Perbedaan Motivasi Berprestasi Pada Karyawan Etnis Batak Dan Etnis Tionghoa Di Citi Financial Medan

(1)

PERBEDAAN MOTIVASI BERPRESTASI PADA KARYAWAN ETNIS BATAK DAN ETNIS TIONGHOA DI CITI FINANCIAL MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

DESY MAYASARI HARAHAP 041301014

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Perbedaan Motivasi Berprestasi Pada Karyawan Etnis Batak Dan Etnis Tionghoa Di Citi Financial Medan

Desy Mayasari Harahap dan Emmy Mariatin

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan gaya kepemimpinan transformasional sebagai prediktor positif bagi komitmen organisasi. Globalisasi menciptakan ancaman semakin banyaknya persaingan bisnis yang menuntut perusahaan untuk memiliki sumberdaya manusia yang berkomitmen tinggi. Variable gaya kepemimpinan transformasional diyakini dapat memberikan sumbangan efektif dalam meningkatkan komitmen organisasi tersebut.

Penelitian ini melibatkan 80 orang staff PT.Indonesia Asahan Aluminium Power Plant. Metode pengambilan data yang digunakan adalah teknik purposive sampling. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisa regresi linear sederhana. Alat ukur yang digunakan adalah skala komitmen organisasi dengan realibilitas 0.938 dan skala gaya kepemimpinan transformasional dengan realibilitas 0.965. Dari hasil penelitian ini diperoleh rxy = 0.469, R square 0.220 (p<0.05) yang berarti gaya kepemimpinan transformasional terbukti menjadi prediktor positif bagi komitmen organisasi dengan sumbangan efektif sebesar 22% dan garis regresi yang diperoleh Y= 88.852 + 0.322X. Hasil penelitian juga menunjukkan mayoritas subjek penelitian memiliki komitmen organisasi tergolong tinggi dan mempersepsikan gaya kepemimpinan transformasional atasannya tergolong tinggi


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT karena hanya berkat rahmat dan karunia-Nya peneliti berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbedaan Motivasi Berprestasi Pada Karyawan Etnis Batak dan Etnis tionghoa Di Citi Financial Medan”. Salawat dan salam peneliti ucapkan kepada nabi besar Muhammad SAW yang telah memberikan suri tauladan dalam kehidupan di dunia dan berketuhanan untuk bekal kehidupan di akhirat kelak.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak baik dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Emmy Mariatin, M.A., PhD., Psikolog selaku dosen pembimbing skripsi yang telah sabar membimbing saya selalu mendukung dan memotivasi saya mengerjakan skripsi ini hingga terselesaikan.

3. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku dosen Pembimbing Akademik sejak awal peneliti berada di Fakultas Psikologi selalu mendukung dan membimbing sehingga peneliti memiliki motivasi yang kuat untuk menyelesaikan studi dengan baik.

4. Bapak Ferry Novliadi, M.Si., psikolog dan dan Ibu Lili Garliah, M.Si., psikolog yang telah berkenan menjadi penguji ahli pada skripsi saya. Ditengah kesibukan Bapak dan Ibu, saya beruntung karena telah diberi kesempatan untuk diuji dan kemudian diberi masukan yang membangun.


(4)

5. Ibu Dra. Gustiarti Leila, M.Si, M.Kes., psikolog selaku koordinator bagian Psikologi Industri dan Organisasi yang telah banyak membantu dalam proses pengerjaan skripsi saya.

6. Orangtua peneliti, Ayahanda H. Yunan Azhar Harahap SH. dan lebih khusus kepada Ibunda yang sangat saya sayangi yang telah kembali kesisi Allah Swt beberapa bulan yang lalu (Almh.)Hj. Nurlela Hayati Padang dimana beliau telah bersusah payah membesarkan, mengasuh, mendidik dan memberikan dorongan semangat bagi peneliti dengan penuh kesabaran dan kasih sayang. Atas semua yang telah diberikan orang tua kepada peneliti patut mendapatkan apresiasi yang setinggi-tingginya. Desy janji akan menjadi kebanggaan buat mama dan papa.

7. Kepada kakanda-kakanda tercinta Mila Widiyanti Harahap SS. Friska Ade Yunita SP. Dan khusus buat saudara kembar saya tersayang yang telah banyak membantu saya selama ini.

8. Bapak Senior Manager Citi Financial Medan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan semua Karyawan yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi skala penulis.

9. Kak Dedek dan Bapak Frans yang telah membantu penulis dalam menyebarkan skala dan menyediakan data yang diperlukan penulis dalam penyusunan skripsi ini.

10. Kepada Uda Yos dan Uda nik yang telah memberikan dukungannya kepada peneliti selama proses pengerjaan skripsi.

11. Komang Alit Oka Suriawan, dan I Made Sudiantara yang telah menjadi inspirasiku, memberikan banyak dukungan, semangat dan motivasi, dan mau mendengarkan keluh kesah peneliti terima kasih ya atas semuanya.


(5)

12. Khusus kepada dr.Reynaldi Andhika Sp.A yang telah memberikan dukungan kepada saya selama proses pengerjaan skripsi, memberikan semangat, sudah begitu baik, dan selalu mengingatkan kepada penulis agar skripsi ini dapat diselesaikan dengan cepat. 13. Sahabat-sahabat ku tercinta Maya, Ari, Anas dan Darmayanti yang selalu ada bersama

peneliti disaat suka maupun duka semoga persahabatan kita tetap abadi selamanya. 14. Kak Erna di psycho-lib, yang sudah banyak memberikan bantuan dan semangat bagi

penulis, makasih banyak ya kak.

15. Kepada junior sekaligus adik sepupuku Dania Dwi Rahmawaty dan kepada junior yang lainnya seperti Faqih 05, Isha 05, Yasra 06, Yani 06, Wira 06, Yanda 06, Minda 06, Ela 05, Milna 07, Ririn 08 dan masih banyak lagi adik-adik junior lain yang tidak mungkin penulis ucapkan satu persatu

16. Yeyen, Budi, Dani, Siska, Purboyo dan semua sahabat- sahabat ku yang ada di Bali terima kasih atas dukungan dan doa kalian semua.

17. Semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu, terima kasih.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa mendatang.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi banyak pihak terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Juni 2010


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN... i

LEMBAR PERNYATAAN……….. ... ii

ABSTRAK... iii

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian... E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

II. A. Pengertian Motivasi Berprestasi... 9


(7)

II.A.2.Motivasi Berprestasi...………13 II.B. Ciri Individu Yang Memiliki Motivasi Berprestasi

II.C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi .. 15 II.D. Dinamika Hubungan Motivasi Berprestasi Dengan Etnis II. E. Karyawan Etnis Batak Dan Etnis Tionghoa ... 19

II. E. 1. Pengertian Etnis……….. 19 II. E. 2. Etnis Batak………... 20

a. Pandangan hidup serta filsafat etnis Batak…………. 20 b. Struktur sosial orang Batak………. 21

c. Karyawan Etnis Batak

II.E. 3. Etnis Tionghoa………...……… 23 a. Pandangan hidup serta filsafat etnis Tionghoa………23 b. Stereotip etnis Tionghoa………. 24 c. Karyawan Etnis Tionghoa……….. 27 II.F. Perbedaan Motivasi Berprestasi Pada Karyawan Etnis Batak

dan Etnis Tionghoa ……….... 29 II. G. Hipotesis………. 32


(8)

BAB III METODE PENELITIAN... 33

III.A. Identifikasi Variabel Penelitian... 32

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 32

1. Motivasi Berprestasi ... 32

2. Etnis ... 33

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 34

1. Karakteristik Subjek Penelitian... 34

2. Teknik Pengambilan Sampel ... 34

3. Jumlah Sampel Penelitian ... 35

D. Metode Pengumpulan Data... 36

Skala Motivasi Berprestasi ... 36

E. Uji Validitas, dan Reliabilitas Alat Ukur ... 39

1. Uji Validitas ... 39

2. Uji Reliabilitas ... 39

3. Uji Daya Beda Aitem... 40

F. Metode Analisa Data ... 41

Uji Normalitas... 42

G. Pelaksanaan Penelitian ... ... 45


(9)

2. Pelaksanaan Penelitian... 49

IV. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI IV.A. Gambaran Sampel Penelitian... 51

IV.A.1. Usia Subjek Penelitian... 53

IV. A.2. Jenis Kelamin Subjek Penelitian... 68

IV. A.3. Tingkat Pendidikan Subjek Penelitian... 72

IV.A.4. Masa Kerja Subjek Penelitian... 74

IV. B. Uji Asumsi Penelitian... 75

IV.B.1. Uji Normalitas... 76

IV.B.2. Uji Homogenitas... 77

IV. C. Hasil Utama Penelitian IV. C.1. Perbedaan Skor Motivasi Berprestasi Antara Karyawan Etnis Batak dan Etnis Tionghoa IV. C.2. Hasil Tambahan... 78

V. HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI V.A. Hasil Penelitian... 79

V. B. Diskusi... 80

V.C. Saran...82 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perencanaan Skala Motivasi berprestasi yang Akan Digunakan

Tabel 2. Distribusi Aitem-Aitem Skala Motivasi Berprestasi Sebelum Uji Coba Tabel 3. Distribusi Aitem-Aitem yang Memiliki Daya Beda Tinggi Setelah Uji Coba Tabel 4. Distribusi Aitem-Aitem Skala Yang Akan Digunakan Dalam Penelitian Tabel 5. Distribusi berdasarkan usia

Tabel 6. Berdasarkan jenis kelamin Tabel 7. Tingkat pendidikan Tabel 8. Masa kerja

Tabel 9. Uji Normalitas Tabel 10. Uji Homogenitas

Tabel 11. Deskripsi Perbedaan Skor Motivasi Berprestasi Karyawan Etnis Batak dan Etnis Tionghoa

Tabel 12. Analisis Varians Skor Motivasi Berprestasi Karyawan Etnis Batak dan Etnis Tionghoa

Tabel 13. Deskripsi Data Penelitian


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A : UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS

LAMPIRAN B : SKALA PENELITIAN MOTIVASI BERPRESTASI LAMPIRAN C : HASIL PENGOLAHAN DATA


(12)

Perbedaan Motivasi Berprestasi Pada Karyawan Etnis Batak Dan Etnis Tionghoa Di Citi Financial Medan

Desy Mayasari Harahap dan Emmy Mariatin

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan gaya kepemimpinan transformasional sebagai prediktor positif bagi komitmen organisasi. Globalisasi menciptakan ancaman semakin banyaknya persaingan bisnis yang menuntut perusahaan untuk memiliki sumberdaya manusia yang berkomitmen tinggi. Variable gaya kepemimpinan transformasional diyakini dapat memberikan sumbangan efektif dalam meningkatkan komitmen organisasi tersebut.

Penelitian ini melibatkan 80 orang staff PT.Indonesia Asahan Aluminium Power Plant. Metode pengambilan data yang digunakan adalah teknik purposive sampling. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisa regresi linear sederhana. Alat ukur yang digunakan adalah skala komitmen organisasi dengan realibilitas 0.938 dan skala gaya kepemimpinan transformasional dengan realibilitas 0.965. Dari hasil penelitian ini diperoleh rxy = 0.469, R square 0.220 (p<0.05) yang berarti gaya kepemimpinan transformasional terbukti menjadi prediktor positif bagi komitmen organisasi dengan sumbangan efektif sebesar 22% dan garis regresi yang diperoleh Y= 88.852 + 0.322X. Hasil penelitian juga menunjukkan mayoritas subjek penelitian memiliki komitmen organisasi tergolong tinggi dan mempersepsikan gaya kepemimpinan transformasional atasannya tergolong tinggi


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Memasuki era perdagangan bebas, setiap perusahaan dituntut untuk selalu dapat meningkatkan daya saingnya agar dapat menghadapi dengan tangguh setiap tuntutan pasar. Dalam kaitan inilah maka diperlukan pengelolaan sumber daya manusia bagi perusahaan untuk membuat suatu perubahan bagi perusahaan. Kurangnya stabilitas negara dan turunnya perekonomian memicu kesenjangan dalam lapisan masyarakat sehingga menimbulkan persaingan yang kurang sehat. Secara umum dapat digambarkan bahwa karyawan di Indonesia sudah banyak mengalami pembauran baik dari budaya asing maupun yang ada dalam negeri sendiri. Satu hal yang paling menyolok yang dapat dilihat yaitu tingginya tingkat kriminalitas akibat pengangguran yang semakin tinggi (WASPADA, 2006).

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang beraneka ragam suku dan etnis. Setiap suku bangsa maupun kelompok etnis mempunyai kebudayaan dan sejarah masing-masing yang akan mempengaruhi motif sosial mereka. Le-Vine (Martaniah, 1998) menyatakan bahwa kebudayaan mempengaruhi anggota masyarakat dalam aspek-aspek kehidupan.Dalam proses perkembangan, sebagian dari proses tersebut merupakan hasil dari konteks dimana kita berkembang. Salah satu konteks perkembangan yang penting adalah budaya. Elemen-elemen dari budaya akan membantu pembentukan tingkah laku individu yang merupakan bagian darinya. Sebagai hasilnya, individu yang dibesarkan pada budaya yang berbeda akan menunjukkan pola-pola karakteristik kepribadian, keahlian kognitif dan hubungan sosial yang


(14)

berbeda. Dan sebesar apa pun ukurannya, budaya suatu kelompok masyarakat tertentu akan mempengaruhi tingkah laku para anggotanya.

Boecsh (Martaniah, 1998) menyatakan bahwa kebudayaan adalah cara manusia dalam menopang lingkungannya, maka dari itu kebudayaan adalah hasil dari perilaku manusia, akan tetapi kebudayaan juga akan membentuk, menentukan juga menemukan perilaku manusia. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan-kebudayaan yang dimiliki tiap-tiap suku bangsa atau kelompok etnis yang ada di Indonesia ini mempengaruhi segala aspek diri warga masyarakat setiap suku bangsa tersebut. Salah satu aspek anggota masyarakat adalah motivasi sosial, maka dapat diperkirakan bahwa motivasi sosial suku bangsa atau kelompok etnis juga berbeda-beda.

Dalam kehidupan bersama di Indonesia motivasi sosial ini tidak lepas dari kehidupan masyarakat Indonesia. Motivasi sosial merupakan motif yang mendasari aktifitas yang dilakukan individu dalam reaksinya terhadap orang lain (Borkowitz dalam Martaniah, 1998). Motivasi sosial terdiri dari motivasi afiliasi, berprestasi dan berkuasa. Koentjaraningrat (2007) mengatakan bahwa pembangunan di Indonesia membutuhkan adanya motivasi berprestasi dalam diri rakyatnya. Dimana dalam diri individu tersebut ada keinginan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya (Atkinson, 1984).

Dalam teorinya Heckhausen (Martaniah, 1998) mengatakan bahwa perilaku yang menetukan tidak hanya motivasi saja, akan tetapi dipengaruhi juga oleh situasi. Motivasi menentukan kekhususan perilaku sedangkan situasi menentukan perbedaan perilaku.

Weiner (Martaniah, 1998) mengemukakan empat unsur sebagai atribusi penyebab yang umum dari motivasi berprestasi, yaitu kemampuan, usaha, kesukaran tugas dan keberuntungan atau kebetulan.


(15)

Hill & Shelton (Martaniah, 1998) mengakui bahwa motivasi berprestasi yang dikembangkan oleh individu tergantung kebudayaan tempat ia dilatih, pola tersebut sesuai dengan nilai dan harapan perilaku yang akan dihadapinya sebagai orang dewasa didalam masyarakat tempat ia hidup. Mc Clelland (1987) mengemukakan beberapa hal dari dalam diri individu dipengaruhi oleh motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi ini cenderung menuntut individu untuk berusaha lebih keras jika ditantang untuk melakukan hal yang lebih baik atau jika ada alasan-alasan yang kuat untuk sesuatu yang ditunjukkan dengan jelas.

Setiap individu memiliki motivasi berprestasi, tetapi hanya beberapa saja yang secara konsisten lebih terarah pada prestasi itu dibandingkan yang lain. Aspek paling penting dari motivasi berprestasi ialah bahwa motivasi itu membuat individu cenderung menuntut dirinya berusaha lebih keras untuk mencapai prestasi dalam kehidupannya. Individu yang memiliki dorongan prestasi tinggi ingin mengetahui bagaimana pekerjaannya ditanggapi dan ia ingin umpan balik yang cepat. Individu lebih memperhatikan usaha untuk mengatasi rintangan daripada memikirkan apakah orang memandang mereka menyenangkan atau tidak. Dan pada umumnya lebih gigih, realistis dan suka bertindak sehingga membuat individu lebih produktif. Sementara itu terdapat suatu penelitian yang menyatakan bahwa motivasi berprestasi memiliki hubungan yang selaras dengan tingkat ekonomi seseorang (Laurier dalam Hariyono,2006).

Bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman suku dan budaya, maka lapisan sosial atau situasi juga memilki peranan dalam mempengaruhi meningkatnya motivasi berprestasi. Di Indonesia ada budaya dan etnis yang khas dan cukup banyak, diantaranya etnis Tionghoa atau biasa dikenal dengan etnis Cina. Etnis ini sudah lama tinggal di Indonesia. Sejak abad ke 16 mayoritas dari warga ini berintegrasi dengan penduduk asli yaitu pribumi baik dalam dunia usaha maupun sosial (Purcell dalam Martaniah, 1998). Pada umumnya orang Tionghoa memiliki pendirian teguh pada kebudayaan negeri leluhurnya, sangat sukar berhenti sebagai


(16)

orang Tionghoa, dimana hal ini terlihat dari kerasnya didikan orangtua mereka untuk dapat menguasai bahasa leluhurnya,yaitu Hokkian (Hunter dalam Martaniah,1998). Orang tua etnis Tionghoa lebih banyak meminta pada anaknya untuk berusaha mencapai prestasi dan kesuksesan. Adanya pola asuh dan budaya yang mempengaruhi perkembangan individu melibatkan masyarakat etnis Tionghoa memiliki sifat kompetitif, mempunyai usaha yang besar dan sangat mengusahakan prestasi sehingga memiliki tingkat aspirasi yang tinggi (Wilmoth dalam Martaniah, 1998). Pada etnis Tionghoa rasa harga diri yang tinggi bertitik tolak dari lingkup keluarga sebagai jantung kebudayaaanya (Hariyono,2006). Dalam falsafah ajaran etnis Tionghoa ada delapan yang mendukung kepatuhan anak kepada orang tuanya yang juga salah satu pedoman hidup etnis Tionghoa yaitu Berbakti (Hao), Rendah hati (Tee), Satya (Liong), Susila (Lee), Menjunjung kebenaran, keadilan, kewajiban dan kepatuhan (Gie), Suci hati (Lian), Dapat dipercaya (Sien), dan tahu malu, mengenal rasa harga diri (Thee), dan ini merupakan media yang ampuh bagi penanaman nilai secara kuat kepada anak-anak (Hariyono,2006). Jika dilihat pada penduduk selain warga Tionghoa, Indonesia juga memiliki salah satu penduduk pribumi asli bangsa Indonesia yaitu suku Batak yang memiliki sifat hampir sama dengan etnis Tionghoa, yaitu memegang kebudayaan dengan teguh dari leluhur dan memiliki sifat istiadat yang mengatur kehidupan mereka termasuk dalam sosialisasi adat. Mereka juga diwajibkan untuk dapat menguasai bagasa daerah karena dalam upacara adat bahasa yang digunakan adalah bahasa Batak. Bagi orang Batak kebudayaan mampu mengatasi segala tantangan hidup (Tambunan dalam Kartika, 2004).

Dalam falsafah ajaran etnis Batak ada tiga yang menjadi tujuan hidup mereka yang lebih dikenal dengan 3H, yaitu Hagabeon (menikah dan keturunan), Hasangapon (nama baik) dan Hamoraon (kekayaan). Selama mereka tumbuh dan berkembang, orang tua selalu menekankan falsafah ini kepada anak-anaknya sehingga etnis Batak cenderung memiliki karakter atau sifat pekerja keras, gigih dan selalu berorientasi kedepan. Adanya sifat pejuang


(17)

ini membuat mereka menjadi pemberani, selalu berusaha untuk sukses (Togatorop dalam Kartika, 2004). Salah satu karakter etnis Batak yang menonjol adalah tahan dalam segala situasi dalam lingkungan yang menghimpit dan mau berjuang, hal ini sesuai dengan pendapat Mc Clelland (1987) yang mengatakan bahwa orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi cenderung memiliki kemauan untuk maju dan siap mengambil risiko.

Melihat uraian tentang motivasi berprestasi, ternyata motivasi berprestasi berhubungan dengan kebiasaan dan pola asuh dimasyarakat. Hal ini berkaitan dengan situasi dan kondisi dimana individu berada atau tinggal. Secara umum dapat dikaitkan bahwa dalam interaksi sosial, motif tidak lepas dan ini sangat mendukung bagaimana individu menunjukkan kemampuannya dimasa yang akan datang (Atkinson dalam Martaniah, 1998)

Sehingga dalam hal ini dikatakan bahwa salah satu aspek yang penting dalam memajukan organisasi atau perusahaan adalah adanya motivasi berprestasi yang baik dalam diri karyawan, sedangkan motivasi berprestasi itu berhubungan dengan kebiasaan dan pola asuh orang tua. Menurut kebiasaan setiap perusahaan, karyawan yang bekerja pada perusahaan itu didominasi oleh penduduk setempat.

Secara umum kebiasaan dan pola asuh yang ada pada karyawan etnis Tionghoa dan karyawan etnis Batak memiliki kesamaan. Namun pada Citi Financial yang memiliki karyawan etnis Batak dan etnis Tionghoa dan sering melakukan pelatihan yang juga sering melibatkan karyawan etnis Tionghoa muncul kesenjangan motivasi berprestasi, yang bisa disebabkan karena faktor eksternal yang ada pada karyawan, seperti lama bekerja dan lingkungan kerja yang ada, dan faktor internal yang ada pada karyawan, seperti latar belakang pendidikan dan kemampuan intelektual yang dimiliki. Seperti yang diketahui apabila perusahaan menginginkan tercapainya tujuan yang diharapkan maka sewajarnya pihak perusahaan memperhatikan kebutuhan para karyawan.


(18)

Berdasarkan uraian diatas dan pendapat beberapa ahli diatas timbul pertanyaan apakah benar ada perbedaan motivasi berprestasi yang dimiliki oleh karyawan etnis Batak dan karyawan etnis Tionghoa tersebut. Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Perbedaan Motivasi Berprestasi Antara Karyawan Batak dan Karyawan Etnis Tionghoa.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari uraian latar belakang di atas, permasalahan yang akan dikaji dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Bagaimana motivasi berprestasi yang ada pada karyawan etnis Batak dan etnis Tionghoa yang ada di Citi Financial.

b. Bagaimana perbedaan motivasi berprestasi yang ada pada karyawan etnis Batak dan etnis Tionghoa yang ada pada Citi Financial.

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan motivasi berprestasi pada karyawan etnis Batak dan karyawan etnis Tionghoa di Citi Financial Medan.

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini meliputi : 1. Manfaat Teoritis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pada bidang ilmu psikologi, khususnya psikologi industri dan organisasi.


(19)

1. Bagi perusahaan, agar mengetahui tentang pentingnya memiliki motivasi berprestasi yang kuat sehingga dapat lebih bertanggung jawab terhadap pekerjaannya dan akan mempermudah mereka untuk terjun di lingkungan pekerjaan.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi departemen HRD yang bersangkutan mengenaietnis karyawan yang memiliki motivasi berprestasi lebih besar, sehingga dapat diadakan penyesuaian tentang tugas-tugas kedua etnis karyawan tersebut.

3. penelitian ini juga diharapkan menjadi masukan bagi penelitian selanjutnya, sehingga hasil-hasil penelitian sejenis menjadi lebih akurat dan terlihat pengeruh yang jelas antara etnis karyawan dengan motivasi berprestasinya.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika penulisan yang disusun dalam penelitian ini adalah : Bab I : Pendahuluan

Pada bab ini akan digambarkan latar belakang masalah, tujuan, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori-teori yang dimuat adalah teori yang berhubungan dengan motif berprestasi.

Bab III : Metodologi penelitian

Bab ini menguraikan identifikasi variabel, defenisi operasional variabel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji daya beda item


(20)

dan reliabilitas alat ukur, serta metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian.

Bab IV : Analisa Data dan Interpretasi

Bab ini akan menguraikan hasil penelitian dan analisa data penelitian sesuai dengan masalah yang akan dijawab maupun analisa tambahan atas data yang ada. Bab ini meliputi gambaran subjek penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan masa kerja dengan menggunakan uji kolmogorov-smirnovdan One Way Anova. Kemudian dalam pengujian hipotesa utama dan hipotesa tambahan penulis menggunakan One way Anova dalam program SPSS 16,0 for Windows.

Bab V : Hasil Penelitian, Diskusi dan Saran

Bab ini mencakup hasil penelitian baik hasil utama maupun hasil tambahan. Untuk selanjutnyadiadakan diskusi yang merupakan penyesuaian dari hasil penelitian dan teori yang telah ada. Kemudian bab ini akan ditutup dengan saran-saran penulis terhadap penelitian sejenis untuk selanjutnya dan kepada pihak perusahaan dimana penulis melakukan penelitian


(21)

BAB II LANDASAN TEORI

II.A. PENGERTIAN MOTIVASI BERPRESTASI II.A.1. PENGERTIAN MOTIVASI

Motif berasal dari bahasa latin yaitu movere yang artinya bergerak. Motif yang diistilahkan needs adalah dorongan yang sudah terikat pada suatu tujuan (Ahmadi,

1999).Perilaku manusia senantiasa dilatarbelakangi motif dan motivasi. Beragamnya motif dan motivasi mewarnai kehidupan manusia, misalnya makan karena lapar, ingin mendapat kasih sayang, ingin diterima lingkungan dan sebagainya (Ahmadi, 1998).

Pendapat para ahli dalam literatur yang dibaca oleh penulis, bahwa pengertian motif dan motivasi hampir sama dan tidak ditemukan perbedaan arti yang mendasar. Maksud dan pengertiannya sama, hanya berbeda dalam memformulasikan kalimat pada motif dan kalimat pada motivasi saja. Sedangkan arti yang terkandung dalam motif dan motivasi sebenarnya memiliki persamaan. Oleh karena itu dalam penjelasan berikutnya pada tulisan ini tidak dibedakan antara motif dan motivasi.

Ahmadi (1998)menjelaskan lebih lanjut, bahwa motivasi adalah suatu kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang menyebabkan organisme itu bertindak atau berbuat.

Motivasi menurut Winkel (1997) adalah sebagai daya penggerak dari dalam diri individu dengan maksud mencapai kegiatan tertentu dan untuk mencapai tujuan tertentu.

Chaplin (1999) mendefinisikan motivasi sebagai variabel penyelang yang digunakan untuk menimbulkan faktor-faktor tertentu di dalam organisme, yang membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku menuju suatu sasaran.


(22)

Murray (dalam Chaplin, 1999) juga mengemukakan pendapatnya sendiri mengenai motivasi. Ia menyebutkan motivasi sebagai motif untuk mengatasi rintangan-rintangan atau berusaha melaksanakan sebaik dan secepat mungkin pekerjaan-pekerjaan yang sulit

Walgito (2002) menyatakan motivasi merupakan kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang menyebabkan organisme itu bertindak atau berbuat dan dorongan ini biasanya tertuju pada suatu tujuan tertentu.

Sejalan dengan pendapat diatas, Suryabrata (2000) menyatakan motivasi suatu keadaan dalam diri individu yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan.

McClelland (1987) mendefinisikan motivasi sebagai suatu kebutuhan yang bersifat sosial, kebutuhan yang muncul akibat pengaruh eksternal. Ia kemudian membagi kebutuhan tersebut menjadi tiga, yaitu : Kebutuhan Berkuasa (Need for Power), Kebutuhan Berprestasi (Need for Achievement), Kebutuhan Berteman (Need for Affiliation).

Berdasarkan teori-teori diatas dapat disimpulkan pengertian dari motivasi yaitu suatu dorongan dalam diri individu karena adanya suatu rangsangan baik dari dalam maupun dari luar untuk memenuhi kebutuhan individu dan tercapainya tujuan individu. Jadi individu akan bertingkah laku tertentu dikarenakan adanya motif dan adanya rangsangan untuk memenuhi kebutuhan serta mendapatkan tujuan yang diinginkan. Berarti motivasi berkaitan dengan dorongan-dorongan dan kebutuhan-kebutuhan, sehingga dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan untuk berbuat sesuatu karena ada rangsang atau stimulus yang tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan individu.

II.A.2. MOTIVASI BERPRESTASI

Motivasi berprestasi pertama kali diperkenalkan oleh Murray (dalam Martaniah, 1998) yang diistilahkan dengan need for achievement dan dipopulerkan oleh Mc Clelland


(23)

(1961) dengan sebutan “n-ach”, yang beranggapan bahwa motif berprestasi merupakan virus mental sebab merupakan pikiran yang berhubungan dengan cara melakukan kegiatan dengan lebih baik daripada cara yang pernah dilakukan sebelumnya. Jika sudah terjangkit virus ini mengakibatkan perilaku individu menjadi lebih aktif dan individu menjadi lebih giat dalam melakukan kegiatan untuk mencapai prestasi yang lebih baik dari sebelumnya.

Individu yang menunjukkan motivasi berprestasi menurut Mc.Clelland adalah mereka yang task oriented dan siap menerima tugas-tugas yang menantang dan kerap mengevaluasi tugas-tugasnya dengan beberapa cara, yaitu membandingkan dengan hasil kerja orang lain atau dengan standard tertentu (McClelland, dalam Morgan 1986). Selain itu mcClelland juga mengartikan motivasi berprestasi sebagai standard of exellence yaitu kecenderungan individu untuk mencapai prestasi secara optimal (McClelland,1987).

Selanjutnya menurut Haditono (Kumalasari, 2006), motivasi berprestasi adalah kecenderungan untuk meraih prestasi dalam hubungan dengan nilai standar keunggulan.

Motivasi berprestasi ini membuat prestasi sebagai sasaran itu sendiri. Individu yang dimotivasi untuk prestasi tidak menolak penghargaan itu, tidak sungguh-sungguh merasa senang jika dalam persaingan yang berat ia berhasil memenangkannya dengan jerih payah setelah mencapai standar yang ditentukan. Individu yang mempunyai dorongan berprestasi tinggi umumnya suka menciptakan risiko yang lunak yang bisa memerlukan cukup banyak kekaguman dan harapan akan hasil yang berharga, keterampilan dan ketetapan hatinya yang menunjukkan suatu kemungkinan yang masuk akal daripada hasil yang dicapai dari keuntungan semata. Jika memulai suatu pekerjaan, individu yang mempunyai dorongan prestasi tinggi ingin mengetahui bagaimana pekerjaannya, ia lebih menyukai aktivitas yang memberikan umpan balik yang cepat dan tepat.


(24)

Menurut Herman (Linda, 2004) motivasi berprestasi ini sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, karena motif berprestasi akan mendorong seseorang untuk mengatasi tantangan atau rintangan dan memecahkan masalah seseorang, bersaing secara sehat, serta akan berpengaruh pada prestasi kerja seseorang.

Atkinson (Martaniah, 1998) mengatakan bahwa motivasi berprestasi dalam perilaku individu mengandung dua kecenderungan perilaku, yaitu :

a. Individu yang cenderung mengejar atau mendekati kesuksesan b. Individu yang berusaha untuk menghindari kegagalan.

II.B. CIRI-CIRI INDIVIDU YANG MEMILIKI MOTIVASI BERPRESTASI

Menurut McClelland (dalam Morgan, 1986) ciri-ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi adalah :

1. Menyukai tugas yang memiliki taraf kesulitan sedang/menengah.

Individu yang memilikimotivasi berprestasi tinggi lebih menyukai tugas yang memiliki taraf kesukaran sedang namun menjanjikan kesuksesan. Rohwer (dalam Robbins,2001) mengatakan bahwa seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan berusaha mencoba setiap tugas yang menantang dan sulit tetapi mampu untuk diselesaikan, sedangkan orang yang tidak memiliki motivasi berprestasi tinggi akan enggan melakukannya. Robbins (2001) menambahkan bahwa orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menyukai tugas-tugas yang menantang serta berani mengambil resiko yang diperhitungkan (calculated risk) untuk mencapai suatu sasaran yang telah ditentukan. Spence (dalam Morgan, 1986) menambahkan, mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki task oriented dan selalu mempersiapkan diri terhadap tugas-tugas yang menantang.


(25)

Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi mengharapkan umpan balik dengan cara membandingkan performansinya dengan orang lain atau suatu standarisasi tertentu (Spence dalam Morgan, 1986). Penetapan standard keberhasilan merupakan motif ekstrinsik yang bukan dari dalam dirinya, namun ditetapkan dari orang lain. Seseorang terdorong untuk berusaha mencapai standard yang ditetapkan oleh orang lain karena takut kalah dari orang lain (Rohwer dalam Robbins, 2001). Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi kerap mengharapkan umpan balik dan membandingkan hasil kerjanya dengan hasil kerja orang lain dengan suatu ukuran keunggulan yaitu perbandingan dengan prestasi orang lain atau standard tertentu (McClelland dalam Morgan 1986).

3. Tekun dan gigih terhadap tugas yang berkaitan dengan kemajuannya.

Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan memiliki kinerja yang baik, aktif berproduktivitas, serta tekun dalam bekerja. Dengan adanya motivasi berprestasi karyawan akan memiliki sifat-sifat seperti selalu berusaha mencapai prestasi sebaik-baiknya dengan selalu tekun dalam menjalankan tugas (Martaniah, 1998).

Atkinson (Linda,2004) mengatakan bahwa seseorang yang memiliki motivasi berprestasi adalah sebagai berikut :

a. Free Choise, adalah bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menyukai aktivitas-aktivitas atas keberhasilannya sehingga selalu berusaha untuk meningkatkan segala kemungkinan untuk berprestasi oleh karena kemampuan pengalaman keberhasilannya yang lebih banyak sehingga kendati mengalami kagagalan masih tetap tersirat untuk berhasil.


(26)

b. Persistence Behaviour, adalah suatu anggapan individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menganggap bahwa kegagalan adalah sebagai akibat kurangnya usaha, oleh sebab itu harapan dan usaha untuk berhasil selalu tinggi.

c. Intensity of performance,adalah suatu intensitas dalam penampilan kerja, artinya individu yang motivasi berprestasinya tinggi selalu berpenampilan suka kerja keras dibandingkan seseorang yang motivasi berprestasinya rendah.

d. Risk preference, adalah suatu pertimbangan memilih risiko yang sedang artinya tidak mudah dan tidak juga sukar.

Menurut Herman dalam Martaniah (1998) ciri-ciri yang menonjol untuk memilih motivasi berprestasi berprestasi tinggi antara lain :

1. Mempunyai inspirasi yang tingkatannya sedang, hal ini terjadi karena individu tersebut memiliki keinginan untuk berprestasi tinggi sehingga individu tersebut tidak ingin melakukan sesuatu yang berbeda diluar jangkauannya atau tidak ingin membuang waktu yang banyak untuk mengerjakan sesuatu diluar kemampuan dirinya.

2. Memiliki tugas yang memiliki risiko yang sedang daripada yang tinggi. 3. Persperktif waktunya berorientasi kedepan.

4. Mempunyai keuletan dalam melakukan tugas yang belum selesai. 5. Mempunyai dorongan untuk melakukan tugas yang belum selesai. 6. Memiliki pasangan kerja atas dasar kemampuannya.

7. Usaha yang dilakukannya sangat menonjol.

Berdasarkan uraian diatas dapat dismpulkan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi mempunyai ciri-ciri antara lain, memiliki rasa percaya diri yang besar, berorientasi kemasa depan, suka pada tugas yang memiliki tingkat kesulitan sedang, tidak


(27)

membuang-buang waktu, memilih teman yang berkemampuan baik dan tangguh dalam mengerjakan tugas-tugasnya.

Heckhausen (Monks dan Haditono,1999) mengatakan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dan motivasi berprestasi rendah memiliki perbedaan. Adapun ciri-ciri individu yang motivasi berprestasi rendah adalah :

1. Orientasi pada masa lampau.

2. Memiliki tugas yang sukar dan tidak sesuai dengan kemampuannya.

3. Tidak mempunyai kepercayaan dalam meghadapi tugas, adanya rasa pesimis yang dimiliki.

4. Menganggap keberhasilan suatu nasib mujur.

5. Cenderung mengambil pekerjaan tingkat resiko lemah, sehingga keberhasilan akan mudah dicapai.

6. Suka bermalas-malasan serta melakukan dengan cara yang baru.

7. Tidak menyenangi pekerjaan yang menuntut tanggung jawab dan merasa puas sebatas prestasi yang dicapai.

8. Tidak mencari umpan balik dari perbuatannyajika melakukan pekerjaan yang tidak diinginkan.

Atkinson (Linda,2004) mengatakan bahwa ciri-ciri individu yang tidak memiliki motivasi berprestasi antara lain :

1. Individu termotivasi oleh ketakutan akan kegagalan. 2. Lebih senang menghindari kegagalan.

3. Senang melakukan tugas-tugas yang mempunyai taraf-taraf kesulitan yang rendah. 4. Individu senang menghindari kegagalan dan akan menunjukkan performance terbaik


(28)

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi rendah memiliki ciri-ciri antara lain, bersikap pesimis, orientasi pada masa lampau, menganggap keberhasilan sebagai nasib mujur, menghindari kegagalan, suka memakai cara yang lama, tidak menyenangi pekerjaan pekerjaan yang menuntut tanggung jawab serta tidak berusaha untuk mencari umpan balik dari pekerjaannya.

II.C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi

Banyak faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi pada seseorang. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah :

a. Kemampuan Intelektual

Menurut Gebhart dan Hoyt (Linda, 2004) dengan kelompok kemampuan intelektual yang tinggi ternyata menonjol dalam achievement, exhibition, autonomy dan dominance, sedangkan dengan kelompok kemampuan intelektual rendah ternyata menonjol dalam order, abasement, dan nurturance.

b. Tingkat Pendidikan Orang tua

Sadli (Linda,2004) menyatakan cara ibu mengasuh anak dapat menimbulkan motivasi berprestasi yang tinggi dan juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan karena ibu yang berpendidikan tinggi akan mempunyai aspirasi dan motivasi untuk mendorong anak agar berprestasi setinggi-tingginya.

c. Jenis Kelamin

Adi Subroto, Watson, Lingren, Martaniah (Linda, 2004) menemukan adanya perbedaan motivasi berprestasi antara pria dan wanita, pria mempunyai motivasi berprestasi yang lebih tinggi daripada wanita.


(29)

Dari penelitian didapat bahwa motivasi berprestasi terbentuk sejak masa kanak-kanak dan dipengaruhi oleh cara ibu mengasuh anaknya (Suroso dalam Linda, 2004).

Selain itu hal-hal yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi adalah : 1. Pendidikan

Soemanto dan Setianingsih (Hurlock,1981) mengatakan bahwa pendidikan adalah pengalaman yang memberikan pengertian perubahan terhadap suatu objek yang menyebabkan berkembangnya kecakapan seseorang dalam membentuk sikap tingkah lakunya. Soemanto (1984) dan Setianingsih (1986) menggambarkan pendidikan formal seperti TK,SD sederajat,SLTA sederajat dan perguruan tinggi. Sedangkan pendidikan informal diperoleh dalam keluarga dan kehidupan berkelompok. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai maka akan semakin besar juga untuk menerima pandangan dan wawasan baru.

2. Lama Kerja

Menurut Ranupandojo (Linda,2004), lama kerja adalah banyaknya waktu yang menyatakan bahwa seseorang telah menjadi karyawam pada suatu perusahaan dan faktor penting yang dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan sehingga dapat menguasai pekerjaan dengan lebih baik.

3. Lingkungan

Tantangan yang ada dalam suatu lingkungan akan menetukan tinggi rendahnya dorongan berprestasi individu. Seandainya tantangan yang ada dalam lingkungan itu sedang-sedang saja maka motivasi berprestasi individu tersebut akan tinggi. Namun jika tantangan itu terlalu besar atau terlalu kecil maka motivasi berprestasinya akan berkurang (Mc Clelland dalm Linda, 2004).


(30)

4. Keluarga

Cara mengasuh anak dan pelatihan yang diberikan kepada anak-anak untuk dapat berdiri diatas kaki mereka sendiri (mandiri) serta agar dapat menguasai keterampilan atau keahlian tertentu dalam usia dini dan tidak ada penolakan dalam diri anak. Orang tua yang memiliki standar kualitas tinggi menganjurkan anak-anaknya akan meningkatkan motivasi berprestasi yang tinggi pada anak (Mc Clelland, 2004).

5. Pengaruh yang Berasal dari Dalam Diri Individu

Menurut Harisson (Linda, 2004), yaitu ada kemampuan dalam mempersiapkan diri secara bersungguh-seungguh untuk bekerja juga bersedia menerima dan mencoba pekerjaan untuk memperoleh pengalaman kerja. Menghindari dari pola pemuasan kesukaran untuk mencapai keberhasilan dalam mencapai tujuan yang mengandung arti bersedia berkorban untuk mencapai tujuan.

Motivasi berprestasi yang terjadi pada masa anak-anak tidak hanya ditentukan oleh orang tua saja, tetapi juga dapat berubah karena proses pendidikan, latihan-latihan dan adanya faktor kematangan dan proses belajar pada masa selanjutnya (Mc Clelland dalam Martaniah, 1984).

Motivasi berprestasi merupakan suatu hal yang dipelajari, oleh karena itu pembentukannya sangat ditentukan oleh faktor lingkungan terutama keluarga sebagai lingkungan terdekat. Selain itu karena terbentuk dari lingkungan maka kebutuhan berprestasi bisa berubah sejalan dengan perkembangan yang dialami individu yaitu melalui latihan, pendidikan, kematangan dan proses belajar.

Locke (Kumalasari, 2006) menjelaskan bahwa pengalaman atau kematangan, wawasan diri dan usia individu berpengaruh terhadap motivasi berprestasi individu.


(31)

Kemudian Mc Clelland (1961) yang mengemukakan bahwa ada enam aspek motivasi berprestasi pada diri individu, yaitu :

1. Bertanggungjawab dan kurang suka mendapat bantuan orang lain. 2. Mencapai prestasi dengan sebaik-baiknya.

3. Ingin hasil yang konkrit dari usahanya.

4. Memperhitungkan kemampuan diri dengan resiko sedang. 5. Tidak senang membuang-buang waktu serta gigih.

6. Memiliki antisipasi yang berorientasi kedepan.

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa motif berprestasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pendidikan, masa kerja, lingkungan dan keluarga, disamping faktor yang berasal dari dalam diri individu yaitu kemampuan diri, adanya kemampuan besar untuk madiri serta bersedia berkorban untuk mencapai tujuannya. Kemudian ada beberapa aspek kebutuhan berprestasi dalam diri individu yaitu bertanggung jawab dan kurang suka mendapat bantuan dari orang lain, mencapai prestasi dengan sebaik-baiknya, memperhitungkan kemampuan diri dengan risiko yang sedang, ingin hasil yang konkrit dari usahanya, tidak senang membuang-buang waktu serta memilikiantisipasi yang berorientasi kedepan.

II E. KARYAWAN ETNIS BATAK DAN ETNIS TIONGHOA 1. Pengertian Etnis

Etnis atau suku merupakan suatu kesatuan sosial yang dapat dibedakan dari kesatuan yang lain berdasarkan akar dan identitas kebudayaan, terutama bahasa. Dengan kata lain etnis adalah kelompok manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas tadi sering kali dikuatkan oleh kesatuan bahasa (Koentjaraningrat, 2007). Dari pendapat diatas dapat dilihat bahwa etnis


(32)

ditentukan oleh adanya kesadaran kelompok, pengakuan akan kesatuan kebudayaan dan juga persamaan asal-usul.

Wilbinson (Koentjaraningrat, 2007) mengatakan bahwa pengertian etnis mungkin mencakup dari warna kulit sampai asal ususl acuan kepercayaan, status kelompok minoritas, kelas stratafikasi, keanggotaan politik bahkan program belajar.

Selanjutnya Koentjaraningrat (2007) juga menjelaskan bahwa etnis dapat ditentukan berdasarkan persamaan asal-usul yang merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan suatu ikatan.

Berdasarkan teori-teori diatas dapat disimpulkan bahwa etnis atau suku merupakan suatu kesatuan sosial yang dapat membedakan kesatuan berdasarkan persamaan asal-usul seseorang sehingga dapat dikategorikan dalam status kelompok mana ia dimasukkan. Istilah etnis ini digunakan untuk mengacu pada satu kelompok, atau ketegori sosial yang perbedaannya terletak pada kriteria kebudayaan.

II.E. 2. Etnis Batak

a. Pandangan Hidup Serta Filsafat Etnis Batak

Tanah Batak adalah daerah pedalaman di Sumatera Utara dengan Danau Toba sebagai pusatnya. Daerah pedalaman ini merupakan dataran tinggi yang diapit oleh gunung-gunung. Etnis Batak khususnya terdiri dari sub-sub suku bangsa yaitu : Karo, Simalungun, Pakpak, Toba, Angkola dan Mandailing. Dimana dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari mereka menggunakan beberapa logat (Payung dalam Koentjaraningrat, 2007).


(33)

Payung (Koentjaraningrat, 2007) mengatakan bahwa menurut cerita-cerita suci (Tarombo) orang Batak semua sub-sub suku bangsa itu mempunyai nenek moyang yang satu yaitu Siraja Batak yang tinggalnya dikaki gunung pusuk bukit, letaknya disebelah barat Danau Toba. Dimana orang Batak mempunyai konsep bahwa alam ini beserta isinya diciptakan Debata (Ompung).

Selanjutnya Payung (Koentjaraningrat, 2007) menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki tondi, dimana tondi tersebut diterima oleh seseorang ketika masih didalam rahim ibunya, dan tondi merupakan suatu kekuatan yang akan menentukan wujud dan jalan manusia dalam kehidupannya. Konsep yang sangat mendasar dalam organisasi kekerabatan adalah marga. Marga adalah kelompok-kelompok orang yang merupakan keturunan dari seorang kakek bersama, dan garis keturunan itu diperhitungkan melalui bapak atau bersifat patrilineal (Verbouwen dalam Ihromi, 1986). Semua anggota dari satu marga memakai nama identitas yang dibubuhkan sesudah nama kecilnya, dan nama marga itu merupakan suatu pertanda bahwa orang-orang yang menggunakannya masih mempunyai kakek yang sama, dan ada satu keyakinan bahwa orang-orang yang menggunakan nama marga sama terjalin oleh hubungan darah, dan salah satu konsekuensinya adalah larangan menikah bagi wanita dan pria yang mempunyai nama marga yang sama. Dalam beberapa konsep berfikir ini, kemudian tumbuhlah suatu ketetapan pandangan hidup dan kemudian berkembanglah menjadi suatu ajang filsafat hidup yang menjadi dasar praktek sistem kepercayaan orang Batak.

Suku bangsa Batak adalah penduduk yang menghuni kabupaten Tapanuli, propinsi Sumatera Timur maupun yang berdiam diluarnya, yaitu orang-orang perantauan yang berasal dari daerah tersebut. Suku bangsa Batak terdiri dari beberapa suku, antara lain suku Toba yang mendiami bagian tengah daerah Batak yang meliputi Habinsaran, Silindung, Dataran Tinggi Toba, Barus, Sorkam dan Sibolga. Di sebelah utara berdiam suku Karo, bagian Barat suku Pakpak, bagian timur suku Simalungun dan dibagian selatan suku Angkola dan


(34)

Mandailing, dan suku Gayo dan Alas berdiam dibagian selatan Aceh. Selain daripada itu penduduk yang berdiam di daerah Rokan, Bila, Pane dan Kotapinang termasuk juga dalam suku Batak (L.S.Diapari, 1987)

b. Struktur Sosial Orang Batak

Keluarga merupakan struktur masyarakat kelompok terkecil yang terpadu dan mencakup keluarga pendukung. Arti yang luas dari ini adalah keluarga masih unit terkecil bahwa keluarga sanggup mencakup kebutuhan sendiri, bahwa keluarga tidak membaur kemasyarakat luas secara alami, bahwa keluarga mempunyai semangat bersaing dan anggotanya termotivasi oleh hal-hal praktis untuk melindungi dan meningkatkan kekayaan keluarga merupakan tiang penyangga (Ihromi, 1986).

Dalam keluarga ini yang memegang peranan penting dan berkuasa adalah ayah dan anak laki-lakinya. Karena pada praktiknya dominasi laki-laki bagi etnis Batak adalah normal. Peraturan sering terlihat ketat dan berat untuk dilaksanakan. Anak laki-laki sebagai penerus marga ayahnya ini disebabkan karena orang Batak memegang prinsip keturunan secara patrilineal yaitu setiap anak baik laki-laki maupun perempuan dengan sendirinya mempunyai marga ayahnya (Payung dalam Koentjaraningrat, 2007).

Prinsip kehidupan orang Batak bahwa anak-anak harus patuh kepada orang tua. Dimana kewajiban anak-anak terhadap orang tua baik sebelum maupun sesudah menikah harus tetap berbakti kepada orang tua., begitu juga dengan hubungan sosial yang penting dalam keluarga sesuai dengan etika hubungan sosial saudara laki-laki terhadap saudara perempuan dan hubungan suami istri. Kalau ketiga dasar fondasi hubungan dalam keluarga inti dan keluarga besar baik dan harmonis, maka hubungan sosial dalam masyarakat sekelilingnya akan lebih baik dan harmonis juga. Dimana etika hubungan sosial dalam keluarga ini terutama kewajiban-kewajiban anak-anak dalam pengabdian kepada orang tua


(35)

dan anak laki-laki tidak boleh membuat susah orang tua (Payung dalam Koentjaraningrat, 2007).

C. KARYAWAN ETNIS BATAK

Suku Batak hidup di lereng gunung Bukit Barisan, terisolir dari lalu lintas peradaban luar. Hutan yang sangat lebat belum pernah terjamah oleh manusia turut menyempurnakan isolasi itu. Gunung Pusuk Bukit dipinggir Danau Toba itulah tempat etnis Batak berasal.

Suku Batak hidup dalam pola asuh keluarga yang menuntut anak-anak mereka sekolah setinggi-tingginya dan tak jarang orangtua yang petani didesa rela melepaskan anak-anak mereka merantau agar dapat menuntut ilmu setinggi-tingginya dan tak jarang orang tua yang petani di desa rela melepaskan anak-anak mereka merantau agar dapat menuntut ilmu setinggi-tingginya (Tambunan dalam Kartika,2004). Adanya kemauan yang keras dalam diri mereka memacu mereka untuk berorientasi kedepan sehingga kalau ditelusuri bahwa disetiap ibukota diseluruh Indonesia dapat dijumpai etnis Batak.

Ada falsafah etnis Batak yang mengatakan bahwa ada tiga yang menjadi tujuan mereka hidup yang lebih dikenal dengan 3H yaitu Hamoraon (kekayaan), Hagabeon (Menikah dan Keturunan) dan Hasangapon (Nama Baik). Selama mereka tumbuh dan berkembang orangtua selalu menekankan falsafah ini kepada anak-anaknya sehingga etnis Batak cenderung memiliki karakter atau sifat yang pekerja keras, gigih dan selalu berorientasi kedepan. Adanya sifat pejuang membuat mereka menjadi pemberani, selalu berusaha untuk sukses (Togatorop dalam Kartika, 2004).

Salah satu karakter etnis Batak yang menonjol adalah tahan dalam segala situasi dalam lingkungan yang menghimpit dan mau berjuang, hal ini sesuai dengan pendapat Mc


(36)

Clelland (Martaniah,1998) yang mengatakan bahwa orang yang memiliki motif berprestasi tinggi cenderung memiliki kemauan untuk maju dan mengambil resiko yang sedang.

Tambunan (Kartika, 2004) mengatakan bahwa etnis Batak adalah etnis yang sangat memandang tinggi derajat manusia, karena pada mereka ada sistem marga yang mengatur kedudukan dan sosial dimasyarakat yang membuat mereka saling menghargai satu sama lain.

Unsur motif berprestasi inilah yang didistribusikan oleh Weiner (Martaniah,1998) sebagai suatu usaha sukses dalam mencapai tujuan yang sudah diorientasikan sebelumnya sebab dalam motif berprestasi tersebut mengandung unsur usaha.

Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa etnis Batak memiliki karakter yang menunjukkan bahwa mereka memiliki motif berprestasi. Hal ini didasari oleh pola asuh orang tua yang mendidik mereka untuk berusaha menjadi lebih baik melalui pendidikan yang tinggi.

II.E. 3. Etnis Tionghoa

a. Pandangan Hidup Serta Filsafat Etnis Tionghoa

Kebanyakan orang Indonesia asli telah banyak bergaul dengan orang Tionghoa Indonesia, tetapi sebagian besar belum mengenal golongan penduduk ini dengan sewajarnya. Orang Tionghoa yang ada di Indonesia sebenarnya tidak merupakan satu kelompok yang asal dari satu daerah di negeri Cina, tetapi terdiri dari beberapa suku bangsa yang berasal dari dua propinsi yaitu Puksen dan Kwanglung, yang sangat terpencar daerah-daerahnya. Setiap imigran ke Indonesia membawa kebudayaan suku bangsa sendiri-sendiri bersama dengan perbedaan bahasanya. Ada empat bahasa yang digunakan oleh orang Tionghoa di Indonesia, yaitu bahasa Hokkian, Teo-Chiu, Hakka dan Kanton yang demikian besar perbedaannya,


(37)

sehingga pembicara dari bahasa yang satu tidak dapat mengerti pembicaraan dari yang lain (Vasanty dalam Hariyono, 2006).

Selanjutnya Vasanty (Hariyono, 2006) mengatakan para imigran Tionghoa yang terbesar ke Indonesia mulai abad ke-16 sampai kira-kira pertengahan abad ke-19, berasal dari suku bangsa Hokkian. Mereka berasal dari propinsi Fukien bagian selatan. Daerah itu merupakan daerah yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perdagangan orang Tionghoa ke seberang lautan. Kepandaian berdagang ini yang ada didalam kebudayaan suku bangsa Hokkian telah terendap berabad-abad lamanya dan masih tampak jelas pada orang Tionghoa di Indonesia. Diantara pedagang pedagang Tionghoa di Indonesia merekalah yang paling berhasil. Hal ini juga disebabkan karena sebagian dari mereka sangat ulet, tahan uji dan rajin. Orang Hokkian dan keturunannya yang telah berasimilasi sebagai keseluruhan paling banyak terdapat di Indonesia Timur, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Pantai Barat Sumatera.

b. Stereotip Etnis Tionghoa

Stereotip etnis Tionghoa biasanya disebutkan sebagai memiliki sikap tertutup, angkuh, egoistis, superior dan materialistis. Tapi kadang-kadang menunjukkan sikap ramah, murah hati, rajin, ulet, memiliki spekulasi tinggi, namun dengan mudah menghambur-hamburkan materi, suka berpesta pora. Sifatnya muncul secara bergantian, tidak menentu, seolah-olah berdiri sendiri-sendiri, sehingga orang yang belum mengenalnya akan sulit menangkap sifat manusia Tionghoa dan akan dengan mudah dilihat sisi negatifnya. Bahkan sementara orang menganggapnya sebagai suatu eksploitasi terhadap lingkungan (sosial) disekitarnya. Padahal sifat itu muncul secara spontan dari alam tidak sadarnya yang secara kultural berasal dari akar budayanya yang tunggal yang memiliki makna tertentu yang akan dapat dipahami. Justru keanekaragaman sifat dan sikap ini yang membedakan cirri khas manusia Tionghoa dengan yang lain (Vasanty dalam Hariyono,2006).


(38)

Selanjutnya Vasanty (Hariyono, 2006) mengatakan bila ditelusuri stereotip-stereotip diatas ternyata saling berkaitan, memiliki akar budayanya yang tunggal pada sistem kepercayaannya. Pada etnis Tionghoa sisitem kepercayaan dan tradisi yang dianut secara cukup luas terdapat pada agama Konfusius, disamping terdapat juga agama Tao dan Budha. Ajaran Konfusius selama berabad-abad sempat menjadi ajaran wajib disekolah-sekolah negeri Cina pada zaman dahulu. Internalisasi yang cukup lama ini membekas pada manusia Tionghoa sampai generasi-generasi berikutnya.

Meskipun ajaran ini sudah tidak begitu banyak dianut oleh orang Tionghoa di Indonesi namun sisa-sisa nilai yang terbentuk masih tampak pada manusia Tionghoa dalam berbagai gradasi internalisasi yang berbeda-beda. Selain itu secara internal ajaran Konfusius memiliki kekuatan akan pewarisan nilai-nilai, karena salah satu nilai yang cukup menonjol, yaitu nilai patuh kepada orang tua dan pengabdian kepada keluarga memungkinkan segala sesuatu, merupakan media internalisasi yang ampuh bagi penamaan nilai secara kuat kepada generasi berikut (Vasanty dalam Hariyono, 2006).

C. KARYAWAN ETNIS TIONGHOA

Orang turunan Tionghoa atau yang lebih dikenal dengan etnis Cina merupakan orang pendatang ke Indonesia pada abad ke -16. pada waktu itu etnis Tionghoa yang datang kebanyakan pria, karena transportasi masih sukar dan akibatnya banyak etnis Tionghoa yang menikah dengan perempuan Indonesia yang lebih dikenal dengan pribumi.

Pada zaman dahulu golongan etnis Tionghoa peranakan lebih berintegrasi dengan orang Jawa. Pada umumnya mereka tidak menggunakan bahasa Cina lagi dan mereka mengambil adapt dan kebudayaan Jawa. Akan tetapi pada abad 20 terjadilah gerakan nasionalisme di Negara Cina yang mempengaruhi kaun Tionghoa di perantauan. Banayak


(39)

orang Cina yang dikirim ke Jawa untuk memberi rangsangan pada orang Tionghoa di Jawa untuk berorientasi kepada Negara leluhurnya (Vasanty dalam Martaniah, 1998).

Allers (Martaniah, 1998) mengatakan bahwa orang-orang Tionghoa ini suka bekerja, berani berspekulasi, penuh inisiatif dan materialistik. Golongan keturunan etnis Tionghoa ini dikagumi akan keuletan maupun kerajinannya. Selanjutnya beliau juga mengatakan bahwa sifat orang Tionghoa yang kaya dan orang Tionghoa yang miskin berbeda. Orang Tionghoa yang miskin cenderung memiliki sifat submisif, hati-hati, rasional, hemat, realistis, rajin dan bersungguh-sungguh. Sedangkan yang kaya lebih cenderung memiliki sifat yang suka dipuji, tidak simpatik, terlalu bebas, impulsif, boros dan tidak hati-hati.

Seiring dengan perkembangan zman bahwa di tanah air masih tetap terlihat banyak. Sekolah-sekolah yang mayoritas pelajarnya keturunan Tionghoa dan juga beberapa perusahaan didominasi etnis Tionghoa dan tentunya kebudayaan yang mereka anut serta nilai-nilainya masih kuat. Pada umumnya etnis Tionghoa berpegang teguh pada kebudayaan negri leluhurnya, sangat sukar berhenti sebagai orang Tionghoa (Mitchison dalam Martaniah, 1998). Hubungan kekeluargaan orang Tionghoa begitu erat sehingga sukar bagi mereka untuk melepaskan diri dari kebudayaan dan nilai-nilai keluarganya.

Disisi lain, Amy Chua (Hariyono, 2006) menyebutkan bila dalam suatu Negara demokrasi kelompok etnis minoritas menguasai pasar, bukan tidak mungkin suatu saat memiliki potensi melahirkan percikan api kerusuhan rasial. Dalam persoalan etnis Tionghoa di Indonesia, persoalan sosio-kultural dan persoalan ekonomi muncul seperti sekeping mata uang dengan dua sisinya. Secara sederhana dapat dikatakan, perilaku manusia Tionghoa perantauan umumnya berorientasi pada aktivitas ekonomi. Tetapi aktivitas ekonomi etnis Tionghoa dilakukan dalam referensi sosil-kultural (dan politik)nya.


(40)

Dan ketika Deng Xiaoping membuat slogan “reformasi dan membuka diri” membuat masyarakat Tionghoa bersemangat dan memasuki era globalisasi dengan cepat (Suryadinata dalam Wibowo, 2000).

Atas dasar uraian-uraian dan pendapat-pendapat tersebut bahwa karyawan orang-orang etnis Tionghoa atau Cina yang tinggal di Negara Indonesia masih tetap memegang teguh kebudayaan maupun nilai-nilai Negara asalnya yang memberikan mereka cara hidup dalam kesehariannya untuk menuju sukses dan pada umumnya berorientasi pada aktivitas ekonomi.

E. PERBEDAAN MOTIVASI BERPRESTASI PADA KARYAWAN ETNIS BATAK DAN ETNIS TIONGHOA

Dalam masyarakat Indonesia etnis Tionghoa dikenal sebagai pedagang dan wiraswasta yang berhasil. Menurut McClelland (Martaniah, 1984) kewiraswastaan ini merupakan ciri motif berprestasi yang tinggi.

Motif berprestasi yang lebih tinggi pada etnis Tionghoa ini disebabkan oleh tiga hal, yaitu : Pertama, akar budaya Tionghoa yang memiliki orientasi pada materi dan kehormatan (keluarga). Kedua, predikat negatif yang sempat terpatri pada orang Tionghoa yang sempat menjadi stereotip pada masa orde baru, hal ini oleh sebagian orang Tionghoa merupakan cambuk untuk menunjukkan prestasi (kerja) yang lebih baik sebagai bukti bahwa etnis Tionghoa tidak seburuk yang dikatakan orang. Ketiga, posisinya sebagai kelompok minoritas ikut mempengaruhi munculnya motif berprestasi. Akibat mereka mencoba menonjolkan identitas dirinya dengan menunjukkan dan mengerahkan segala kemampuannya, sehingga muncullah motif berprestasi yang lebih tinggi pada etnis minoritas yang pada akhirnya menunjukkan menunjukkan tingkat ekonomi yang berbeda (Hariyono, 2006).


(41)

Crawford (Martaniah, 1998) orang-orang turunan Tionghoa ini suka bekerja, berspekulasi, penuh inisiatif dan maternalistik. Selain itu mereka juga dikagumi oleh keuletan dan kegigihan mereka dalam bekerja.

Hidayat (Martaniah, 1998) berpendapat bahwa ajaran Kong Hu Cu yang banyak dianut oleh etnis Tionghoa, menyatakan bahwa tiap-tiap individu harus mengembangkan kecakapan dan keterampilan semaksimal mungkin sesuai dengan status sosialnya. Selanjutnya Hidayat mengatakan bahwa etnis Tionghoa sejak dulu memberikan keyakinan bahwa mereka adalah pusat pemerintahan dunia, maka dimanapun mereka harus melebihi tingkat hidup kaum pribumi, akibatnya mereka bekerja keras dan bertekun, sabar serta hemat supaya tingkat kehidupannya menonjol.

Selanjutnya etnis Batak yang menempuh kebudayaan menurut kepribadiannya sendiri dan adanya perubahan zaman tidak mempengaruhi kepribadian itu karena orang-orang Batak dikota pun tetap berpegang teguh kepada filsafat leluhur (Napitupulu dalam Kartika, 2004). Secara kepribadian orang Batak memiliki sikap dan pembawaan yang agak menonjol dan terkadang dominan dalam berargumentasi dan cenderung memaksakan kehendak dan ingin menang sendiri dalam tingkah laku seolah-olah menunjukkan sifat dan ciri khas. Terdorong oleh keadaan itu menimbulkan sifat yang superioritas selalu tampak, apalagi berhubungan dengan orang lain.

Sejajar dengan pengaruh Kristen pada pertengahan abad ke-19 yang lalu masuklah sistem pendidikan sekolah yang membuka kebudayaan Batak untuk pengaruh dari luar dengan kecepatan yang amat besar. Salah satu kekuatan dari orang Batak sebagai suatu sub suku bangsa adalah bahwa mereka itu memiliki suatu organisasi berdasarkan agama yang kuat ialah HKBP (Huria Kristen Batak Protestan). Organisasi ini mempersatukan semua orang Batak yang beragama Kristen, dapat melakukan penyebarluasan terhadap adat istiadat


(42)

Batak, dapat menghilangkan unsur-unsur didalamnya yang kolot dan menghambat kemajuan serta dapat mendorong timbulnya suatu sikap mental yang cocok untuk pembangunan (Koentjaraningrat, 2007).

Selanjutnya Koentjaraningrat (2007) mengatakan bahwa konsep dasar kebudayaan Batak adalah Dalihan Na Tolu yang dihayati sebagai sistem kognitif yang memberikan pedoman bagi orientasi setiap orang Batak yang menentukan persepsi dan definisi terhadap realitas. Dari sudut pendekatan kebudayaan, Dalihan Na Tolu dapat menjadi potensi yang didayagunakan untuk mengetahui, memahami dan juga mengambil sikap terhadap apa yang dipahami dan diketahuinya. Kajian mendalam membuktikan bahwa Dalihan Na Tolu tidak terlepas dari konsep religi Batak tua, yang didasarkan pada prinsip tritunggal atau sitolu sada ihot (konsep tiga dalam satu) yang mencakup kehidupan spiritual, sosial, moral dan material. Dalihan Nan Tolu tidak hanya dijumpai ditengah masyarakat Batak Toba, tetapi juga ditengah masyarakat Batak lainnya (P.L. Situmeang, 2007)

Dari paparan diatas, pada dasarnya terlihat kesamaan antara etnis Tionghoa dan Etnis Batak. Namun terdapat faktor –faktor seperti dilema minoritas pada masyarakat Tionghoa (Suryadinata, 1984) yang memungkinkan terjadinya perbedaan kesenjangan motif berprestasi dengan etnis Tionghoa. Menurut Wilmoth (Martaniah, 1998) etnis Tionghoa dibandingkan dengan warga pribumi lebih kompetitif, mempunyai usaha yang besar dan sangat mengusahakan prestasi dan memiliki tingkat aspirasi yang tinggi. Selanjutnya hal ini terjadi karena adanya perbedaan dalam pengasuhan anak. Pada kedua perbedaan tersebut, orangtua turunan Tionghoa lebih banyak meminta kepada anaknya untuk berusaha mencapai prestasi dan sukses, sedangkan orangtua pribumi lebih longgar, mereka tidak menekankan permintaan-permintaan kepada anaknya. Atas dasar penemuan itu Wilmoth (Martaniah,1998) berpendapat bahwa etnis Tionghoa memiliki need achievement yang tinggi.


(43)

Didalam kenyataannya dari hasil wawancara dengan para karyawan Citi Financial terdapat kesenjangan motivasi berprestasi antara karyawan etnis Batak dan karyawan etnis Tionghoa, sedangkan dari paparan diatas berdasarkan pendapat para ahli dan temuan-temuan dalam penelitian dapat dikatakan bahwa need of achievement antara etnis Batak dan etnis Tionghoa seharusnya tidak memiliki perbedaan. Berkaitan dengan konteks ini maka peneliti tertarik untuk membuktikan tentang sejauh mana derajat perbedaan achievement karyawan di Citi Fianancial tersebut dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi perbedaannya.

F. HIPOTESIS

Berdasarkan uraian teoritis yang telah dikemukakan oleh para ahli diatas, maka hipotesa yang diajukan pada penelitian ini adalah “Tidak Ada Perbedaan Motivasi Berprestasi Pada Karyawan Etnis Batak Dengan Karyawan Etnis Tionghoa” .


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

III. A. IDENTIFIKASI VARIABEL

Untuk dapat menguji hipotesis penelitian, terlebih dahulu perlu diidentifikasikan variabel-variabel utama yang digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini,variabel-variabel penelitian terdiri dari :

1. Variabel bebas : Etnis

2. Variabel tergantung : Motivasi berprestasi 3. Variabel kontrol : - Usia

- Jenis kelamin - Tingkat pendidikan - Masa kerja

III. B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

Definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Motivasi Berprestasi

Motivasi berprestasi adalah dorongan dalam diri individu yang menimbulkan kecenderungan menuntut dirinya berusaha lebih keras untuk melakukan sesuatu hal yang lebih baik serta adanya dorongan untuk mengatasi tantangan atau rintangan dan


(45)

memecahkan masalah tersebut. Indikatornya berupa bertanggung jawab dan kurang suka mendapat bantuan dari orang lain, mencapai prestasi dengan sebaik-baiknya.

Motivasi berprestasi dapat dilihat dari skor yang diperoleh individu dari skala. Jika semakin tinggi skor motivasi berprestasi maka karyawan memiliki motivasi berprestasi yang tinggi. Demikian sebaliknya, jika semakin rendah skor motivasi berprestasi maka karyawan memiliki motivasi berprestasi yang rendah.

2. Etnis

Etnis adalah suatu kesatuan sosial yang dapat dibedakan dari kesatuan yang lain berdasarkan akar dan identitas kebudayaan, terutama bahasa.

C. POPULASI, SAMPEL DAN TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL

Dalam setiap penelitian , masalah populasi dan sampel yang dipakai merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah objek, gejala atau kejadian yang diselidiki terdiri dari semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sampel penelitian itu akan digeneralisasikan (Hadi, 2002). Menurut Soeramto (1990), populasi adalah keseluruhan individu, gejala ataupun kejadian yang akan dibuat inferensi.

Populasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah karyawanCiti Financial. Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian, atau yang dikenal dengan nama sampel.

1. Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Karyawan back office Citi Financial etnis Batak dan etnis Tionghoa...


(46)

2. Teknik Pengambilan Sampel

Adapun upaya untuk memperoleh sampel penelitian dalam penelitian ini, digunakan teknik purposive sampling, dimana pemilihan sekelompok subyek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu dari sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2002).

3. Jumlah Sampel Penelitian

Mengenai jumlah sampel tidak ada batasan mengenai berapa jumlah ideal sampel penelitian, seperti yang dikatakan Siegel (1997) bahwa kekuatan tes statistik meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sampel. Jumlah total dalam penelitian adalah 150 orang. Dengan perincian 50 orang untuk uji coba dan 100 orang untuk penelitian.

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Alat ukur yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan penelitian dan bentuk data yang akan diambil dan diukur (Hadi, 2002). Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode skala.

Skala adalah suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat ukur aspek afektif yang merupakan konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu (Azwar, 2006). Hadi (2002) mengemukakan bahwa skala psikologis mendasarkan diri pada laporan–laporan pribadi (self report).

1. Skala Motivasi Berprestasi

Motivasi Berprestasi diukur melalui skala yang disusun berdasarkan teori Mc.Clelland (dalam Schultz), yaitu :

1. Lebih menyukai tugas yang memiliki taraf kesukaran sedang namun menjanjikan kesuksesan.


(47)

2. Mengharapkan umpan balik atas hasil kerjanya.

3. Tekun dan gigih terhadap tugas yang berkaitan dengan kemajuannya. 4. Mengontrol hasil kerja.

5. Melakukan peningkatan performance. Tabel 1.

Perencanaan Skala Motivasi Berprestasi Yang Akan Digunakan NOMOR ITEM NO KOMPONEN

FAVORABL E

UNFAVORABLE

TOTAL

1. Taraf kesulitan tugas 8 8 16

2. Mengharapkan umpan balik 8 8 16

3. Gigih dan tekun 8 8 16

Mengontrol hasil kerja 8 8 16

5. Peningkatan performance 8 8 16


(48)

Setiap komponen di atas akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan favorabel dan unfavorabel, dimana subjek diberikan lima alternatif pilihan yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S),Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Untuk aitem yang favorabel, pilihan SS akan mendapatkan skor empat, pilihan S akan mendapatkan skor tiga, pilihan TS akan mendapatkan skor dua, dan pilihan STS akan mendapatkan skor satu. Sedangkan untuk aitem yang unfavorabel pilihan SS akan mendapatkan skor satu, pilihan S mendapatkan skor dua, pilihan TS akan mendapatkan skor tiga, dan pilihan STS akan mendapatkan skor empat.

A. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR

Tujuan dilakukan uji coba alat ukur adalah untuk melihat seberapa jauh alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran (Azwar, 2006). Uji coba skala dilakukan dengan menyebarkan skala kepada responden uji coba yang memiliki karakteristik hampir sama dengan karakteristik subjek penelitian. Berdasarkan daya beda item dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment yang diperoleh melalui analisa data dengan menggunakan SPSS version 16.0 for windows. Aitem yang memiliki daya beda cukup tinggi akan dihitung reliabilitasnya dengan menggunakan reliabilitas koefisien alpha yang diperoleh melalui analisis data dengan menggunakan SPSS version 16.0 for windows. Aitem-aitem dalam skala yang memiliki daya beda cukup tinggi dan reliabel akan digunakan untuk mengukur motivasi berprestasi.

1. Uji Validitas

Azwar (2000) mendefinisikan validitas tes atau validitas alat ukur adalah sejauh mana tes itu mengukur apa yang dimaksudkannya untuk diukur, artinya derajat fungsi mengukurnya suatu tes atau derajat kecermatan suatu tes. Untuk mengkaji


(49)

validitas alat ukur dalam penelitian ini, peneliti melihat alat ukur berdasarkan arah isi yang diukur yang disebut dengan validitas isi (content validity).

Validitas isi menunjukkan sejauh mana item-item yang dilihat dari isinya dapat mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur. Validitas isi alat ukur ditentukan melalui pendapat professional (professional judgement) dalam proses telaah soal sehingga aitem-aitem yang telah dikembangkan memang mengukur (representatif bagi) apa yang dimaksudkan untuk diukur (Suryabrata, 2000). 2. Uji Reliabilitas Alat Ukur

Pengujian reliabilitas terhadap hasil skala dilakukan bila aitem-aitem yang terpilih lewat prosedur analisis aitem telah dikompilasi menjadi satu. Reliabilitas mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2000).

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal (Cronbach’s alpha coeffecient), yaitu suatu bentuk tes yang hanya memerlukan satu kali pengenaan tes tunggal pada sekelompok individu sebagai subjek dengan tujuan untuk melihat konsistensi antaritem atau antarbagian dalam skala. Teknik ini dipandang ekonomis dan praktis (Azwar, 2000).

Penghitungan koefisien reliabilitas dalam uji coba dilakukan dengan menggunakan program SPSS version 16.0 For Windows.

3. Uji Daya Beda Aitem

Setelah melakukan validitas isi kemudian dilanjutkan dengan melakukan uji daya beda aitem. Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut dengan yang


(50)

tidak memiliki atribut yang akan diukur (Azwar, 2000). Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dapat dilakukan dengan menggunakan formula koefisien korelasi Pearson Product Moment (Azwar, 2000). Uji daya beda aitem ini akan dilakukan pada alat ukur yang dalam penelitian ini adalah skala motivasi berprestasi. Setiap butir pernyataan pada alat ukur ini akan dikorelasikan dengan skor total alat ukur. Prosedur pengujian ini menggunakan taraf signifikansi 5% (p<0,05).

Besarnya koefisien korelasi aitem total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan nilai positif dan negatif. Semakin baik daya diskriminasi aitem maka koefisien korelasinya semakin mendekati angka 1,00 (Azwar, 2006). Batasan nilai indeks daya beda aitem (riX) dalam penelitian ini adalah 0.3, sehingga setiap aitem yang memiliki nilai riX ≥ 0.3 sajalah yang akan digunakan dalam pengambilan data yang sebenarnya.

F. METODE ANALISA DATA

Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan persepsi bawahan terhadap gaya kepemimpinan (situasional) atasan, maka analisa data yang digunakan adalah korelasi pearson product moment. Menurut Hadi (2000) korelasi pearson product moment dipakai untuk melukiskan hubungan antara dua gejala dengan skala interval.

Keseluruhan analisa data dilakukan dengan menggunakan fasilitas komputerisasi SPSS version 16.0 for windows. Sebelum data-data yang terkumpul dianalisa, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi:

Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian kedua variabel terdistribusi secara normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan uji one-sample kolmogorov-smirnov dengan bantuan SPSS version 16.0 for windows. Data dikatakan terdistribusi normal jika nilai p > 0,05.


(51)

G. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN 1. Persiapan Penelitian

Dalam rangka pelaksanaan penelitian ini ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan oleh peneliti, antara lain :

a. Pembuatan alat ukur

Pada tahap ini, alat ukur yang terdiri dari skala motif berprestasi dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang telah diuraikan sebelumnya. Dalam melakukan penyusunan aitem, peneliti dibantu oleh dosen pembimbing peneliti sebagai professional judgement. Peneliti membuat 80 aitem untuk skala motivasi berprestasi. Skala motivasi berprestasi dibuat dalam bentuk booklet ukuran kertas A4 dan setiap pernyataan memiliki 4 alternatif jawaban sehingga memudahkan subjek dalam memberikan jawaban.

b. Permohonan izin

Sebelum peneliti melakukan pengambilan data, terlebih dahulu diawali dengan pengurusan surat izin untuk pengambilan data.

c. Uji coba alat ukur

Uji coba dilaksanakan pada tanggal yang ditentukan kemudian kepada karyawan etnis Batak dan karyawan etnis Tionghoa.

2. PELAKSANAAN PENELITIAN

Pada tahapan ini maka peneliti mempersiapkan alat ukur berupa skala motivasi berprestasi sebanyak 63 aitem yang berupa skala likert. Penentuan item yang layak dijadikan sebagai alat ukur digunakan tekhnik korelasi pearson product moment secara komputerisasi dengan program SPSS for windows 16.0 version.


(52)

BAB IV

ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

Bab ini akan menguraikan gambaran umum sampel penelitian dan hasil penelitian yang berkaitan dengan analisis terhadap data penelitian sesuai dengan masalah yang akan dijawab maupun analisa tambahan atas data yang ada.

IV.A. GAMBARAN SUBJEK PENELITIAN

Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan Citi Financial wilayah Sumatera Utara Medan yang secara keseluruhan berjumlah 78 karyawan etnis Batak dan 54 karyawan etnis Tionghoa yang bekerja pada tugas-tugas operasional.. Tingkat pendidikan karyawan etnis Batak dan karyawan etnis Tionghoa pada Citi Financial wilayah Sumatera Utara menyebar dari mulai SMU hingga strata 2, namun yang menjadi populasi pada pada penelitian ini merupakan karyawan etnis Batak dan karyawan etnis Tionghoa dengan tingkat pendidikan minimal diploma.

Skala penelitian disebarkan penulis kepada karyawan yang menjadi subjek penelitian sebanyak 100 orang yang dipilih dengan teknik purposive. Skala yang disebarkan sebanyak 100 skala, 50 skala untuk karyawan etnis Batak dan 50 skala untuk karyawan etnis Tionghoa. Dari setiap satu karyawan tersebut diperoleh gambaran mengenai ciri-ciri demografi subjek penelitian yang meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan masa kerja. Setelah diperiksa kriteria dan cara pengisian skala, keseluruhan skala yang kembali memenuhi syarat untuk dilakukan analisis.


(53)

IV.A.1. GAMBARAN SUBJEK PENELITIAN BERDASARKAN USIA

Pengelompokkan subjek berdasarkan usia ini terdiri atas 2 kelompok, yaitu: kelompok I (20-30 tahun), dan kelompok II (40-65 tahun) dengan gambaran penyebaran subjek seperti yang terlihat pada tabel 5 berikut ini.

Tabel .5

Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Status Karyawan Usia (Tahun) N Persentase

Etnis Batak I (20-30) II (31-40)

38 12

38% 12% Etnis Tionghoa I (20-30)

II (31-40)

27 23

23% 27%

Dari tabel diatas, karyawan yang berusia 20-39 tahun lebih banyak dari golongan usia 31-40 tahun. Karyawan dengan golongan usia tersebut berjumlah 27 orang pada karyawan etnis Tionghoa sedangkan pada kelompok karyawan etnis Batak mendominasi dengan jumlah 38 orang.

IV.A.2. GAMBARAN SUBJEK PENELITIAN BERDASARKAN JENIS KELAMIN Subjek dalam penelitian dibedakan jenis kelaminnya yaitu pria dan wanita. Berikut merupakan tabel penyebaran subjek berdasarkan jenis kelamin.


(54)

Tabel 6

Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Status Jenis Kelamin N Persentase

Etnis Batak Pria

Wanita

30

20

30%

20% Etnis Tionghoa Pria

Wanita

30

20

30%

20%

Dari tabel diatas terlihat pada keadaan kelompok jumlah pria lebih besar daripada jumlah wanita. Jumlah pria 30 orang pada karyawan etnis Batak maupun karyawan etnis Tionghoa, sedangkan jumlah wanita adalah 20 orang.

IV.A.3. GAMBARAN SUBJEK PENELITIAN BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN

Subjek dalam penelitian dibedakan pendidikan terakhirnya yaitu Diploma III,Strata 1 dan Strata 2. Berikut merupakan tabel gambaran subjek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan.

Tabel 7

Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Status Tingkat Pendidikan N Persentase


(55)

Strata 1

Strata 2

43

2

43%

2% Etnis Tionghoa Diploma III

Strata 1

Strata 2

10

34

6

10%

34%

6%

Dari tabel diatas terlihat bahwa karyawan dengan latar belakang pendidikan strata1 lebih banyak dari kelompok pendidikan terakhir yang lainnya, yaitu etnis Batak mendominasi dengan jumlah 43 orang sedangkan etnis Tionghoa berjumlah 34 orang. Akan tetapi jumlah karyawan dengan latar pendidikan strata 2 memiliki jumlah yang lebih bannyak pada karyawan etnis Tionghoa dibandingkan dengan karyawan etnis batak.

IV.A.4. GAMBARAN SUBJEK PENELITIAN BERDASARKAN MASA KERJA Subjek dalam penelitian dibedakan masa kerjanya yaitu I (1-5 tahun), II (6-10 tahun) dan III (11-15 tahun). Berikut merupakan tabel penyebaran subjek berdasarkan masa kerja.

Tabel 8

Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja

Status Masa Kerja (Tahun) N Persentase


(56)

II (6-10)

III (11-15)

35

15

35%

15% Etnis Tionghoa I (1-5)

II (6-10)

III (11-15)

17

10

23

15%

8%

27%

Dari tabel diatas,terdapat perbedaan dimana pada karyawan etnis Batak dengan masa kerja 6-10 tahun lebih banyak daripada kelompok masa kerja yang lainnya. Sedangkan pada etnis Tionghoa karyawan dengan masa kerja 11-15 tahun memiliki jumlah yang lebih banyak. IV.B. UJI ASUMSI PENELITIAN

Berikut ini akan dipaparkan hasil uji asumsi yang meliputi uji normalitas sebaran, hasil utama penelitian perbedaan motivasi berprestasi pada karyawan etnis Batak dan karyawan etnis Tionghoa, kategorisasi data penelitian, hasil tambahan dan pembahasan.

Sebelum dilakukan analisa data dengan menggunakan one way anova, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi penelitian. . Uji asumsi tersebut dilakukan dengan bantuan SPSS version 16.0 for Windows.

IV.B.1. UJI NORMALITAS

Dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian setiap masing-masing variabel telah menyebar secara normal. Berikut adalah tabel uji normalitas sampel penelitian.


(57)

Tabel 9 Uji Normalitas

Etnis Batak

Etnis Tionghoa

N 100 100

Normal

Parameters(a,b)

Mean

1.50 171.91

Std. Deviation

.503 25.698 Most Extreme

Differences

Absolute

.340 .147

Positive

.340 .119

Negative

-.340 -.147 Kolmogorov-Smirnov Z

3.401 4.470 Asymp. Sig. (2-tailed)

.0124 .027

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

Dari hasil uji normalitas diperoleh nilai Z pada etnis Batak = 3.401 dengan nilai p=0.124 sehingga dapat dikatakan penelitian pada variabel etnis Batak terdistribusi normal. Pada variabel etnis Tionghoa nilai Z yang diperoleh = 4.470 dengan nilai p=0.27 karena itu data penelitian variabel motivasi kerja dapat dikatakan terdistribusi normal. Variabel-variabel


(58)

pada tabel di atas memiliki nilai probabilitas (p) > 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa persyaratan normalitas sudah terpenuhi.

IV.B.2. UJI HOMOGENITAS

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah populasi dan sampel penelitian adalah homogen. Berikut tabel uji homogenitas subjek penelitian.

Tabel 10 Uji Homogenitas

Levene Statistic

df1 df2 Sig.

.755 1 98 .387

Dari data yang diperoleh pada tabel 10, dapat dilihat signifikansi skor varians Motivasi Berprestasi lebih besar dari 0.05 (=0.387 > 0.05). hal ini menunjukkan populasi dan sampel penelitian bersifat homogen.

IV.C. HASIL UTAMA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.C.1. Perbedaan Skor Motivasi Berprestasi Antara Karyawan Etnis Batak dan Karyawan Etnis Tionghoa

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk membuktikan apakah terdapat perbedaan motivasi berprestasi karyawan etnis Batak dan etnis Tionghoa. Dan apakah motivasi


(59)

berprestasi pada karyawan etnis Tionghoa lebih tinggi daripada motivasi berprestasi karyawan etnis Batak. Untuk melihat perbedaan tersebut dilakukan analisa data dengan menggunakan one way anova dengan bantuan aplikasi komputer program SPSS version 16.0 for windows.

Berikut merupakan tabel deskripsi dan analisis varians skor motivasi berprestasi karyawan etnis Batak dan etnis Tionghoa.

Tabel 11

Deskripsi Perbedaan Skor Motivasi Berprestasi Karyawan Etnis Batak dan Etnis Tionghoa

Dari tabel diatas terlihat bahwa mean motivasi berprestasi tertinggi adalah mean karyawan etnis Tionghoa, yaitu sebesar 180.24 dengan standar deviasi 23.983. Dibandingkan karyawan etnis Batak yang hanya memiliki mean motivasi berprestasi sebesar 170.02 dengan standar deviasi 25.174.

Table 12

Analisis Varians Skor Motivasi Berprestasi Karyawan Etnis Batak dan Etnis Tionghoa

N Mean

Std. Deviation

Std. Error

Minimu m

Maximu m

Batak

50 170.02 25.174 3.560 122 201

Tiongho

a 50 180.24 23.983 3.392 123 207


(1)

Melihat hal ini, maka pihak perusahaan dapat menjadikan motivasi berprestasi sebagai dasar dan tolak ukur dalam melakukan pengembangan sumber daya manusia yang ada serta pembuatan kebijakan yang menyangkut penempatan karyawan. Untuk itu perlu diadakannya pengkajian ulang mengenai keberadaan karyawan, untuk menentukan posisi dan bagian pekerjaan apa saja yang cocok untuk karyawan etnis Batak maupun etnis Tionghoa.

Selain itu perusahaan bisa melakukan kaji ulang tentang efektifitas penggunaan karyawan dan penggolongan etnisnya, sebab perusahaan yang baik hanya bila dikelola bukan hanya oleh orang-orang yang terampil tetapi juga memiliki keinginan dan kebutuhan untuk berprestasi.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, Djamaludin. 1985. Teknik Penyusunan dan Skala Pengukuran Yogyakarta: Lembaga Penelitian UGM.

Ahmadi, A. 1999. Psikologi Sosial, Edisi kedua. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto. S. 1996. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

As’ad, 1987. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberti.

Azwar, S. 1986 Dasar – Dasar Psikometri. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Effendi, OU. 1989. Psikologi Manajemen & Administrasi. Bandung: Mandar Maju.

Genungan, WA. 1991. Psikologi Sosial, Edisi Kedua, Bandung: Eresco.

Gellerman, SW. 1984. Motivasi dan Produktivitas. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.

Hadi, S. 1981. Metodologi Research Jilid II. Yogykarta. BPK Gunung Mulia.

Hariyono, 2006. Stereotip dan Persoalan Etnis China di Jawa. Semarang: Mutiara Wacana.

Herzberg, 1959. The Motivation to Work. New York: John Willey and Sons.

Herzberg , 1981. Psikologi Perkembangan, penerbit: Erlangga.

Ihromi, T.O. 1986. Masyarakat dan Hukum Adat Batak. Jakarta: Pustaka Azet.

Kartika, S. 2004. Perbedaan Penyesuaian Diri Terhadap Teman Sebaya Antara Remaja Etnik Batak dengan Remaja Etnik Jawa pada SMU Negeri I Tanjung Morawa. Skripsi.


(3)

Koentjaraningrat. 2007. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Edisi kedua puluh dua, Jakarta : Djambatan.

Kumalasari, P. 2006. Hubungan Antara Motif Berprestasi Dengan Kecemasan Dalam Pemenuhan Target Penjualan Pada Tenaga Marketing di PT. INDO PRIMA ABADI MEDAN. Skripsi.

Leo, S. 2002. Pemikiran Politik Etnis Tionghoa di Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Linda, S. 2004. Perbedaan Motif Prestasi Ditinjau dari Latar Belakang Paduan pada Mahasiswa Teknik Elektro ITM. Skripsi.

Moules & Haditono, SR. 1999. Psikologi Perkembangan. Cetakan ke-12 Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Martaniah, S. 1984. Motif Sosial Yogyakarta: GMU Press.

Mc Clelland. D.C. 1961. The Achieving Society. Bombay: Vakil and Sons Private LMT

Walgito, B. 1993. Memotivasi Anak Belajar. Yogyakarta: Andi Offset

Wibowo, 2000. Belajar dari China. Jakarta. Gramedia

Yadi, S dan Parmadiningsih, Y. 2000. Seni Program Staf (SPS) versi 2000 Manual Paket MIDI. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian satu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka cipta.

Suryadinata, Leo. 1984. Dilema Minoritas Tionghoa. Grafiti Pers. 1984

Situmeang,P.L. Doangsa. 2007. Dalihan Na Tolu Sistem Sosial Kemasyarakatan Batak Toba. Dian Utama Jakarta : 2007


(4)

Diapari.L.S.1987. Perkembangan Adat Istiadat Masyarakat Suku Batak Tapanuli Selatan Suatu Tinjauan. Jakarta : 1987

Ancok, Djamaludin. 1985. Teknik Penyusunan dan Skala Pengukuran Yogyakarta: Lembaga Penelitian UGM.

Ahmadi, A. 1999. Psikologi Sosial, Edisi kedua. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto. S. 1996. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

As’ad, 1987. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberti.

Azwar, S. 1986 Dasar – Dasar Psikometri. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Effendi, OU. 1989. Psikologi Manajemen & Administrasi. Bandung: Mandar Maju.

Genungan, WA. 1991. Psikologi Sosial, Edisi Kedua, Bandung: Eresco.

Gellerman, SW. 1984. Motivasi dan Produktivitas. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.

Hadi, S. 1981. Metodologi Research Jilid II. Yogykarta. BPK Gunung Mulia.

Hariyono, 2006. Stereotip dan Persoalan Etnis China di Jawa. Semarang: Mutiara Wacana.

Herzberg, 1959. The Motivation to Work. New York: John Willey and Sons.

Herzberg , 1981. Psikologi Perkembangan, penerbit: Erlangga.

Ihromi, T.O. 1986. Masyarakat dan Hukum Adat Batak. Jakarta: Pustaka Azet.

Kartika, S. 2004. Perbedaan Penyesuaian Diri Terhadap Teman Sebaya Antara Remaja Etnik Batak dengan Remaja Etnik Jawa pada SMU Negeri I Tanjung Morawa. Skripsi.

Koentjaraningrat. 2007. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Edisi kedua puluh dua, Jakarta : Djambatan.


(5)

Kumalasari, P. 2006. Hubungan Antara Motif Berprestasi Dengan Kecemasan Dalam Pemenuhan Target Penjualan Pada Tenaga Marketing di PT. INDO PRIMA ABADI MEDAN. Skripsi.

Leo, S. 2002. Pemikiran Politik Etnis Tionghoa di Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Linda, S. 2004. Perbedaan Motif Prestasi Ditinjau dari Latar Belakang Paduan pada Mahasiswa Teknik Elektro ITM. Skripsi.

Moules & Haditono, SR. 1999. Psikologi Perkembangan. Cetakan ke-12 Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Martaniah, S. 1984. Motif Sosial Yogyakarta: GMU Press.

Walgito, B. 1993. Memotivasi Anak Belajar. Yogyakarta: Andi Offset

Wibowo, 2000. Belajar dari China. Jakarta. Gramedia

Yadi, S dan Parmadiningsih, Y. 2000. Seni Program Staf (SPS) versi 2000 Manual Paket MIDI. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian satu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka cipta.

Suryadinata, Leo. 1984. Dilema Minoritas Tionghoa. Grafiti Pers. 1984

Situmeang,P.L. Doangsa. 2007. Dalihan Na Tolu Sistem Sosial Kemasyarakatan Batak Toba. Dian Utama Jakarta : 2007

Diapari.L.S.1987. Perkembangan Adat Istiadat Masyarakat Suku Batak Tapanuli Selatan Suatu Tinjauan. Jakarta : 1987


(6)

McClelland, David. 1961. The Achieving Society. New Jersey: Van Nonstrand Company, Inc.