BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Memasuki era perdagangan bebas, setiap perusahaan dituntut untuk selalu dapat meningkatkan daya saingnya agar dapat menghadapi dengan tangguh setiap tuntutan pasar.
Dalam kaitan inilah maka diperlukan pengelolaan sumber daya manusia bagi perusahaan untuk membuat suatu perubahan bagi perusahaan. Kurangnya stabilitas negara dan turunnya
perekonomian memicu kesenjangan dalam lapisan masyarakat sehingga menimbulkan persaingan yang kurang sehat. Secara umum dapat digambarkan bahwa karyawan di
Indonesia sudah banyak mengalami pembauran baik dari budaya asing maupun yang ada dalam negeri sendiri. Satu hal yang paling menyolok yang dapat dilihat yaitu tingginya
tingkat kriminalitas akibat pengangguran yang semakin tinggi WASPADA, 2006. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang beraneka ragam suku dan etnis. Setiap
suku bangsa maupun kelompok etnis mempunyai kebudayaan dan sejarah masing-masing yang akan mempengaruhi motif sosial mereka. Le-Vine Martaniah, 1998 menyatakan
bahwa kebudayaan mempengaruhi anggota masyarakat dalam aspek-aspek kehidupan.Dalam proses perkembangan, sebagian dari proses tersebut merupakan hasil dari konteks dimana
kita berkembang. Salah satu konteks perkembangan yang penting adalah budaya. Elemen- elemen dari budaya akan membantu pembentukan tingkah laku individu yang merupakan
bagian darinya. Sebagai hasilnya, individu yang dibesarkan pada budaya yang berbeda akan menunjukkan pola-pola karakteristik kepribadian, keahlian kognitif dan hubungan sosial yang
berbeda. Dan sebesar apa pun ukurannya, budaya suatu kelompok masyarakat tertentu akan mempengaruhi tingkah laku para anggotanya.
Boecsh Martaniah, 1998 menyatakan bahwa kebudayaan adalah cara manusia dalam menopang lingkungannya, maka dari itu kebudayaan adalah hasil dari perilaku manusia,
akan tetapi kebudayaan juga akan membentuk, menentukan juga menemukan perilaku manusia. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan-kebudayaan yang
dimiliki tiap-tiap suku bangsa atau kelompok etnis yang ada di Indonesia ini mempengaruhi segala aspek diri warga masyarakat setiap suku bangsa tersebut. Salah satu aspek anggota
masyarakat adalah motivasi sosial, maka dapat diperkirakan bahwa motivasi sosial suku bangsa atau kelompok etnis juga berbeda-beda.
Dalam kehidupan bersama di Indonesia motivasi sosial ini tidak lepas dari kehidupan masyarakat Indonesia. Motivasi sosial merupakan motif yang mendasari aktifitas yang
dilakukan individu dalam reaksinya terhadap orang lain Borkowitz dalam Martaniah, 1998. Motivasi sosial terdiri dari motivasi afiliasi, berprestasi dan berkuasa. Koentjaraningrat
2007 mengatakan bahwa pembangunan di Indonesia membutuhkan adanya motivasi berprestasi dalam diri rakyatnya. Dimana dalam diri individu tersebut ada keinginan untuk
melakukan sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya Atkinson, 1984. Dalam teorinya Heckhausen Martaniah, 1998 mengatakan bahwa perilaku yang
menetukan tidak hanya motivasi saja, akan tetapi dipengaruhi juga oleh situasi. Motivasi menentukan kekhususan perilaku sedangkan situasi menentukan perbedaan perilaku.
Weiner Martaniah, 1998 mengemukakan empat unsur sebagai atribusi penyebab yang umum dari motivasi berprestasi, yaitu kemampuan, usaha, kesukaran tugas dan
keberuntungan atau kebetulan.
Hill Shelton Martaniah, 1998 mengakui bahwa motivasi berprestasi yang dikembangkan oleh individu tergantung kebudayaan tempat ia dilatih, pola tersebut sesuai
dengan nilai dan harapan perilaku yang akan dihadapinya sebagai orang dewasa didalam masyarakat tempat ia hidup. Mc Clelland 1987 mengemukakan beberapa hal dari dalam diri
individu dipengaruhi oleh motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi ini cenderung menuntut individu untuk berusaha lebih keras jika ditantang untuk melakukan hal yang lebih baik atau
jika ada alasan-alasan yang kuat untuk sesuatu yang ditunjukkan dengan jelas. Setiap individu memiliki motivasi berprestasi, tetapi hanya beberapa saja yang secara
konsisten lebih terarah pada prestasi itu dibandingkan yang lain. Aspek paling penting dari motivasi berprestasi ialah bahwa motivasi itu membuat individu cenderung menuntut dirinya
berusaha lebih keras untuk mencapai prestasi dalam kehidupannya. Individu yang memiliki dorongan prestasi tinggi ingin mengetahui bagaimana pekerjaannya ditanggapi dan ia ingin
umpan balik yang cepat. Individu lebih memperhatikan usaha untuk mengatasi rintangan daripada memikirkan apakah orang memandang mereka menyenangkan atau tidak. Dan pada
umumnya lebih gigih, realistis dan suka bertindak sehingga membuat individu lebih produktif. Sementara itu terdapat suatu penelitian yang menyatakan bahwa motivasi
berprestasi memiliki hubungan yang selaras dengan tingkat ekonomi seseorang Laurier dalam Hariyono,2006.
Bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman suku dan budaya, maka lapisan sosial atau situasi juga memilki peranan dalam mempengaruhi meningkatnya motivasi berprestasi.
Di Indonesia ada budaya dan etnis yang khas dan cukup banyak, diantaranya etnis Tionghoa atau biasa dikenal dengan etnis Cina. Etnis ini sudah lama tinggal di Indonesia. Sejak abad ke
16 mayoritas dari warga ini berintegrasi dengan penduduk asli yaitu pribumi baik dalam dunia usaha maupun sosial Purcell dalam Martaniah, 1998. Pada umumnya orang Tionghoa
memiliki pendirian teguh pada kebudayaan negeri leluhurnya, sangat sukar berhenti sebagai
orang Tionghoa, dimana hal ini terlihat dari kerasnya didikan orangtua mereka untuk dapat menguasai bahasa leluhurnya,yaitu Hokkian Hunter dalam Martaniah,1998. Orang tua etnis
Tionghoa lebih banyak meminta pada anaknya untuk berusaha mencapai prestasi dan kesuksesan. Adanya pola asuh dan budaya yang mempengaruhi perkembangan individu
melibatkan masyarakat etnis Tionghoa memiliki sifat kompetitif, mempunyai usaha yang besar dan sangat mengusahakan prestasi sehingga memiliki tingkat aspirasi yang tinggi
Wilmoth dalam Martaniah, 1998. Pada etnis Tionghoa rasa harga diri yang tinggi bertitik tolak dari lingkup keluarga sebagai jantung kebudayaaanya Hariyono,2006. Dalam falsafah
ajaran etnis Tionghoa ada delapan yang mendukung kepatuhan anak kepada orang tuanya yang juga salah satu pedoman hidup etnis Tionghoa yaitu Berbakti Hao, Rendah hati Tee,
Satya Liong, Susila Lee, Menjunjung kebenaran, keadilan, kewajiban dan kepatuhan Gie, Suci hati Lian, Dapat dipercaya Sien, dan tahu malu, mengenal rasa harga diri
Thee, dan ini merupakan media yang ampuh bagi penanaman nilai secara kuat kepada anak- anak Hariyono,2006. Jika dilihat pada penduduk selain warga Tionghoa, Indonesia juga
memiliki salah satu penduduk pribumi asli bangsa Indonesia yaitu suku Batak yang memiliki sifat hampir sama dengan etnis Tionghoa, yaitu memegang kebudayaan dengan teguh dari
leluhur dan memiliki sifat istiadat yang mengatur kehidupan mereka termasuk dalam sosialisasi adat. Mereka juga diwajibkan untuk dapat menguasai bagasa daerah karena dalam
upacara adat bahasa yang digunakan adalah bahasa Batak. Bagi orang Batak kebudayaan mampu mengatasi segala tantangan hidup Tambunan dalam Kartika, 2004.
Dalam falsafah ajaran etnis Batak ada tiga yang menjadi tujuan hidup mereka yang lebih dikenal dengan 3H, yaitu Hagabeon menikah dan keturunan, Hasangapon nama baik
dan Hamoraon kekayaan. Selama mereka tumbuh dan berkembang, orang tua selalu menekankan falsafah ini kepada anak-anaknya sehingga etnis Batak cenderung memiliki
karakter atau sifat pekerja keras, gigih dan selalu berorientasi kedepan. Adanya sifat pejuang
ini membuat mereka menjadi pemberani, selalu berusaha untuk sukses Togatorop dalam Kartika, 2004. Salah satu karakter etnis Batak yang menonjol adalah tahan dalam segala
situasi dalam lingkungan yang menghimpit dan mau berjuang, hal ini sesuai dengan pendapat Mc Clelland 1987 yang mengatakan bahwa orang yang memiliki motivasi berprestasi yang
tinggi cenderung memiliki kemauan untuk maju dan siap mengambil risiko. Melihat uraian tentang motivasi berprestasi, ternyata motivasi berprestasi
berhubungan dengan kebiasaan dan pola asuh dimasyarakat. Hal ini berkaitan dengan situasi dan kondisi dimana individu berada atau tinggal. Secara umum dapat dikaitkan bahwa dalam
interaksi sosial, motif tidak lepas dan ini sangat mendukung bagaimana individu menunjukkan kemampuannya dimasa yang akan datang Atkinson dalam Martaniah, 1998
Sehingga dalam hal ini dikatakan bahwa salah satu aspek yang penting dalam memajukan organisasi atau perusahaan adalah adanya motivasi berprestasi yang baik dalam
diri karyawan, sedangkan motivasi berprestasi itu berhubungan dengan kebiasaan dan pola asuh orang tua. Menurut kebiasaan setiap perusahaan, karyawan yang bekerja pada
perusahaan itu didominasi oleh penduduk setempat. Secara umum kebiasaan dan pola asuh yang ada pada karyawan etnis Tionghoa dan
karyawan etnis Batak memiliki kesamaan. Namun pada Citi Financial yang memiliki karyawan etnis Batak dan etnis Tionghoa dan sering melakukan pelatihan yang juga sering
melibatkan karyawan etnis Tionghoa muncul kesenjangan motivasi berprestasi, yang bisa disebabkan karena faktor eksternal yang ada pada karyawan, seperti lama bekerja dan
lingkungan kerja yang ada, dan faktor internal yang ada pada karyawan, seperti latar belakang pendidikan dan kemampuan intelektual yang dimiliki. Seperti yang diketahui
apabila perusahaan menginginkan tercapainya tujuan yang diharapkan maka sewajarnya pihak perusahaan memperhatikan kebutuhan para karyawan.
Berdasarkan uraian diatas dan pendapat beberapa ahli diatas timbul pertanyaan apakah benar ada perbedaan motivasi berprestasi yang dimiliki oleh karyawan etnis Batak
dan karyawan etnis Tionghoa tersebut. Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Perbedaan Motivasi Berprestasi Antara Karyawan Batak dan Karyawan Etnis
Tionghoa.
B. RUMUSAN MASALAH