Risiko Tinggi Alergi Hubungan Probiotik dan Alergi

commit to user 27 Tabel 2. Nilai normal hitung eosinofil total Dikutip dari Munasir, 2007b Kelompok Umur Jumlah eosinofil µl Rata-rata Rentang Neonatus Usia 1 tahun ke atas Dewasa 400 300 200 20-800 50-700 0-450

D. Risiko Tinggi Alergi

Tingkat risiko alergi dalam Kartu Deteksi Dini Risiko Alergi yang diterbitkan oleh UKK Alergi – Imunologi Ikatan Dokter Anak Indonesia dan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia ditunjukkan dengan jumlah nilai kondisi keluarga yang diperoleh. Nilai 2 diberikan bila terdapat kondisi alergi pada ayah, ibu, dan atau saudara kandung yang dinyatakan oleh dokter atau secara medis terkena alergi, nilai 1 diberikan bila diduga terkena alergi pada ayah, ibu, dan atau saudara kandung, dan nilai 0 diberikan bila tidak didapatkan riwayat alergi pada ayah, ibu, dan atau saudara kandung Yadau, 2005. Prosentase risiko alergi dapat diprediksi dari jumlah nilai kondisi keluarga yang diperoleh. Nilai kondisi keluarga 0 dikelompokkan sebagai risiko kecil dan diprediksi memiliki menderita alergi sebesar 5 – 15, nilai kondisi keluarga 1 – 3 dikelompokkan sebagai risiko sedang dan diprediksi memiliki menderita alergi sebesar 20 – 40, nilai kondisi keluarga 4 – 6 commit to user 28 dikelompokkan sebagai risiko tinggi dan diprediksi memiliki menderita alergi sebesar 40 – 60 Yadau, 2005.

E. Hubungan Probiotik dan Alergi

Mekanisme kerja probiotik yang paling menguntungkan bagi tubuh manusia adalah mekanisme probiotik dalam menstimulasi sistem pertahanan tubuh. Pemberian probitik pada penderita diare akan menghambat proses inflamasi dengan meningkatkan kadar sitokin anti-inflamasi IL-10 dan IL-4 dan menurunkan kadar sitokin pro-inflamasi TNF- α, IL-6, INF-γ Vasiljevic, 2008. Probiotik memiliki efek memperbaiki pengenalan bakteri pada respon imun seluler. Pemberian probiotik pada awal kehidupan memberikan peranan penting dalam maturasi respon imun sel Th1, menghambat perkembangan respon alergi sel Th2 yang juga menurunkan kadar IL-4, IL-13 sehingga mengurangi produksi Ig E dan menurunkan IL-5 sehingga mengurangi produksi eosinofil Isolauri, 2007. Interleukin -4 dan IL-13 yang diekskresi oleh sel Th2 akan menstimulasi limfosit B yang spesifik terhadap antigen asing untuk berdifernsiasi menjadi sel plasma dan memproduksi Ig E. Mekanisme lain sitokin juga berperan menunjang terjadinya reaksi peradangan pada alergi. Pertumbuhan, proliferasi, pertahanan hidup, dan diferensiasi limfosit, eosinofil, basofil, sel mast, makrofag atau monosit dipengaruhi oleh GN-CSF, IL-1, IL-2, IL-3, IL-4, IL-5, IFN, TNF, NGF, dan SCF. Eosinofil selanjutnya commit to user 29 akan ditarik ke arah jaringan yang mengalamai peradangan dan ditingkatkan serta menjadi hipodens karena pengaruh IL-2, IL-5, GM-CSF, dan EAF eosinophil activating factor. Antibodi selain Ig E, pada reaksi hipersensitivitas tipe II akan menyebabkan penyakit dengan berikatan pada target antigennya yang ada pada permukaan sel atau jaringan. Sedangkan pada reaksi hipersentivitas tipe III akan menyebabkan penyakit dengan membentuk komplek imun yang mengendap di pembuluh darah Munasir, 2007c. Probiotik juga memiliki mekanisme dalam menstimulasi sistem pertahanan tubuh dan memainkan peranan penting dalam perkembangan toleransi imun normal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa probiotik memiliki efek yang menguntungkan pada penderita dermatitis atopi. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan adanya perbaikan klinis pada bayi yang menderita dermatitis atopi setelah diberikan suplemen probiotik lactobacillus. Pada penelitian lain hidridisasi fluoresen in situ menunjukkan bahwa tinja penderita dermatitis atopi mengandung lebih banyak spesies clostridium dan bifidobacteria yang berkurang. Pemberian probiotik yang berupa bifidobacteria akan memperbaiki gejala klinis penderita dermatitis atopi Isolauri, 2007. Penelitian in vitro pada alergi susu sapi memperkirakan bahwa sitokin yang dilepaskan limfosit yang distimulasi oleh protein susu sapi pada pasien alergi susu sapi bertanggung jawab terhadap gangguan fungsi usus. Hill dkk melaporkan bahwa limfosit T perifer pada pasien alergi susu sapi tipe delayed memproduksi interferon gamma IFN- γ lebih banyak dibanding commit to user 30 pasien dengan tipe immediated. Penemuan ini mengindikasikan kecenderungan respon tipe Th1 pada tipe delayed dan pelepasan TNF- α yang lebih besar dibanding anak normal. Supernatan dari kultur limfosit pasien alergi susu sapi mengubah kapasitas barrier usus, dengan adanya penurunan tahanan elektrik dan meningkatkan pelepasan Na. Hasil ini menunjukkan bahwa selama alergi terhadap susu sapi berlangsung sejumlah besar TNF- α dilepas oleh limfosit dan akan meningkatkan premeabilitas intestinal. Pemberian probitik akan menghambat proses inflamasi dengan meningkatkan kadar sitokin anti-inflamasi IL-10 dan IL-4 dan menurunkan kadar sitokin pro-inflamasi TNF- α, IL-6, INF-γ Damayanti, 2007. commit to user 31

F. Kerangka Berpikir