. 3) Keterlambatan dalam pembayaran keuntungan.

Peternak mitra memperoleh penerimaan yang lebih besar, namun peternak mitra hanya mendapatkan pendapatan bersih sebesar Rp. 4.972.514,- sedangkan peternak mandiri memperoleh Rp. 5.850.476,-. Pendapatan yang diperoleh oleh peternak mitra lebih kecil 17,66 persen dari peternak mandiri, karena jumlah biaya yang ditanggung oleh peternak mitra juga lebih besar 2,20 persen dari peternak mandiri. R/C atas total biaya peternak mitra sebesar Rp. 1,066, sedangkan peternak mandiri Rp. 1,079.

Bila uji t dilakukan terhadap total pendapatan bersih diperoleh kesimpulan terima Ho. Oleh karena hasil uji t menunjukkan bahwa hipotesis Ho diterima, maka dapat disimpulkan bahwa antara pendapatan peternak mitra dan peternak mandiri tidak memiliki perbedaan secara nyata (tidak signifikan). Dan dapat diambil kesimpulan akhir bahwa kemitraan tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan peternak. Walaupun demikian, peternak memperoleh banyak manfaat dari keikutsertaannya di dalam kemitraan seperti bantuan modal, bimbingan dan penyuluhan serta pemasaran hasil .


(5)

PERANAN KEMITRAAN TERHADAP PENINGKATAN

PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER

(Kasus Kemitraan : PT Sierad Produce dengan

peternak di Kabupaten Sukabumi)

OLEH

MENALLYA DESHINTA

A14103563

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian

Pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(6)

Judul : Peranan Kemitraan terhadap Peningkatan Pendapatan Peternak Ayam Broiler (Kasus Kemitraan : PT Sierad Produce dengan Peternak di Kabupaten Sukabumi)

Nama : Menallya Deshinta NRP : A14103563

Menyetujui Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc NIP. 131 804 162

Mengetahui

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698


(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL PERANAN KEMITRAAN TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER (KASUS KEMITRAAN : PT SIERAD PRODUCE DENGAN PETERNAK DI KABUPATEN SUKABUMI) BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Bogor, Agustus 2006

Menallya Deshinta A 14103563


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang dengan rahmat dan hidayah-Nya telah memberikan kekuatan dan kemudahan kepada penulis dalam menyusun penelitian yang berjudul “Peranan Kemitraan terhadap Peningkatan Pendapatan Peternak Ayam Broiler (Kasus Kemitraan : PT Sierad Produce dengan Peternak di Wilayah Kabupaten Sukabumi). Penelitian ini disusun penulis dalam rangka menyelesaikan pendidikan program sarjana pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini merupakan bagian dari proses belajar untuk memahami dan mengembangkan kerjasama kemitraan antara perusahaan inti dan peternak mitra agar dapat meningkatkan pendapatan peternak. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan dan peternak mitra dalam menjalankan kerjasama kemitraan. Selanjutnya penulis berharap semoga penelitian ini tidak hanya bermanfaat bagi perusahaan dan peternak, tapi juga bermanfaat bagi dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan serta bagi pembaca yang membutuhkannya.

Bogor, Agustus 2006 Penulis


(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang, Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 21 Desember 1982. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Jurnal Muchtar dan Hasna Epi.

Pada tahun 1994 penulis lulus dari SD Negeri 37 Pegambiran Padang, dan melanjutkan ke SLTP Negeri 24 Lubuk Begalung, Padang. Setelah lulus pada tahun 1997, penulus melanjutkan sekolah ke SMU Negeri 4 Lubuk Begalung Padang. Pada tahun 2000, penulis melanjutkan pendidikan ke Program Diploma III Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Setelah lulus pada tahun 2003, penulis bekerja di PT Telkom Indonesia Kancatel Cibinong sebagai customer service. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut pertanian Bogor. Penulis kemudian menikah pada tanggal 11 maret 2006 dengan Sholehuddin Abdul Gani dan menyelesaikan program sarjana pada bulan Agustus 2006.


(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Ayah dan ibu serta suami tercinta atas doa yang tak henti-hentinya, kasih sayang dan perhatian yang sangat berharga. Serta Abang dan kedua adikku, terimakasih atas kasih sayang dan dukungan yang diberikan selama ini.

2. Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk mengarahkan dan membimbing dengan sabar sejak awal penulisah hingga penulisan skripsi ini selesai.

3. Ir. M. Firdaus, SP. Msi selaku dosen penguji sidang yang telah memberikan saran dan kritikan yang dapat membangun skripsi ini menjadi lebih baik. 4. Ir. Murdianto, Msi selaku dosen penguji sidang dari komisi pendidikan yang

telah memberikan koreksi dan saran demi perbaikan skripsi ini.

5. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen evaluator kolokium atas perbaikan yang telah diberikan terhadap isi dan format skripsi.

6. Eka Noviyanti yang telah bersedia menjadi pembahas dalam seminar.

7. Sholehuddin Abdul Gani, Bapak Firdaus, Mas Amat, Mas dan seluruh staf PT Sierad Produce yang terlibat dalam penulisan skripsi ini,terima kasih atas semua bantuan dan penerimaan yang tulus dalam berbagai informasi yang diperlukan.

8. Risda Novrita, Eka Pujiyanti, Karmina Putri, Milla Rahmanika, Theresia Mei, Rini Susanti, Merina Ratnika, Yayuk, Nurul, Yanti, Asti dan Shinned atas kebersamaan dan dukungannya dari diploma hingga ekstensi ini.

9. Seluruh staf dan pengurus Program Sarjana Manajemen Agribisnis, atas bantuannya dalam memberikan informasi dan kemudahan dalam penulisan skripsi ini.

10. Teman-teman mahasiswa MAB dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan sangat membantu saya dalam penyelesaian skripsi ini.


(11)

PERANAN KEMITRAAN TERHADAP PENINGKATAN

PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER

(Kasus Kemitraan : PT Sierad Produce dengan

peternak di Kabupaten Sukabumi)

OLEH

MENALLYA DESHINTA

A14103563

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(12)

(13)

RINGKASAN

MENALLYA DESHINTA. Peranan Kemitraan Terhadap Peningkatan Pendapatan Peternak Ayam Broiler (Kasus Kemitraan : PT Sierad Produce dengan Peternak di Kabupaten Sukabumi) (dibawah bimbingan YUSMAN SYAUKAT)

Dalam mengembangkan usaha budidaya ayam broiler PT Sierad Produce telah menerapkan program kemitraan dengan peternak-peternak kecil. Selama program tersebut berjalan, PT Sierad Produce turut membantu pemerintah dalam mengurangi jumlah pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan para peternak mitra. Namun demikian berbagai kelemahan baik dalam konsep kemitraan itu sendiri maupun dari lingkungan luar memperngaruhi penerapannya di lapangan sehingga kemitraan tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik peternak ayam ras pedaging yang ada di wilayah Kabupaten Sukabumi, mendeskripsikan pola-pola kemitraan, mengevaluasi penerapan pola-pola kemitraan dan dampak penerapan tersebut terhadap pendapatan peternak ayam ras pedaging. Berdasarkan tujuan tersebut, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, untuk menambah ilmu dan pengetahuan penulis dan menjadi masukan dan bahan pertimbangan oleh para pelaku kemitraan terutama bagi perusahaan inti dalam rangka menyempurnakan pelaksanaan kemitraan yang telah berlangsung sehingga dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak.

Penelitian ini dilaksanakan pada PT Sierad Produce yang berkedudukan di Bogor, Jawa Barat dan peternak di Kabupaten Sukabumi. Data yang akan diolah dan dianalisis dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif yang diperoleh dari hasil wawancara dengan Staff PT Sierad Produce, 25 orang peternak mitra dan 25 orang peternak mandiri.

Dari hasil kuisioner diperoleh karekteristik peternak, Peternak yang mengikuti kemitraan sebagian besar berumur antara 26-45 tahun, berpendidikan setingkat SMA, dan memiliki pengalaman beternak selama 6-15 tahun. Walaupun 72 persen dari peternak mitra memiliki pekerjaan di luar beternak namun 60 persen peternak tetap menganggap usahaternak sebagai usaha pokok karena budidaya ayam ras pedaging cepat menghasilkan. Usaha sampingan dilakukan untuk menambah kebutuhan tanggungan keluarga yang sebagian besar berjumlah tiga orang (40 persen). Para peternak mengikuti kemitraan karena kesulitan modal untuk menjalankan usaha secara komersial dan selama beternak, peternak mitra memperoleh ilmu pengetahuan beternak dari perusahaan melalui penyuluhan. Sedangkan Peternak mandiri sebagian besar berumur antara 26-45 tahun, kebanyakan berpendidikan setingkat SMA dan SD, dan memiliki pengalaman beternak selama 6-15 tahun. Hanya 64 persen dari peternak mitra yang memiliki pekerjaan di luar beternak karena 72 persen peternak menganggap beternak ayam ras pedaging sebagai usaha pokok karena cepat dipanen. Usaha sampingan dilakukan untuk menambah kebutuhan tanggungan keluarga yang sebagian besar berjumlah 3-4 orang. Peternak tidak mengikuti kemitraan karena memiliki modal dan mampu memasarkan.

Dari semua pasal yang ada dalam surat kesepakatan, tidak ada satupun pembahasan mengenai larangan yang tidak boleh dilakukan oleh perusahaan dan sanksi yang akan dikenakan bila perusahaan merugikan peternak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan dalam kemitraan yang dijalankan


(14)

oleh PT Sierad. Kesenjangan tersebut juga terlihat dalam pelaksanaan hak dan kewajiban. Kesenjangan yang terjadi antara lain 1) Perusahaan memperbolehkan peternak untuk menjual hasil panennya kepada pembeli lain, 2) Jadwal panen sering membingungkan peternak karena waktu panen bisa mundur 1-2 hari dari perjanjian yang telah disepakati. 3) Keterlambatan dalam pembayaran keuntungan.

Peternak mitra memperoleh penerimaan yang lebih besar, namun peternak mitra hanya mendapatkan pendapatan bersih sebesar Rp. 4.972.514,- sedangkan peternak mandiri memperoleh Rp. 5.850.476,-. Pendapatan yang diperoleh oleh peternak mitra lebih kecil 17,66 persen dari peternak mandiri, karena jumlah biaya yang ditanggung oleh peternak mitra juga lebih besar 2,20 persen dari peternak mandiri. R/C atas total biaya peternak mitra sebesar Rp. 1,066, sedangkan peternak mandiri Rp. 1,079.

Bila uji t dilakukan terhadap total pendapatan bersih diperoleh kesimpulan terima Ho. Oleh karena hasil uji t menunjukkan bahwa hipotesis Ho diterima, maka dapat disimpulkan bahwa antara pendapatan peternak mitra dan peternak mandiri tidak memiliki perbedaan secara nyata (tidak signifikan). Dan dapat diambil kesimpulan akhir bahwa kemitraan tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan peternak. Walaupun demikian, peternak memperoleh banyak manfaat dari keikutsertaannya di dalam kemitraan seperti bantuan modal, bimbingan dan penyuluhan serta pemasaran hasil .


(15)

PERANAN KEMITRAAN TERHADAP PENINGKATAN

PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER

(Kasus Kemitraan : PT Sierad Produce dengan

peternak di Kabupaten Sukabumi)

OLEH

MENALLYA DESHINTA

A14103563

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian

Pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(16)

Judul : Peranan Kemitraan terhadap Peningkatan Pendapatan Peternak Ayam Broiler (Kasus Kemitraan : PT Sierad Produce dengan Peternak di Kabupaten Sukabumi)

Nama : Menallya Deshinta NRP : A14103563

Menyetujui Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc NIP. 131 804 162

Mengetahui

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698


(17)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL PERANAN KEMITRAAN TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER (KASUS KEMITRAAN : PT SIERAD PRODUCE DENGAN PETERNAK DI KABUPATEN SUKABUMI) BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Bogor, Agustus 2006

Menallya Deshinta A 14103563


(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang dengan rahmat dan hidayah-Nya telah memberikan kekuatan dan kemudahan kepada penulis dalam menyusun penelitian yang berjudul “Peranan Kemitraan terhadap Peningkatan Pendapatan Peternak Ayam Broiler (Kasus Kemitraan : PT Sierad Produce dengan Peternak di Wilayah Kabupaten Sukabumi). Penelitian ini disusun penulis dalam rangka menyelesaikan pendidikan program sarjana pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini merupakan bagian dari proses belajar untuk memahami dan mengembangkan kerjasama kemitraan antara perusahaan inti dan peternak mitra agar dapat meningkatkan pendapatan peternak. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan dan peternak mitra dalam menjalankan kerjasama kemitraan. Selanjutnya penulis berharap semoga penelitian ini tidak hanya bermanfaat bagi perusahaan dan peternak, tapi juga bermanfaat bagi dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan serta bagi pembaca yang membutuhkannya.

Bogor, Agustus 2006 Penulis


(19)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang, Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 21 Desember 1982. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Jurnal Muchtar dan Hasna Epi.

Pada tahun 1994 penulis lulus dari SD Negeri 37 Pegambiran Padang, dan melanjutkan ke SLTP Negeri 24 Lubuk Begalung, Padang. Setelah lulus pada tahun 1997, penulus melanjutkan sekolah ke SMU Negeri 4 Lubuk Begalung Padang. Pada tahun 2000, penulis melanjutkan pendidikan ke Program Diploma III Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Setelah lulus pada tahun 2003, penulis bekerja di PT Telkom Indonesia Kancatel Cibinong sebagai customer service. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut pertanian Bogor. Penulis kemudian menikah pada tanggal 11 maret 2006 dengan Sholehuddin Abdul Gani dan menyelesaikan program sarjana pada bulan Agustus 2006.


(20)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Ayah dan ibu serta suami tercinta atas doa yang tak henti-hentinya, kasih sayang dan perhatian yang sangat berharga. Serta Abang dan kedua adikku, terimakasih atas kasih sayang dan dukungan yang diberikan selama ini.

2. Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk mengarahkan dan membimbing dengan sabar sejak awal penulisah hingga penulisan skripsi ini selesai.

3. Ir. M. Firdaus, SP. Msi selaku dosen penguji sidang yang telah memberikan saran dan kritikan yang dapat membangun skripsi ini menjadi lebih baik. 4. Ir. Murdianto, Msi selaku dosen penguji sidang dari komisi pendidikan yang

telah memberikan koreksi dan saran demi perbaikan skripsi ini.

5. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen evaluator kolokium atas perbaikan yang telah diberikan terhadap isi dan format skripsi.

6. Eka Noviyanti yang telah bersedia menjadi pembahas dalam seminar.

7. Sholehuddin Abdul Gani, Bapak Firdaus, Mas Amat, Mas dan seluruh staf PT Sierad Produce yang terlibat dalam penulisan skripsi ini,terima kasih atas semua bantuan dan penerimaan yang tulus dalam berbagai informasi yang diperlukan.

8. Risda Novrita, Eka Pujiyanti, Karmina Putri, Milla Rahmanika, Theresia Mei, Rini Susanti, Merina Ratnika, Yayuk, Nurul, Yanti, Asti dan Shinned atas kebersamaan dan dukungannya dari diploma hingga ekstensi ini.

9. Seluruh staf dan pengurus Program Sarjana Manajemen Agribisnis, atas bantuannya dalam memberikan informasi dan kemudahan dalam penulisan skripsi ini.

10. Teman-teman mahasiswa MAB dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan sangat membantu saya dalam penyelesaian skripsi ini.


(21)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Usaha Peternakan Ayam broiler ... 8

2.2 Pengertian Kemitraan ... 11

2.3 Latar Belakang Kemitraan ... 13

2.4 Tujuan Kemitraan ... 15

2.5 Pola Kemitraan ... 17

2.5.1 Inti plasma ... 17

2.5.2 Subkontrak ... 20

2.5.3 Dagang Umum ... 22

2.5.4 Keagenan ... 24

2.5.5 Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) ... 25

2.5.6 Waralaba ... 26

2.6. Stratifikasi Perusahaan Inti ... 28

2.7. Asas perjanjian Inti Plasma ... 30

2.8. Pelaku Kemitraan ... 33

2.8.1 Peranan Perusahaan ... 34

2.8.2 Peranan Peternak ... 34

2.8.3 Peranan Pemerintah ... 34

2.8.4 Peranan Penyandang Dana ... 37

2.9. Penelitian Terdahulu ... 38

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN ... 41

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 41

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 44

BAB IV METODE PENELITIAN ... 47

4.1 Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 47

4.3 Pengambilan Contoh ... 47


(22)

4.4.1 ... Analisi s Pendapatan Usaha Tani ... 49 4.4.2 ... Analisi

s R/C ... 50 4.4.3 ... Uji t

... 51

BAB V GAMBARAN UMUM PENELITIAN ... 53 5.1 PT Sierad Produce ... 53 5.2 Kabupaten Sukabumi ... 56 5.3 Kegiatan Produksi Ayam Ras Pedaging ... 57 BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 66 6.1 Karakteristik Peternak Mitra dan Peternak Mandiri ... 66 6.2 Pola Kemitraan PT Sierad Produce ... 73 6.3 Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Perspektif

PT Sierad Produce ... 74 6.4 Keragaan Usaha Ternak Peternak Mitra dan Mandiri ... 85 6.4.1 Populasi, Mortalitas dan Hasil Panen ... 85 6.4.2 Analisis Penggunaan Faktor Produksi ... 86 6.4.3 Analisis Biaya Tunai ... 86 6.4.4 Analisis Biaya yang Diperhitungkan ... 90 6.4.5 Total Biaya Faktor Produksi ... 92 6.4.6 Analisis Penerimaan Usahaternak

Ayam Ras Pedaging ... 93 6.4.7 Analisis Pendapatan, R/C dan

Biaya per Satuan Hasil ... 94 6.4.8 Analisis Perbedaan Tingkat Pendapatan ... 95 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

7.1 Kesimpulan ... 96 7.2 Saran ...

97

DAFTAR PUSTAKA ... 98 LAMPIRAN ... 100


(23)

DAFTAR TABEL

Nomor. Teks Halaman

1. Populasi Ternak Ayam Ras Pedaging dan Ayam Buras

Tahun 1991 – 2004 ( 000 Ekor ) ... 2 2. Konsumsi Daging Ayam Perkapita/Tahun Beberapa Negara

Di Asia ( Dalam Kg ) ... 3 3. Populasi Ayam Ras Pedaging Menurut Propinsi

Tahun 2000-2004 ... 4 4. Jumlah Populasi Ayam Broiler Peternak Mitra

di Kabupaten Sukabumi Tahun 2001-2005 ... 5 5. Kandungan Gizi Daging Ayam ... 8 6. Hubungan Pola Kemitraan dan Stratifikasi Perusahaan Inti ... 29 7. Penelitian Terdahulu ... 39 8. Metode analisis Data ... 48 9. Karakteristik dari Material Litter ... 61 10. Daftar Intensitas Lampu dan Panjang Hari ... 62 11. Daftar Jumlah dan Lokasi Peternak Mitra dan Mandiri

di Kabupaten Sukabumi ... 66 12. Kelompok Umur Peternak Responden ... 67 13. Pengalaman Beternak Ayam Broiler Peternak Responden... 67 14. Sumber Ilmu Pengetahuan Beternak Ayam Broiler ... 68 15. Pengalaman Beternak Ayam Broiler Peternak Responden... 68 16. Jumlah Tanggungan Keluarga Peternak Responden ... 69 17. Pekerjaan di Luar Usahaternak Peternak Responden ... 70 18. Prioritas Usaha Ternak Ayam Broiler Peternak Responden ... 70 19. Alasan Peternak Responden Beternak Ayam Broiler ... 71 20. Alasan Peternak Mitra Mengikuti Kemitraan ... 72 21. Alasan Peternak Mandiri Tidak Mengikuti Kemitraan ... 72 22. Status Kepemilikan Lahan Peternak Responden ... 73 23. Hak dan Kewajiban dalam Program Kemitraan

PT Sierad Produce ... 76 24. Pelaksanaan Hak dan Kewajiban dalam Kemitraan

Ayam Ras Pedaging Milik PT Sierad Produce ... 78 25. Rata-rata Penggunaan Faktor Produksi Usaha Ternak

Ayam Ras Pedaging Peternak Mitra dan Mandiri

per Periode (6000 Ekor) ... 86 26. Biaya DOC, Pakan dan Obat-obatan Peternak Mitra dan Mandiri ... 87


(24)

27. Daftar Biaya dan Kebutuhan Obat-obatan untuk Ayam Broiler

Umur 1-36 Hari Peternak Mitra dan Mandiri ... 88 28. Daftar Biaya Perlengkapan yang Dikeluarkan oleh

Peternak Mitra dan Mandiri ... 89 29. Daftar Biaya Penyusutan Kandang dan Peralatan oleh

Peternak Mitra dan Mandiri ... 91 30. Total Biaya Faktor Produksi Ayam Ras Pedaging per 6000 Ekor

Peternak Mitra dan Peternak Mandiri per Periode ... 92 31. Penerimaan Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging per 6000 Ekor

Peternak Mitra dan Peternak Mandiri per Periode ... 93 32. Hasil Analisis Pendapatan, R/C Ratio dan Biaya Persatuan Hasil

Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging per 6000 Ekor Peternak Mitra


(25)

DAFTAR GAMBAR

Nomor. Teks Halaman

33. Jalur Operasional Pola Kemitraan ... 13 34. Pola Kemitraan Inti Plasma ... 18 35. Pola Kemitraan Subkontrak ... 21 36. Pola Kemitraan Dagang Umum ... 23 37. Pola Kemitraan Keagenan ... 25 38. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis ... 26 39. Pola Kemitraan Waralaba ... 27 40. Bagan Alur Kerangka Pemikiran konseptual ... 46 41. Siklus Broiler Manajemen PT Sierad Produce ... 58


(26)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejalan dengan pembangunan pertanian, pembangunan sektor peternakanpun mendapat porsi untuk dikembangkan setelah tanaman pangan. Peternakan diharapkan memberikan sumbangan pertumbuhan produk domestik bruto pertanian sebesar 10,87 persen (Direktorat Jenderal Peternakan, 1999). Hal ini disebabkan oleh semakin meningkatnya kebutuhan akan protein hewani sebagai akibat dari kesadaran gizi yang semakin membaik.

Dalam rangka memenuhi target tersebut, upaya jangka pendek yang dilakukan adalah memacu peningkatan produksi melalui budidaya. Selama ini, dalam upaya memacu pertumbuhan produksi, peternakan rakyat dengan skala usaha kecil sangat berperan. Menurut Wahyuni (2002), data menunjukkan bahwa 61,1 persen dari produksi peternakan nasional dihasilkan dari 0,2 persen dari total perusahaan yang ada di Indonesia (79.994 perusahaan), sementara 98,8 persen sisanya (38.82 juta perusahaan) menguasai sekitar 38,9 persen dari produksi nasional, Nilai 0,2 persen adalah kelompok usaha besar, 98,8 persen adalah kelompok usaha kecil dan 1,0 persen adalah kelompok usaha menengah. Agribisnis perunggasan khususnya ayam broiler (ayam ras pedaging) di Indonesia merupakan salah satu agribisnis yang perkembangannya paling cepat. Dimulai dari usaha keluarga pada tahun 1950-an, dengan cepat berkembang menjadi suatu agribisnis modern yang ditandai dengan berkembangnya industri hulu dan industri hilirnya. Bahkan menurut hasil Sensus Pertanian yang dilakukan oleh BPS tahun 1993 menunjukkan, bahwa jumlah rumah tangga yang bergerak dalam usaha peternakan adalah sekitar 4,5 juta rumah tangga dari 21,4 juta usaha peternakan yang ada, dan 10,0 persennya merupakan usaha


(27)

peternakan unggas. Data mengenai perkembangan usaha perunggasan khususnya ternak ayam dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Populasi Ternak Ayam Broiler dan Ayam Buras Tahun 1991 – 2004 ( 000 Ekor )

Tahun Ayam Broiler Ayam Buras

1995 689.467 250.080

1996 755.956 260.713

1997 641.374 260.835

1998 354.004 253.133

1999 324.347 252.653

2000 530.874 259.256

2001 621.870 268.039

2002 865.074 275.291

2003 847.743 277.357

2004 895.115 271.846

Sumber : Pusat Data dan Informasi Pertanian Departemen Pertanian, 2004

Namun akibat krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997, agribisnis ayam broiler mengalami penurunan yang cukup drastis. Menurut data dirjen peternakan, produksi Day Old Chick (DOC) broiler tahun 1998 merosot sekitar 50 persen dari produksi tahun1997. Hal ini mengakibatkan populasi ayam ras turun sekitar 44,8 persen pada tahun 1998. Dilain pihak, akibat turunnya pendapatan nasional dan daya beli masyarakat, telah menurunkan konsumsi daging broiler sekitar 18 persen pada tahun 1998 (Inawan, 2004).

Besarnya penurunan produksi ayam broiler akibat krisis ekonomi mengindikasikan bahwa agribisnis ayam broiler belum memiliki kemampuan penyesuaian diri terhadap perubahan lingkungan ekonomi, yang antara lain disebabkan oleh ketergantungannya pada impor bahan baku pakan dan industri pembibitan. Ketergantungan tersebut membuat peternak-peternak kecil tidak mampu membeli input produksi seperti pakan dan obat-obatan karena harganya yang mahal. Dengan kondisi tersebut, maka dapat dikatakan petani sama sekali


(28)

tidak dapat memperoleh pendapatan bahkan kemungkinan tidak dapat melanjutkan usahannya.

Meskipun agribisnis ayam broiler sempat mengalami guncangan akibat krisis ekonomi, namun peluang pengembangannya di Indonesia sangat prospektif. Pasalnya, jumlah penduduk yang besar dan konsumsi terhadap daging ayam yang semakin meningkat. Menurut sensus penduduk tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia mencapai 206,2 juta orang (BPS, 2002). Perincian mengenai jumlah penduduk Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1. Sedangkan tingkat konsumsi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Konsumsi Daging Ayam Perkapita/Tahun Beberapa Negara Di Asia ( Dalam Kg )

Tahun Indonesia Malaysia Filipina Thailand Vietnam 1996 3,70 23,30 4,00 16,80 1,00 1997 3,21 23,40 7,10 14,10 1,30 1998 1,73 23,10 7,10 11,40 1,40 2000 2,45 25,80 6,90 11,80 2,80 2001 4,00 36,30 6,80 12,10 4,00

Sumber : American Soybean Association dalam Inawan (2004)

Tahun 1998 konsumsi daging ayam per kapita menurun hingga mencapai jumlah 1,73 Kg. Hal ini disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat sebagai akibat dari krisis ekonomi pada tahun 1997. Namun pada tahun 2001 konsumsi daging ayam perkapita meningkat hingga 63,26 persen atau mencapai 4,00 Kg. Peningkatan konsumsi tersebut sejalan dengan membaiknya kondisi ekonomi sehingga daya beli masyarakat meningkat.

Usaha peternakan ayam broiler dimulai dengan usaha mandiri guna memenuhi kebutuhan keluarga. Karena diusahakan untuk kebutuhan keluarga maka pada umumnya diusahakan dalam skala kecil. Peternakan mandiri memulai usahanya dengan modal sendiri dan menanggung resiko sendiri. Tidak


(29)

heran bila terjadi wabah penyakit atau penurunan permintaan dapat mengakibatkan kerugian bahkan kebangkrutan.

Seiring tuntutan ekonomi dan perkembangan teknologi, usaha peternakan ini pun mulai dikembangkan dalam skala menengah dan besar. Usaha ini berkembang dengan pesat diberbagai propinsi di Indonesia, salah satunya adalah di Propinsi Jawa Barat. Jawa Barat merupakan salah satu propinsi dari sepuluh propinsi yang menghasilkan populasi ayam broiler terbesar di Indonesia. Selama tahun 2003-2004 pertumbuhan populasi meningkat hingga 19,74 persen. Perkembangan populasi ayam broiler di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Populasi Ayam Broiler Menurut Propinsi Tahun 2000-2004

Tahun No Propinsi

2000 2001 2002 2003 2004

1 Jawa Barat 196.422.402 238.050.365 269.778.372 269.160.072 354.613.486 2 Jawa Timur 88.077.360 89.706.792 153.817.800 185.144.982 189.132.234 3 Jawa Tengah 71.554.382 53.879.257 97.485.267 66.646.915 67.852.915 4 Sumatera Utara 26.893.165 38.045.268 61.948.000 49.218.125 38.045.260 5 Lampung 23.929.600 22.521.970 23.640.000 22.705.716 23.650.000 6 Sumatera Selatan 15.500.000 16.500.000 17.000.000 16.742.000 17.061.000 7 Bali 18.646.404 17.951.970 16.137.695 21.664.010 25.771.505 8 Kalimatan barat 15.787.359 15.080.128 15.324.493 13.960.605 14.118.120 9 Kalimatan Timur 14.306.200 17.832.200 20.624.500 21.747.100 22.182.042 10 D.I. Yogyakarta 12.431.023 15.873.340 30.582.672 16.058.406 16.861.326 Jumlah 483.547.895 525.441.290 706.338.799 683.047.931 769.287.888

Sumber : Pusat Data dan Informasi Pertanian Departemen Pertanian, 2004

Propinsi Jawa Barat memiliki populasi ayam broiler yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 peningkatan populasi mencapai 19,74 persen. Hal ini disebabkan oleh bertambah banyaknya penduduk yang menjalankan usaha budidaya ayam broiler.

Adanya keterbatasan dalam modal, teknologi, dan sumberdaya manusia maka dibentuklah kerjasama oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Kerjasama tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk kemitraan antara perusahaan inti dengan peternak-peternak kecil, contohnya antara peternak di Sukabumi dengan PT Sierad Produce. Hal ini tidak saja bertujuan untuk


(30)

meningkatkan pendapatan peternak tetapi juga bertujuan untuk mewujudkan ketersediaan daging ayam dalam dimensi jumlah, kualitas, ruang, waktu dan keterjangkauan.

2.1. Perumusan Masalah

PT Sierad Produce merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang peternakan. Usaha utama yang dikembangkan adalah usaha pembudidayaan ayam broiler. Salah satu tempat pembudidayaan ayam adalah Kabupaten Sukabumi. Selama lima tahun ini populasi ayam yang dihasilkan oleh peternak mitra PT Sierad Produce di Kabupaten Sukabumi mencapai 3,9 juta ekor dari 42 peternak mitra. Rincian populasi ayam yang dibudiayakan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 . Jumlah Populasi Ayam Broiler Peternak Mitra di Kabupaten Sukabumi Tahun 2001-2005

Tahun Populasi (Ekor) Mitra (Orang)

2001 1.444.400 78

2002 1.146.300 82

2003 253.400 26

2004 560.100 42

2005* 465.600 42

Sumber : PT Sierad Produce, 2005

Keterangan : *) Data hingga Bulan November 2005

Peningkatan dan penurunan dalam populasi ayam PT Sierad Produce dapat dilihat dari Tabel 4. Penurunan drastis terjadi pada tahun 2003 dengan persentase penurunan sebesar 77,89 persen. Penurunan ini disebabkan oleh pengurangan peternak mitra oleh perusahaan karena tidak memenuhi kualifikasi atau merugi. Kondisi ini berangsur-angsur membaik pada tahun 2004 dengan penambahan mitra sebanyak 16 orang yang menghasilkan populasi ayam meningkat sebesar 121,03 persen. Namun pada tahun 2005, hingga bulan November terjadi penurunan populasi karena adanya wabah flu burung.


(31)

Masyarakat menjadi lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi produk unggas terutama ayam broiler.

Dalam mengembangkan usaha tersebut PT Sierad Produce telah menerapkan program kemitraan dengan peternak-peternak kecil. Selama program tersebut berjalan, PT Sierad Produce turut membantu pemerintah dalam mengurangi jumlah pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan para peternak mitra. Namun demikian berbagai kelemahan baik dalam konsep kemitraan itu sendiri maupun dari lingkungan luar memperngaruhi penerapannya di lapangan. Apabila kelemahan-kelemahan ini berlangsung secara terus-menerus bisa mengakibatkan hubungan bisnis yang tidak sesuai dengan prinsip kemitraan yaitu kesetaraan dan saling menguntungkan.

Adanya kasus penyimpangan pada saat pra penelitian seperti keterlambatan pembayaran hasil panen oleh perusahaan dan ketidakpastian waktu panen membuat peternak merasa dirugikan. Ditambah lagi dengan keharusan peternak untuk menggunakan produk-produk perusahaan seperti obat-obatan dan pakan yang harganya lebih mahal dibanding harga di pasaran. Kasus tersebut dapat memperlihatkan bahwa peternak sepertinya diposisikan sebagai pekerja dan perusahaan sebagai atasan. Padahal dalam kemitraan dianut asas kesetaraan dimana tidak ada perbedaan dalam kekuasaan dan jabatan. Adanya asas ini dimaksudkan agar program kemitraan dapat memberikan keuntungan yang adil bagi kedua belah pihak.

Berdasarkan kondisi di atas, pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab dalam penelitian adalah :

1. Bagaimana karakteristik peternak ayam broiler yang ada di wilayah Kabupaten Sukabumi?


(32)

2. Bagaimana pola-pola kemitraan antara peternak dan PT Sierad Produce dalam pembudidayaan ayam broiler ?

3. Bagaimana implementasi kemitraan yang dijalankan oleh PT Sierad Produce dalam pembudidayaan ayam broiler?

4. Bagaimana peranan kemitraan dalam meningkatkan pendapatan peternak ayam broiler?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan karakteristik peternak ayam broiler yang ada di wilayah Kabupaten Sukabumi?

2. Mendeskripsikan pola-pola kemitraan antara peternak dan PT Sierad Produce dalam pembudidayaan ayam broiler.

3. Mengevaluasi penerapan pola kemitraan yang dijalankan oleh PT Sierad Produce dalam pembudidayaan ayam broiler.

4. Mengevaluasi dampak penerapan pola kemitraan terhadap tingkat pendapatan peternak ayam broiler.

1.4. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan tersebut, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, antara lain :

1. Menambah ilmu dan pengetahuan penulis tentang kemitraan yang dijalankan oleh perusahaan inti dan peternak mitra.

2. Menjadi masukan dan bahan pertimbangan oleh para pelaku kemitraan terutama bagi perusahaan inti dalam rangka menyempurnakan pelaksanaan


(33)

kemitraan yang telah berlangsung sehingga dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak.


(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

Ayam broiler atau yang sering juga disebut ayam ras pedaging adalah istilah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging (Murtidjo , 1990). Secara rinci Rasyaf (1999) menyebutkan bahwa ayam broiler memiliki pertumbuhan yang sangat pesat pada umur 1-5 minggu dan sudah dapat dipasarkan pada umur 5-6 minggu dengan bobot hidup antara 1,3-1,4 kg.

Selanjutnya Rasyaf (1999) juga mengemukakan bahwa ciri khas ayam broiler adalah : a) rasanya enak dan khas, b) dagingnya empuk dan banyak, c) pengolahannya mudah tetapi mudah hancur dalam proses perebusan yang lama. Selain itu, bila dilihat dari kandungan gizi, daging ayam merupakan sumber protein yang berkualitas. Dalam 100 gram daging ayam mengandung 18.20 gram protein dan 404.00 Kkalori yang berguna untuk menambah energi. Kandungan gizi yang ada dalam ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Kandungan Gizi Daging Ayam

Nilai Gizi per 100 gram Jumlah

Kalori (Kkal) 404.00

Protein (gram) 18.20

Lemak (gram) 25.00

Kolesterol (mg) 60.00

Vitamin A (mcg) 243.00

Vitamin B1 (gram) 0.80

Vitamin B6 (gram) 0.16

Asam Linolenat (mg) 6.20

Kalsium (gram) 14.00

Posfor (mg) 200.00


(35)

Berbagai ciri khas yang telah diuraikan sebelumnya membuat usaha ternak ayam broiler banyak diminati. Selain karena periode produksi dan panennya yang cepat serta kandungan gizi yang lengkap, usahanyapun dapat dilakukan dalam berbagai skala, baik skala besar maupun skala kecil.

Menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 472/Kpts/TN.330/6/1996, untuk individu atau kelompok usaha bersama atau koperasi dengan jumlah ternak ayam ras yang boleh dipelihara tidak melebihi 15.000 per periode, Sedangkan perusahaan peternakan dengan jumlah ternak minimal 15.000 ekor dan maksimal 65.000 per periode. Namun demikian, ternyata peraturan tersebut tidak berjalan semestinya. Banyak petani mandiri membudidayakan ternak ayam melebihi 15.000 ekor, contohnya petani di Gegerbitung Sukabumi yang beternak ayam sejumlah 20.000 ekor per periode.

Berdasarkan Keppres No. 22 tahun 1990 dinyatakan bahwa perusahaan berskala besar juga dapat melakukan budidaya ayam ras dengan skala dibebaskan dengan syarat melakukan pembinaan ke peternak rakyat. Ditambahkan lagi oleh pendapat Imaduddin (2001) bahwa perusahaan peternakan haruslah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terus-menerus pada suatu tempat dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi kegiatan perusahaan pemotongan ayam, pabrik pakan, dan perusahaan perdagangan sarana produksi ternak.

Usaha peternakan ayam broiler dikembangkan dengan kecenderungan ke arah integritas vertikal dengan pertimbangan banyaknya usaha ternak skala kecil, keuntungan yang diperoleh dan mengurangi resiko usaha. Integritas vertikal merupakan bagian dari struktur industri tipe industrial dimana seluruh bidang pada satu alur produk disatukan dalam satu kelompok usaha yang


(36)

kemudian dikenal dengan Unit Agribisnis Industrial (UAI). UAI mengintegrasikan subsistem agribisnis hulu, usahaternak, hilir dan jasa penunjang.

1. Subsistem Hulu

Industri hulu dalam peternakan ayam broiler merupakan kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi (sapronak) yang berkaitan dengan pembudidayaan ayam broiler (Pambudi, 1999). Subsistem ini merupakan bagian awal dari agribisnis dan merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi agar usaha dapat berjalan dengan lancar. Industri pakan,obat-obatan, mesin dan peralatan, serta pembibitan merupakan bagian dari subsistem ini.

2. Subsistem Usaha Ternak

Dalam subsistem inilah hasil dari industri hulu digunakan untuk menghasilkan komoditas ternak. Dalam pola kemitraan pelaku utama dari subsistem usahaternak adalah peternak plasma dan perusahaan inti berperan penting dalam mengajarkan dan mengontrol proses budidaya serta penerapan manajemen yang baik dalam proses tersebut.

3. Subsistem Hilir

Menurut Pambudy (1999), subsistem hilir adalah kegiatan mengolah komoditas peternakan primer menjadi produk olahan baik dalam bentuk antara (intermediate product) maupun dalam bentuk akhir (finished product) beserta kegiatan perdagangan dan distribusinya.

4. Subsistem Jasa Penunjang

Subsistem jasa penunjang merupakan bagian yang menyediakan jasa penunjang bagi ketiga subsistem agar kegiatan UAI berjalan lancar. Subsistem jasa penunjang mencakup bidang keuangan, infrastruktur, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan konsultasi agribisnis hingga


(37)

kebijakan pemerintah baik mikro, regional dan perdagangan internasional (Pambudy, 1999)

2.2. Pengertian Kemitraan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata mitra adalah teman, kawan kerja, pasangan kerja, rekan. Sementara kemitraan artinya perihal hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra. Dari arti kata mitra ini, Hafsah (1999) menjelaskan pengertian kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Kemudian secara ringkas Ian Linton dalam Hakim (2004) menerangkan bahwa kemitraan adalah suatu cara melakukan bisnis dimana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama.

Pengertian kemitraan selain diterangkan oleh para ahli juga terdapat secara jelas pada peraturan perundang-undangan antara lain :

1. Undang-undang Nomor. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, Pasal 1 angka 8 menyatakan bahwa kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang kemitraan, pasal 1 angka 1, kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah dan atau usaha besar dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.


(38)

Adanya kedua peraturan tersebut menjadikan kemitraan sebagai suatu usaha kebersamaan yang saling menguntungkan. Bahkan menurut Anwar dalam Handoko (2003), pembangunan ekonomi dengan pola kemitraan dapat dianggap sebagai usaha yang paling menguntungkan (maximum social benefit), terutama ditinjau dari pencapaian tujuan pembangunan jangka panjang. Hal ini didasari oleh perwujudan cita-cita pola kemitraan untuk melaksanakan sistem perekonomian gotong royong antara mitra yang kuat dari segi permodalan, pasar, dan kemampuan teknologi bersama petani golongan lemah yang tidak berpengalaman. Tujuannya adalah meningkatkan produktivitas usaha dan kesejahteraan atas dasar kepentingan bersama. Konsep inilah yang menjadi pengikat keberhasilan peternak ayam broiler dalam konteks sosial dan ekonomi. Konsep dasar kemitraan menurut Handayani dan priyanti (1995) antara lain : 1. Kemitraan harus dilihat dalam satu entitas atau keseluruhan dimana

unsur-unsur yang terlibat dalam kemitraan dipandang sebagai satu kesatuan sistem.

2. Kemitraan harus melibatkan lembaga-lembaga ekonomi yang benar-benar saling membutuhkan dan melengkapi agar tujuan yang bersifat ekonomis dapat tercapai.

3. Kemitraan harus dilandasi pijakan norma yang disepakati bersama dan mencerminkan azas keadilan yang sesuai dengan tingkat pengorbanan masing-masing unsur yang terlibat.

Syukur (1995) menyatakan bahwa konsep kemitraan dalam operasionalisasinya adalah suatu konsep manajemen yang mencoba menghubungkan semua unsur yang terlibat secara fungsional dalam kerangka untuk mencapai efisiensi bisnis pada suatu bidang usaha tertentu.


(39)

Unsur yang terlibat adalah pemberian sapronak, produksi, pemasaran dan pengolahan lebih lanjut. Pada Gambar 1 terlihat secara jelas bahwa perusahaan dan peternak memiliki hubungan timbal balik yang seharusnya saling membutuhkan, dimana perusahaan perlu peternak untuk produksi dan peternak perlu perusahaan untuk pinjaman sapronak dan pemasaran hasil.

Perusahaan

Dikirim ke RPA Pembeli Ayam Hidup

Konsumen Pedagang

Pengecer Instansi/

Perusahaan Pedagang

Pengumpul

Peternak

Gambar 1. Jalur Operasional Pola Kemitraan

Peternak melalui kerjasamanya dengan perusahaan berusaha untuk memasarkan hasil produksinya. Berdasarkan kerjasama yang berbentuk kemitraan tersebut maka perusahaan akan menyalurkan hasil produksi peternak ke rumah pemotongan ayam (RPA) dan pembeli ayam hidup yang pada akhirnya akan dibeli oleh konsumen baik dalam bentuk perorangan maupun kelompok.

2.3. Latar Belakang Kemitraan

Seorang ahli pikir Yunani kuno, Aristoteles, menyatakan bahwa manusia itu adalah zoon politikon. Zoon politikon adalah manusia sebagai makhluk pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya (Kansil, 1984). Dalam pendapat tersebut manusia adalah makhluk yang suka


(40)

bermasyarakat dan suka bergaul satu sama lain sehingga disebut manusia sebagai makhluk sosial.

Keinginan untuk bergaul dapat tercipta dalam sebuah kerjasama bisnis yang memiliki tujuan-tujuan tertentu. Dalam kerjasama tersebut terdapat kegiatan pembinaan dan pengembangan dengan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan, kerjasama ini berkembang dan sering disebut dengan istilah kemitraan.

Di Indonesia sebenarnya pembinaan dan pengembangan kemitraan ini telah dimulai pada tahun 1984 yaitu dengan Undang-undang Nomor 5 yaitu Undang-Undang Perindustrian (Hakim, 2004). Namun gerakan ini hanya merupakan himbauan karena belum ada peraturan yang khusus mengenai hak dan kewajiban serta sanksi bagi pengusaha kecil dan pengusaha besar.

Usaha pembinaan dan pengembangan kemitraan oleh pemerintah dilanjutkan dengan mengeluarkan Kepmenkeu RI Nomor 316/KMK.016/1994 (setelah dirubah menjadi Kepmenkeu RI Nomor 60/KMK.016/1996) tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Dalam keputusan ini BUMN diwajibkan untuk menyisihkan dana pembinaan sebesar satu hingga tiga persen dari keuntungan bersih, penjualan saham perusahaan besar dan lain sebagainya (Hakim, 2004).

Selanjutnya pada tahun 1995, untuk mempertegas landasan hukum pemberdayaan usaha kecil diciptakanlah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang usaha kecil dan kemitraan. Langkah konkrit dari Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 adalah pencanangan gerakan program Kemitraan Usaha Nasional (KUN) oleh Presiden pada tahun 1996. Gerakan ini pada intinya ingin menekankan bahwa kemitraan usaha merupakan upaya yang tepat untuk memadukan kekuatan-kekuatan ekonomi nasional.


(41)

Pada tahun 1997 pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1997. Peraturan ini bertujuan untuk mempercepat terwujudnya kemitraan, karena di dalamnya dipaparkan tata cara penyelanggaraan, pembinaan dan pengembangannya. Setahun setelah peraturan tersebut keluar maka pada tahun 1998 dicetuskanlah Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 99 tentang bidang atau jenis usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil dan bidang atau jenis usaha yang terbuka dengan syarat kemitraan. Bidang-bidang yang tercantum dalam keputusan tersebut adalah bidang pertanian, perkebunan, peternakan, periklanan, industri makanan atau minuman, industri tekstil dan industri percetakan. Menurut Hakim (2004) semua bidang usaha tersebut wajib bermitra dengan usaha kecil dengan pelbagai bentuk kemitraan melalui penyertaan saham, inti plasma, sub kontrak, waralaba, perdagangan umum, keagenan dan bentuk lainnya melalui suatu perjanjian tertulis.

2.4. Tujuan Kemitraan

Usaha kecil perlu memberdayakan dirinya dengan beberapa cara diantaranya adalah dengan pembinaan dan pengembangan usaha kecil melalui kemitraan usaha. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas secara optimal. Secara rinci Hakim (2004) memaparkan tujuan dari kemitraan yaitu :

1. Tujuan dari Aspek Ekonomi

Dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan secara kongkrit yaitu :

a. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat

b. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan agar lebih menguntungkan


(42)

c. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil

d. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional e. Memperluas kesempatan kerja

f. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional

2. Tujuan dari Aspek Sosial dan Budaya

Sebagai wujud tanggung jawab sosial dari pengusaha besar menurut Hakim (2004) dapat diwujudkan melalui pemberian pembinaan dan pembimbingan kepada pengusaha kecil. Dengan pembinaan dan bimbingan yang terus menerus diharapan pengusaha kecil dapat tumbuh dan berkembang sebagai komponen ekonomi yang tangguh dan mandiri. Selain itu berkembangnya kemitraan diharapkan dapat menciptakan pemerataan pendapatan dan mencegah kesenjangan sosial. Dari segi pendekatan kultural, tujuan kemitraan adalah agar mitra usaha dapat menerima dan mengadaptasikan nilai-nilai baru dalam berusaha seperti perluasan wawasan, prakarsa dan kreativitas, berani mengambil risiko, etos kerja, kemampuan aspek-aspek manajerial, bekerja atas dasar perencanaan dan berwawasan ke depan (Supeno dalam Karim, 1997).

3. Tujuan dari Aspek Teknologi

Usaha kecil mempunyai skala usaha yang kecil baik dari sisi modal, penggunaan tenaga kerja dan orientasi pasar. Selain itu, usaha juga bersifat pribadi atau perorangan sehingga kemampuan untuk mengadopsi teknologi dan menerapkan teknologi baru cenderung rendah. Dengan demikian, diharapkan dengan adanya kemitraan, pengusaha besar dapat membina dan


(43)

membimbing peternak untuk mengembangkan kemampuan teknologi produksi sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha. 4. Tujuan dari Aspek Manajemen

Pengusaha kecil selain memiliki tingkat teknologi yang rendah juga memiliki pemahaman manajemen usaha yang rendah. Dengan kemitraan usaha diharapkan pengusaha besar dapat membina pengusaha kecil untuk membenahi manajemen, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan memantapkan organisasi usaha.

2.5. Pola Kemitraan

Menurut Keputusan Menteri Pertanian No. 940/kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian yang merupakan penjabaran dari Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 dan PP No. 44 Tahun 1997, pola kemitraan dibagi kedalam enam kelompok yaitu inti plasma, subkontrak, dagang umum, keagenan, kerjasama operasional agribisnis dan waralaba.

2.5.1. Inti Plasma

Pola ini merupakan pola hubungan kemitraan antara petani/kelompok tani atau kelompok mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Pasal 27 huruf (a) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995, menerangkan pengertian pola inti plasma adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar sebagai inti membina dan mengembangkan usaha kecil yang menjadi plasmanya dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Peran usaha besar juga harus diimbangi oleh usaha kecil dengan memanfaatkan fasilitas yang


(44)

ada sebaik-baiknya untuk meningkatkan kemampuan manajemen dan kenerja usaha yang berkelanjutan.

Perusahaan mitra bertindak sebagai inti yang memberikan modal, menyediakan sarana dan prasarana produksi, memberikan pembinaan teknologi, bimbingan teknis dan manajemen, menampung, membeli hasil produksi, serta memasarkan hasil. Sementara petani bertindak sebagai plasma yang melaksanakan produksi dan menjual hasil produksinya hanya kepada inti. Selain itu, kedua belah pihak harus patuh terhadap peraturan yang disepakati bersama yang menyangkut hak dan kewajiban masing-masing. Hubungan timbal balik yang tercipta melalui hak dan kewajiban tersebut digambarkan oleh panah dua arah yang ada pada Gambar 2.

PERUSAHAAN

PLASMA

PLASMA

PLASMA

PLASMA

Gambar 2. Pola Kemitraan Inti Plasma

Sumber : Sumardjo, 2001

Secara selintas pola inti plasma ini merupakan modifikasi dari usaha perkebunan di zaman penjajahan, plasma hanya merupakan buruh belaka (Sumardjo, 2001). Pandangan ini diperoleh dari banyaknya kasus yang terjadi di lapangan seperti :

1. Pihak plasma masih kurang mampu memahami hak dan kewajibannya dengan baik, sehingga kesepakatan kemitraan yang telah ditetapkan menjadi kurang berjalan secara saling menguntungkan.


(45)

2. Komitmen perusahaan inti masih lemah dalam memenuhi fungsi dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan yang diharapkan.

3. Petani yang tergabung dalam kelompok atau koperasi belum mampu untuk mewakili aspirasi dan kepentingan anggotanya.

4. Belum ada kontrak kemitraan yang benar-benar menjamin hak dan kewajiban dari komoditi yang dimitrakan, serta belum ada pihak ketiga yang secara efektif berfungsi sebagai arbitrator atas penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kontrak kerja.

Agar pandangan ini dapat dirubah maka perlu dilakukan sosialisasi hak dan kewajiban plasma dan inti kepada masyarakat. Jika perlu, dibuat peraturan yang memihak kepada plasma di dalam kontrak yang akan ditetapkan sehingga tidak hanya menguntungkan bagi perusahaan tapi juga oleh peternak.

Dibalik pandangan-pandangan tersebut, Sumarjo (2001) mengemukakan beberapa keunggulan dari pola kemitraan inti plasma ini, diantaranya adalah : 1. Memberikan manfaat timbal balik antara pengusaha besar atau menengah

sebagai inti dengan usaha kecil sebagai plasma melalui pembinaan serta penyediaan sarana produksi, pengolahan hasil serta pemasaran, sehingga tercipta saling ketergantungan dan saling memperoleh keuntungan,

2. Membangun pemberdayaan pengusaha kecil di bidang teknologi, modal, kelembagaan, sehingga pasokan bahan baku dapat lebih terjamin dalam jumlah dan kualitas sesuai standar yang ditetapkan,

3. Beberapa usaha kecil yang dibimbing usaha besar atau usaha menengah mampu memenuhi skala ekonomi, sehingga dapat dicapai efisiensi,

4. Pengusaha besar/menengah yang mempunyai kemampuan dan kawasan pasar yang lebih luas dapat mengembangkan komoditas, barang produksi


(46)

yang mempunyai keunggulan dan mampu bersaing di pasar nasional, regional maupun pasar internasional,

5. Keberhasilan kemitraan ini dapat menjadi daya tarik bagi pengusaha besar/menengah lainnya sebagai investor swasta nasional maupun asing dan menumbuhkan pusat-pusat ekonomi baru yang semakin berkembang sehingga membantu pemerataan pendapatan untuk mengurangi kesenjangan sosial.

Agar pelaksanaan kemitraan ini sesuai dengan manfaat dan keunggulan yang dimilikinya maka perlu diperhatikan hal-hal berikut ini :

1. Persiapan dan tahapan awal kemitraan merupakan proses yang memakan waktu, perhatian, upaya terus-menerus serta kesabaran hingga menjadi pola yang berhasil dan saling menguntungkan,

2. Jenis kegiatan usaha dari pengusaha besar/menengah sama atau saling terkait dengan apa yang dihasilkan usaha kecil

3. Kemitraan ini dapat berhasil bila dilaksanakan pada skala ekonomi yang layak, dan

4. Kemitraan harus didasarkan pada perjanjian kerja yang merinci secara jelas kewajiban dan tugas masing-masing pihak yang bermitra.

2.5.2. Subkontrak

Penjelasan Pasal 27 huruf (b) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 menyatakan bahwa pola subkontrak adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar, yang didalamnya usaha kecil memproduksi komponen yang diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar sebagai bagian dari produksinya. Selanjutnya Sumardjo (2001) menyatakan bahwa pola subkontraktor adalah suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara usaha besar dengan usaha kecil atau


(47)

menengah, dimana usaha besar sebagai perusahaan induk (parent firm) meminta kepada usaha kecil atau menengah selaku subkontraktor untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk.

Pola kemitraan ini biasanya ditandai dengan kesepakatan mengenai kontrak bersama yang mencakup volume, harga, mutu, dan waktu. Dalam pola kemitraan ini kelompok mitra memproduksi komponen produksi yang diperlukan oleh perusahaan mitra. Karena hasil produksi sangat berguna bagi perusahaan mitra maka pembinaan dilakukan dengan intensif.

PERUSAHAAN

MITRA

KELOMPOK

MITRA

KELOMPOK

MITRA

KELOMPOK

MITRA

KELOMPOK

MITRA

Gambar 3. Pola Kemitraan Subkontrak

Sumber : Sumardjo, 2001

Pola kemitraan ini sangatlah bermanfaat dan kondusif bagi terciptanya alih teknologi, modal, keterampilan, dan produktivitas, serta terjaminnya pemasaran produk pada kelompok mitra. Namun, dari berbagai manfaat yang dimilikinya, pola kemitraan ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu :


(48)

1. Hubungan subkontrak cenderung mengisolasi produsen kecil sebagai subkontrak pada suatu bentuk yang mengarah kepada monopoli atau monopsoni, terutama dalam penyediaan bahan baku dan pemasaran,

2. Kecenderungan tersebut bisa menyebabkan berkurangnya nilai-nilai kemitraan seperti saling menguntungkan, saling memperkuat, dan saling menghidupi,

3. Kecenderungan kontrol kualitas produk secara ketat, namun tidak diimbangi dengan sistem pembayaran yang tepat, dan timbulnya gejala eksploitasi tenaga untuk mengejar target produksi

4. Belum ada pihak yang berperan secara efektif dalam mengatasi persoalan hubungan kemitraan ini.

Menurut Sumardjo (2001) kelemahan yang dimiliki oleh pola ini dapat diminimalisasi dengan usaha-usaha pengembangan sebagai berikut :

1. Perlu dikembangkan asosiasi kelompok mitra, khususnya usaha kecil yang berfungsi sebagai produsen sehingga mempunyai posisi tawar yang layak, terutama di dalam kesepakatan penetapan harga, mutu produk, volume dan waktu, dalam hubungan kemitraan dengan perusahaan mitra agar senantiasa mengikuti win-win principle.

2. Perlu mendapat perhatian atas komponen yang berperan penting dalam pelaksanaan kemitraan semacam ini, yaitu pengembangan sumberdaya manusia, inovasi teknologi, manajemen dan permodalan kearah terwujudnya kemampuan menjaga mutu dan daya saing produk dan pelayanan.

3. Masing-masing pihak yang bermitra perlu saling menjaga kepercayaan (trust), baik antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra, maupun sesama anggota kelompok mitra dalam mengembangkan kesepakatan bermitra dengan pola subkontrak tersebut.


(49)

4. Perlu kehadiran pihak yang berperan secara efektif sebagai arbitrator mengontrol dan menghindarkan terjadinya penyimpangan dalam kemitraan pola subkontrak semacam ini.

2.5.3. Dagang Umum

Penjelasan Pasal 27 huruf (c) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995, pola dagang umum adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang didalamnya usaha menengah atau usaha besar memasarkan hasil produksi usaha kecil atau usaha kecil memasok kebutuhan yang diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar mitranya. Penjelasan senada juga diberikan oleh Sumardjo (2001) bahwa pola kemitraan dagang umum merupakan pola hubungan usaha dalam pemasaran hasil antara pihak perusahaan pemasar dengan pihak kelompok usaha pemasok kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan pemasar. Contohnya adalah pemasaran produk hortikultura dimana petani atau kelompok tani bergabung dalam bentuk koperasi bermitra dengan toko swalayan untuk mensuplai kebutuhannya sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati bersama antara pihak-pihak yang bermitra. Pola hubungan ini dapat digambarkan secara ringkas seperti Gambar 4 berikut ini.

Memasok

Memasarkan Produk

Kelompok

Mitra

KELOMPOK

MITRA

PERUSAHAAN

MITRA

KONSUMEN/

INDUSTRI

Gambar 4. Pola Kemitraan Dagang Umum


(50)

Pada dasarnya pola kemitraan ini adalah hubungan jual beli sehingga memerlukan struktur pendanaan yang kuat dari pihak yang bermitra, baik perusahaan besar maupun usaha kecil. Keuntungan dalam pola kemitraan ini bersumber dari marjin harga dan jaminan harga produk yang diperjualbelikan, serta kualitas produk sesuai dengan kesepakatan pihak yang bermitra (Sumardjo, 2001). Selain memiliki keuntungan, pola kemitraan ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu

1. Sering ditemukan pengusaha besar (seperti swalayan) secara sepihak menentukan harga dan volume, hanya menguntungkan satu pihak saja

2. Sering ditemukan pembayaran dalam bentuk konsinyasi, sehingga pembayaran barang-barang pengusaha kecil tertunda dan bahkan menjadi penanggung beban modal pemasaran produk. Kondisi seperti ini sangat merugikan perputaran uang pada pengusaha kecil yang memiliki keterbatasan dalam permodalan

Untuk mengatasi kelemahan tersebut perlu ditingkatkan komitmen diantara perusahaan dan kelompok mitra yang saling menguntungkan, saling memperkuat dan saling menghidupi secara lestari. Selain itu, perlu dikembangkan prinsip win-win solusion dengan cara meningkatkan kekuatan posisi tawar kelompok mitra seperti gabungan kelompok tani (Gapoktan).

2.5.4. Keagenan

Pasal 27 huruf (e) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 menerangkan bahwa pola keagenan adalah hubungan kemitraan yang didalamnya usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha menengah atau usaha besar mitranya. Selanjutnya menurut Fuady (1997) pola keagenan merupakan hubungan kemitraan, dimana pihak prinsipal memproduksi atau


(51)

memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga.

Pola kemitraan keagenan adalah hubungan kemitraan antara petani/kelompok mitra dengan perusahaan mitra, yang didalamnya petani/kelompok mitra diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha perusahaan mitra (Direktorat Jenderal Peternakan, 1996). Selanjutnya Sumardjo (2001) menerangkan bahwa perusahaan besar/menengah bertanggungjawab atas mutu dan volume produk (barang atau jasa), sedangkan usaha kecil mitranya berkewajiban memasarkan produk atau jasa tersebut, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5.

KELOMPOK

MITRA

Memasarkan

Memasok

PERUSAHAAN

MITRA

KONSUMEN/

MASYARAKAT

Gambar 5. Pola Kemitraan Keagenan

Sumber : Sumardjo, 2001

Dari gambar 5 dapat diketahui bahwa kepiawaian kelompok mitra dalam memasarkan produk dan mempertahankan pelanggan merupakan keberhasilan bagi perusahaan mitra. Hal ini tentunya dapat terjadi bila perusahaan mitra tetap menjaga kualitas, kuantitas dan kontinuitas dari produk yang dipasok kepada kelompok mitra. Selain itu perusahaan perlu memperhitungkan komisi yang akan


(52)

diberikan kepada kelompok mitra karena dalam pola kemitraan ini keuntungan kelompok mitra hanya diperoleh dari komisi penjualan produk.

2.5.5. Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)

Pola KOA adalah hubungan kemitraan antara petani/kelompok mitra dengan perusahaan mitra, yang di dalamnya petani/kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal serta sarana untuk mengusahakan dan membudidayakan suatu komoditi pertanian (Direktorat Jenderal Peternakan, 1996). Pola KOA ini dapat dilihat pada Gambar 6.

PERUSAHAAN

MITRA

KELOMPOK

MITRA

- LAHAN

- SARANA

- TENAGA

-

BIAYA

-

MODAL

-

TEKNOLOGI

-

MANAJEMEN

Pembagian Hasil Sesuai Kesepakatan

Gambar 6. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis


(53)

K

elompok mitra dan perusahaan menggabungkan sumberdaya yang

dimilikinya untuk membudidayakan suatu komoditi. Perusahaan mitra sering kali berperan sebagai penjamin pasar, diantaranya juga mengolah produk tersebut dan dikemas lebih lanjut untuk dipasarkan (Sumardjo, 2001). Kemudian hasil yang diperoleh dari kerjasama tersebut akan dibagi sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak. Selain memperhitungkan pembagian hasil, kelompok mitra dan perusahaan mitra pun harus memperhitungkan resiko usaha pada saat membuat kesepakatan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

2.5.6. Waralaba

Berdasarkan PP No. 16 Tahun 1997 dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 259/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba ditetapkan bahwa pengertian waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa. Sedangkan pengertian pola waralaba dijelaskan oleh Pasal 27 Huruf (d) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 bahwa pola waralaba adalah hubungan kemitraan yang didalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen. Penjelasan yang sama dipaparkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan (1996) bahwa pola Waralaba adalah hubungan kemitraan yang didalamnya pemberi waralaba memberikah hak lisensi, merek dagang dan saluran distribusinya kepada penerima waralaba yang disertai


(54)

dengan bantuan bimbingan manajemen Pola kemitraan ini dapat dilihat pada Gambar 7.

Kemitraan

PEMILIK

WARALABA

PENERIMA

WARALABA

Hak Lisensi

Merek Dagang

Bantuan Manajemen

Saluran Distribusi

Gambar 7. Pola Kemitraan Waralaba

Sumber : Sumarjo, 2001

Gambar 7 tentang pola kemitraan waralaba memperlihatkan bahwa pemilik waralaba menyerahkan hak lisensi, merek dagang, bantuan manajemen dan saluran distribusi kepada pengelola waralaba. Namun, pemilik waralaba tetap bertanggung jawab terhadap sistem operasi, pelatihan, program pemasaran dan hal-hal lain yang diserahkannya kepada penerima waralaba. Pemegang usaha waralaba, hanya mengikuti pola yang telah ditetapkan oleh pemilik serta memberikan sebagian dari pendapatannya berupa royalty dan biaya lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha tersebut (Sumardjo, 2001). Penetapan pola tersebut pada akhirnya membuat pemegang usaha menjadi ketergantungan dalam hal teknis dan aturan-aturan pelaksanaan usaha. Sementara pemilik waralaba tidak dapat secara bebas mengendalikan usaha tersebut terutama dalam hal kuantitas penjualan produk.

Dengan menjaga pelaksanaan kewajiban dan hak masing-masing maka perusahaan pewaralaba dan perusahaan terwaralaba sama-sama mendapatkan keuntungan. Menurut Sumardjo (2001) keuntungan tersebut dapat berupa adanya alternatif sumber dana, penghematan modal dan efisiensi. Selain itu pola


(55)

waralaba menguntungkan bagi masyarakat karena membuka kesempatan kerja yang luas.

2.6. Stratifikasi Perusahaan Inti

Berbagai pola kemitraan di atas selanjutnya akan berhubungan dengan stratifikasi perusahaan dalam kemitraan. Hubungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Dari Tabel 6 tersebut dapat diketahui bahwa pola kemitraan inti-plasma, subkontrak dan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) akan membentuk perusahaan Inti Rakyat (PIR). Sedangkan perusahaan pengelola selain dibentuk oleh ketiga pola kemitraan tersebut, juga dibentuk oleh pola kemitraan waralaba. Sementara perusahaan penghela mencakup keseluruhan pola kemitraan kecuali pola kemitraan inti-plasma.

Tabel 6. Hubungan Pola Kemitraan dan Stratifikasi Perusahaan Inti

No. Pola Kemitraan PIR Pengelola Penghela

1. Inti-Plasma V V -

2. Subkontrak V V V

3. Dagang Umum - - V

4. Keagenan - - V

5. Kerjasama Operasional Agribisnis V V V

6. Waralaba - V V

Sumber : Tim Penelitian Faperta IPB dalam Sumardjo, 2001

Menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.427/Kpts/TN.330/6/1996, pola kemitraan antara perusahaan dan peternak dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu :

1. Perusahaan Inti Rakyat (PIR), yaitu perusahaan yang melakukan fungsi perencanaan, bimbingan dan pelayanan sarana produksi, kredit, pengolahan dan pemasaran hasil usahatani yang dibimbingnya sambil menjalankan usahatani yang dimilikinya dan dikelolanya sendiri.


(56)

2. Perusahaan Pengelola, yaitu perusahaan yang melakukan fungsi perencanaan, bimbingan dan pelayanan sarana produksi, kredit, pengolahan dan pemasaran hasil usahatani yang dibimbingnya tetapi tidak menyelenggarakan usahatani sendiri.

3. Perusahaan Penghela, yaitu perusahaan yang hanya melakukan fungsi perencanaan, bimbingan dan pemasaran hasil.

Apabila dilihat dari pengertian tersebut maka PT Sierad Produce termasuk ke dalam stratifikasi Perusahaan Inti Rakyat. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan usaha yang dijalankan oleh perusahaan. Selain bekerjasama dengan peternak dalam budidaya ayam broiler, PT Sierad Produce juga melakukan usaha budidaya sendiri yang disebut dengan budidaya komersial.

2.7. Asas Perjanjian Inti Plasma

Asas ialah pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hukum yang berkenaan dengan ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagai penjabarannya (Paul Scholten dalam Hakim, 2002). Adapun asas –asas hukum yang terdapat dalam hukum perjanjian inti plasma adalah :

1. Asas Kebebasan berkontrak

Asas kebebasan berkontrak mempunyai hubungan yang erat dengan asas konsensualisme dan asas kekuatan mengikat yang terdapat di dalam Pasal 1338 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Kata semua dalam ketentuan tersebut mengandung arti semua ketentuan yang dimuat dalam


(57)

suatu perjanjian kesepakatan baik yang tertera dalam undang-undang maupun yang tidak ditertera.

2. Asas Konsensualisme

Asas ini dapat ditemukan dalam pasal 1338 KUH Perdata yang secara tersirat terdapat pada kata semua. Kata-kata semua tersebut menunjukkan bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya (will), yang dirasakannya baik untuk menciptakan perjanjian. Asas ini sangat erat hubungannya dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian (Hakim, 2004).

Selanjutnya menurut Syamsudin dikutip oleh Hakim (2004) menyatakan bahwa asas konsesualisme mengandung arti bahwa dalam suatu perjanjian cukup ada kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian itu, tanpa diikuti dengan perbuatan hukum lain kecuali perjanjian yang bersifat formal. Pandapat ini dikuatkan oleh Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata bahwa perjanjian atau kontrak tidaklah sah apabila dibuat tanpa adanya konsensus atau sepakat dari para pihak yang membuatnya. Dengan demikian dalam perjanjian inti plasma harus didasari oleh kesepakatan kedua belah pihak baik petani maupun perusahaan untuk mengadakan kerjasama usaha.

3. Asas Itikad Baik

Asas itikad baik sangatlah penting dalam kerjasama kemitraan. Secara subjektif, itikad baik diartikan sebagai kejujuran seseorang, sedangkan itikad baik dalam pengertian objektif diartikan bahwa pelaksanaan suatu perjanjian itu harus didasarkan pada norma kepatuhan atau apa-apa yang dirasa sesuai dengan yang patut dalam masyarakat (Hakim, 2004).


(58)

Asas kepercayaan mengandung arti bahwa berbagai pihak yang mengadakan suatu perjanjian akan menumbuhkan kepercayaan bahwa satu sama lainnya akan memegang janji sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat dalam perjanjian tersebut. Dengan asas ini peternak dan pengusaha akan menjalankan tugasnya dengan baik dan tidak ada prasangka bahwa salah satunya akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari usaha yang dijalankan.

5. Asas kekuatan mengikat

Di dalam suatu perjanjian terkandung suatu asas kekuatan mengikat. Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan akan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatuhan moral. Seperti yang dikatakan oleh Hakim (2004) bahwa asas-asas moral, kepatuhan dan kebiasaan mengikat para pihak. Dengan adanya asas ini peternak dan perusahaan terikat dalam suatu perjanjian yang disebut dengan kontrak. 6. Asas Kesetaraan

Asas ini menggambarkan bahwa antara peternak dan perusahaan memiliki kesamaan derajat dan kesetaraan dalam mengelola usaha. Masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia ciptaan Tuhan.

Asas ini dimaksudkan agar kedua belah pihak baik peternak dan perusahaan mendapatkan keuntungan yang adil. Karena kemitraan pada hakikatnya merupakan suatu kerjasama bisnis yang memiliki tujuan tertentu dan antara pihak yang bermitra harus mempunyai kepentingan dan posisi yang sejajar (Hakim, 2004). Asas ini juga menekankan bahwa kerjasama inti plasma haruslah memiliki kesetaraan dalam posisi tawar-menawar yang seimbang.


(59)

7. Asas Unconcionability

Menurut Badrulzaman dalam Hakim (2004), unconscionability atau doktrin ketidakadilan adalah suatu doktrin dalam ilmu hukum kontrak yang mengajarkan bahwa suatu kontrak batal atau dapat dibatalkan oleh pihak yang dirugikan manakala dalam kontrak tersebut terdapat klausa yang tidak adil dan sangat memberatkan salah satu pihak, sungguhpun kedua belah pihak telah menandatangani kontrak yang bersangkutan. Dari keterangan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa peternak dapat menggugat perusahaan apabila kontrak tidak sesuai dengan hati nurani dan keadilan. 8. Asas Subsideritas

Asas subsideritas mengandung pengertian bahwa pengusaha menengah atau pengusaha besar merupakan salah satu faktor dalam rangka memberdayakan usaha kecil tentunya sesuai kemampuan dan kompetensi yang dimiliki dalam mendukung mitra usahanya sehingga mampu dan dapat mengembangkan diri menuju kemandirian (Hakim, 2004).

9. Asas Kebersamaan

Asas kebersamaan perlu untuk ditanamkan dalam hubungan kemitraan. Dengan ditanamkan rasa kebersamaan maka akan timbul rasa saling membutuhkan di antara kedua belah pihak sehingga tercipta hubungan baik dalam pelaksanaan kerjasama tersebut.

10. Asas Sukarela

Melaksanakan hubungan kemitraan bukanlah suatu kewajiban dari suatu perusahaan, tetapi hanya dilandasi oleh rasa tanggung jawab sosial terhadap lingkungan dan masyarakat.


(60)

Kemitraan usaha dibina dan dikembangkan untuk menguntungkan kedua belah pihak baik peternak maupun perusahaan. Agar kemitraan berjalan dengan baik maka keuntungan timbal balik menjadi dasar utama.

12. Asas Desentralisasi

Asas desentralisasi berarti bahwa pemerintah memberikan wewenang dan kebebasan kepada setiap usaha besar ataupun usaha menengah besama mitra usahanya untuk mendisain dan merancang sendiri pola kemitraan yang akan dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara masing-masing pihak yang bermitra (Hakim, 2004).

2.8. Pelaku Kemitraan

Dari pola kemitraan tersebut dapat diketahui bahwa peternak dan perusahaan merupakan pelaku utama yang menentukan keberhasilan suatu pola kemitraan. Interaksi diantara kedua pelaku ini akan didukung oleh pemerintah dan penyandang dana. Peranan keempat pelaku kemitraan ini dirinci oleh Suwandi dalam Saraswati (2002) sebagai berikut.

2.8.1. Peranan Perusahaan

Peranan Pengusaha/Perusahaan pembimbing antara lain : 1. Perusahaan menyediakan rancangan kerja agribisnis

2. Pengusaha sebagai penyandang dan atau penjamin kredit untuk permodalan peternak

3. Melaksanakan pengemasan dan pemasaran.

4. Menyediakan tenaga penyuluh untuk memberikan bimbingan usahatani kepada peternak.


(61)

6. Pengusaha menjamin akan membeli produksi sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui.

7. Pengusaha membayar semua hasil produksi sesuai dengan kesepakatan.

2.8.2.

Peranan Peternak

Dalam kerjasama kemitraan, peternak banyak berperan dalam kegiatan budidaya, antara lain :

1. Kelompok peternak menyusun rencana kerja, dengan berpedoman pada hasil kesepakatan dengan pengusaha

2. Melaksanakan usaha peternakan dengan teknologi dan ketentuan dengan hasil kesepakatan dengan pengusaha

3. Melaksanakan kerjasama diantara peternak baik pada pra panen maupun pasca panen, sesuai dengan kebutuhan.

4. Peternak berkewajiban mematuhi dan melaksanakan semua ketentuan dan perjanjian sesuai dengan kesepakatan bersama.

2.8.3. Peranan Pemerintah

Pemerintah di dalam kerjasama kemitraan berperan dalam hal-hal sebagai berikut :

1. Meningkatkan kemampuan manajerial kelompok tani, dengan arah pembinaan untuk memantapkan budaya usaha berencana, menjalin hubungan kelembagaan untuk memperkuat koperasi, memantapkan hubungan kelembagaan antar peternak atau kelompok peternak untuk menjamin skala ekonomi produksi dan mampu bekerjasama dengan pihak lain.

2. Memantapkan fungsi dan manajemen koperasi, jika perlu melibatkan tenaga professional.


(62)

3. Menjamin dan melindungi melalui peraturan perundang-undangan, agar para investor di bidang peternakan dipacu untuk menciptakan dan menemukan bibit/benih yang baik, unggul dan inovasi lain untuk kepentingan pengembangan peternakan Indonesia.

4. Membantu mendukung penyediaan permodalan dengan jalan mengikhtiarkan fasilitas kredit yang layak.

5. Mendukung pembangunan infrastruktur, jaringan irigasi dan transformasi serta bantuan lain, pada daerah pengembangan agribisnis.

6. Mengadakan penelitian dan pengembangan serta menerbitkan penemuan teknologi baru.

7. Memberikan jaminan harga dan pemasaran, khususnya bagi komoditas yang dianggap strategis oleh pemerintah.

8. Meningkatkan kampanye dan promosi terutama untuk komoditas pelayanan pengolahan dan pemasaran hasil peternakan.

9. Melaksanakan pendidikan (latihan untuk membangun sumberdaya mausia agribisnis).

10. Bertindak selaku arbitrase dalam pembinaan dan pengendalian pelaksanaan pola PIR, pengelola dan penghela.

Peranan pemerintah dalam membina dan mengembangkan kemitraan terlihat dengan adanya program Kemitraan Usaha Nasional (KUN) yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan sosial. Gerakan KUN ini juga dinilai sebagai bentuk kepedulian pengusaha besar untuk melakukan kerjasama dengan pengusaha kecil dan koperasi (Karim, 1997). Adapun kebijaksanaan pada program KUN meliputi :

1. Dasar Kemitraan adalah business like (kecocokan bisnis), sukarela, disiplin dan saling menguntungkan.


(63)

2. Pelaksanaannya oleh masing-masing perusahaan dan secara bersama untuk hal yang khusus.

3. Target calon mitra adalah usaha kecil dan menengah yang sudah terkait, yang belum terkait dan menumbuhkan pengusaha baru, baik di pusat maupun daerah.

4. Masing-masing perusahaan akan diorong untuk membentuk direktur dan tim kemitraan serta memberikan dukungan bisnis kemitraan riil dan dana pembinaan yang diperlukan.

5. Bagi yang sudah terkait bentuk kemitraannya akan berupa pembinaan, pengembangan dan penambahan volume order bisnis.

6. Bagi usaha kecil dan menengah yang belum terkait maupun untuk pertumbuhan pengusaha baru, maka akan didorong agar masing-masing kelompok perusahaan, sendiri atau bersama-sama dapat memberikan bantuan umum seperti pelatihan, konsultasi serta bantuan perkuatan bisnis yang intinya memberikan dukungan kepastian pasar, banuan teknis (mutu, desain) dan dukungan akses keuangan.

7. Pada saat usaha kecil dan menengah mampu mandiri mangakses pasar, maka mereka sudah bukan prioritas binaan lagi.

8. Program kemitraan dapat dilaksanakan dalam jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.

9. Komitmen kemitraan harus memuat jumlah mitra usaha yang direncanakan, jenis bisnis, bentuk, taksiran tentang nilai transaksi, penanggung jawab pihak usaha besar, lokasi usaha mitra usaha (kabupaten, propinsi) dan jadwal pelaksanaan kemitraan.

Selain program ini, pemerintah juga mengeluarkan Undang Undang diantaranya : 1. UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil


(1)

Lanjutan Lampiran 4. Potensi Peternakan di Kabupaten Sukabumi

Jenis Ternak

Ternak Besar Ternak Kecil Unggas

No Kecamatan

Sapi

Potong Sapi Perah Kerbau Domba Kambing

Ayam Ras.Petelur

Ayam Ras

Pedaging Pembibit Ayam Buras

25 Cikakak v

26 Cisolok v

27 Palabuhanratu v v

28 Simpenan v

29 Sagaranten v (Bibit) v

30 Cidadap v (Bibit) v

31 Curugkembar v (Bibit) v

32 Cidolog v (Bibit) v

33 Pabuaran v (Bibit) v v v

34 Tegalbuleud v (Bibit) v v

35 Jampangkulon v (Bibit) v

36 Kalibunder v (Bibit) v

37 Surade v (Bibit) v v

38 Cibitung v (Bibit) v

39 Lengkong v (Bibit) v v

40 Ciracap v (Bibit) v

41 Waluran v (Bibit) v

42 Ciemas v (Bibit) v

43 Nyalindung v (Bibit) v v v v v

44 Purabaya v (Bibit) v v

45 Jampangtengah v (Bibit) v v v v v


(2)

Lampiran 5. Daftar Penyusutan Kandang dan Peralatan Peternak Mitra per Periode

Uraian Jumlah Harga Total Nilai Sisa Umur Ekonomis Penyusutan Satuan (Rp) Biaya (Rp) (Rp) per Periode per Periode

1. Kandang 750 48.000 36.000.000 3.600.000 45 720.000

2. Peralatan

a. Water Tray 600 12.000 7.200.000 720.000 10 648.000

b. Feeder Tray 400 12.000 4.800.000 480.000 15 288.000

c. Hanging Feed 600 12.000 7.200.000 720.000 15 432.000

d. Bola Lampu 120 3.000 360.000 36.000 5 64.800

e. Brooder 52.5 3.000 157.500 15.750 20 7.088

f. Semawar 10 15.000 150.000 15.000 15 9.000

Total 19.867.500 1.986.750 2.168.888


(3)

Uraian Jumlah Harga Total Nilai Sisa Umur Ekonomis Penyusutan

Satuan (Rp) Biaya (Rp) (Rp) (Hari) Per Periode

1. Kandang 750 48.000 36.000.000 3.600.000 45 720.000

2. Peralatan

a. Water Tray 600 11.800 7.080.000 708.000 12 531.000

b. Feeder Tray 400 11.500 4.600.000 460.000 18 230.000

c. Hanging Feed 600 11.800 7.080.000 708.000 15 424.800

d. Bola Lampu 120 3.000 360.000 36.000 5 64.800

e. Brooder 52.5 3.000 157.500 15.750 20 7.088

f. Semawar 10 20.000 200.000 20.000 18 10.000

Total 19.477.500 1.947.750 1.267.688

Jumlah Penyusutan 55.477.500 1.987.688


(4)

Lampiran 7. Pendapatan Peternak Responden per Periode

Hasil Panen (Kg) Pendapatan (Rupiah) Responden

Mitra Mandiri Mitra Mandiri

1 13.671 7.182 45.686.965 23.107.658

2 7.860 6.010 25.733.467 21.100.504

3 8.186 9.039 28.794.354 31.845.855

4 9.825 8.178 34.585.234 31.119.899

5 14.734 6.539 51.856.788 24.404.137

6 16.706 6.285 55.721.318 21.981.585

7 7.592 14.148 25.338.329 51.518.151

8 17.292 12.543 56.686.319 45.565.457

9 9.823 11.828 34.522.880 42.756.371

10 6.345 9.020 21.024.835 32.004.372

11 17.284 7.568 56.585.818 27.058.508

12 10.216 6.042 33.461.567 21.340.334

13 6.074 15.026 20.270.663 54.127.235

14 7.592 15.855 25.336.127 52.936.934

15 6.072 5.776 20.224.471 18.375.065

16 13.666 7.258 45.543.671 23.674.017

17 7.858 6.275 25.741.740 21.946.461

18 7.860 7.853 25.710.846 27.737.996

19 7.075 9.063 23.146.498 29.866.645

20 4.820 10.545 9.014.845 37.637.706

21 16.371 7.592 57.603.106 27.153.914

22 14.734 6.013 51.856.788 20.791.896

23 12.278 7.839 43.206.969 27.896.248

24 18.851 7.844 61.704.722 27.974.010

25 15.717 15.687 51.509.263 56.480.549


(5)

Lampiran 8. Hasil Uji-t Pendapatan Peternak Mitra dan Peternak Mandiri

Independent Samples Test

4.838 .033 1.361 48 .180 5218643.1 3835364.9 2492875 1E+007 1.361 45.107 .180 5218643.1 3835364.9 2505672 1E+007 Equal variance

assumed Equal variance not assumed Pendapatan bersih (

F Sig.

Levene's Test for Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference t-test for Equality of Means

Group Statistics

25

4E+007 15180306.47

3036061

25

3E+007 11717887.50

2343577

Kelompok

Mitra

Non mitra

Pendapatan bersih (R

N

Mean

Std. Deviation

Std. Error

Mean


(6)