SUKMAWAN WAHYU WIBOWO S5907003

(1)

commit to user

PENGARUH PEMBERIAN PROBIOTIK TERHADAP HITUNG

EOSINOFIL TOTAL PADA ANAK DENGAN

RISIKO TINGGI ALERGI

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga

Minat Utama : Ilmu Biomedik Kesehatan Anak

Oleh :

SUKMAWAN WAHYU WIBOWO S5907003

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012


(2)

PENGARUH PEMBERIAN PROBIOTIK TERHADAP HITUNG

EOSINOFIL TOTAL PADA ANAK DENGAN

RISIKO TINGGI ALERGI

Disusun oleh : Sukmawan Wahyu Wibowo

S5907003

Telah disetujui oleh Pembimbing : Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda tangan

Pembimbing I Prof. Dr. B. Soebagyo, dr., Sp.A(K) ... NIP. 19431216 197603 1001

Pembimbing II dr. Ganung Harsono, Sp.A(K) ... NIP. 19510217 197801 1001

Mengetahui :

Ketua Program Studi Kedokteran Keluarga


(3)

commit to user

iii

PENGARUH PEMBERIAN PROBIOTIK TERHADAP HITUNG

EOSINOFIL TOTAL PADA ANAK DENGAN

RISIKO TINGGI ALERGI

Disusun oleh : Sukmawan Wahyu Wibowo

S5907003

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda tangan

Ketua Dr. Hari Wujoso, dr., Sp.F., MM.

NIP : 19621022 199503 1001 ...

Sekretaris Prof. Dr. Bhisma Murti, dr., MPH., M.Sc., Ph.D.

NIP. 19490317 197609 1001 ... Anggota Prof. Dr. B. Soebagyo, dr. Sp.A (K)

NIP. 19431216 197603 1001 ...

dr. Ganung Harsono, Sp.A(K) NIP. 19510217 197801 1001 ...

Mengetahui Ketua Program Studi Direktur PPS UNS Magister Kedokteran Keluarga

Prof.Dr.Ir. Ahmad Yunus, M.S. Dr. Hari Wujoso, dr., Sp.F., MM NIP. 19610717 198601 1001 NIP.19621022 199503 1001


(4)

PERNYATAAN

Nama : Sukmawan Wahyu Wibowo NIM : S 5907003

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul Pengaruh Pemberian Probiotik terhadap Hitung Eosinofil Total pada Anak dengan Risiko Tinggi Alergi adalah betul-betul karya sendiri. Hal - hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Februari 2012 Yang membuat pernyataan


(5)

commit to user

v

KATA PENGANTAR

Berkat rahmat Allah SWT tesis dengan judul Pengaruh Pemberian Probiotik terhadap Hitung Eosinofil Total pada Anak dengan Risiko Tinggi Alergi dapat penulis selesaikan dengan bantuan dari pembimbing dan berbagai belah pihak. Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak dan mencapai derajat Magister Kedokteran Keluarga.

Rasa hormat dan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada : 1. Prof. Dr. dr. Ravik Karsidi, MS selaku Rektor Universitas Sebelas Maret,

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program Magister di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

2. Prof. Ir. Achmad Yunus, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program Magister di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

3. Dr. Hari Wujoso, dr., Sp.F., MM. selaku Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program Magister di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

4. Prof. Dr. dr. Zainal Arifin Adnan Sp.PD-KR selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan kesempatan


(6)

kepada penulis untuk mengikuti program Magister di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

5. drg. Basoeki Soetardjo, MMR selaku Direktur RSUD Dr. Moewardi Surakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sebagai PPDS I Ilmu Kesehatan Anak untuk menggunakan fasilitas dan sarana yang ada di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

6. dr. Endang Dewi Lestari, MPH, Sp.A (K) selaku Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNS/RSDM. Terima kasih telah memberikan kesempatan dan dukungan untuk mengikuti program Magister di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

7. dr. Muh. Riza, SpA, M.Kes selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis FK UNS/RSDM yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program Magister di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret dan dorongan semangat serta fasilitas yang diberikan.

8. dr. Ganung Harsono, Sp.A(K) selaku pembimbing substansi yang telah memberikan banyak waktu dan tenaga untuk pembuatan tesis ini.

9. Prof. Dr.dr. B. Soebagyo, Sp.A (K) selaku pembimbing metodologis yang dengan kesabarannya meneliti tesis ini sehingga menjadi lebih baik.

10.Semua staf pengajar di Program Studi Magister Kedokteran Keluarga, PPS UNS yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

11.Semua staf pengajar Bagian Anak FK UNS/RSDM: Prof. DR. Harsono Salimo, dr., Sp.A(K); Prof. Dr. B. Soebagyo, dr., Sp.A(K); dr. Mustarsid, SpA


(7)

commit to user

vii

SpA(K); dr. Ganung Harsono, SpA(K); dr. Rustam Siregar, SpA; dr. Pudjiastuti, SpA(K); dr. Sri Lilijanti, SpA(K); Dra. Suci Murti Karini,Msi; dr. Dwi Hidayah, SpA, MKes; dr. Sri Martuti, SpA, MKes; dr. Muhammad Riza, SpA, MKes; dr. Annang Giri M, SpA, MKes; dr. Ismiranti Andarini, SpA, MKes; dr. Hari WN, SpA, Mkes; dr. Fadhilah TN, SpA, Mkes, terimakasih atas segala bimbingan dan dorongan semangat serta doa semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah beliau-beliau berikan.

12.Ungkapan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis haturkan kepada Ayah penulis Drs. Thulus Hidajat, S.U., M.A. dan Ibu penulis Dra. Sri Wiyanti H., M.Si. yang dengan penuh kesabaran dan kasih sayang telah membesarkan, membimbing, mendidik serta senantiasa mendoakan sehingga penulis dapat mencapai jenjang pendidikan seperti sekarang ini. Semoga Allah SWT, memberikan balasan yang sebaik-baiknya dan senantiasa melimpahkan karunia-Nya bagi Ayah dan Ibu.

13.Semua teman-teman PPDS I Ilmu Kesehatan Anak dr. Imelda, dr. M. Rikki A.A., dr. Dyah Rahmi K, dr. Evi Rokhayati, dr. Hairiah, tetaplah menjadi sahabat yang terbaik walaupun jarak akan memisahkan kita kelak. Untuk teman residen lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih atas segenap dukungan dan doa yang diberikan.

14.Segenap kepala perawat dan perawat di ruang PICU, Melati 2, KBRT, dan Poliklinik anak. Penulis mohon maaf apabila banyak kata dan sikap penulis yang tidak berkenan.


(8)

15.Kepada para dokter muda, terima kasih telah membantu penulis dalam mengerjakan tugas di bangsal anak.

16.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Akhir kata penulis mengharapkan tesis ini dapat memberikan manfaat bagi dunia kedokteran terutama di bidang Ilmu Kesehatan Anak. Penulis memohon maaf bila terdapat penulisan dan kata yang salah. Segala masukan akan penulis jadikan kritik untuk membangun lebih baik lagi.

Terima kasih.

Surakarta, Februari 2012 Penulis


(9)

commit to user

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………... i

LEMBAR PERSETUJUAN ……… ii

HALAMAN PENGESAHAN ………… ……… iii

PERNYATAAN ………...……… iv

KATA PENGANTAR ………. v

DAFTAR ISI ……….. ix

DAFTAR TABEL ………..………. xii

DAFTAR GAMBAR ………. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………... 1

B. Rumusan Masalah……….... 3

C. Tujuan Penelitian………. 3

D. Manfaat Penelitian……… 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Probiotik ……….. 5

B. Alergi ……….. 18


(10)

D. Risiko Tinggi Alergi ……… 27

E. Hubungan Probiotik dan Alergi ………. 28

F. Kerangka Berpikir ……….. 31

G. Hipotesis ……….. 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ………. 33

B. Tempat dan Waktu ……….. 33

C. Populasi ……… 33

D. Sampel dan Cara Pemilihan Sampel ……… 34

E. Besar Sampel ……… 34

F. Identifikasi Variabel Penelitian ……… 35

G. Definisi Operasional ……… 35

H. Cara Kerja ……… 36

I. Izin Subjek Penelitian ………. 37

J. Alur Penelitian ……… 38

K. Pengolahan Data ………. 39

L. Jadwal Penelitian ………. 40

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ……….. 41

B. Pembahasan ……… 46

C. Kelemahan Penelitian ……… 48 BAB V. SIMPULAN DAN SARAN


(11)

commit to user

xi

B. Saran ……… 49 C. Implikasi Penelitian ………. 49 DAFTAR PUSTAKA ……….. 51 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Perbedaan tipe-tipe hipersensitivitas ……… 18 Tabel 2 Nilai normal hitung eosinofil total ……… 26 Tabel 3. Karakteristik dasar subjek penelitian ……… 42 Tabel 4. Hitung eosinofil total pada kedua kelompok subjek ………… 43

Tabel 5. Hasil analisis bivariat faktor-faktor risiko dengan kejadian

penurunan hitung eosinofil total ……… 44


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Imunopatologi Alergi ………. 21

Gambar 2 Titik Tangkap Terapi Alergi ……….. 23

Gambar 3. Bagan Kerangka Berpikir Penelitian ... 31

Gambar 4. Bagan Alur Penelitian ... 38

Gambar 5. Diagram box plot hitung eosinofil total pada anak dengan risiko tinggi alergi yang diberi probiotik dan tidak diberi probiotik ………. 45


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Penjelasan penelitian

Lampiran 2. Formulir persetujuan mengikuti penelitian Lampiran 3. Formulir isian penelitian

Lampiran 4. Surat izin kelayakan penelitian Lampiran 5. Data dasar penelitian


(15)

commit to user

xv ABSTRAK

Sukmawan Wahyu Wibowo. S5907003. 2012. Pengaruh Pemberian Probiotik terhadap Hitung Eosinofil Total pada Anak dengan Risiko Tinggi Alergi.

Tesis : Program Studi Magister Kedokteran Keluarga, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta

Latar Belakang : Probiotik memiliki banyak manfaat yang menguntungkan bagi tubuh manusia, diantaranya adalah menstimulasi sistem pertahanan tubuh. Kondisi lingkungan yang semakin sehat dan menurunnya paparan bakteri, virus, dan jamur mengakibatkan ketidakseimbangan dari sistem imun tubuh sehingga menyebabkan meningkatnya risiko alergi. Tujuan penelitian ini adalah meneliti efek probiotik terhadap hitung eosinofil total pada anak dengan risiko tinggi alergi.

Metode : Penelitian randomised contolled trial ini untuk meneliti adanya efek probiotik terhadap hitung eosinofil total pada anak dengan risiko tinggi alergi yang berobat jalan di Poliklinik Anak Rumah Sakit dr. Moewardi periode bulan Agustus 2010 – November 2011. Data diolah dengan SPSS 17.0. Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji X2 , uji t, dan analisis bivariat untuk mengetahui pengaruh probiotik dan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian penurunan hitung eosinofil total. Nilai OR ditentukan dan CI 95 %.

Hasil : Diperoleh 30 subjek penelitian dengan risiko tinggi alergi maupun terdiagnosis alergi. Dari hasil analisis bivariat didapatkan hasil bahwa probiotik tidak berpengaruh terhadap penurunan jumlah eosinofil pada anak dengan risiko tinggi alergi (OR 1,46 ; CI 95 % 0,26 s/d 8,01; p = 0,666).

Kesimpulan : Probiotik tidak berpengaruh terhadap penurunan hitung eosinofil total pada anak dengan risiko tinggi alergi.


(16)

ABSTRACT

Sukmawan Wahyu Wibowo. S5907003. 2012. The Effect of Probiotics on Absolute Eosinophyl Count in Children with High Risk of Allergy.

Thesis : Master Program in Family Medicine, Post-Graduate Program, Sebelas Maret University.

Backgound : Probiotics has many benefit functions for human body, such as stimulation of the imune system. The healthy environment and lower explanation to bacteria, viral, and fungus cause the imblance of the imune system so that increase the risk of allergy. The objective of this study is to find out the effect of probiotics on reducing absolute eosinophyl count in children with high risk of allergy.

Methods : A randomised contolled trial to investigate the effect of probiotics on absolute eosinophyl count in children with high risk of allergy at dr. Moewardi General Hospital Surakarta from August 2010 to November 2011. Data were analized by SPSS 17.0. Statistical analysis was performed by X2, t-test, bivariate analysis, and logistic regression. OR and 95 % CI were determined.

Results : There were 30 subjects with high risk of allergy or diagnosed allergy. From bivariate analysis we found that probiotics have no effect on reducing absolute eosinophyl count in children with high risk of allergy (OR 1,46 ; CI 95 % 0,26 s/d 8,01; p = 0,666).

Conclusion : Probiotics have no effect on reducing absolute eosinophyl count in children with high risk of allergy.

Keyword : probiotics, absolute eosinophyl count, children with high risk of allergy.


(17)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Probiotik memiliki banyak manfaat yang menguntungkan bagi tubuh manusia sehingga pada beberapa tahun terakhir ini mendapat perhatian dari banyak peneliti, termasuk WHO dan FAO. Mekanisme yang dimiliki oleh probiotik dalam mengurangi gejala diare dan memperpendek waktu terjadinya diare merupakan mekanisme utama di samping beberapa mekanisme lain yang tidak kalah penting bagi tubuh manusia, akan tetapi mekanisme probiotik dalam menstimulasi sistem pertahanan adalah yang paling menguntungkan bagi tubuh (Salvatore, 2007; Pham, 2008; Vasiljevic, 2008).

Alergi makanan sampai saat ini masih merupakan tantangan bagi para klinisi karena gejala yang timbul sangat bervariasi dan sampai saat ini belum ada tes diagnostik yang reliabel. Kurang lebih ada 140 jenis makanan yang dapat menimbulkan reaksi alergi pada manusia. Pada bayi dan anak-anak, susu sapi merupakan jenis makanan yang paling sering menyebabkan alergi. Prevalensi alergi yang disebabkan oleh susu sapi ini berkisar antara 0,5 – 7,5 % (Damayanti, 2007).

Menurut The National Institute of Allergy and Infectious Diseases, setiap tahun terdapat lebih dari 50 juta penduduk USA yang menderita penyakit alergi. Hampir 36 juta mengalami rinitis alergi. Dermatitis atopi, salah satu penyakit kulit terbanyak dan terutama terjadi pada bayi dan anak –


(18)

anak, prevalensinya sekitar 10%. Alergi makanan terjadi pada 8% dari anak-anak berusia 6 tahun atau kurang. Alergi kacang-kacangan diderita hampir 3 juta penduduk USA dan menyebabkan reaksi terberat. Alergi urtikaria akut dialami 10%-20% penduduk selama hidupnya dan separuhnya mengalami gejala-gejala alergi selama lebih dari 6 bulan. Alergi terhadap sengatan serangga terjadi pada lebih kurang 3,5% penduduk USA (Jennifer, 2008).

Kondisi kesehatan yang meningkat dan standar hidup yang tinggi, terutama di negara maju, meningkatkan risiko terjadinya penyakit alergi. Strachan pada tahun 1989 menyatakan bahwa seiring dengan kondisi lingkungan yang makin sehat dan sedikit paparan terhadap bakteri, virus, dan jamur membawa dampak terjadinya ketidakseimbangan dari sistem imun sehingga menyebabkan meningkatnya risiko seseorang terkena penyakit alergi. Teori ini selanjutnya dikenal dengan hygiene hypothesis (Garn H, 2007; Mutius EV, 2007; Sironi M, 2010; Vercelli D, 2006).

Pengobatan dan pencegahan alergi adalah manfaat potensial yang dimiliki oleh probiotik. Kolonisasi yang berkurang dari Bifido bacterium dan Lactobacillus pada saluran pencernaan anak merupakan salah satu penyebab timbulnya reaksi alergi. Pemberian probitik akan mengembalikan komposisi dan peran bakteri yang bermanfaat dan menghambat perkembangan respon alergi sel Th2 yang juga menurunkan kadar IL-4, IL-5, IL-13 sehingga mengurangi produksi Ig E dan eosinofil(Vasiljevic, 2008; Damayanti, 2007; Munasir, 2007; Santosa, 2007).


(19)

commit to user

3 B. Rumusan Masalah

Apakah pemberian probiotik efektif dalam menurunkan hitung eosinofil total pada bayi dan anak-anak dengan risiko tinggi alergi?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

a. Meneliti efek probiotik terhadap eosinofil pada anak-anak dengan risiko tinggi alergi

b. Meneliti hitung eosinofil total pada anak-anak dengan risiko tinggi alergi

2. Tujuan Khusus

a. Meneliti efek probiotik terhadap hitung eosinofil total pada anak-anak dengan risiko tinggi alergi

b. Meneliti hitung eosinofil total pada anak-anak dengan risiko tinggi alergi tanpa pemberian probiotik

c. Menguji perbedaan hitung eosinofil total pada anak-anak dengan risiko tinggi alergi dengan pemberian probiotik dan tanpa pemberian probiotik

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Bidang Akademik

a. Pengembangan ilmu pengetahuan kedokteran khususnya Ilmu Kesehatan Anak dalam hal penanganan alergi


(20)

b. Sebagai perangkat tambahan diagnostik alergi. 2. Manfaat Bidang Pelayanan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif pengobatan pada anak penderita alergi.

3. Manfaat Bidang Kedokteran Keluarga

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam memprediksi dan mencegah kekambuhan pada anak penderita alergi dan timbulnya alergi pada anak dengan risiko tinggi alergi.


(21)

commit to user

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Probiotik 1. Definisi

Probiotik berasal dari bahasa Yunani “pro bios” yang berarti untuk kehidupan. Menurut WHO dan FAO (2002) pengertian probiotik adalah mikroorganisme yang bila dikonsumsi per oral dalam jumlah tertentu (107 - 109 cfu/ mL) akan memberikan dampak positif bagi kesehatan manusia. Dampak positif tersebut berupa pencegahan infeksi oleh strain-strain patogen. Probiotik merupakan strain-strain flora usus normal yang telah diisolasi dari tinja manusia sehat dan karena dikonsumsi secara per oral maka probiotik harus dapat melewati asam lambung dalam keadaan hidup (Pham, 2008; Vasiljevic, 2008; Firmansyah, 2006; Sudarmo, 2000).

Probiotik yang efektif harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut :

a. memberikan efek yang menguntungkan pada pejamu

b. tidak patogenik dan tidak toksik c. mengandung sejumlah besar sel hidup

d. mampu bertahan dan melakukan kegiatan metabolisme dalam usus

e. tetap hidup selama dalam penyimpanan dan pada saat digunakan f. mempunyai sifat sensori yang baik


(22)

Probiotik yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut di atas diharapkan dapat memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh manusia yang mengkonsumsinya.

Probiotik yang telah didaftarkan sebagai obat disebut sebagai Bio-therapeutic. Sediaan Bio-therapeutic yang tersedia adalah dalam bentuk kapsul, bubuk, susu fermentasi, dan yoghurt (Vasiljevic, 2008; Firmansyah, 2006).

2. Sejarah Probiotik

Sejarah probiotik dimulai dari awal peradaban manusia. Keju dan susu fermentasi amat dikenal oleh bangsa Yunani dan Romawi dan dianjurkan diberikan kepada anak pada saat penyembuhan (Vasiljevic, 2008).

Kaitan ilmiah antara probiotik dan manfaatnya bagi manusia pertama kali diungkapkan oleh ahli mikrobiologi Rusia bernama Nobel Laureate Ilya Metchnikoff pada tahun 1907. Ia menyatakan bahwa asam laktat yang dihasilkan oleh Lactobacillus dalam yogurt dapat menghambat pertumbuhan beberapa spesies bakteri patogen. Metchnikoff juga menyatakan bahwa para petani di Bulgaria dapat mencapai usia hidup rata-rata 87 tahun karena kebiasaan mereka mengkonsumsi susu yang difermentasikan (Vasiljevic, 2008).

Metchnikoff juga menyatakan bahwa tubuh manusia yang terpapar toksin yang diproduksi oleh strain-strain bakteri patogen dalam


(23)

commit to user

7 akan mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya proliferasi kuman enterik patogen. Kondisi ini dapat dicegah dengan mengkonsumsi susu yang mengandung asam laktat yang diproduksi oleh bakteri. Pendapat ini selanjutnya terkenal dengan sebutan teori auto-intoksikasi (Vasiljevic, 2008).

Minoru Shirota pada tahun 1930 mengadakan penelitian di Jepang dan berhasil mengisolasi dan mengkultur strain Lactobacillus yang dapat bertahan hidup melewati saluran pencernaan dan selanjutnya dikenal

sebagai Lactobacillus strain Shirota dan digunakan sebagai susu

fermentasi. Lactobacillus strain Shirota dapat digunakan untuk

pengobatan pencegahan dan modulasi mikroflora di saluran pencernaan (Vasiljevic, 2008).

Perkembangan penelitian mengenai probiotik terhambat pada akhir tahun 1930 sampai akhir tahun 1950 karena keadaan yang kurang mendukung seperti terjadinya perang dunia. Penelitian mikroflora saluran pencernaan mulai timbul lagi antara akhir 1950-an dan awal 1960-an. Hal ini selanjutnya menuntun pada pengenalan mikroflora usus sebagai konsep baru yang disebut probiotik (Vasiljevic, 2008).

Pendapat lain mengenai probiotik sampai saat ini terus bermunculan, diantaranya Vergin (1954) menyatakan bahwa efek probiotik berlawanan dengan antibiotik, Kolb (1955) menyatakan bahwa efek yang mengganggu dari antibiotik dapat dicegah dengan terapi probiotik. Menurut Parker (1974) probiotik merupakan organisme dan


(24)

substansi yang dapat memberikan kontribusi pada keseimbangan mikroflora saluran pencernaan. Sedangkan FAO dan WHO pada tahun 2002 mendefinisikan probiotik sebagai organisme-organisme hidup yang apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup akan memberikan efek yang menguntungkan terhadap kesehatan tubuh yang mengkonsumsi (Vasiljevic, 2008).

3. Mikroflora Usus

Istilah mikroflora usus umumnya diartikan sebagai flora bakteri dari tinja karena flora usus bagian distal (ileumkolon) hampir identik dengan flora yang terdapat pada tinja. Tampak bahwa pada saluran cerna bagian proksimal, jumlah bakteri relatif sedikit dibandingkan dengan di dalam kolon. Mendekati katup ileosekal, yaitu pada ileum, jumlah bakteri mulai meningkat dan komposisinya juga mirip dengan yang terdapat di dalam kolon. Kurang lebih ada sekitar 500 spesies bakteri yang menghuni saluran pencernaan manusia. Bakteri-bakteri nonpatogen yang menghuni saluran pencernaan manusia tersebut mengadakan kolonisasi yang membentuk ekosistem yang bermanfaat untuk kesehatan pejamu dalam aspek ketahanan terhadap infeksi, aspek metabolik, dan aspek imunologis (Salvatore, 2007; Pham, 2008; Vasiljevic, 2008; Firmansyah, 2006; Sudarmo, 2000; Penders, 2006).

Hubungan antara mikroflora usus dan penjamu ternyata sangat spesifik sehingga perubahan keseimbangan mikroorganisme dapat


(25)

commit to user

9 keseimbangan mikroflora usus sehingga dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Dengan pemberian probiotik, efek merugikan dari antibiotik dapat dicegah karena probiotik dapat memodulasi mikroflora usus sehingga keseimbangan ekosistem di usus tetap terjaga (Salvatore, 2007; Pham, 2008; Vasiljevic, 2008; Firmansyah, 2006; Sudarmo, 2000; Penders, 2006; De Morais, 2006; Arimbawa, 2005).

4. Perkembangan Kolonisasi Bakteri

Saluran cerna pada bayi berkembang in utero dalam lingkungan steril dan pada saat lahir merupakan organ bebas kuman kecuali pada kondisi tertentu seperti infeksi transplasenta (misal sifilis, rubella, dan toksoplasmosis) dan infeksi amnion (misal pada ketuban pecah dini). Kolonisasi bakteri dimulai pada saat bayi mengadakan kontak dengan ibu (bakteri dari ibu) dan lingkungannya. Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya mikrofolora usus yang khas dan terkendali dengan baik. Dua puluh lima persen bayi mendapatkan flora tinja (Coliform, lactobacillus, dan Enterococcus) dari ibu mereka dan pada hari kedua kehidupan dapat mencapai populasi total sebanyak 108 bakteri per gram tinja. Pada hari ketiga, bacteriodes berkembang dan bahkan dapat dideteksi lebih dini pada 25 persen bayi normal yang lahir per vaginam dan mendapat susu formula. Pada hari kelima, Bifidobacteria muncul dan dengan cepat berkembang mencapai populasi sekitar 1010 – 1011 per gram tinja (Firmansyah, 2006; Maulden, 2008).


(26)

Bifidobacteria mendominasi lumen usus bayi yang mendapat ASI melalui pengaruh faktor bifidus yang merangsang pertumbuhan Bifidobacteria pada usus bayi. Hal ini penting karena bayi yang diberi ASI

mempunyai pertahanan alam terhadap E coli, Bacteriodes dan

Clostridium, yang membantu melindunginya terhadap gastroenteritis. Setelah bayi mendapatkan makanan tambahan (disapih), tidak terdapat lagi perbedaannya dengan bayi yang mendapat formula. Oleh karena itu, peran probiotik adalah untuk mengembalikan komposisi dan peran bakteri yang bermanfaat dalam efek terapi dan profilaksis terhadap bakteri patogen (Firmansyah, 2006; Maulden, 2008; Matondang, 2007).

5. Mekanisme Kerja Probiotik

Probiotik memiliki beberapa mekanisme kerja yang berbeda yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh, yaitu :

a. sebagai antagonis langsung terhadap mikroba patogen melalui inhibisi kompetitif dalam adhesi ke epitel mukosa saluran pencernaan dan toksin-toksin bakteri tertentu

b. bersaing memperebutkan nutrisi-nutrisi melawan mikroba patogen

c. memproduksi enzim-enzim usus seperti mucin, bacteriocin, atau

molekul-molekul antimikroba yang lain

d. menciptakan lingkungan mikro yang tidak menguntungkan

mikroba-mikroba patogen (anaerob)


(27)

commit to user

11 Meskipun mekanisme sebagai antagonis langsung terhadap mikroba patogen melalui inhibisi kompetitif dalam adhesi ke epitel mukosa saluran pencernaan merupakan mekanisme yang paling utama, akan tetapi mekanisme probiotik dalam menstimulasi sistem pertahanan tubuh adalah yang paling menguntungkan bagi tubuh. Probiotik menstimulasi sistem pertahanan tubuh dengan mekanisme interaksi dengan reseptor melalui jalur bebas hambatan dan jalur intraseluler, aktivasi makrofag dan natural killer cells, meningkatkan jaringan limfoid

usus, imunoglobulin, dan cytokines spesifik (Vasiljevic, 2008; Biloo,

2006; Firmansyah, 2006; De Morais, 2006; Isolauri, 2004; Douglas, 2008).

6. Manfaat Probiotik

a. Mengurangi terjadinya intoleransi laktosa

Penelitian menunjukkan bahwa pemberian yogurt pada anak dengan intoleransi laktosa dapat menurunkan produksi H2 dan mengurangi

gejala klinis. Sejumlah mikroorganisme seperti L bulgarius, S

thermophilus, dan L acidophilus ternyata mempunyai aktivitas laktase

secara in vivo sehingga membantu mempercepat pencernaan

laktosa (Damayanti, 2007; Aryana, 2007; Schaafsma, 2008; Munasir, 2007, Soetjiningsih, 2005; Dorland, 2002).

b. Mencegah terjadinya diare dan mengurangi gejala-gejala diare

Terdapat banyak laporan tentang penggunaan probiotik dalam tatalaksana diare akut pada anak. Pasien secara acak diberikan susu


(28)

yang difermentasi dengan Lactobacillus GG, atau Lactobacillus GG diberikan sebagai bubuk kering, atau diberikan yogurt yang telah dipasteurisasi sebagai plasebo. Lama diare berkurang dari 2,4 hari pada kelompok plasebo menjadi 1,4 hari pada kelompok yang disuplementasi. Delapan puluh dua persen diare disebabkan oleh virus rota. Ternyata reduksi lamanya diare lebih nyata bila yang dianalisis hanya kasus diare yang disebabkan virus rota (De Morais, 2006; Niel, 2002).

Lactobacillus GG juga digunakan oleh Raza dkk pada uji klinis di Pakistan. Empat puluh anak dengan diare akut secara acak diberi Lactobacillus GG atau plasebo dua kali sehari selama 2 hari. Diare menetap pada 48 jam pada 31% kelompok yang diobati dibandingkan dengan 75% pada kelompok plasebo. Guarino dkk memberikan Lactobacillus GG dengan dosis 3 x 109 cfu atau plasebo pada 100 anak dengan diare akut. Lama diare berkurang dari 6 hari pada kelompok plasebo menjadi 3 hari pada kelompok yang diberi probiotik. Shornikova dkk meneliti 40 anak berusia 6-36 bulan yang dirawat di rumah sakit karena diare akut yang secara acak diberi Lactobacillus reuteri dosis 1010 per hari atau plasebo selama 5 hari. Setelah 48 jam terapi, hanya 26% kelompok probiotik yang masih menderita diare dibandingkan 81% pada kelompok plasebo (Vasiljevic, 2008; Firmansyah, 2006).


(29)

commit to user

13 Penelitian juga dilakukan untuk menilai efek probiotik terhadap pencegahan diare pada anak. Savedra dkk memperlihatkan

bahwa Bifidobacteria dan S thermophilus, bila diberikan

bersama-sama, menurunkan angka kejadian diare 31% menjadi 7% pada sekelompok bayi yang dirawat di rumah sakit bila dibandingkan dengan plasebo. Infeksi virus rota juga berkurang dari 39% pada kelompok plasebo menjadi 10% pada kelompok probiotik (Vasiljevic, 2008; Dixon, 2008).

c. Pengobatan dan pencegahan alergi

Pengobatan dan pencegahan alergi adalah manfaat potensial yang lain yang dimiliki oleh probiotik. Kolonisasi yang berkurang dari Bifido bacterium dan Lactobacillus pada saluran pencernaan anak merupakan salah satu penyebab timbulnya reaksi alergi. Mengkonsumsi probiotik Lactobacillus GG mengurangi prevalensi timbulnya eksim atopi pada masa yang akan datang. Demikian juga pengobatan dengan Lactobacillus GG mengurangi gejala-gejala sindrom dermatitis pada bayi dengan sensitisasi Ig E. Di samping itu pengobatan dengan

probiotik Lactobacillus GG selama empat minggu akan mengurangi

peradangan saluran pencernaan pada bayi dengan sindrom dermatitis dan alergi susu sapi. Pada bayi yang menderita alergi susu sapi diperkirakan terjadi pelepasan sitokin oleh limfosit yang distimulasi oleh protein susu sapi sehingga menyebabkan terjadinya gangguan fungsi usus. Selain itu juga terjadi pelepasan TNF-α oleh limfosit


(30)

dalam jumlah besar yang akan mengakibatkan terjadinya peningkatan permeabilitas intestinal. Lactobacillus menghasilkan respon yang lebih baik dari T Limfosit terhadap komponen-komponen bakteri usus dengan meningkatkan kadar sitokin anti-inflamasi (IL-10 dan IL-4) dan menurunkan kadar sitokin pro-inflamasi (TNF-α, IL-6, INF-γ).

Lactobacillus dan S. Thermophilus juga menurunkan sekresi sitokin

pro-inflamasi dan efek TNF-α dan INF-γ pada fungsi epitel dan

permeabilitas seluler. Sedangkan Bifidobacteria mampu meningkatkan Imunoglobulin A total secara signifikan (Vasiljevic, 2008; Damayanti, 2007; Munasir, 2007; Santosa, 2007).

d. Mengurangi risiko terjadinya mutasi dan keganasan

Anti mutagenitas dapat digambarkan sebagai penekanan terhadap proses mutasi yang bermanifestasi sebagai penurunan dari tingkat spontanitas dan mempengaruhi mutasi-mutasi. Beberapa penelitian menekankan pemakaian probiotik dapat mengurangi insiden Carcinoma colon. Lactobacillus dan Bifidobacteria juga mampu menurunkan aktifitas genotoksik bahan-bahan kimia tertentu (Vasiljevic, 2008).

e. Efek hipokolesterolemia

Mann dan Spoerry (1974) meneliti penurunan kolesterol serum setelah mengkonsumsi susu fermentasi yang mengandung Lactobacillus dalam jumlah besar. Hal ini dimungkinkan karena


(31)

hidroksimetil-commit to user

15 hidroksimetilglutaril-CoA reduktase yang diperlukan untuk sintesis kolesterol (Vasiljevic, 2008; Zhang, 2007).

f. Menghambat pertumbuhan mikroba-mikroba patogen

Probiotik memproduksi bahan antibakteri termasuk asam-asam organik (asam laktat dan asam asetat), hidrogen peroksida, bakteriosin, peptida dengan berat molekul rendah, peptida anti jamur, asam-asam lemak, asam fenillaktik, dan OH-asam fenillaktik. Asam laktat dan asam asetat adalah asam organik utama yang diproduksi selama pertumbuhan probiotik dan pH asam-asam organik yang rendah di saluran pencernaan tersebut mempunyai efek bakteriostatik dan bakteriosid (Vasiljevic, 2008; Soebagyo, 2007).

g. Mencegah terjadinya inflammatory bowel disease

Inflammatory bowel disease merupakan kelainan-kelainan yang meliputi inflamasi, ulcerasi, dan penyempitan yang abnormal dari saluran pencernaan yang menyebabkan nyeri perut, diare, dan pendarahan saluran pencernaan. Ada dua macam, yaitu kolitis useratis dan penyakit Chron. Dua penyakit itu memiliki patogenesis yang berbeda, profil inflamasi yang mendasari, gejala-gejala dan strategi pengobatan yang berbeda. Dalam sebuah penelitian diteliti empat anak yang menderita penyakit Chron yang aktif, yang diberikan suplementasi Lactobacillus GG. Tiga dari anak tersebut menunjukkan kemajuan klinis yang signifikan (Vasiljevic, 2008).


(32)

h. Memodulasi sistem pertahanan tubuh

Sel epitel usus bersentuhan langsung dengan mikroflora usus dan menghubungkan serta memencilkan sistem pertahanan tubuh. Hal ini menjadi alasan mengapa pemberian probiotik menguntungkan bagi sistem pertahanan tubuh melalui aktivitas pengenalan reseptor yang diekspresikan pada permukaan epitel. Sistem imun bawaan lewat reseptor-reseptor bebas hambatan mampu mengenali sejumlah besar struktur kimia bakteri patogen seperti lipopolisakarida dan asam lipoteikhoat yang menyebabkan mampu mengenali objek asing yang memicu mekanisme sistem pertahanan tubuh seperti produksi sitokin pro-inflamasi dan anti-inflamasi (Vasiljevic, 2008; Harsono, 2007).

Lactobacillus casei GG dengan dosis 1010 cfu yang diberikan dua kali sehari selama lima hari secara signifikan mampu meningkatkan respon imun humoral pada 39 anak yang menderita diare karena virus Rota. Peningkatan respon imun tersebut berupa peningkatan Imunoglobulin G, A, dan M selama terjadinya infeksi akut dan kadar Imunoglobulin A anti virus Rota yang meningkat di waktu mendatang setelah terjadinya infeksi akut tersebut. Lactobacillus casei GG juga menghasilkan respon yang lebih baik dari CD4 dan T Limfosit terhadap komponen-komponen bakteri usus dengan meningkatkan kadar sitokin anti-inflamasi (IL-10 dan IL-4) dan menurunkan kadar sitokin pro-inflamasi (TNF-α, IL-6, INF-γ).


(33)

commit to user

17 sekresi sitokin pro-inflamasi dan efek TNF-α dan INF-γ pada fungsi epitel dan permeabilitas seluler. Sedangkan Bifidobacteria mampu meningkatkan secara signifikan Imunoglobulin A total dan Imunoglobulin A anti-virus Polio fekal (Vasiljevic, 2008; Biloo, 2006).

Sebagian besar mekanisme kerja dari probiotik merupakan mekanisme yang spesifik sesuai dengan strain masing-masing

probiotik tersebut. Salah satu strain Saccharomyces tidak sesuai

dengan yang lain, demikian juga salah satu strain Lactobacillus tidak sesuai dengan strain yang lainnya.

7. Keamanan

Sejauh ini pemakaian probiotik aman. Penggunaan bakteri penghasil asam laktat selama berabad-abad dalam bentuk susu fermentasi dan yogurt tanpa laporan efek samping yang bermakna menjadi jaminan bagi keamanannya. Naidu menganalisis 143 uji klinik pada manusia yang berlangsung antara 1961-1998 yang melibatkan 7500 subyek dan tidak mendapatkan laporan efek samping (Pham, 2008; Vasiljevic, 2008; Firmansyah, 2006).

Peneliti lain melaporkan penggunaan probiotik pada pasien dengan imunokompromais dan perawatan intensif memerlukan observasi lebih lanjut. Pada pasien dengan imunokompromais dan sakit berat, S.cerevisae bisa mengakibatkan fungaemia dan Lactobacillus dapat mengakibatkan bakteremia (Salvatore, 2007; Westfall, 2008).


(34)

Seperti halnya dengan manfaat probiotik, efek samping penggunaan probiotik juga berbeda-beda sesuai dengan strain yang digunakan. Hal ini harus menjadi pertimbangan dalam memilih strain probiotik yang akan digunakan dalam pengobatan (Salvatore, 2007; Pham, 2008; Vasiljevic, 2008; Firmansyah, 2006).

B. Alergi

Alergi adalah salah satu respon imun yang tidak diharapkan, berupa reaksi abnormal sistem kekebalan yang terjadi sebagai respon terhadap bahan-bahan di alam yang pada kebanyakan orang tidak menimbulkan masalah. Bahan-bahan yang menyebabkan alergi ini disebut alergen. Pada seorang penderita alergi, sistem imun akan mengenal alergen sebagai suatu ancaman/ serangan dan berusaha menyerangnya. Karena sel darah putih pada sistem imun yang berfungsi sebagai penyerang lebih banyak merusak tubuh dibanding melindunginya maka respon alergi ini justru menjadi suatu bentuk penyakit tersendiri. Alergi dikenal juga dengan istilah reaksi hipersensitivitas.

Reaksi alergi atau reaksi hipersensitivitas merupakan reaksi yang ditimbulkan oleh sistem imun normal secara berlebihan/ tidak seharusnya, sehingga menimbulkan kerusakan/ gangguan dan kadang dapat berakibat fatal. Proses ini didahului oleh tahap sensitisasi sebelumnya. Gell dan Coombs membagi reaksi hipersensitivitas menjadi 4 tipe, yaitu tipe I, tipe II, tipe III dan tipe IV, berdasarkan mekanisme yang terlibat dan waktu yang diperlukan


(35)

commit to user

19 untuk terjadinya reaksi – reaksi tersebut. Seringkali suatu penyakit alergi melibatkan lebih dari satu tipe reaksi.

Tabel 1. Perbedaan tipe-tipe hipersensitivitas

(Dikutip dari Abbas, 2003)

Karakteristik Tipe 1 (anafilaktik) Tipe 2 (sitotoksik) Tipe 3 (kompleks imun) Tipe 4 (delayed type)

Antibodi IgE IgG, IgM IgG, IgM Tidak ada

Antigen Eksogen Permukaan sel Terlarut Jaringan dan

organ

Waktu respon 15 -30 menit Menit – jam 3 – 8 jam 48 – 72 jam

Gejala Radang Lisis dan nekrosis Eritema, edema,

nekrosis

Eritema dan indurasi

Histologi Basofil dan

eosinofil Antibodi dan komplemen Komplemen dan netrofil Monosit dan limfosit

Perantara Antibodi Antibodi Antibodi Sel T

Contoh Asma alergika,

rinitis alergika

Eritroblastosis fetalis, sindrom Goodpasture, nefritis

SLE, farmer’s lung disease

Tes tuberkulin, granuloma

1. Macam-macam alergen dan rutenya

Alergen masuk ke tubuh melalui 4 jalur utama yaitu jalan nafas, kulit, traktus gastrointestinalis dan sistem sirkulatori. Alergen yang menyebar lewat udara ( airborne allergens ) menyebabkan bersin-bersin, pilek, mata


(36)

merah dan gatal seperti pada rinitis alergika ( hay fever ). Selain itu, jenis alergen ini juga dapat berdampak pada paru-paru berupa asma atau pada konjungtiva mata sebagai konjungtivitis alergika. Alergen- alergen tersebut yang terbanyak adalah serbuk sari tumbuhan, bulu hewan, bagian tubuh dan kotoran tungau, kotoran kecoa, debu rumah, spora jamur, asap rokok, uap cairan pelarut dan pembersih (Jennifer, 2008).

Alergen pada makanan dapat menyebabkan gatal – gatal dan pembengkakan pada bibir, tenggorokan, nyeri perut dan diare. Jika alergen – alergen ini terabsorbsi ke dalam aliran darah maka akan menyebabkan urtikaria, atau reaksi yang lebih berat berupa pembengkakan non inflamasi yang berulang pada kulit, membran mukosa, organ – organ tubuh dan otak ( angioedema ).Beberapa alergen makanan menyebabkan reaksi anafilaksis yang dapat mengancam nyawa. Jenis alergen makanan terbanyak yaitu kacang-kacangan, ikan, kerang – kerangan, telur, gandum, susu, bahan tambahan dan pengawet makanan (Jennifer, 2008).

Beberapa alergen dapat menimbulkan kulit kemerahan, gatal dan kulit melepuh apabila kontak dengan kulit. Kelainan ini disebut dermatitis kontak. Reaksi kulit dapat juga terjadi akibat kontak dengan alergen melalui jalan nafas atau traktus gastrointestinal. Tipe reaksi ini dikenal sebagai dermatitis atopi. Bahan – bahan penyebab dermatitis antara lain racun pada beberapa jenis tanaman tertentu, nikel, karet, krom, bahan – bahan kimia, dan sebagainya (Jennifer, 2008).


(37)

commit to user

21 Alergen – alergen yang masuk lewat sirkulasi, seperti gigitan, sengatan hewan dan obat – obatan dapat menyebabkan respon tubuh yang hebat ( anafilaksis ) selain respon lokal seperti bengkak dan iritasi pada tempat masuk alergen tersebut. Hewan – hewan yang menyebabkan reaksi alergi lewat gigitan atau sengatannya diantaranya lebah, kumbang, nyamuk, kutu hewan, laba-laba, dsb. Sedangkan obat-obatan yang sering mengakibatkan reaksi alergi antara lain penisilin atau antibiotik lain, vaksin influenza, vaksin tetanus toksoid, gamma globulin, dan sebagainya (Jennifer, 2008).

2. Imunopatologi Alergi

Pada individu yang memiliki predisposisi alergi, paparan pertama alergen menimbulkan aktivasi sel-sel allergen-specific T helper 2 (TH2) dan sintesis IgE, yang dikenal sebagai sensitisasi alergi. Paparan alergen selanjutnya akan menimbulkan penarikan sel-sel inflamasi dan aktivasi serta pelepasan mediator-mediator, yang dapat menimbulkan early (acute) allergic responses (EARs) dan late allergic responses (LARs). Pada EAR,

dalam beberapa menit kontak dengan alergen, sel mast yang tersensitisasi IgE mengalami degranulasi, melepaskan mediator pre-formed dan mediator newly synthesized pada individu sensitif. Mediator-mediator tersebut meliputi histamin, leukotrien dan sitokin yang meningkatkan permeabilitas vaskuler, kontraksi otot polos dan produksi mukus. Kemokin yang dilepas sel mast dan sel-sel lain merekrut sel-sel inflamasi yang menyebabkan LAR, yang ditandai dengan influks eosinofil dan sel-sel


(38)

TH2. Pelepasan eosinofil menimbulkan pelepasan mediator pro-inflamasi, termasuk leukotrien-leukotrien dan protein-protein basic (cationic proteins, eosinophil peroxidase, major basic protein and

eosinophil-derived neurotoxin), dan mereka merupakan sumber dari interleukin-3

(IL-3), IL-5, IL-13 dan granulocyte/macrophage colony-stimulating

factor. Neuropeptides juga berkonstribusi pada patofisiologi simptom

alergi (Valenta, 2002; Abbas, 2003).

Gambar 1. Imunopatologi Alergi (Dikutip dari Abbas, 2003)

3. Diagnosis

Diagnosis alergi dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis dapat ditanyakan tentang


(39)

commit to user

23 paparan alergen yang diperkirakan sebagai penyebab. Seseorang diduga menderita alergi bila didapatkan gejala-gejala alergi yang khas untuk suatu jenis alergi, dan hal ini terjadi secara berulang bila terpapar kembali dengan alergen yang dicurigai tersebut (Morris, 2008; Wein, 2002).

Pemeriksaan penunjang pada seorang penderita yang dicurigai mengalami alergi antara lain pemeriksaan kadar eosinofil, kadar IgE, kadar triptase, tes kulit (tes gores kulit, tes intradermal, food skin test), tes fungsi paru/ spirometri, dsb. Tes-tes yang lain diantaranya tes leukositotoksik ( Bryan’s test ), tes IgG ELISA, tes kinesiologi ( muscle testing ), tes VEGA ( electrodermal testing ), tes analisa rambut, tes reflek aurikulo-kardia, tes provokasi-netralisasi, analisa feses dan mikroskopis untuk jamur dan parasit, dan sebagainya.

4. Komplikasi

Komplikasi dari alergi antara lain rasa tidak nyaman selama reaksi alergi, gangguan pola hidup keseharian, mengantuk dan efek samping lain dari obat-obat alergi, reaksi anafilaksis ( reaksi alergi berat ), dsb. Kesemuanya itu dapat menyebabkan penurunan kualitas dan produktivitas penderitanya. 5. Tatalaksana

Menghindari alergen penyebab tetap merupakan pertahanan pertama untuk mengurangi kemungkinan serangan alergi. Namun, seringkali pengendalian lingkungan secara ketat sulit untuk dilakukan sehingga intervensi terapi tetap diperlukan. Terdapat beberapa jenis obat dan alternatif terapi untuk mengatasi reaksi hipersensitivitas akut. Sebagian


(40)

besar produk-produk terapi tersebut bekerja dengan cara menurunkan kemampuan histamin dalam menimbulkan gejala alergi. Obat yang lain mengatasi efek histamin dengan merangsang sistem-sistem kekebalan yang lain atau dengan menghambat respon imun secara umum (Morris, 2008; Greene, 2008).

Obat – obat atau alternatif terapi untuk mengatasi alergi tersebut di antaranya: antihistamin, dekongestan, kortikosteroid, stabilisator sel mast, imunoterapi, obat alergi lokal, terapi anafilaksis, pengaturan nutrisi (Morris, 2008; Greene, 2008).

C. Eosinofil

Gambar 2 . Titik tangkap terapi alergi


(41)

commit to user

25 yang bereaksi asam yaitu eosin. Eosinofil merupakan 1-3% dari seluruh jumlah lekosit. Eosinofil memiliki banyak persamaan dengan netrofil dan berasal dari sel progenitor yang sama dan menunjukkan monogenesis yang sama. Perbedaannya dengan netrofil adalah eosinofil matang di sumsum tulang dalam waktu 3-6 hari dan kemudian berada di sirkulasi dengan masa paruh 6-12 jam, sedangkan di jaringan memiliki masa paruh beberapa hari. Eosinofil melakukan fungsinya di jaringan dan tidak akan kembali ke sirkulasi, serta akan dieliminasi melalui mukosa saluran nafas dan saluran cerna. Diperkirakan untuk tiap satu sel eosinofil di sirkulasi terdapat 200 eosinofil matang di sumsum tulang dan 500 eosinofil di jaringan pengikat (Munasir, 2007b; Widmann, 1995).

Dalam proses pematangannya terjadi perubahan granula azurofilik ke bentuk granula sitoplasmik besar yang mempunyai struktur kristaloid. Perbedaannya dengan netrofil adalah granula eosinofil tidak berisi lisozim dan fagositin seperti pada netrofil, tetapi kaya akan asam fosfatase dan peroksidase. Pada granula eosinofil juga terdapat eosinophilic basic protein (EBP) pada inti kristalin, dengan ukuran 11.000 Dalton yang sangat toksik untuk parasit (skistosoma) dan epitel trakea. Walaupun sel ini dapat memfagosit bermacam partikel, mikroorganisme atau kompleks antigen-antibodi terlarut, tetapi kurang efisien bila dibandingkan dengan neutrofil. Sampai sekarang peran spesifik sel ini belum diketahui, kecuali ada hubungannya dengan alergi dan infestasi parasit. Selain untuk eliminasi kompleks imun, eosinofil juga berperan dalam menghambat proses inflamasi


(42)

dengan menghambat efek mediator, misalnya aril sulfatase B yang dihasilkan sel eosinofil akan menginaktifkan SRS-A yang dilepaskan sel mast. Eosinofil berperan juga pada reaksi antibody mediated cytotoxity dalam memusnahkan

parasit. Pada membran sel eosinofil terdapat reseptor IgE (FcєRII) yang

mempunyai afinitas 100 kali lebih rendah dari afinitas reseptor IgE pada sel mast dan basofil (FcєRI) (Munasir, 2007b).

Peran biologis eosinofil adalah modulasi aktivitas seluler dan kimiawi yang berkaitan dengan inflamasi akibat reaksi imunologis. Eosinofil juga mempunyai kemampuan unik untuk merusak larva cacing tertentu. Eosinofil mengalami peningkatan pada peristiwa alergi, infeksi parasit. Penurunan eosinofil ditemukan pada hiperfungsi adrenokortikal, stress, syok, luka bakar, dan pemberian terapi kortikosteroid (Widmann, 1995; Price, 2002).

Pemeriksaan hitung eosinofil total perlu dilakukan untuk menunjang diagnosis serta evaluasi pengobatan penyakit alergi. Walaupun hitung eosinofil total dapat diperkirakan dari presentase hitung jenis eosinofil sediaan apus darah tepi dikalikan hitung leukosit total, pemeriksaan hitung eosinofil total dengan menggunakan kamar hitung perlu dilakukan karena hasilnya lebih akurat. Eosinofil adalah sel yang berukuran besar dan jumlahnya relative sedikit, pada sediaan apus darah tepi penyebarannya kurang homogen sehingga pada hitung jenis leukosit didapatkan hasil yang kurang akurat untuk eosinofil. Nilai normal hitung eosinofil total dapat dilihat pada tabel 2


(43)

commit to user

27 Tabel 2. Nilai normal hitung eosinofil total

Dikutip dari Munasir, 2007b

Kelompok Umur Jumlah eosinofil / µl

Rata-rata Rentang Neonatus

Usia 1 tahun ke atas Dewasa

400 300 200

20-800 50-700 0-450

D. Risiko Tinggi Alergi

Tingkat risiko alergi dalam Kartu Deteksi Dini Risiko Alergi yang diterbitkan oleh UKK Alergi – Imunologi Ikatan Dokter Anak Indonesia dan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia ditunjukkan dengan jumlah nilai kondisi keluarga yang diperoleh. Nilai 2 diberikan bila terdapat kondisi alergi pada ayah, ibu, dan atau saudara kandung yang dinyatakan oleh dokter atau secara medis terkena alergi, nilai 1 diberikan bila diduga terkena alergi pada ayah, ibu, dan atau saudara kandung, dan nilai 0 diberikan bila tidak didapatkan riwayat alergi pada ayah, ibu, dan atau saudara kandung (Yadau, 2005).

Prosentase risiko alergi dapat diprediksi dari jumlah nilai kondisi keluarga yang diperoleh. Nilai kondisi keluarga 0 dikelompokkan sebagai risiko kecil dan diprediksi memiliki menderita alergi sebesar 5 – 15%, nilai kondisi keluarga 1 – 3 dikelompokkan sebagai risiko sedang dan diprediksi memiliki menderita alergi sebesar 20 – 40%, nilai kondisi keluarga 4 – 6


(44)

dikelompokkan sebagai risiko tinggi dan diprediksi memiliki menderita alergi sebesar 40 – 60% (Yadau, 2005).

E. Hubungan Probiotik dan Alergi

Mekanisme kerja probiotik yang paling menguntungkan bagi tubuh manusia adalah mekanisme probiotik dalam menstimulasi sistem pertahanan tubuh. Pemberian probitik pada penderita diare akan menghambat proses inflamasi dengan meningkatkan kadar sitokin anti-inflamasi (IL-10 dan IL-4)

dan menurunkan kadar sitokin pro-inflamasi (TNF-α, IL-6, INF-γ)

(Vasiljevic, 2008).

Probiotik memiliki efek memperbaiki pengenalan bakteri pada respon imun seluler. Pemberian probiotik pada awal kehidupan memberikan peranan penting dalam maturasi respon imun sel Th1, menghambat perkembangan respon alergi sel Th2 yang juga menurunkan kadar IL-4, IL-13 sehingga mengurangi produksi Ig E dan menurunkan IL-5 sehingga mengurangi produksi eosinofil (Isolauri, 2007).

Interleukin -4 dan IL-13 yang diekskresi oleh sel Th2 akan menstimulasi limfosit B yang spesifik terhadap antigen asing untuk berdifernsiasi menjadi sel plasma dan memproduksi Ig E. Mekanisme lain sitokin juga berperan menunjang terjadinya reaksi peradangan pada alergi. Pertumbuhan, proliferasi, pertahanan hidup, dan diferensiasi limfosit, eosinofil, basofil, sel mast, makrofag atau monosit dipengaruhi oleh GN-CSF,


(45)

commit to user

29 akan ditarik ke arah jaringan yang mengalamai peradangan dan ditingkatkan serta menjadi hipodens karena pengaruh IL-2, IL-5, GM-CSF, dan EAF (eosinophil activating factor). Antibodi selain Ig E, pada reaksi hipersensitivitas tipe II akan menyebabkan penyakit dengan berikatan pada target antigennya yang ada pada permukaan sel atau jaringan. Sedangkan pada reaksi hipersentivitas tipe III akan menyebabkan penyakit dengan membentuk komplek imun yang mengendap di pembuluh darah (Munasir, 2007c).

Probiotik juga memiliki mekanisme dalam menstimulasi sistem pertahanan tubuh dan memainkan peranan penting dalam perkembangan toleransi imun normal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa probiotik memiliki efek yang menguntungkan pada penderita dermatitis atopi. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan adanya perbaikan klinis pada bayi yang menderita dermatitis atopi setelah diberikan suplemen probiotik lactobacillus. Pada penelitian lain hidridisasi fluoresen in situ menunjukkan bahwa tinja penderita dermatitis atopi mengandung lebih banyak spesies clostridium dan bifidobacteria yang berkurang. Pemberian probiotik yang berupa bifidobacteria akan memperbaiki gejala klinis penderita dermatitis atopi (Isolauri, 2007).

Penelitian in vitro pada alergi susu sapi memperkirakan bahwa sitokin yang dilepaskan limfosit yang distimulasi oleh protein susu sapi pada pasien alergi susu sapi bertanggung jawab terhadap gangguan fungsi usus. Hill dkk melaporkan bahwa limfosit T perifer pada pasien alergi susu sapi tipe


(46)

pasien dengan tipe immediated. Penemuan ini mengindikasikan kecenderungan respon tipe Th1 pada tipe delayed dan pelepasan TNF-α yang lebih besar dibanding anak normal. Supernatan dari kultur limfosit pasien alergi susu sapi mengubah kapasitas barrier usus, dengan adanya penurunan tahanan elektrik dan meningkatkan pelepasan Na. Hasil ini menunjukkan bahwa selama alergi terhadap susu sapi berlangsung sejumlah besar TNF-α dilepas oleh limfosit dan akan meningkatkan premeabilitas intestinal. Pemberian probitik akan menghambat proses inflamasi dengan meningkatkan kadar sitokin anti-inflamasi (IL-10 dan IL-4) dan menurunkan kadar sitokin pro-inflamasi (TNF-α, IL-6, INF-γ) (Damayanti, 2007).


(47)

commit to user

31 F. Kerangka Berpikir

Gambar 4. Bagan Kerangka Berpikir Penelitian

• IL-10 dan IL-4 menurun

• IL-13 menurun Eliminasi alergen

Eosinofil menurun Ig E menurun

• IL-5 menurun

Gejala klinis berkurang Anak-anak Risiko Tinggi

Alergi atau Terdiagnosis Alergi

Reaksi Alergi Alergen

Th-2

IL-5 meningkat • IL-10 dan IL-4 meningkat

• IL-13 meningkat

Eosinofilia

Ig E meningkat


(48)

Keterangan :

Anak-anak dengan risiko tinggi alergi yang berobat jalan di Poliklinik Ilmu Kesehatan Anak RS dr. Moewardi menampakkan berbagai macam gejala klinis karena terpapar alergen. Gejala klinis ini akan menurun bila dilakukan eliminasi penyebab alergi dan diberikan terapi probiotik. Selain gejala klinis, pada penderita alergi juga mengalami kenaikan jumlah absolut eosinofil karena reaksi alergi yang terjadi. Eliminasi penyebab alergi dan pemberian terapi probiotik akan menurunkan jumlah absolut eosinofil penderita alergi seiring dengan menurunnya reaksi alergi yang terjadi karena probiotik mampu menekan sitokin pro inflamasi (TNF-α, IL-6, INF-γ), menekan IL-13, dan menekan IL-5 sehingga produksi Ig E dan eosinofil menurun.

G. Hipotesis

Pemberian probiotik efektif menurunkan hitung eosinofil total pada anak-anak dengan risiko tinggi alergi.


(49)

commit to user

33 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian randomised contolled trial untuk mengetahui pengaruh probiotik terhadap hitung eosinofil total pada anak-anak dengan risiko tinggi alergi.

B. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Poliklinik Rawat Jalan Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Anak UNS – RSUD dr. Moewardi antara bulan Agustus 2010 – November 2011.

C. Populasi

Populasi target pada penelitian ini adalah anak-anak dengan risiko tinggi alergi yang berusia lebih dari satu tahun dan kurang dari 18 tahun yang berobat jalan di poliklinik.

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah anak-anak dengan risiko tinggi alergi yang berusia lebih dari satu tahun dan kurang dari 18 tahun yang berobat jalan di Poliklinik Anak RSUD dr. Moewardi Surakarta antara Agustus 2010 – November 2011.


(50)

D. Sampel dan Cara Pemilihan Sampel Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif. 1. Kriteria Inklusi

a. Semua anak-anak dengan nilai risiko alergi lebih dari tiga pada pemeriksaan penapisan dengan kartu deteksi dini risiko alergi yang berusia lebih dari satu tahun dan kurang dari 18 tahun yang berobat jalan di poliklinik anak

b. Tidak sedang dalam pengobatan kortikosteroid dalam jangka waktu minimal seminggu saat penelitian dilaksanakan

c. Orang tua/ wali/ anak yang bersangkutan menandatangani informed consent penelitian

2. Kriteria eksklusi

Penderita mengalami infestasi parasit

E. Besar Sampel

Besar sampel pada penelitian randomised contolled trial ini dihitung berdasarkan rumus rule of thumb, yaitu jumlah subjek penelitian berkisar antara 10 sampai 50 kali jumlah variabel bebas. Banyaknya variabel bebas pada penelitian ini adalah satu yaitu probiotik. Jumlah subjek penelitian yang dibutuhkan minimal 1 x 10 sampai 1 x 50 subjek sehingga diperlukan 10 sampai dengan 50 subjek penelitian. Pada penelitian ini jumlah sampel adalah 30 orang.


(51)

commit to user

35 F. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah probiotik. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah hitung eosinofil total (skala numerik). Variabel perancu pada penelitian ini adalah adanya infestasi parasit (skala nominal).

G. Definisi Operasional

1. Probiotik adalah mikroorganisme yang bila dikonsumsi per oral dalam jumlah tertentu (107 - 109 cfu/ mL) akan memberikan dampak positif bagi kesehatan manusia. Pada penelitian ini probiotik diberikan tiga kali sehari selama 7 hari sesuai jumlah tertentu yang akan memberikan dampak positif bagi kesehatan manusia. Pada penelitian-penelitian sebelumnya mengenai efek pemberian probiotik terhadap alergi, probiotik yang digunakan pada umumnya adalah dari genus Lactobacillus dan Bifidobacterium, karena kolonisasi yang berkurang dari kedua genus probiotik ini pada saluran pencernaan anak merupakan salah satu penyebab timbulnya reaksi alergi sehingga pada penelitian ini juga menggunakan probiotik dari genus yang sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya.

2. Hitung eosinofil total adalah jumlah total eosinofil pada darah tepi yang dihitung dengan kamar hitung, dinyatakan dalam jumlah per mikroliter (µL). Cara penghitungan eosinofil total yang dipakai adalah sebagai berikut : dibuat larutan eosin dengan memasukkan 75 ml air suling, 1 ml


(52)

formalin (30-40% gas formalin), 10 ml eosin 1% kemudian air suling hingga 100 ml (dalam botol gelap tahan sampai 3 minggu) ke dalam bejana 100ml. Dengan pipet leukosit berskala 1-11 sampel darah dihisap sampai angka 1, kemudian larutan eosin dihisap sampai angka 11. Setelah dibiarkan selama 10 menit kemudian dikocok selama 3 menit (tidak boleh lebih). Tetesan pertama dibersihkan dari mulut pipet lalu diisikan ke dalam kamar hitung. Penghitungan dilakukan dengan kamar Hisel van Burker di bawah mikroskop cahaya menggunakan objektif 16x. Sel eosinofil dihitung pada seluruh kamar hitung (termasuk sel yang berada pada sel

pembatas), misalnya hasilnya E. Bila volume seluruh kamar hitung adalah 3 x 3 : 1/10 = 9/10 dan pengenceran darah 10x, maka jumlah eosinofil

total adalah : E x 10 x 10/9 = E x 11 sel/µL (Munasir, 2007b).

H. Cara Kerja

Semua anak yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi dilakukan pemeriksaan penapisan dan penilaian dengan kartu deteksi dini risiko alergi untuk mengetahui adanya riwayat alergi dalam keluarga, pemeriksaan fisik untuk menilai gejala klinis alergi. Bila didapatkan nilai risiko alergi lebih dari tiga pada pemeriksaan penapisan dengan kartu deteksi dini risiko alergi maka selanjutnya dilakukan pemeriksaan laboratorium hitung eosinofil total sebelum diberikan perlakuan. Kemudian anak dibagi menjadi dua kelompok secara random dengan diberikan probiotik dan placebo


(53)

commit to user

37 klinisnya serta diperiksa ulang hitung eosinofil totalnya untuk mengetahui ada tidaknya penurunan jumlah eosinofil total setelah diberi perlakuan.

I. Izin Subjek Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan atas persetujuan dari Komite Etik yang ada di RSUD dr. Moewardi Surakarta dan persetujuan orang tua/ wali atau anak yang bersangkutan dengan cara menandatangani informed consent yang diajukan oleh peneliti, setelah sebelumnya mendapat penjelasan mengenai tujuan dan manfaat dari penelitian ini.


(54)

J. Alur Penelitian

Pasien rawat jalan

Kriteria inklusi

Kelompok kontrol Kelompok perlakuan

Placebo Probiotik Randomisasi

Hitung eosinofil total Hitung eosinofil total

Hitung eosinofil total

menurun

Hitung eosinofil total tidak menurun

Hitung eosinofil total

menurun

Hitung eosinofil total tidak menurun


(55)

commit to user

39 K. Pengolahan Data

Data yang didapat akan diolah dengan menggunakan SPSS 17.0. Karakteristik subjek penelitian (usia, jenis kelamin, status gizi, alergi, dan manifestasi klinis alergi) dideskripsikan dalam persentase dan ditampilkan dalam bentuk tabel. Perbandingan kedua variabel pada masing-masing kelompok akan dianalisis dengan menggunakan X2 untuk data kategorikal, sedangkan untuk data yang numerikal akan menggunakan independent sample T test. Untuk menyingkirkan variabel perancu dilakukan analisi multivariat regresi logistik.


(56)

L. Jadwal Penelitian

KEGIATAN 2010 - 2011

WAKTU

Juli Agustus

Septem-ber

Okto-ber

Novem- ber

... Novem ber

Desem ber

Januari Februari Maret April

Penelusuran kepustakaan xxxx

Penyusunan naskah xxxx

Pelaksanaan penelitian xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx

Pengolahan data xxxx

Penyusunan laporan penelitian


(57)

commit to user


(58)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Karakteristik data yang diperoleh dalam penelitian ini ditunjukkan dalam tabel 3. Penelitian randomised contolled trial ini dilakukan di Poliklinik Anak Rumah Sakit dr. Moewardi periode bulan Agustus 2010 sampai dengan Novemver 2011. Subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi didapatkan sebanyak 30 orang. Jumlah ini memenuhi persyaratan minimal besar sampel yang dibutuhkan yaitu antara 10 sampai dengan 50 anak. Jumlah subjek penelitian dengan jenis kelamin laki-laki sebanding dengan perempuan, yaitu : laki-laki 46,67% dan perempuan sebesar 53,33%. Usia pada subjek penelitian ini berkisar antara 75 bulan sampai dengan 186 bulan dengan rerata 119,60 bulan. Status gizi pada subjek penelitian ini terdiri dari subjek dengan gizi baik sebesar 90,00% dan gizi kurang 10,00%.

Pada subjek penelitian didapatkan 40,00% terdiagnosis dan menunjukkan manifestasi klinis alergi. Sedangakan sisanya merupakan subjek dengan risiko tinggi alergi sebanyak 60,00%. Subjek penelitian yang terdiagnosis alergi terdiri dari alergi terhadap udara dingin 20,00%, alergi makanan 10,00%, alergi terhadap debu 6,67%, dan alergi terhadap obat 3,33%. Manifestasi klinis yang timbul pada subjek penelitian yang terdiagnosis alergi adalah urtikaria (16,67%), rhinitis (6,67%), bersin-bersin (13,33%), dan asthma bronchiale


(59)

commit to user

42 (3,33%). Subjek dengan risiko tinggi alergi pada penelitian ini manifestasi klinisnya belum timbul.

Tabel 3. Karakteristik dasar subjek penelitian (n = 30)

Variabel n %

Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Usia <10 tahun ≥10 tahun Status gizi Baik Kurang Alergi

Terdiagnosis alergi Risiko tinggi alergi Terdiagnosis alergi Alergi udara dingin Alergi makanan Alergi debu Alergi obat Manifestasi Alergi Urtikaria Rhinitis Bersin-bersin Asthma bronchiale 14 16 17 13 27 3 12 18 6 3 2 1 5 2 4 1 46,67 53,33 56,67 43,33 90,00 10,00 40,00 60,00 20,00 10,00 6,67 3,33 16,67 6,67 13,33 3,33


(60)

Tabel 4. Hitung eosinofil total pada kedua kelompok subjek

Tabel 4 menunjukkan penurunan hitung eosinofil total pada kedua kelompok subjek. Pada penelitian ini, penurunan hitung eosinofil total terjadi pada 23,33% dari seluruh subjek penelitian dimana 42,86% dari kelompok probiotik dan 57,14% berasal dari kelompok placebo. Anak dengan risiko tinggi alergi yang diberi probiotik memiliki kemungkinan terjadinya penurunan hitung eosinofil total 1,46 kali lebih besar dibandingkan dengan anak dengan risiko tinggi alergi yang tidak diberi probiotik. Pada penelitian ini probiotik tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan penurunan hitung eosinofil total (p = 0,666). Rerata hitung eosinofil total pada penelitian ini tidak memiliki perbedaan yang bermakna antara kelompok anak dengan risiko tinggi alergi yang diberi probiotik dan kelompok anak dengan risiko tinggi alergi yang tidak diberi probiotik / kelompok placebo (t = 0,93 ; p = 0,363).

Kelompok Eosinofil turun (%)

Eosinofil tidak turun (%)

Total (%) OR p

Probiotik Placebo

3 (42,86%) 4 (57,14%)

12 (52,17%) 11 (47,83%)

15 (50,00%) 15 (50,00%)

1,46 0,666


(61)

commit to user

44 Tabel 5. Hasil analisis bivariat faktor-faktor risiko dengan kejadian penurunan hitung eosinofil total

Variabel

OR

CI 95%

p

Batas bawah Batas atas

Umur Jenis kelamin Kejadian alergi Manifestasi klinis 0,48 1,22 0,67 0,87 0,87 0,22 0,35 0,55 2,68 6,73 1,29 1,36 0,405 0,818 0,232 0,531

Tabel 5 menunjukkan hubungan faktor-faktor risiko dengan penurunan hitung eosinofil total. Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil bahwa umur dan jenis kelamin tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian penurunan hitung eosinofil total pada anak dengan risiko tinggi alergi. Hal ini ditunjukkan pada analisis bivariat umur dan jenis kelamin dengan penurunan hitung eosinofil total (secara berturut-turut OR : 0,48; CI 95% 0,87 s/d 2,68; p = 0,405 dan OR : 1,22; CI 95% 0,22 s/d 6,73; p = 0,818). Kejadian alergi dan manifestasinya juga tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan penurunan hitung eosinofil total (secara berturut-turut OR : 0,67; CI 95% 0,35 s/d 1,29; p = 0,232 dan OR : 0,87; CI 95% 0,55 s/d 1,36; p = 0,531).


(62)

Gambar 3. Diagram box plot hitung eosinofil total pada anak dengan risiko tinggi alergi yang diberi probiotik dan tidak diberi probiotik


(63)

commit to user

46 B. Pembahasan

Penelitian randomized contolled trial ini berlangsung selama periode bulan Agustus 2010 sampai dengan Novemver 2011dilakukan di Poliklinik Anak Rumah Sakit dr. Moewardi Surakarta, dengan menggunakan subjek penelitian anak dengan risiko tinggi alergi yang berobat jalan di Poliklinik Anak Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Didapatkan subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi selama bulan Agustus 2010 sampai dengan Novemver 2011sebanyak 30 orang. Data penelitian berasal dari kuesioner dan hasil pemeriksaan laboratorium.

Distribusi jenis kelamin subjek penelitian ini seimbang yaitu 14 laki-laki dan 16 perempuan. Usia subjek penelitian berkisar antara 75 bulan (6 tahun 3 bulan) sampai dengan 186 bulan (15 tahun 6 bulan) dengan rerata 120 bulan (10 tahun), lebih muda dibanding penelitian sebelumnya oleh Nagata pada tahun 2010 yang menggunakan subjek penelitian pelajar dari sebuah sekolah menengah atas. Rentang usia 6-18 bulan digunakan pada penelitian yang dilakukan oleh Weston S pada tahun 2005, sedangkan Taylor (2007) menggunakan subjek penelitian berusia 0-6 bulan.

Pada penelitian ini, probiotik yang digunakan adalah genus Bifidobacterium dan Lactobacillus. Penelitian-penelitian lain yang serupa juga menggunakan probiotik dari golongan yang sama. Penelitian Weston (2005), Taylor (2007), Kim (2009) juga menggunakan probiotik dari golongan yang sama yaitu Bifidobacterium dan Lactobacillus. Kedua genus probiotik dari bakteri asam laktat inilah yang paling sering digunakan dalam berbagai penelitian selain Streptococcus thermophilus dan Sacharomyces boullardii.


(64)

Probiotik pada penelitian ini diberikan dalam waktu satu minggu. Pada penelitian lain probiotik diberikan kurang lebih dalam 6 minggu atau paling sedikit dalam 4 minggu. Penelitian yang dilakukan oleh Weston S pada tahun 2005 menggunakan probiotik selama 8 minggu, sedangkan Taylor (2007) menggunakan probiotik selama 6 bulan. Kim pada tahun 2009 melakukan penelitian dengan menggunakan probiotik selama lebih dari 6 bulan, tetapi Ouwehand (2009) hanya menggunakan probiotik selama 4 minggu dalam penelitiannya.

Hasil pada penelitian ini yang berupa tidak adanya pengaruh pemberian probiotik yang signifikan terhadap penurunan hitung eosinofil total (p = 0,666) berkaitan erat dengan lamanya waktu pemberian probiotik pada subjek penelitian. Penelitia-penelitian sebelumnya membutuhkan waktu minimal 4-6 bulan agar pemberian probiotik memiliki pengaruh yang bermakna pada keadaan alergi atau risiko tinggi alergi.

Mekanisme kerja probiotik terhadap alergi yang terjadi pada anak-anak yang menderita alergi atau mempunyai risiko tinggi alergi sampai saat ini belum jelas. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya juga belum dapat mengemukakan mekanisme tersebut secara jelas.

Hasil analisis bivariat faktor-faktor risiko terhadap penurunan hitung eosinofil total secara statistik tidak bermakna. Hubungan umur, jenis kelamin, kejadian alergi, manifestasi klinis alergi dengan penurunan hitung eosinofil total secara statistik tidak bermakna (p > 0,05).


(65)

commit to user

48 C. Kelemahan Penelitian

Jumlah subjek yang terlalu sedikit dapat mempengaruhi kemaknaan pada saat analisis data. Selain itu waktu pengamatan penelitian ini juga lebih singkat bila dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Dibutuhkan penelitian serupa dalam skala yang lebih besar dan waktu pengamatan yang lebih lama di waktu yang akan datang untuk mendapatkan hasil yang lebih baik yang dapat menggambarkan keadaan sesungguhnya dalam populasi.

Penelitian ini juga tidak lepas dari bias, terutama recall bias pada saat pengisian kuesioner yang hanya berdasarkan keterangan dari keluarga. Selain itu pengukuran hasil laboratorium juga dapat menyebabkan bias pengukuran meskipun telah diminimalkan dengan melakukan stadarisasi dengan tera ulang alat pengukuran yang digunakan.


(66)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Simpulan dari penelitian ini probiotik tidak berpengaruh terhadap hitung eosinofil total pada anak dengan risiko tinggi alergi. Anak dengan risiko tinggi alergi yang diberi probiotik memiliki risiko kejadian penurunan hitung eosinofil total 1,455 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak diberi probiotik, akan tetapi peningkatan risiko tersebut secara statistik tidak bermakna.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar dan waktu pengamatan yang lebih lama sehingga didapatkan hasil penelitian yang lebih baik.

C. Implikasi Penelitian 1. Bagi Bidang Akademik

Perlunya pengkajian yang lebih dalam mengenai probiotik yang digunakan untuk pencegahan kejadian kekambuhan dan timbulnya alergi dan akibat yang akan ditimbulkan pada anak-anak dengan risiko tinggi alergi maupun yang telah terdiagnosis alergi.


(67)

commit to user

50 2. Bagi Bidang Pelayanan Kedokteran Keluarga

Penelitian ini belum mampu memberikan bukti empiris mengenai probiotik untuk pencegahan kejadian kekambuhan dan timbulnya alergi pada anak-anak dengan risiko tinggi alergi maupun yang telah terdiagnosis alergi.


(1)

commit to user

Gambar 3. Diagram box plot hitung eosinofil total pada anak dengan risiko tinggi alergi yang diberi probiotik dan tidak diberi probiotik


(2)

commit to user

B. Pembahasan

Penelitian randomized contolled trial ini berlangsung selama periode bulan Agustus 2010 sampai dengan Novemver 2011dilakukan di Poliklinik Anak Rumah Sakit dr. Moewardi Surakarta, dengan menggunakan subjek penelitian anak dengan risiko tinggi alergi yang berobat jalan di Poliklinik Anak Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Didapatkan subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi selama bulan Agustus 2010 sampai dengan Novemver 2011sebanyak 30 orang. Data penelitian berasal dari kuesioner dan hasil pemeriksaan laboratorium.

Distribusi jenis kelamin subjek penelitian ini seimbang yaitu 14 laki-laki dan 16 perempuan. Usia subjek penelitian berkisar antara 75 bulan (6 tahun 3 bulan) sampai dengan 186 bulan (15 tahun 6 bulan) dengan rerata 120 bulan (10 tahun), lebih muda dibanding penelitian sebelumnya oleh Nagata pada tahun 2010 yang menggunakan subjek penelitian pelajar dari sebuah sekolah menengah atas. Rentang usia 6-18 bulan digunakan pada penelitian yang dilakukan oleh Weston S pada tahun 2005, sedangkan Taylor (2007) menggunakan subjek penelitian berusia 0-6 bulan.

Pada penelitian ini, probiotik yang digunakan adalah genus Bifidobacterium dan Lactobacillus. Penelitian-penelitian lain yang serupa juga menggunakan probiotik dari golongan yang sama. Penelitian Weston (2005), Taylor (2007), Kim (2009) juga menggunakan probiotik dari golongan yang sama yaitu Bifidobacterium dan Lactobacillus. Kedua genus probiotik dari bakteri asam laktat inilah yang paling sering digunakan dalam berbagai penelitian selain Streptococcus thermophilus dan Sacharomyces boullardii.


(3)

commit to user

Probiotik pada penelitian ini diberikan dalam waktu satu minggu. Pada penelitian lain probiotik diberikan kurang lebih dalam 6 minggu atau paling sedikit dalam 4 minggu. Penelitian yang dilakukan oleh Weston S pada tahun 2005 menggunakan probiotik selama 8 minggu, sedangkan Taylor (2007) menggunakan probiotik selama 6 bulan. Kim pada tahun 2009 melakukan penelitian dengan menggunakan probiotik selama lebih dari 6 bulan, tetapi Ouwehand (2009) hanya menggunakan probiotik selama 4 minggu dalam penelitiannya.

Hasil pada penelitian ini yang berupa tidak adanya pengaruh pemberian probiotik yang signifikan terhadap penurunan hitung eosinofil total (p = 0,666) berkaitan erat dengan lamanya waktu pemberian probiotik pada subjek penelitian. Penelitia-penelitian sebelumnya membutuhkan waktu minimal 4-6 bulan agar pemberian probiotik memiliki pengaruh yang bermakna pada keadaan alergi atau risiko tinggi alergi.

Mekanisme kerja probiotik terhadap alergi yang terjadi pada anak-anak yang menderita alergi atau mempunyai risiko tinggi alergi sampai saat ini belum jelas. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya juga belum dapat mengemukakan mekanisme tersebut secara jelas.

Hasil analisis bivariat faktor-faktor risiko terhadap penurunan hitung eosinofil total secara statistik tidak bermakna. Hubungan umur, jenis kelamin, kejadian alergi, manifestasi klinis alergi dengan penurunan hitung eosinofil total secara statistik tidak bermakna (p > 0,05).


(4)

commit to user

C. Kelemahan Penelitian

Jumlah subjek yang terlalu sedikit dapat mempengaruhi kemaknaan pada saat analisis data. Selain itu waktu pengamatan penelitian ini juga lebih singkat bila dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Dibutuhkan penelitian serupa dalam skala yang lebih besar dan waktu pengamatan yang lebih lama di waktu yang akan datang untuk mendapatkan hasil yang lebih baik yang dapat menggambarkan keadaan sesungguhnya dalam populasi.

Penelitian ini juga tidak lepas dari bias, terutama recall bias pada saat pengisian kuesioner yang hanya berdasarkan keterangan dari keluarga. Selain itu pengukuran hasil laboratorium juga dapat menyebabkan bias pengukuran meskipun telah diminimalkan dengan melakukan stadarisasi dengan tera ulang alat pengukuran yang digunakan.


(5)

commit to user

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Simpulan dari penelitian ini probiotik tidak berpengaruh terhadap hitung eosinofil total pada anak dengan risiko tinggi alergi. Anak dengan risiko tinggi alergi yang diberi probiotik memiliki risiko kejadian penurunan hitung eosinofil total 1,455 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak diberi probiotik, akan tetapi peningkatan risiko tersebut secara statistik tidak bermakna.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar dan waktu pengamatan yang lebih lama sehingga didapatkan hasil penelitian yang lebih baik.

C. Implikasi Penelitian

1. Bagi Bidang Akademik

Perlunya pengkajian yang lebih dalam mengenai probiotik yang digunakan untuk pencegahan kejadian kekambuhan dan timbulnya alergi dan akibat yang akan ditimbulkan pada anak-anak dengan risiko tinggi alergi maupun yang telah terdiagnosis alergi.


(6)

commit to user 2. Bagi Bidang Pelayanan Kedokteran Keluarga

Penelitian ini belum mampu memberikan bukti empiris mengenai probiotik untuk pencegahan kejadian kekambuhan dan timbulnya alergi pada anak-anak dengan risiko tinggi alergi maupun yang telah terdiagnosis alergi.