Hubungan Tingkat Pendapatan dan Kepuasan Peternak dengan Loyalitas Sebagai Plasma pada Kemitraan Ayam Broiler di Kabupaten Tabanan.

(1)

TESIS

HUBUNGAN TINGKAT PENDAPATAN DAN

KEPUASAN PETERNAK DENGAN LOYALITAS

SEBAGAI PLASMA PADA KEMITRAAN AYAM

BROILER DI KABUPATEN TABANAN

KETUT WIDI PASTIKA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015


(2)

TESIS

HUBUNGAN TINGKAT PENDAPATAN DAN

KEPUASAN PETERNAK DENGAN LOYALITAS

SEBAGAI PLASMA PADA KEMITRAAN AYAM

BROILER DI KABUPATEN TABANAN

KETUT WIDI PASTIKA NIM 1391361001

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

HUBUNGAN TINGKAT PENDAPATAN DAN

KEPUASAN PETERNAK DENGAN LOYALITAS

SEBAGAI PLASMA PADA KEMITRAAN AYAM

BROILER DI KABUPATEN TABANAN

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Ilmu Peternakan, Program Pascasarjana Universitas Udayana

KETUT WIDI PASTIKA NIM 1391361001

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(4)

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 30 NOVEMBER 2015

Pembimbing Pertama

Prof. Dr. Ir. Nyoman Suparta, MS.MM. NIP. 195303191980031002

Pembimbing Kedua

Prof. Dr. Ir. Gst. Ayu Mayani Kristina Dewi, MS NIP.196007221986011001


(5)

Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal...

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No..., Tanggal...

Ketua : Prof. Dr. Ir. Nyoman Suparta, MS.MM. Anggota:

1. Prof. Dr. Ir. Gst. Ayu Mayani Kristina Dewi, MS 2. Prof. Dr. Ir. I Gst. Nyoman Gede Bidura, MS. 3. Dr. Ir. Ni Wayan Tatik Inggriati, MP.


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena hanya atas asung wara nugraha-Nya, tesis ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Nyoman Suparta, MS.MM., Pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Gst. Ayu Mayani Kristina Dewi, MS, Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD.KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada program pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Gaga, Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program magister. Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan rasa terima kasih kepada Dr. Ir. I Made Nuriyasa, MS, Ketua Jurusan Program Magister, Program Studi Ilmu Peternakan,


(7)

Program Pasca Sarjana, Universitas Udayana. Ungkapan terimakasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis, yaitu Prof. Dr. Ir. I Gst. Nyoman Gede Bidura, MS., Dr. Ir. Ni Wayan Tatik Inggriati, MP., Dr. Budi Rahayu Tanama Putri, S.Pt. MM., yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Juga penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu dan Ayah yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan dasar - dasar berpikir logik dan suasana demokratis sehingga tercipta lahan yang baik untuk berkembangnya kreativitas. Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada teman-teman; Ibu Dayu Dwiwati, Bapak Andi Udin Saransi, Tjok Istri, Ngurah Budi, Hendra, Sumerta, Endra, Agus Arik, Agus Grey, Gede Suardana, Dwi putri susanti, dan Tjok Bagus yang telah membantu penyelesaian tesisi ini .

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga.


(8)

ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN FARMER INCOME AND FARMER SATISFACTION WITH LOYALTY AS A FARMER IN

BROILER PARTNERSHIP BUSINESS IN TABANAN

Pattern broilers partnership business undertaken so far, have not met the expectations of the company's main and farmers. The purpose of this study was to describe the implementation of the partnership, analyze revenues farmers, ranchers analyzed farmers levels of satisfaction, and to analyze the correlation between income and satisfaction with loyalty as farmers in broilers partnership business in Tabanan.

The research was conducted in the regency of Tabanan. The choice of location is determined by purposive. Determination of the quota sample of respondents carried out random sampling of all farmers who are in Tabanan. Selected two large main companies and two small main companies. Each company selected 17 farmers so that the total respondents were 68 farmers . The results showed that (a) the implementation of the partnership in Tabanan generally takes place with good, (b) some farmers had net income of Rp 3000.00 to Rp 6000.00 per tails per year, (c) the level of satisfaction of the farmer including the satisfactory category, and (d) the level of income and the level of satisfaction significantly associated (P <0.05) with the loyalty of farmers . The conclusion of this study is the implementation of the partnership is going well, most farmers earn Rp 3000.00 – Rp 6000.00 per tail per year, the level of satisfaction of farmers including satisfactory category, as well as income levels and a significant level of satisfaction associated with loyalty breeders. It is recommended that the main company can improve services to farmers to increase the success of a broiler partnership business.


(9)

ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT PENDAPATAN DAN KEPUASAN PETERNAK DENGAN LOYALITAS SEBAGAI PLASMA

PADA KEMITRAAN AYAM BROILER DI KABUPATEN TABANAN

Pola kemitraan ayam broiler yang dilaksanakan selama ini, belum memenuhi harapan pihak perusahaan inti dan peternak plasma. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pelaksanaan kemitraan, menganalisis pendapatan peternak plasma, menganalisis tingkat kepuasan peternak plasma, serta menganalisis hubungan tingkat pendapatan dan kepuasan peternak dengan loyalitas sebagai plasma pada kemitraan ayam broiler di Kabupaten Tabanan.

Penelitian dilaksanakan di wilayah Kabupaten Tabanan. Pemilihan lokasi ditentukan secara purposive. Penentuan sampel responden dilakukan secara kuota

random sampling dari semua peternak plasma yang berada di Kabupaten

Tabanan. Dipilih dua perusahaan inti besar dan dua perusahaan inti kecil. Masing–masing perusahaan dipilih 17 peternak sehingga total responden adalah 68 peternak mitra. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) pelaksanaan kemitraan di Kabupaten Tabanan secara umum berlangsung dengan baik namum memiliki kelemahan seperti pendapatan peternak kecil dan kualitas sapronak yang kurang baik, (b) sebagian peternak memiliki pendapatan bersih sebesar Rp 3.000,00 sampai Rp 6.000,00 per ekor per tahun, (c) tingkat kepuasan peternak termasuk kategori memuaskan, dan (d) tingkat pendapatan dan tingkat kepuasan berhubungan signifikan (P<0,05) dengan loyalitas peternak sebagai plasma. Kesimpulan penelitian ini adalah pelaksanaan kemitraan berlangsung dengan baik, sebagian besar peternak memiliki penghasilan Rp 3.000,00 – Rp 6.000,00 per ekor per tahun, tingkat kepuasan peternak termasuk kategori memuaskan, serta tingkat pendapatan dan tingkat kepuasan berhubungan signifikan dengan loyalitas peternak. Disarankan agar inti dapat meningkatkan pelayanan kepada peternak untuk meningkatkan keberhasilan usaha kemitraan.


(10)

RINGKASAN

Kemitraan merupakan strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan, saling menguntungkan dan saling menguatkan dengan memperhatikan tanggung jawab moral dan etika bisnis (Hafsah, 1999). Perusahaan yang bertindak sebagai inti akan memberikan kredit modal usaha atau sarana produksi peternakan berupa bibit ayam (DOC), pakan, dan obat-obatan serta membeli kembali hasil produksi dengan sistem harga garansi atau kontrak. Peternak sebagai plasma menyediakan kandang beserta perlengkapannya, tenaga kerja, serta akan mendapatkan bimbingan secara rutin dari inti mengenai aspek manajemen seperti sistem perkandangan yang memenuhi syarat, perlakuan terhadap DOC, penanganan pakan, pemberian pakan dan air minum, sanitasi dan desinfeksi, vaksinasi serta pengobatan (Suharno, 2005).

Namun dalam kenyataannya, pola kemitraan yang dilaksanakan selama ini, belum memenuhi harapan di antara pihak inti dan plasma. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis berupaya melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat pendapatan dan kepuasan peternak terhadap loyalitas sebagai plasma pada perusahaan kemitraan ayam broiler di Kabupaten Tabanan. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pelaksanaan kemitraan, menganalisis pendapatan peternak plasma, menganalisis tingkat kepuasan peternak plasma, serta menganalisis hubungan tingkat pendapatan dan kepuasan peternak dengan loyalitas sebagai plasma pada kemitraan ayam broiler di Kabupaten Tabanan.

Penelitian survei ini dilakukan dengan explanatory research design. Dilaksanakan di wilayah Kabupaten Tabanan. Pemilihan lokasi ditentukan dengan metode purposive. Populasi penelitian adalah semua peternak ayam broiler yang menjalin kerja sama dengan perusahaan inti. Penentuan sampel sebagai responden dalam penelitian ini dilakukan secara kuota random sampling

dari seluruh peternak di daerah penelitian yang menjalin kerja sama dengan perusahaan kemitraan. Dipilih empat perusahaan inti yang melakukan hubungan kemitraan dengan peternak plasma yaitu dua perusahaan besar dan dua


(11)

perusahaan kecil. Masing–masing perusahaan dipilih 17 peternak sehingga total responden adalah 68 peternak mitra.

Setelah dilakukan survei diketahui bahwa pelaksanaan kemitraan ayam broiler di Kabupaten Tabanan secara umum dapat berlangsung dengan baik, namun memiliki beberapa kelemahan diantaranya kualitas sapronak yang kurang baik, nilai kontrak output dan input yang tidak sesuai dengan harapan peternak. Sebagian besar pendapatan peternak adalah Rp 3000,00 sampai dengan Rp 6000,00 per ekor per tahun, sementara tingkat kepuasan peternak plasma terhadap kinerja perusahaan inti termasuk ke dalam kategori memuaskan dan tingkat loyalitas peternak pada perusaan inti termasuk dalam kategori loyal.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pendapatan peternak memiliki hubungan yang signifikan dengan loyalitas peternak sebagai plasma dengan nilai asimtot signifikan (sig 1-tailed) sebesar 0,013 (P<0,05). Berdasarkan hasil uji korelasi rank spearman didapatkan nila koefisien korelasi sebesar 0,655 yang mengindikasikan bahwa terdapat korelasi positif yang kuat antara pendapatan dengan tingkat loyalitas peternak. Sementara itu tingkat kepuasan dan tingkat loyalitas peternak juga berhubungan signifikan dengan nilai (sig 1-tailed) sebesar 0,042 (P<0,05) dan berkorelasi kuat dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,618.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pelaksanaan kemitraan ayam broiler di Kabupaten Tabanan secara umum dapat berlangsung dengan baik, sebagian besar peternak memiliki pendapatan sebesar Rp 3000,00 sampai dengan Rp 6000,00 per ekor per tahun, dan tingkat kepuasan peternak plasma terhadap pelaksanaan kemitraan termasuk kategori memuaskan. Sementara itu Tingkat pendapatan dan kepuasan peternak berhubungan positif dengan loyalitas peternak sebagai plasma.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DEPAN... i

SAMPUL DALAM... ii

PERSYARATAN GELAR... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING... iv

PENETAPAN PANITIA PENGUJI... v

UCAPAN TERIMA KASIH... vi

ABSTRACT... viii

ABSTRAK... ix

RINGKASAN... x

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR GAMBAR... xviii

DAFTAR LAMPIRAN... xix

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 7

1.3 Tujuan Penelitian... 8

1.4 Manfaat Penelitian... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 9

2.1 Kondisi Peternakan Ayam Broiler di Indonesia... 9

2.2 Konsep Kemitraan Usaha... 15

2.3 Dasar Teori Kerjasama Kemitraan... 16

2.4 Pola Kemitraan... 17

2.5 Manfaat dan Kelemahan Pola Kemitraan... 22

2.6 Modal Usaha Ternak Ayam Broiler... 32

2.7 Pendapatan Peternak... 35

2.8 Kepuasan Peternak... 41

2.9 Loyalitas Peternak... 45

2.10 Tinjauan Studi Terdahulu ... 49

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN... 54

3.1 Kerangka Berpikir dan Konsep... 54

3.2 Hipotesis Penelitian... 60

BAB IV METODE PENELITIAN... 61

4.1 Rancangan Penelitian... 61


(13)

4.3 Populasi ... 62

4.4 Sampel... 62

4.5 Pengumpulan Data ... 63

4.5.1 Jenis dan Sumber Data ... 63

4.5.2 Tehnik Pengumpulan Data ... 64

4.6 Instrumen Penelitian ... 65

4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 65

4.7.1 Uji validitas... 65

47.2 Uji Reliabilitas... 67

4.8 Pengukuran Variabel dan Batasan Operasional... 69

4.8.1 Pengukuran Variabel ... 69

4.8.1.1 Analisis Deskriptif... 72

4.8.1.2 Analisis Pendapatan Usahatani ... 72

4.8.1.3 Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (Rasio R/C)... 73

4.8.1.4 Penilaian Tingkat Kepuasan... 74

4.8.1.4.1 Metode Importance Performance Analysis (IPA)... 74

4.8.1.4.2 Indeks Kepuasan Peternak (Customer Satisfaction Index) ... 79

4.8.1.5 Penilaian Tingkat loyalitas ... 81

4.8.1.6 Uji Beda T-Test... ... 83

4.8.1.7 Uji Korelasi Rank Spearman (Rs) ... 85

4.8.2 Definisi Operasional ... 85

BAB V HASIL PENELIIAN... 89

5.1 Karakteristik Peternak Responden... 89

5.1.1 Umur... 89

5.1.2 Jenis kelamin... 89

5.1.3 Pendidikan... 89

5.1.4 Skala usaha ternak... 91

5.1.5 Pekerjaan di luar usaha ternak ayam broiler... 91

5.1.6 Alasan beternak ayam... 92

5.1.7 Alasan bermitra dengan perusahaan inti... 93

5.1.8 Sumber informasi mengenai perusahaan inti... 93

5.1.9 Manfaat bergabung dengan perusahaan kemitraan... 93

5.2 Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler ... 95

5.3 Pendapatan Peternak Plasma... 95

5.3.1 Biaya produksi ... 95

5.3.2 Penerimaan ... 97

5.3.3 Pendapatan ... 98


(14)

5.4.1 Penilaian tingkat kepentingan dan kinerja kemitraan... 100

5.4.1.1 Skor tingkat kepentingan dan kinerja dimensi prosedur penerimaan mitra ... 100

5.4.1.2 Skor tingkat kepentingan dan kinerja dimensi pelayanan sarana produksi ... 102

5.4.1.3 Skor tingkat kepentingan dan kinerja dimensi pelayanan teknis budidaya ... 105

5.4.1.4 Analisis tingkat kepentingan dan kinerja dimensi pelayanan pasca panen... 107

5.4.2 Analisis kesesuaian skor kepetingan dan kinerja... 110

5.4.3 Perhitungan Importance Performance Analysis (IPA)... 111

5.4.4 Perhitungan indeks kepuasan peternak... 117

5.5 Loyalitas Peternak Terhadap Perusahaan Inti... 119

5.6 Hubungan Tingkat pendapatan dan Kepuasan Peternak Dengan Loyalitas Sebagai Plasma... 121

5.6.1 Hubunga tingkat pendapatan dengan loyalitas peternak sebagai plasma... 121

5.6.2 Hubungan tingkat kepuasan dengan loyalitas peternak sebagai plasma... 122

BAB VI PEMBAHASAN... 124

6.1 Karakteristik Peternak Responden... 124

6.2 Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler ... 129

6.2.1 Sistem dan prosedur penerimaan mitra... 130

6.2.2 Syarat-syarat calon peternak plasma... 132

6.2.3 Hak dan kewajiban peternak plasma... 133

6.2.4 Hak dan kewajiban pihak inti... 134

6.2.5 Penetapan harga input, output, dan bonus... 135

6.2.6 Pembinaan dan pengawasan pihak inti... 138

6.2.7 Sanksi dari pihak inti... 138

6.3 Pendapatan Peternak Plasma... 139

6.3.1 Biaya produksi usaha ternak ayam broiler... 139

6.3.2 Penerimaan usaha ternak ayam broiler... 141

6.3.3 Pendapatan usaha ternak ayam broiler... 143

6.4 Tingkat Kepuasan Peternak... 145

6.4.1 Penilaian tingkat kepentingan dan kinerja kemitraan... 145

6.4.1.1 Skor tingkat kepentingan dan kinerja dimensi prosedur penerimaan mitra ... 145

6.4.1.2 Skor tingkat kepentingan dan kinerja dimensi pelayanan sarana produksi ... 147

6.4.1.3 Skor tingkat kepentingan dan kinerja dimensi pelayanan teknis budidaya ... 148


(15)

6.4.1.4 Analisis tingkat kepentingan dan kinerja

dimensi pelayanan pasca panen... 151

6.4.2 Analisis kesesuaian skor kepetingan dan kinerja... 154

6.4.3 Perhitungan Importance Performance Analysis (IPA)... 155

6.4.4 Perhitungan indeks kepuasan peternak... 161

6.5 Loyalitas Peternak Terhadap Perusahaan Inti... 163

6.6 Hubungan Tingkat pendapatan dan Kepuasan Peternak Dengan Loyalitas Sebagai Plasma... 168

6.6.1 Hubungan tingkat pendapatan dengan loyalitas peternak sebagai plasma... 168

6.6.2 Hubungan tingkat kepuasan dengan loyalitas peternak sebagai plasma... 168

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN... 170

7.1 Simpulan... 170

7.2 Saran... 170

DAFTAR PUSTAKA... 171


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Populasi Ayam Beberapa Perusahaan Kemitraan di

Provinsi Bali... 14

Tabel 2.2 Manfaat Kemitraan menurut peternak... 22

Tabel 2.3 Pernyataan Responden Tentang Faktor Pendukug Keberhasilan Kemitraan ... 28

Tabel 2.4 Pernyataan Responden Tentang Faktor Penghambat Keberhasilan Kemitraan... 30

Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Variabel Tingkat Kepuasan dan Loyalitas Peternak... 66

Tabel 4.2 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Tingkat Kepuasan dan Loyalitas... 68

Tabel 4.3 Variabel dan Indikator Variabel yang Diamati Dalam Penelitian ... 69

Tabel 4.4 RangkumanMetode Analisis Data... 71

Tabel 4.5 Kriteria Nilai Customer Satisfaction Index (CSI)... 81

Tabel 5.1 Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 90

Tabel 5.2 Tingkat Pendidikan Peternak Responden ... 90

Tabel 5.3 Sebaran Peternak Berdasarkan Skala Usaha... 91

Tabel 5.4 Pekerjaan di Luar Usaha Ternak Ayam... 92

Tabel 5.5 Alasan Peternak Responden Beternak Ayam Broiler.. 92

Tabel 5.6 Alasan Peternak Responden Bermitra Dengan Perusahaan Kemitraan ... 93

Tabel 5.7 Sumber Informasi Mengenai Perusahaan Inti... 94

Tabel 5.8 Manfaat Bergabung dengan Perusahaan Kemitraan.... 94

Tabel 5.9 Rata-rata Biaya Produksi Pemeliharaan Ayam Broiler yang Dikeluarkan Oleh Peternak Plasma Per Ekor Per Periode ... 96

Tabel 5.10 Rata rata Penerimaan yang Diperoleh Peternak Plasma Per Ekor Per Periode Pemeliharaan... 97

Tabel 5.11 Rata – rata Pendapatan Peternak Per Ekor Per Periode Pemeliharaan... 98

Tabel 5.12 Hasil Uji Beda T-tes Variabel Pendapatan Peternak pada Kelompok Perusahaan Besar Dengan Kelompok Perusahaan Kecil ... 99

Tabel 5.13 Penilaian Peternak Terhadap Tingkat Kepentingan Dimensi Prosedur Penerimaan Mitra ... 101

Tabel 5.14 Penilaian Peternak Terhadap Tingkat Kinerja Dimensi Prosedur Penerimaan Mitra... 102


(17)

Tabel 5.15 Penilaian Peternak Terhadap Tingkat Kepentingan

Dimensi Pelayanan Sarana Produksi... 103

Tabel 5.16 Penilaian Peternak terhadap Tingkat Kinerja Dimensi PelayananSarana Produksi ... 104

Tabel 5.17 Penilaian Peternak Terhadap Tingkat Kepentingan Dimensi Pelayanan Teknis Budidaya ... 106

Tabel 5.18 Penilaian Peternak Terhadap Tingkat Kinerja Dimensi Pelayanan Teknis Budidaya ... 107

Tabel 5.19 Penilaian Peternak Terhadap Tingkat Kepentingan Dimensi Pelayanan Pasca Panen... 108

Tabel 5.20 Penilaian Peternak Terhadap Tingkat Kinerja Dimensi Pelayanan Pasca Panen... 109

Tabel 5.21 Skor Kesesuaian Antara Tingkat Kepentingan dengan Kinerja PadaSetiap Atribut ... 111

Tabel 5.22 Rataan Skor Tingkat Kepentingan Peternak ... 113

Tabel 5.23 Rataan Skor Tingkat Kinerja ... 114

Tabel 5.24 Perhitungan Indeks Kepuasan Peternak ... 118

Tabel 5.25 Hasil Uji Beda T-test Variabel Tingkat Kepuasan Peternak pada Kelompok Perusahaan Besar Dengan Kelompok Perusahaan Kecil ... 119

Tabel 5.26 Penilaian Terhadap Loyalitas Peternak Sebagai Plasma ... 120

Tabel 5.27 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman antara Pendapatan dengan Loyalitas Peternak ... 122

Tabel 5.28 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman anatara Tingkat Kepuasan dengan Loyalitas Peternak ... 123


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Skema Pola Kemitraan Inti Plasma... 18

Gambar 2.2. Skema Pola Kemitraan Subkontrak... 19

Gambar 2.3. Skema Pola Kemitraan Dagang Umum... 20

Gambar 2.4. Skema Pola Kemitraan Keagenan... 20

Gambar 2.5. Skema Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Khusus... 21

Gambar 3.1. Bagan Kerangka Pemikiran dan Konsep... 59

Gambar 4.1. Kuadran Importance Performance Analysis... 78

Gambar 5.1. Pola Kemitraan Ayam Broiler di Kabupaten Tabanan. 95 Gambar 5.2. Plot Kepentingan Kinerja untuk Analisis Kuadran... 115


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Tingkat

Kepuasan Peternak Terhadap Perusahaan Inti ... 176 Lampiran 2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Loyalitas

Peternak Terhadap Perusahaan Inti ... 178 Lampiran 3. Hasil Uji Rank Spearman Pengaruh Tingkat Pedapatan

dan Kepuasan Peternak Terhadap Tingkat Loyalitas

Peternak Sebagai Plasma... 179 Lampiran 4. Hasil Uji Beda T-Test Variabel Pendapatan dan

Kepuasan Peternak... 180 Lampiran 5. Kuesioner Penelitian... 181


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memiliki peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor ini dapat diwujudkan dengan mengembangkan sistem agribisnis peternakan yang diharapkan dapat meningkatkan populasi, produktifitas, kualitas, pemasaran dan efisiensi usaha ternak, baik yang dikelola secara mandiri maupun secara kemitraan. Salah satu komoditas peternakan yang memiliki potensi yang cukup tinggi di Indonesia adalah peternakan ayam ras pedaging (broiler), dimana berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan (2014) perkembangan jumlah populasi ayam pedaging mengalami peningkatan setiap tahunnya mulai 5,63 % sampai 19,36% dari tahun 2010 hingga 2014.

Perkembangan peternakan di Indonesia juga didukung oleh adanya kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi pangan bergizi. Produk yang dihasilkan oleh subsektor peternakan dapat memenuhi kebutuhan gizi bagi masyarakat, salah satunya adalah daging ayam. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (2009 – 2013), menunjukkan bahwa konsumsi daging ayam pedaging per kapita mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan tingkat pertumbuhan mencapai 4,6% pertahun. Daging ayam cenderung lebih banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena harga daging ayam per kilogramnya lebih murah daripada harga daging sapi, kerbau, atau


(21)

daging kambing. Selain itu, daging ayam sangat mudah didapatkan karena saluran distribusinya hingga ke tingkat pengecer yang langsung menyalurkan kepada konsumen akhir. Data Direktorat Jendral Peternakan ( 2013) menunjukkan bahwa terjadi pertumbuhan produksi daging ayam sebesar 4,47% pada tahun 2012-2013. Peningkatan produksi merupakan indikator adanya peningkatan pada konsumsi daging di Indonesia.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, menunjukkan bahwa ayam ras pedaging memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Mengingat peranan dalam pemenuhan kebutuhan akan daging relatif murah dan pengusahaannya dilakukan secara massal, sehingga produksi ayam broiler lebih mendominasi daripada produksi daging lainnya. Hal tersebut mendukung perkembangan usaha peternakan ayam broiler di berbagai provinsi di Indonesia, termasuk juga di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali.

Kabupaten Tabanan memiliki potensi dan peluang yang baik untuk dikembangkan sebagai tempat usaha peternakan ayam broiler, karena memiliki infrastruktur transportasi yang memadai, sebagian daerah memiliki suhu udara yang sejuk, serta didukung ketersediaan air yang cukup, dan pasar yang mendukung. Berdasarkan catatan dari BPS Provinsi Bali (2014), produksi daging ayam pedaging dari tahun 2007–2012 terus mengalami peningkatan.

Seiring meningkatnya produksi dan konsumsi daging ayam di Kabupaten Tabanan, pertumbuhan usaha peternakan ayam pedaging pun turut meningkat, baik yang bersekala kecil maupun besar. Namun demikian banyak permasalahan yang


(22)

dihadapi oleh peternak saat menjalankan usahanya, seperti kendala permodalan, kualitas produksi yang rendah, ketidakstabilan harga sapronak (sarana produksi ternak) dan fluktuasi harga jual ayam di pasaran yang tidak terkendali.

Permasalahan tersebut di atas cukup berat bagi usaha peternakan rakyat yang umumnya memiliki keterbatasan seperti: skala usaha masih kecil, permodalan lemah, teknologi sederhana dan kualitas produksi yang rendah sehingga peka terhadap guncangan pasar (Suparta, 2005). Karena itu saat ini muncul berbagai jenis usaha kemitraan ayam broiler, yang diharapkan bisa membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi peternak bersekala kecil.

Kemitraan merupakan strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan, saling menguntungkan dan saling menguatkan dengan memperhatikan tanggung jawab moral dan etika bisnis (Hafsah, 1999). Kemitraan pada dasarnya harus terjadi secara alamiah, tidak dapat dipaksakan oleh pihak eksternal, kemitraan seharusnya muncul atas suatu kesadaran internal untuk saling memahami, saling membutuhkan, saling melengkapi, dan saling percaya. Kemitraan dimaksudkan untuk menciptakan profit sustairability yakni diantara bermitra harus ada prinsip risk and profit sharing, kemitraan memerlukan penegakan hukum dan birokrasi yang bersih dan berwibawa.

Perusahaan yang bertindak sebagai inti akan memberikan kredit modal usaha atau sarana produksi peternakan berupa bibit ayam (DOC), pakan, dan obat-obatan serta membeli kembali hasil produksi dengan sistem harga garansi atau kontrak.


(23)

Peternak sebagai plasma menyediakan kandang beserta perlengkapannya, dan tenaga kerja, serta akan mendapatkan bimbingan secara rutin dari inti mengenai aspek manajemen seperti sistem perkandangan yang memenuhi syarat, perlakuan terhadap DOC, penanganan pakan, pemberian pakan dan air minum, sanitasi dan desinfeksi, vaksinasi serta pengobatan (Suharno, 2005).

Namun dalam kenyataannya, pola kemitraan yang dilaksanakan selama ini, belum memenuhi harapan di antara kedua belah pihak, hal ini terjadi karena setiap pihak kurang disiplin dalam mentaati peraturan yang telah disepakati. Ketidak disiplinan antara kelompok yang bermitra kerja, mengakibatkan konsep kemitraan tidak dijalankan secara sempurna sesuai dengan peraturan yang sebelumnya dibuat. Saat ini perusahaan inti cenderung lebih memegang peranan dalam penetapan kontrak kerja, sehingga dalam kondisi yang serba terbatas peternak terpaksa menerima apa yang dipersyaratkan oleh inti, walaupun kerjasama tersebut lebih banyak menguntungkan inti dibandingkan dengan peternak (Cayati, 1997). Ketidakserasian hubungan antara inti dan plasma pada praktek kemitraan seringkali terjadi. Pihak plasma merasa dirugikan karena pihak inti melakukan tindakan sepihak dalam menentukan harga jual produk, sehingga peternak ayam ras memperoleh margin keuntungan yang relatif kecil sedangkan inti memperoleh keuntungan yang lebih besar. Sebaliknya pihak inti sering menganggap pihak plasma kurang professional mengelola peternakan dan sering melakukan tindakan curang. Pada saat harga jual tinggi, plasma diam-diam menjual produknya ke luar (pasar) bukan ke perusahaan


(24)

inti sebagaimana telah disepakati, sedangkan pada saat harga jatuh dipasaran, plasma mendesak inti segera membeli produknya.

Di Provinsi Bali terdapat beberapa perusahaan yang melakukan hubungan pola kemitraan dengan peternak dalam pemeliharaan ayam ras pedaging diantaranya PT. Mitra Sinar Jaya (MSJ), PT. Ciomas Adisatwa, PT Ciomas Adisatwa.ex PKP, Janu Putra Bali (JPB), Surya Inti Pratama (SIP), Sentra Unggas Bali (SUB), Patriot, Malindo, Chandra Farm, Jaya Raya, dan lain-lain. Masing –masing perusahaan memproduksi ayam pedaging dengan jumlah yang berbeda sesuai dengan kemampuan dan skala usaha perusahaan, mulai 375.000 hingga 24.658.779 ekor/tahun dan jumlah ini terus berkembang setiap tahunnya. Pada tahun 2013 total produksi ayam pedaging di Provinsi Bali yang berasal dari perusahaan kemitraan mencapai 54.562.500 ekor/tahun sementara yang berasal dari perusahaan mandiri hanya 2.935.000 ekor/tahun. Pada tahun 2014 produksi ayam pedaging dari peusahaan kemitraan di Bali meningkat drastis hingga menyentuh angka 80.045.645 ekor/tahun dan yang berasal dari usaha peternakan mandiri sebesar 6.159.590 ekor/tahun. Data tersebut menggambarkan bahwa usaha kemitraan ayam broiler di Provinsi Bali mengalami perkembangan yang sangat pesat dan hampir menguasai 95% pangsa pasar ayam broiler. Sementara di Kabupaten Tabanan, produksi ayam broiler yang berasal dari perusahaan kemitraan mencapai lebih dari 25% dari total produksi ayam broiler di Provinsi Bali pada tahun 2013-2014. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Tabanan memiliki potensi besar dalam usaha kemitraan ayam broiler (PT. X, 2014).


(25)

Dalam pelaksanaanya, masing-masing perusahaan memiliki sistem dan manajemen kemitraan yang berbeda-beda sesuai dengan kebijakan perusahaan. Perbedaaan yang dimaksud meliputi nilai kontrak input dan output, insentif produksi, pelayanan kepada peternak, maupun tehnik/manajemen pemeliharan dan bimbingan yang diberikan. Hal inilah yang menyebabkan perbedan pendapatan yang diperoleh oleh peternak plasma sehingga berdampak pada tingkat kepuasan peternak mitra.

Ketidakpuasan yang dirasakan oleh peternak mitra terhadap perusahaan inti, membuat peternak plasma ini sering berpindah dari satu perusahaan inti ke perusahaan inti lainnya. Banyak alasan yang mendasarinya, seperti tingkat pendapatan yang dianggap tidak sesuai dengan biaya produksi yang dikeluarkan, kualitas sapronak yang dianggap rendah, jangka waktu pembayaran yang memakan waktu lama, pelayanan/bimbingan perusahaan yang tidak maksimal, waktu panen yang tidak konsisten, masa istirahat kandang yang relatif lama, hingga konflik yang terkadang muncul antara petugas perusahaan inti dengan peternak akibat perbedaan pandangan. Selain permasalahan tersebut, pindahnya peternak plasma ke perusahaan inti lain, akibat promosi yang dilakukan oleh perusahaan lain kepada peternak dengan tawaran yang dianggap lebih baik, meskipun setelah bergabung pendapatan yang diperoleh tidak lebih baik dari pendapatan saat bekerja sama dengan perusahaan inti sebelumnya.

Secara umum peternak plasma meginginkan pelayanan yang maksimal dari perusahaan inti, mulai dari penyediaan sapronak, manajemen pemeliharaan, hingga pendapatan yang optimal. Dengan keberadaan perusahaan kemitraan, maka peternak


(26)

mandiri dapat bergabung dengan tujuan tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan, tetapi juga untuk menjamin ketersediaan daging di pasaran, mendapatkan pelatihan pemeliharaan dan mendapatkan kualitas ayam yang baik, serta mendapat jaminan pasokan sarana produksi peternakan. Namun setiap perusahaan inti memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing yang menjadi dasar bagi setiap peternak plasma untuk memilih perusahaan yang diinginkan.

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis berupaya melakukan penelitian tentang hubungan tingkat pendapatan dan kepuasan peternak dengan loyalitas sebagai plasma pada perusahaan kemitraan ayam broiler di Kabupaten Tabanan, sehingga diketahui faktor-faktor yang berpengaruh, baik kelebihan maupun kekurangan dari setiap perusahaan sebagai acuan bagi perusahaan inti dan peternak plasma dalam menjalankan usahanya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pelaksanaan kemitraan ayam broiler di Kabupaten Tabanan? 2. Bagaimana tingkat pendapatan peternak plasma di Kabupaten Tabanan? 3. Bagaimana tingkat kepuasan peternak plasma terhadap pelaksanaan kemitraan

di Kabupaten Tabanan?

4. Bagaimana hubungan tingkat pendapatan dan kepuasan peternak dengan loyalitas sebagai plasma pada kemitraan ayam broiler di Kabupaten Tabanan?


(27)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan pelaksanaan kemitraan ayam broiler di Kabupaten Tabanan. 2. Menganalisis pendapatan peternak plasma di Kabupaten Tabanan.

3. Menganalisis tingkat kepuasan peternak plasma terhadap pelaksanaan kemitraan di Kabupaten Tabanan.

4. Menganalisis hubungan tingkat pendapatan dan kepuasan peternak dengan loyalitas sebagai plasma pada kemitraan ayam broiler di Kabupaten Tabanan.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan tersebut, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai masukan atau bahan pertimbangan yang bermanfaat bagi manajemen perusahaan inti dalam mengambil keputusan dan menyempurnakan pelaksanaan kemitraan yang telah berlangsung, dan menetapkan kebijakan untuk memperbaiki kekurangan dan meningkatkan kinerja dari faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas peternak plasma.


(28)

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Peternakan Ayam Broiler di Indonesia

Sistem agribisnis ayam ras dalam perkembangannya merupakan salah satu sistem agribisnis yang mengalami pertumbuhan sangat cepat dibandingkan sistem agribisnis lainnya. Agribisnis ayam ras memiliki struktur agribisnis yang relatif lengkap dan modern, baik dalam subsistem agribisnis hulu maupun hilirnya. Pada subsistem budidaya (on farm) juga berkembang pesat, mulai dari pengusahaan skala keluarga (backyard

farming) pada tahun 1950-an menjadi suatu pengelolaan peternakan yang

modern pada tahun 1990-an (Saragih, 2001).

Agribisnis diartikan sebagai usaha dibidang pertanian yang mengarah pada bisnis atau tingkah laku bisnis dalam sektor pertanian. Secara prinsip, agribisnis mencakup usaha-usaha pada pengelolaan sarana produksi, pengelolaan budidaya, prosesing, dan pemasaran. Dalam usaha peternakan, agribisnis peternakan diartikan sebagai tingkah laku bisnis dalam subsektor peternakan yang mencakup penyediaan sarana produksi peternakan, budidaya peternakan, penanganan pascapanen, dan pemasaran. Agribisnis mengedepankan suatu budaya, organisasi, dan manajemen yang amat rasional. Dirancang untuk memperoleh nilai tambah (komersial) dapat disebar dan dinikmati oleh seluruh pelaku ekonomi secara adil, dari produsen, pedagang, konsumen bahkan sampai segenap lapisan masyarakat


(29)

2

Perkembangan ayam broiler di Indonesia dimulai pada pertengahan dasawarsa 1970-an dan terkenal pada awal 1980-an. Laju perkembangan usaha ayam broiler sejalan dengan pertumbuhan populasi penduduk, pergeseran gaya hidup, tingkat pendapatan, perkembangan situasi ekonomi dan politik, serta kondisi keamanan (Fadilah, 2006).

Daerah penyebaran ayam broiler komersial di Indonesia bagian barat adalah Pulau Jawa dan sebagian Sumatera. Indonesia bagian tengah adalah Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur, serta Indonesia bagian timur adalah Pulau Sulawesi. Dari ketiga bagian daerah tersebut, Indonesia bagian barat merupakan penyebaran ayam broiler komersial. Hal ini disebabkan hampir semua perusahaan pembibitan ayam broiler komersial serta pangsa pasar terbesar masih didominasi oleh Indonesia bagian barat, khususnya Pulau Jawa (Fadilah, 2006).

Menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan (2005), komoditas unggas mempunyai prospek pasar yang baik karena didukung oleh karakteristik unggas yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia yang sebagian besar muslim, harga relatif murah dengan akses yang mudah diperoleh karena sudah merupakan barang publik. Peternakan broiler merupakan salah satu agroindustri yang berkembang pesat di Indonesia. Agroindustri umumnya mempunyai kontribusi yang signifikan bagi negara berkembang karena tiga alasan, yaitu sebagai sarana transformasi produksi pertanian menjadi produk siap konsumsi, sebagai faktor manufaktur andalan komoditi ekspor dan sebagai penyedia bahan makanan sumber nutrisi bagi peningkatan


(30)

3

Periode 1970-1980 merupakan awal kebangkitan peternakan-peternakan ayam ras, dimulai tahun 1972-1975 dengan berdirinya pabrik makanan unggas dan pembibitan ayam ras. Bibit ayam ras kemudian mulai menyebar di pelosok Pulau Jawa, terutama di kota besar. Tahun 1978 mulai digalakkan ayam broiler sebagai substitusi daging sapi dan kerbau yang pada waktu itu tidak dapat memenuhi permintaan konsumen.

Peternakan ayam broiler mulai marak pada tahun 1980, bersamaan dengan semakin diterimanya daging ayam oleh konsumen. Pada tahun 1981 usaha peternakan ayam broiler banyak dikuasai oleh pengusaha besar, keadaan ini membuat peternak kecil semakin sulit dalam melakukan usaha ternak ayam. Untuk melindungi peternak kecil, pada tahun 1981 dikeluarkan Kepres No 51 yang intinya membatasi jumlah ayam petelur konsumsi hanya 5.000 ekor dan ayam broiler sebanyak 750 ekor per minggu. Dengan adanya Kepres tersebut peternakan-peternakan ayam komersial banyak mengalami penurunan. Setelah sembilan tahun berjalan, kebijakan tersebut telah membuat sektor peternakan tidak berkembang, sampai akhirnya Kepres No 51 tersebut dicabut dan diganti dengan kebijakan 28 Mei 1990. Kebijakan tersebut merangsang berdirinya peternakan-peternakan besar untuk tujuan ekspor dan menjadi industri peternakan yang handal dan menjadi penggerak perekonomian (Suharno, 2001).

Periode sebelum krisis berdasarkan data statistik dinyatakan bahwa produksi daging ayam broiler pada tahun 1993-1997 mengalami peningkatan sebesar 5,86 persen per tahun (Ditjen Peternakan 2005). Disini pertumbuhan


(31)

4

waktu ini, subsistem makanan ternak dan pemasaran produksi hasil peternakan juga tumbuh pesat karena perekonomian Indonesia juga mengalami pertumbuhan yang tinggi.

Krisis moneter pada tahun 1997 telah menyebabkan seluruh industri perunggasan mengalami perubahan yang drastis. Harga bahan baku dari impor mengalami kenaikan yang tinggi, sementara itu harga telur dan harga ayam di pasaran terus menurun akibat menurunnya daya beli masyarakat. Akibatnya permintaan pakan dan DOC juga menurun dan berdampak pada penurunan populasi ternak. Pada tahun 1998 populasi ayam broiler berkurang hingga 80 persen dari tahun sebelumnya. Saragih (2001) mengungkapkan bahwa penyusutan yang sangat besar ini mengindikasikan bahwa agribisnis ayam ras belum memiliki ketangguhan (endurance) dan kemampuan penyesuaian diri (adaptability) menghadapi perubahan besar lingkungan ekonomi eksternal. Penyusutan ini disebabkan oleh faktor ketergantungan pada impor bahan baku pakan utama dan bibit.

Walaupun agribisnis ayam ras mengalami penyusutan selama masa krisis ekonomi, agribisnis ayam ras menghadapi prospek yang cerah di masa yang akan datang. Hal ini didorong oleh faktor jumlah penduduk yang besar, konsumsi daging broiler yang masih rendah, dan dugaan pertumbuhan ekonomi nasional yang positif. Belajar dari pengalaman selama krisis ekonomi, yaitu bagaimana membangun daya saing sistem agribisnis ayam ras nasional yang berbasis domestik (Saragih, 2001).


(32)

5

berusaha secara mandiri lagi melainkan bergabung menjadi mitra perusahaan terpadu (Suharno, 2001).

Setelah krisis moneter sejak 2001 sampai dengan sekarang berdasarkan data statistik, produksi daging ayam broiler mengambil 41,80 persen dari total produksi daging (Ditjen Peternakan, 2005). Dari data tersebut diketahui bahwa usaha ayam broiler mampu memberikan peluang pasar dan menimbulkan persaingan yang semakin kompetitif.

Sementara di Provinsi Bali peternakan ayam broiler berkembang pesat diawal tahun 1990 dan menjadi salah satu komoditas unggulan. Berdasarkan catatan dari BPS Provinsi Bali (2014), produksi daging ayam pedaging dari tahun 2007–2012 terus mengalami peningkatan. Hingga saat ini terdapat beberapa perusahaan yang melakukan hubungan pola kemitraan dengan peternak dalam pemeliharaan ayam ras pedaging di Provinsi Bali diantaranya PT. Mitra Sinar Jaya (MSJ), PT. Ciomas Adisatwa, PT Ciomas Adisatwa.ex PKP, Janu Putra Bali (JPB), Surya Inti Pratama (SIP), Sentra Unggas Bali (SUB), Patriot, Malindo, Chandra Farm, Jaya Raya, dan lain-lain. Masing –masing perusahaan memproduksi ayam pedaging dengan jumlah yang berbeda sesuai dengan kemampuan dan skala usaha perusahaan, mulai 375.000 hingga 24.658.779 ekor/tahun dan jumlah ini terus berkembang setiap tahunnya. Pada tahun 2013 total produksi ayam pedaging di Provinsi Bali yang berasal dari perusahaan kemitraan mencapai 54.562.500 ekor/tahun sementara yang berasal dari perusahaan mandiri hanya 2.935.000 ekor/tahun. Pada tahun 2014 produksi ayam pedaging


(33)

6

peternakan mandiri sebesar 6.159.590 ekor/tahun. Data tersebut menggambarkan bahwa usaha kemitraan ayam broiler di Provinsi Bali mengalami perkembangan yang sangat

Tabel 2.1. Populasi Ayam Beberapa Perusahaan Kemitraan di Provinsi Bali No Perusahaan

Inti

2013 2014

Produksi

(Ekor/Tahun) %

Produksi

(Ekor/tahun) % 1 PT. X1 15.215.000 26,46 24.658.779 28,8 2 PT. X2 14.498.500 25,22 19.066.272 22 3 PT. X3 12.684.000 22,06 18.632.788 21,7 4 PT. X4 1.420.000 2,47 2.202.919 2,6 5 PT. X5 1.480.000 2,57 2.320.503 2,8 6 PT. X6 1.305.000 2,27 1.836.419 2,1 7 PT. X7 1.200.000 2,09 2.344.086 2,8 8 PT. X8 1.335.000 2,32 3.180.420 3,7 9 PT. X9 145.000 0,25 - - 10 PT. X10 1.080.000 1,88 995.418 1,2 11 PT. X11 375.000 0,65 354.286 0,4 12 PT. X12 425.000 0,74 1.743.752 2 13 PT. X13 1.200.000 2,09 460.000 0,5 14 PT. X14 525.000 0,91 1.140.835 1,3 15 PT. X15 715.000 1,24 213.334 0,2 16 PT. X16 280.000 0,49 - - 17 PT. X17 680.000 1,18 735.834 0,8 18 PT. X18 - - 160.000 0,2 19 MANDIRI 2.935.000 5,1 6.159.590 6,9 Total 57.497.500 86.205.235 Sumber : PT. X, 2014

pesat dan hampir menguasai 95% pangsa pasar ayam broiler. Sementara di Kabupaten Tabanan, produksi ayam broiler yang berasal dari perusahaan kemitraan mencapai lebih dari 25% dari total produksi ayam broiler di Provinsi Bali pada tahun 2013-2014. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Tabanan memiliki potensi besar dalam usaha kemitraan ayam broiler (PT. X,


(34)

7

2.2 Konsep Kemitraan Usaha

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia kemitraan berasal dari kata mitra yang berarti teman, kawan, pasangan kerja, dan rekan. Kemitraan merupakan perihal hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra. Definisi lain diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama, dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis.

Definisi kemitraan menurut undang-undang dicantumkan dalam Undang Undang No 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil, dijelaskan bahwa kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar, disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.

Jika digabungkan maka didapatkan definisi kemitraan adalah jalinan kerjasama usaha yang merupakan strategi bisnis yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dengan prinsip saling menguntungkan. Dalam kerjasama tersebut tersirat adanya satu pembinaan dan pengembangan. Hal ini dapat terlihat karena pada dasarnya masing-masing pihak pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan, sehingga akan saling melengkapi antara kedua belah pihak yang bekerjasama. Bobo (2003) menyatakan bahwa tujuan utama


(35)

8

kokoh dan berkeadilan dengan ekonomi rakyat sebagai tulang punggung utamanya.

2.3 Dasar Teori Kerjasama Kemitraan

Kerjasama kemitraan dapat dilihat sebagai integrasi vertikal atau koordinasi vertikal antara dua atau lebih perusahaan. Integrasi vertikal dapat terjadi apabila dua atau lebih perusahaan berjalan pada tingkatan yang berbeda pada proses produksi, pengolahan, dan pemasaran yang masih bersatu di bawah satu manajemen atau kepemilikan, dan dikatakan koordinasi vertikal ketika ada kontrak produksi atau kontrak pemasaran (Seitz et al. diacu dalam Puspitawati, 2004).

Pada kontrak produksi, bagian prosesing membuat produk-produk yang spesifik, yang disuplai oleh bagian produksi. Bagian pengolah biasanya menyediakan jasa finansial dan manajemen. Pada kontrak pemasaran, perusahaan produsen yang dikontrak menyediakan atau mensuplai produk pada jumlah dan kualitas tertentu pada harga yang ditetapkan oleh agen pengolah atau marketing. Kontrak-kontrak demikian biasanya terjadi pada perusahaan-perusahaan pertanian.

Melalui integrasi vertikal dapat dicapai skala ekonomis (economics of large scale), pengurangan biaya-biaya transaksi dan biaya yang tidak jelas lainnya, terjaminnya produk-produk tertentu yang diinginkan, dan diversifikasi atau pengurangan resiko. Terdapat dua faktor utama yang menentukan keoptimuman ukuran perusahaan, yaitu faktor teknis dan keuangan. Hubunganteknis dengan input dan output menentukan bentuk dari


(36)

9

rata-rata jangka panjang menurun dan kemudian meningkat sejalan dengan meningkatnya luas lahan yang ditanami.

Faktor keuangan lebih ditunjukkan pada harga yang harus dibayar dan diterima oleh perusahaan. Banyak perusahaan membeli input dengan harga yang didiskon karena membeli dalam jumlah besar. Perusahaan akan melakukan negosiasi kontrak atau membuat kesepakatan dengan pemasok untuk mendapatkan diskon tersebut, menekan biaya pengiriman, atau penghematan lainnya. Oleh karena itu, perusahaan besar dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar dalam penjualan dengan mencapai efisiensi pada kontrak pemasaran, muatan, dan penjualan. Biaya produksi minimum terjadi ketika manajer mengkombinasikan antara faktor teknis dan keuangan, sehingga ukuran optimal industri akan berbeda-beda (Seitz et al. diacu dalam Puspitawati, 2004).

2.4 Pola Kemitraan

Direktorat Pengembangan Usaha, Departemen Pertanian (2002) memberikan panduan mengenai beberapa jenis pola kemitraan yang telah banyak dilaksanakan di Indonesia, yaitu:

1) Inti Plasma

Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan kelompok mitra bertindak sebagai plasma. Pola kemitraan ini dapat dilihat dalam Gambar 2.1.


(37)

10

Perusahaan Mitra

Plasma Plasma

Gambar 2.1. Skema Pola Kemitraan Inti Plasma Sumber : Direktorat Pengembangan Usaha (2002)

Dalam pola kemitraan inti plasma, kewajiban bagi kelompok mitra adalah: 1) berperan sebagi plasma, 2) pengelola seluruh usaha bisnisnya sampai dengan panen, 3) menjual hasil produksi kepada perusahaan mitra, 4) memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Sedangkan perusahaan mitra wajib: 1) berperan sebagai perusahaan inti, 2) menampung hasil produksi, 3) membeli hasil produksi, 4) memberi bimbingan teknis dan pembinaan manajemen kepada kelompok mitra, 5) memberikan pelayanan kepada kelompok mitra berupa permodalan/kredit, sarana produksi dan teknologi, 6) mempunyai usaha budidaya pertanian/memproduksi kebutuhan perusahaan, dan 7) menyediakan lahan.

2). Subkontrak

Pola kemitraan subkontrak merupakan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana di dalamnya kelompok mitra memproduksi komponen yang diperlukan oleh perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Pada Gambar 2.2 dapat dilihat pola kemitraan subkontrak.


(38)

11 Perusahaan Mitra Memproduksi Memproduksi Komponen Komponen Produksi Produksi Kelompok Kelompok Mitra Mitra

Gambar 2.2. Skema Pola Kemitraan Subkontrak Sumber : Direktorat Pengembangan Usaha (2002)

Pola kemitraan subkontrak mensyaratkan bahwa kelompok mitra harus: 1) memproduksi kebutuhan yang dibutuhkan oleh perusahaan mitra sebagai komponen produksinya, 2) menyediakan tenaga kerja, dan 3) membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga dan waktu. Sedangkan tugas perusahaan mitra adalah: 1) menampung dan membeli komponen produksi yang dihasilkan oleh kelompok mitra, 2) menyediakan bahan baku/modal kerja, dan 3) melakukan kontrol kualitas produksi.

3). Dagang Umum

Di dalam pola kemitraan ini perusahaan mitra berfungsi memasarkan hasil produksi kelompok mitranya atau kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra. Pola kemitraan dagang umum dapat dilihat pada Gambar 2.3

Kelompok Memasok Perusahaan

Mitra Mitra

Memasarkan Produksi Kelompok Mitra Konsumen /


(39)

12

Sumber : Direktorat Pengembangan Usaha (2002) 4). Keagenan

Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan dimana kelompok mitra diberi hak khusus untuk memasarkan barang atau jasa usaha perusahaan mitra seperti diilustrasikan pada Gambar 2.4.

Kelompok Pemberian Hak Khusus Perusahaan

Mitra Mitra

Memasarkan

Konsumen/ Industri

Gambar 2.4. Skema Pola Kemitraan Keagenan Sumber : Direktorat Pengembangan Usaha (2002) 5). Kerjasama Operasional Khusus (KOA)

Dalam kerjasama kemitraan ini kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga. Perusahaan mitra harus menyediakan biaya atau modal dan atau sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian. Pola kemitraan KOA dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Kelompok Perusahaan

Mitra Mitra

ƒ Lahan ƒ Biaya

ƒ Sarana ƒ Modal

ƒ Tenaga ƒ Teknologi

Pembagian hasil sesuai kesepakatan


(40)

13

Dalam pola kemitraan ini, penyertaan modal (equity) antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar, penyertaan modal usaha kecil dimulai sekurang-kurangnya 20 persen dari seluruh modal saham perusahaan yang baru dibentuk dan ditingkatkan secara bertahap sesuai kesepakatan kedua belah pihak.

2.5 Manfaat dan Kelemahan Pola Kemitraan

Pelaksanaan pola kemitraan merupakan suatu bentuk usaha yang dilaksanakan oleh pengusaha dan peternak, dan merupakan salah satu strategi pengembangan usaha peternakan ayam ras pedaging. Menurut Mulyantono (2003), manfaat dan kelemahan dari pelaksanaan kemitraan, manfaat bagi inti antara lain meningkatnya keuntungan dari penjualan ayam dan keuntungan dari pembelian sarana produksi peternakan serta omset penjualan dan permintaan pasar tetap dan dapat dipenuhi. Dari kerjasama kemitraan yang terjadi banyak manfaat yang dirasakan oleh peternak seperti pada Table 2.2.

Tabel 2.2. Manfaat Kemitraan Menurut Peternak

No Manfaat Jumlah

(orang) % 1 Terciptanya lapangan Kerja Baru 2 8 2 Harga penjualan ayam stabil karena dijamin

perusahaan 2 8

3 Tidak diperlukan modal sendiri 9 36 4 Ada jaminan pemasaran dari perusahaan 13 52 5 Resiko kerugian kecil 10 40 6 Tambahan pengetahuan teknologi budidaya


(41)

14

Dari Tabel 2.2. terlihat beberapa manfaat dari pola kemitraan yang perlu dikembangkan, pertama terciptanya lapangan kerja baru, adanya pola kemitraan pihak perusahaan atau pengusaha yang berniat untuk bermitra akan menyediakan modal atau bermitra dengan beberapa orang sebagai peternak, secara langsung ini dapat memperluas skala usahanya dan membuka lapangan kerja baru. Hal ini sesuai dengan pendapat Hapsah, (1999) yang menyatakan bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab terhadap pengusaha kecil memberikan bantuan atau kemudahan memperoleh permodalan, penyediaan sarana produksi yang dibutuhkan, bantuan teknologi dan pembinaan berupa pembinaan mutu produksi dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia, serta pembinaan manajemen.

Manfaat kedua adalah harga penjualan ayam stabil karena dijamin perusahaan, manfaat ini tergantung dari kondisi harga jual ayam, jika harga jual ayam cenderung tetap maka peternak dapat merasakan manfaatnya namun jika harga jual mengalami perubahan maka peternak tidak bisa komplain karena sudah terikat kontrak. Hal ini didukung oleh pendapat Sirajuddin (2005) yang mengatakan bahwa diperlukan hubungan kemitraan sebagai antisipasi terhadap fluktuasi harga pakan dan bibit yang tidak dapat dikendalikan oleh peternak. Akan tetapi masalah yang sering dihadapi dengan system kemitraan ini adalah keterikatan peternak untuk menjual produk yang dihasilkan dengan harga yang telah disepakati di dalam kontrak yang kadang-kadang lebih rendah dari harga pasar.


(42)

15

fasilitas dan sumber daya cukup memerlukan modal besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Yunus (2009) yang menyatakan bahwa peternak mandiri prinsipnya menyediakan seluruh input produksi dari modal sendiri dan bebas memasarkan produknya. Pengambilan keputusan mencakup kapan memulai beternak dan memanen ternaknya, serta seluruh keuntungan dan risiko ditanggung sepenuhnya oleh peternak. Maka dari itu untuk mempermudah peternak melaksanakan budidaya ayam ras pedging maka salah satu jalan yaitu melakukan kemitraan dengan pengusaha atau bermitra dengan pengusaha besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Sirajuddin (2007) yang mengatakan bahwa dalam membuka usaha peternakan ayam ras pedaging membutuhkan modal yang besar sedangkan modal peternak masih lemah, maka untuk mendapatkan modal tersebut, peternak melakukan kemitraan atau kerja sama dengan perusahaan mitra yang bergerak di bidang budi daya dan penyediaan sapronak. Dengan daya bantuan tersebut maka peternak tidak khawatir lagi akan pemenuhan sapronak yang sudah dijamin kualitasnya oleh perusahaan mitra.

Untuk mengatasi masalah kekurangan modal bagi calon peternak untuk memulai usaha peternakan maka dapat dilakukan pengajuan kepada pihak pengusaha mitra untuk bermitra, sebab dalam usaha kemitraan peternak akan dibantu dalam hal pengadaan sapronak, atau modal sebagian ditanggung oleh pengusaha mitra. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharno (2005) yang menyatakan bahwa Dalam SK Mentan No. 472/1996 disebutkan bahwa perusahaan inti adalah perusahaan peternakan yang berkewajiban


(43)

16

ras, mengusahakan permodalan, dan melaksanakan budi daya sebagaimana dilakukan oleh peternak. Dengan aturan ini maka peternak yang bertindak sebagai plasma hanya berkewajiban melakukan budi daya ternak sebaik-baiknya sehinggah hasil produksinya mencapai target. Jadi apabila pengusaha mitra menyediakan beberapa kebutuhan yang disebutkan diatas maka peternak tidak merasa berat untuk melaksanakan usaha peternakan tersebut atau peternak tidak memerlukan modal sendiri.

Persentase terbesar dari manfaat kemitraan adalah jaminan pemasarannya, dimana dalam pelaksanaan kemitraan usaha peternakan ayam ras pedaging mempunyai hasil akhir yang merupakan tanggung jawab pengusaha yang bermitra untuk memasarkan hasil tersebut, maka dari itu peternak tidak khawatir dengan tidak lakunya hasil panen, menurut Siregar (1981) bahwa usaha ayam ras mempunyai hambatan yang merupakan factor penghambat usaha peternakan tersebut, seperti harga jual ayam yang fluktuatif, karena adanya factor penghambat tersebut akan membuat peternak mengalami kerugian jika dalam keadaan harga jual ayam rendah, berbeda halnya dengan pola kemitraan, diterapkan suatu kontrak awal sehingga jika harga jual turun maka peternak tidak merasa rugi. Hal ini sesuai dengan pendapat Amin (2005) menyatakan bahwa ada aturan (norma-norma) yang harus dilaksanakan oleh inti-plasma adalah sebagai kewajiban inti, menyediakan sarana produksi berupa pakan, bibit (DOC), obat, vaksin dan peralatan lainnya, mengambil dan memasarkan ayam pedaging hasil budidaya peternak, membantu peternak dalam proses budidaya. Ditambahkan


(44)

17

Disini terhindar dari resiko tidak lakunya hasil panen dan sekaligus mendapatkan harga produk yang wajar.

Pelaksanaan kemitraan memperkecil resiko karena kedua belah pihak masing-masing menanggung resiko yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat Sirajuddin (2007) yang menyatakan bahwa dalam pelaksanaan kemitraan resiko yang timbul dalam usaha peternakan ditanggung bersama oleh pihak perusahaan mitra yang apabila resiko yang diakibatkan oleh tingkat mortalitas yang tinggi maka ditanggung oleh peternak dan apabila resiko akibat harga ayam di pasar lebih rendah dari harga kontrak, harga bibit dan pakan lebih tinggi dari harga kontrak maka ditanggung oleh perusahaan. Ditambahkan pula oleh Seragih (2000) bahwa sistem kemitraan usaha adalah kerja sama saling menguntungkan antara pengusaha dengan pengusaha kecil. Kemitraan antara kedua belah pihak bukan hanya untuk menikmati keuntungan bersama akan tetapi juga memikul resiko secara bersama secara profesional kemitraan usaha dalam bidang peternakan bukan lagi sebagai suatu keharusan akan tetapi menjadi sebuah kebutuhan antara industri atau pemasok sapronak sebagai inti dan juga peternak sebagai plasma dengan prinsip kerja sama yang saling menguntungkan.

Pola kemitraan dapat menambah pengetahuan teknologi budidaya ayam ras bagi peternak, dimana pihak inti melakukan suatu bimbingan khusus kepada peternak mitranya. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyantono (2003) menyatakan manfaat bagi inti antara lain meningkatnya keuntungan dari penjualan ayam dan keuntungan dari pembelian sarana


(45)

18

peternak seperti terciptanya lapangan pekerjaan baru, harga penjualan ayam stabil karena dijamin perusahaan, tidak diperlukan modal sendiri, ada jaminan pemasaran dari perusahaan, resiko kerugian kecil serta tambahan pengetahuan teknologi budidaya, karena pihak pengusaha mengusahakan pelatihan dan pembinaan teknis pada peternak.

Pola kemitraan mendatangkan manfaat bagi peternak, seperti meningkatkan pendapatan peternak, selain itu pengusaha juga mendapat manfaat seperti penyediaan ayam siap potong terpenuhi. Hal ini didukung oleh pendapat Mulyantono (2003) yang menyatakan bahwa dalam pola kemitraan manfaat bagi inti antara lain meningkatnya keuntungan dari penjualan ayam dan keuntungan dari pembelian sarana produksi petertnak, serta omset penjualan dan permintaan pasar tetap dapat dipenuhi. Pola kemitraan mempunyai manfaat yang dirasakan langsung oleh peternak seperti terciptanya lapangan pekerjaan baru, harga penjualan ayam stabil karena dijamin perusahaan, tidak diperlukan modal sendiri, ada jaminan pemasaran dari perusahaan, resiko kerugian kecil serta tambahan pengetahuan teknologi budidaya, karena pihak pengusaha mengusahakan pelatihan dan pembinaan teknis pada peternak.

Ditambahkan pula oleh Yunus (2009) yang menyatakan bahwa pendapatan peternak ayam ras pedaging baik yang mandiri maupun pola kemitraan sangat dipengaruhi oleh kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi yaitu bibit ayam (DOC); pakan; obat-obatan, vitamin dan vaksin; tenaga kerja; biaya listrik, bahan bakar; serta investasi kandang dan peralatan


(46)

19

pengusaha tertarik untuk melaksanakannya. Ada beberapa faktor pendukung keberhasilan kemitraan yang dapat menjadi dasar daya tarik peternak dan pengusaha untuk melakukan kemitraan diantaranya yaitu terlihat dalam Tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.3. Pernyataan Responden Tentang Faktor Pendukug Keberhasilan Kemitraan

No Faktor Pendukung Jumlah (Orang) % 1 Adanya perjanjian tertulis yang mengikat kedua belah

pihak 8 32

2 Kredit diberikan dalam bentuk sapronak bukan uang

tunai 5 20

3 Sapronak diantar langsung ke lokasi kandang 11 44 4 Pembimbingan oleh tenaga ahli dari perusahaan inti 8 32

Sumber : Hasil penelitian Priyono, Bengkulu, 2004.

Dari tabel di atas terlihat beberapa faktor pendukung keberhasilan kemitraan yang merupakan kriteria bagi pengusaha dan peternak untuk melakukan kemitraan. Menurut Priyono (2004) menyatakan bahwa peternak telah menjalankan kemitraannya dengan baik, ini artinya apa yang disuluhkan oleh pihak inti tentang teknologi usaha peternakan telah dijalankan dengan baik serta keberhasila tersebut di dasarkan oleh faktor-faktor pendukung usaha kemitraan.

Pola kemitraan usaha peternakan dapat mengefisienkan penggunaan waktu pelaksanaan usaha peternakan, dimana inti dan plasma yang bermitra melakukan perjanjian sebelum ada pelaksanaan usaha. Dimana dalam perjanjian tersebut memuat beberapa prosedur kerja. Biasanya dalam perjanjian tersebut berisi untuk inti berkewajiban menyediakan sarana produksi berupa: pakan, bibit (DOC), obat, vaksin dan peralatan lainnya.


(47)

20

menyediakan kandang, melaksanakan kegiatan budidaya dengan sebaik-baiknya, dan menyerahkan hasil budidaya. Dengan adanya perjanjian tersebut akan memperlancar seluruh kegiatan dengan penggunaan waktu yang lebih efisien. Hal ini sesuai dengan pendapat Firdauas (2004) yang menyatakan bahwa pola kemitraan hanya dapat berjalan dengan baik jika ada koordinasi antar inti dan plasma dengan dasar saling menguntungkan dan membutuhkan antara dua pihak dan berdasar pada perjanjian yang telah dibuat sebelumnya.

Pelaksanaan kemitraan akan meningkatkan pendapat atau keuntungan peternak, karena dalam usaha ini peternak tidak banyak mengeluarkan biaya, sebab adanya bantuan sarana produksi dari pengusaha sebagai inti. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyantono (2003) yang menyatakan bahwa dalam pola kemitraan manfaat bagi inti antara lain meningkatnya keuntungan dari penjualan ayam dan keuntungan dari pembelian sarana produksi peternak, serta omset penjualan dan permintaan pasar tetap dapat dipenuhi.

Pendapatan peternak juga bisa diperoleh dari hasil penjualan limbah peternakan, sebab limbah bagi peternak yang mengadakan mitra usaha tidak termasuk kontrak, jadi peternak bisa mengolah dan mejualnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1995) menyatakan bahwa penerimaan dalam suatu peternakan terdiri dari hasil produksi utama berupa penjualan ayam pedaging, baik itu hidup atau dalam bentuk karkas dan hasil menjual feses

atau alas “litter” yang laku dijual kepada petani sayur-mayur.


(48)

21

tenaga kerja; biaya listrik, bahan bakar; serta investasi kandang dan peralatan (Yunus, 2009).

Berdasarkan Tabel 2.3 ada beberapa faktor pendukung keberhasilan kemitraan, yang merupakan kriteria pengusaha dan peternak melakukan usaha peternakan dengan pola kemitraan, namun masih ada beberapa faktor penghambat keberhasilan pola kemitraan.

Tabel 2.4. Pernyataan Responden Tentang Faktor Penghambat Keberhasilan Kemitraan.

No Manfaat Jumlah

(orang) % 1 Terciptanya lapangan Kerja Baru 2 8 2 Harga penjualan ayam stabil karena dijamin

perusahaan 2 8

3 Tidak diperlukan modal sendiri 9 36 4 Ada jaminan pemasaran dari perusahaan 13 52 5 Resiko kerugian kecil 10 40 6 Tambahan pengetahuan teknologi budidaya

ayam ras 11 44

Sumber : Hasil penelitian Priyono, Bengkulu, 2004.

Berdasarkan Tabel 2.4. dilihat bahwa selain ada faktor pendukung usaha kemitraan ada pula faktor penghambat. Menurut Priyono (2004) kelemahan-kelemahan itu meliputi misal perusahaan inti bisa terjadi over supply apabila panen ayam terjadi bersamaan. Sementara bagi plasma antara lain penetapan harga jual ayam oleh perusahaan menyebabkan peternak tidak mendapatkan keuntungan maksimal, peternak tidak bisa memasarkan ayamnya kepihak lain, karena terikat perjanjian dengan pihak inti, harga input (DOC, pakan, vitamin, obat) dirasa terlalu tinggi, dan sampai saat ini peternak belum pernah mendapatkan kredit lunak dari inti untuk pembuatan kandang dan peralatannya.


(49)

22

Faktor-faktor penghambat dalam pola pelaksanaan kemitraan dapat diatasi guna menciptakan iklim usaha yang kondusif. Untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif perlu peranan dari KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha), dimana peranan KPPU disini yaitu melakukan pengawasan pelaksanaan Undang-Undang tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan KPPU dimaksudkan untuk mewujudkan perekonomian Indonesia yang efisien melalui penciptaan iklim usaha yang kodusif, yang menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi semua pelaku usaha. Dengan tujuan yang sama, KPPU juga berupaya mencegah praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat (Anonim, 2010).

Undang-undang No 5 Tahun 1999 bahwa tugas dan wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah sebagai berikut:

Tugas:

1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;

2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;

3. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek


(50)

23

Wewenang:

1. Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

2. Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

2.6 Modal Usaha Ternak Ayam Broiler

Dalam suatu unit usaha, faktor penting yang perlu diperhatikan adalah modal. Besar kecilnya modal yang dimiliki bisa menunjukkan secara langsung kemampuan skala usaha yang akan dirintis. Berdasarkan kegunaannya, modal dalam usaha peternakan ayam broiler komersial dibagi menjadi dua bagian yaitu modal investasi dan modal kerja. Modal usaha berdasarkan sumbernya dibagi menjadi modal sendiri, modal pinjaman, dan modal campuran (Fadilah 2006).

Modal investasi adalah modal yang akan digunakan untuk membiayai pengadaan semua keperluan prasarana dan sarana usaha yang bersifat tetap. Biaya ini disebut dengan biaya tetap (fixed cost). Prasarana dan sarana tersebut dipakai selama tenggang waktu cukup lama, bisa dua tahun, lima tahun, atau sampai 15 tahun. Nilai akhir (residue value) sarana yang dipakai akan terus berkurang sesuai dengan umur pemakaian, bahkan sarana yang dipakai tersebut bisa tidak memiliki nilai sama sekali atau nihil (Fadilah,


(51)

24

Biaya tetap meliputi biaya yang digunakan untuk pembuatan kandang beserta ongkos kerjanya, instalasi air (tangki air beserta instalasinya), pemanas, tempat minum, tempat pakan, gudang pakan dan peralatannya, serta sarana lain sesuai dengan kebutuhan. Skala usaha beternak ayam broiler akan berpengaruh terhadap besar kecilnya biaya atau modal yang diperlukan untuk membangun kandang.

Perhitungan kebutuhan air dalam satu unit usaha ayam broiler menjadi dasar perhitungan biaya yang akan dikeluarkan untuk membangun instalasi air. Awalnya, perlu dilakukan penghitungan jumlah ayam yang akan dipelihara, umur ayam panen, dan jumlah karyawan yang tinggal di kandang (farm).

Alat pemanas diperlukan pada tiga minggu pertama masa pemeliharaan atau masa pengeraman (brooding period). Jenis alat pemanas berdasarkan sumber energi yang dipakai cukup beragam. Hal terpenting adalah kemampuan pemanas memberikan kehangatan yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan anak ayam. Tempat minum yang sering dipakai dalam usaha peternakan ayam broiler komersial adalah galon manual, tempat minum otomatis (automatic drinker), dan nipel. Penggunaan jenis tempat minum tersebut disesuaikan dengan tipe kandang. Sedangkan untuk tempat makan bisa berupa tabung (hanging feeder), tempat makan otomatis berupa rantai (chain feeder), atau pipa auger. Tempat makan yang sering digunakan oleh peternak ayam broiler adalah jenis tabung berkapasitas 5 kg untuk 20-25 ekor ayam. Pembuatan gudang pakan sangat penting dalam usaha ternak


(52)

25

Modal kerja dalam usaha ayam broiler adalah modal yang digunakan untuk membiayai kegiatan usaha ternak. Modal kerja berupa biaya operasional atau biaya untuk membeli sarana porduksi peternakan seperti DOC, pakan, serta obat-obatan dan vaksin (OVK). Modal kerja disebut juga biaya tidak tetap (variable cost).

Jumlah biaya yang digunakan untuk pengadaan DOC begantung pada harga DOC dan jumlah ayam broiler yang akan dipelihara. Harga DOC selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Namun harga DOC dari para produsen sangat relatif. Harga tertinggi dicapai menjelang hari-hari besar keagamaan, seperti Hari Raya Idul fitri, Idul Adha, Natal, dan Tahun Baru (Fadilah, 2006). Biaya untuk pembelian pakan ayam merupakan proporsi terbesar dalam usaha peternakan ayam broiler, yaitu 60–70 persen dari modal kerja yang tersedia. Ada dua jenis pakan, yaitu starter dan finisher. Pakan

starter digunakan hingga ayam berumur 28 hari. Peternak harus pandai

memilih pakan yang akan digunakan, sebaiknya pakan yang digunakan telah teruji dan terbukti kualitasnya di lapangan.

Biaya yang dikeluarkan untuk membeli obat-obatan (termasuk desinfektan, vitamin, dan antibiotik) serta vaksin bergantung pada program yang diterapkan dalam usaha peternakan ayam broiler tersebut. Biaya yang dikeluarkan untuk satu ekor ayam yaitu Rp 250–500, bahkan lebih besar tergantung pada kesehatan ayam, program khusus, atau program pemeliharaan. Modal kerja lainnya adalah modal untuk biaya operasional


(53)

26

penyusutan kandang atau bangunan (building depreciation), penyusutan peralatan, bunga pinjaman bank apabila peternak mendapat modal dari bank.

2.7 Pendapatan Peternak

Pendapatan peternak sangat berpengaruh bagi keberlangsungan sebuah usaha peternakan, semakin besar pendapatan yang diperoleh maka semakin besar kemampuan peternak untuk membiayai segala pengeluaran dan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan oleh peternak tersebut. Selain itu pula pendapatan juga berpengaruh terhadap laba rugi usaha peternakan.

Menurut Zaki Baridwan (1997) dalam Buku Intermediate Accounting

merumuskan pengertian pendapatan adalah aliran masuk atau kenaikan lain aktiva suatu badan usaha atau pelunasan utang (atau kombinasi dari keduanya) selama suatu periode yang berasal dari penyerahan atau pembuatan barang, penyerahan jasa, atau dari kegiatan lain yang merupakan kegiatan lain yang merupakan kegiatan utama dan usaha. Sementara menurut Munandar ( 1981 : 16 ) pendapatan adalah sutau pertambahan assets yang mengakibatkan bertambahnya Owner’s Equity, tetapi bukan karena panambahan modal dari pemiliknya, dan bukan pula merupakan pertambahan assets yang disebabkan karena betambahnya liabilities. Selain itu C. Rollin Niswonger, Carl S. Warren dan Philip E. Fess ( 1992:56-57) menyatakan pendapatan sebagai kenaikan kotor atau garis dalam modal pemilik yang dihasilkan dari penjualan barang dagangan, pelayanan jasa kepada klien, penyewaan harta, peminjaman uang dan semua kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh penghasilan. Sofyan Syafri Harahap (2001:236)


(54)

27

yang dibebankan kepada langganan/mereka yang menerima. Dalam hal ini, pendapatan peternak dapat dilihat dalam analisa usaha ternak.

Analisis usaha ternak sangat tergantung pada perhitungan biaya produksi, harga pasar dan pendapatan penjualan, serta perhitungan bonus usaha. Berikut ini dijelaskan mengenai analisis usaha ternak broiler:

1). Perhitungan Biaya Produksi

Besarnya biaya produksi ayam broiler komersial hidup di suatu farm,

di suatu negara, atau pada suatu musim sangat bervariasi. Banyak faktor yang mempengaruhi biaya produksi. Namun faktor terbesar yang berpengaruh terhadap biaya produksi adalah pakan, sehingga besar kecilnya biaya produksi yang dikeluarkan, bergantung pada biaya pakan yang dikeluarkan. Biaya per ekor atau per kilogram berat hidup ayam akan semakin tinggi jika performa pemeliharaan tidak baik. Performa dapat diukur dari tingkat mortalitas dan penggunaan pakan (Fadilah, 2006).

Dalam usaha kemitraan ayam broiler, biaya produksi yang dikeluarkan oleh peternak plasma setiap periode pemeliharaan adalah biaya pembelian sekam, gas LPG, listrik, air dan tenaga kerja. Sementara biaya pakan, DOC, dan obat-obatan ditanggung oleh perusahaan inti. 2). Harga Pasar dan Pendapatan Penjualan Ayam

Harga ayam ketika dijual ditentukan oleh harga pasar yang berlaku pada saat itu. Informasi harga yang berlaku biasanya diperoleh dari Pusat Informasi Pasar Broiler (PINSAR) atau dari harga posko yang dibentuk


(55)

28

ayam, dan kondisi kesehatan ayam. Harga ayam juga sangat dipengaruhi oleh peringatan hari-hari raya (Fadilah, 2006).

Pendapatan penjualan ayam adalah total pendapatan kotor suatu usaha ayam broiler komersial selama satu periode dari hasil penjualan ayam yang dipelihara, sedangkan hasil penjualan sampingan (by product) seperti karung dan kotoran ayam disebut dengan pendapatan lain-lain.

Beberapa perusahaan kemitraan ayam broiler biasanya memberikan insentif kepada peternak plasmanya ketika harga jual ayam hidup di pasaran lebih tinggi dari nilai kontrak yang telah disepakati, yang lebih dikenal dengan Bonus pasar. Masing –masing perusahaan memiliki mekanisme pengaturan dalam pemberian bonus pasar kepada peternaknya sesuai prestasi pemeliharaan.

3). Perhitungan Laba Rugi

Beberapa faktor yang mempengaruhi laba rugi suatu usaha ayam broiler komersial adalah sebagai berikut:

a. Prestasi produksi

Semakin tinggi nilai performa, maka biaya produksi makin rendah. Tinggi rendahnya prestasi akan berpengaruh terhadap besar kecilnya laba rugi yang akan diperoleh. Prestasi yang buruk, erat kaitannya dengan adanya masalah di farm yang bersangkutan, misalnya ayam terkena sakit, kualitas DOC rendah, pakan jelek, atau terjadi kesalahan manajemen. Dalam usaha kemitraan, prestasi produksi setiap pemeliharaan ayam broiler dinyatakan dengan IP


(56)

29 Panen x Umur FCR BW x Hidup Daya  IP Keterangan :

Daya Hidup = Persentase ayam hidup yang terpanen (%) BW = Berat ayam saat panen (Kg)

FCR = Jumlah pakan yang dihabiskan untuk menghasilkan satu kilogram bobot ayam hidup

Umur Panen = Rata –rata umur panen ( hari ) Sumber : PT. X, 2014

b. Harga jual ketika panen

Harga jual di atas biaya produksi menandakan usaha yam broiler komersial menguntungkan. Semakin tinggi selisih jual dan biaya produksi, semakin besar keuntungan yang akan diperoleh. Namun jika harga jual di bawah biaya produksi, maka usaha ayam broiler komersial akan rugi. Sementara itu, saat ini perusahaan inti yang membeli ayam dari peternak plasma lebih banyak menggunakan harga kesepakatan ( sistem kontrak) sehingga pendapatan peternak plasma relatif stabil dan tidak terlalu terpengaruh oleh harga jual dipasaran. c. Harga beli sarana peternakan (Sapronak)

Tinggi rendahnya harga beli secara langsung berpengaruh terhadap besar kecilnya biaya produksi, terutama harga beli pakan. Alasannya, pakan merupakan komponen paling besar dalam usaha ayam. Meskipun faktor penentu laba rugi lainnya stabil, seperti performa pemeliharaan tetap baik, atau harga jual stabil, belum tentu usaha beternak ayam memperoleh untung besar, jika harga sapronak tinggi. Tinggi rendahnya harga sapronak secara langsung sangat mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi dan secara otomatis


(57)

30

d. Faktor lain

Faktor lain yang berpengaruh pada besarnya laba rugi adalah perbedaan kebijakan perhitungan biaya produksi, yang secara otomatis akan mempengaruhi perhitungan besar kecilnya laba rugi yang akan diperoleh. Kebijakan tersebut meliputi perhitungan sewa kandang,

management fee, dan bonus atau insentif karyawan yang dimasukkan dalam perhitungan biaya produksi.

4). Perhitungan Bonus Usaha

Untuk memberikan motivasi kepada karyawan, setiap akhir periode pemeliharaan ayam broiler komersial selalu diadakan pemberian bonus. Bonus ini diberikan dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh manajemen atau pengusaha. Indikator atau acuan yang dipakai adalah hasil perhitungan performa pemeliharaan (Fadilah, 2006). Demikian pula pada usaha kemitraan, biasanya perusahaan inti memberikan bonus kepada peternak plasma ketika performen pemeliharaan baik, yang bisa dilihat dari nilai FCR, kemudian disebut bonus FCR dan dihitung sesuai mekanisme perusahaan.

Menurut Suratiyah (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya dan pendapatan sangat kompleks. Faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor internal-eksternal dan faktor manajemen. Faktor internal-eksternal akan bersama-sama mempengaruhi biaya dan pendapatan usahatani.


(58)

31

bantuan tenaga kerja tambahan. Pendidikan terutama pendidikan non-formal misalnya kursus kelompok tani, penyuluhan, atau studi banding akan membuka pemikiran peternak, menambah keterampilan dan pangalaman peternak dalam mengelola usahataninya.

Jumlah tenaga kerja dalam keluarga akan berpengaruh pada biaya, semakin banyak menggunakan tenaga kerja keluarga maka semakin sedikit biaya yang dikeluarkan untuk mengupah tenaga kerja luar keluarga. Petani dengan lahan sempit dengan tenaga kerja keluarga yang tersedia, dapat menyelesaikan pekerjaan usahataninya tanpa menggunakan tenaga kerja luar yang diupah sehingga biaya per usahatani menjadi rendah.

Modal yang tersedia berhubungan langsung dengan peran petani sebagai manajer dan juru tani dalam mengelola usahataninya. Jenis komoditas yang akan diusahakan tergantung modal karena ada komoditas yang padat modal sehingga memerlukan biaya yang cukup tinggi untuk mengusahakannya (Suratiyah, 2006).

2.8 Kepuasan Peternak

Tingkat kepuasan petenak terhadap pelaksanaan usaha kemitraan merupakan salah satu faktor yang secara tidak lansung berkontribusi terhadap keberlanjutan usaha kemitraan. Kepuasan peternak tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal, yang nantinya bisa menjadi indikator keberhasilan suatu usaha kemitraan.

Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap


(59)

32

dari kinerja dan harapan. Jika kinerja berada di bawah harapan berarti seseorang tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan berarti seseorang amat puas atau senang (Kotler, 2000). Dalam usaha kemitraan, peternak plasma juga akan menunjukkan tingkat kepuasaannya sesuai dengan kondisi/kinerja perusahaan inti.

Rangkuti (2003) mengartikan kepuasan pelanggan sebagai respon pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja yang dirasakan setelah pemakaian. Sedangkan Sumarwan (2004), menyatakan bahwa kepuasan pelangan merupakan suatu the expectacy

disconfirmation model. Dalam teori ini dijelaskan bahwa kepuasan dan

ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian dengan yang sesungguhnya diperoleh konsumen dari produk atau jasa yang dibeli tersebut. Demikian pula pada usaha kemitraan, dimana peternak plasma yang bertindak sebagai konsumen dari perusahaan inti juga akan selalu membandingkan antara harapan peternak sebelum bergabung dengan yang sesungguhnya diperoleh peternak setelah bergabung, seperti pelayanan maupun pendapatan yang diperoleh.

Terdapat delapan faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan, yaitu: nilai, harapan, daya saing, persepsi pelanggan, harga, citra, pelayanan dan situasi pelayanan (Rangkuti, 2003).

1) Nilai

Sumarwan (2004) mendefinisikan nilai sebagai kepercayaan atau segala sesuatu yang dianggap penting oleh seseorang atau masyarakat. Nilai


(60)

33

sesuai dengan budayanya. Nilai berlangsung lama dan sulit berubah. Nilai tidak terkait dengan suatu objek atau situasi.

Nilai didefinisikan sebagai pengkaji secara menyeluruh manfaat nilai dari suatu produk. Nilai didasarkan pada persepsi pelanggan atas apa yang telah diterima oeh pelanggan dan yang telah diberikan oleh produk tersebut. Pelanggan membutuhkan pelayanan serta manfaat dari produk yang dikonsumsinya (Rangkuti, 2003).

2) Harapan

Harapan pelanggan diyakini memiliki peranan yang besar dalam menetukan mutu produk (barang atau jasa) dan kepuasan pelanggan. Pada dasarnya terdapat hubungan yang erat antara penentuan mutu dan kepuasan pelanggan. Dalam mengevaluasi, pelanggan akan menggunakan harapannya sebagai standar atau acuan. Dengan demikian harapan pelanggan yang melatar belakangi mengapa dua organisasi pada bisnis yang sama dapat dinilai berbeda oleh pelanggannya (Tjiptono, 2002).

Rangkuti (2003) menambahkan tentang tingkat kepentingan atau harapan pelanggan sebagai keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk atau jasa. Hal ini yang akan dijadikan standar dalam menilai kinerja produk jasa tersebut.

3) Daya saing

Suatu produk jasa atau barang harus memiliki daya saing yang tinggi agar dapat menarik pelanggan. Produk memiliki daya saing bila keunggulan produk tersebut dibutuhkan pelanggan. Keunggulan suatu produk jasa


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

61