b. Penelitian Lapangan field research untuk mendapatkan data yang terkait
konsistensi Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, dengan melakukan wawancara kepada:
a. NotarisPPAT di Kota Medan, sebanyak 5 lima orang.
b. Kreditur sebagai penerima SKMHT di Kota Medan, sebanyak 1 satu orang.
c. Debitur perorangan ataupun badan hukum sebagai pemberi SKMHT di Kota
Medan, sebanyak 1 satu orang.
3. Alat Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan 2 dua alat pengumpulan data yaitu:
1.
Studi Dokumen untuk mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan permasalahan yang diajukan, dengan cara mempelajari buku-buku, hasil
penelitian dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang terkait selanjutnya digunakan untuk kerangka teoritis pada penelitian lapangan.
2.
Wawancara, yang dilakukan dengan pedoman wawancara yang terstruktur kepada responden yang telah ditetapkan yang terkait dengan pemberian SKMHT dalam
pembebanan hak tanggungan dalam perjanjian kredit.
4. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah analisis data kualitatif, yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi
berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan responden hingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
40
Semua data yang diperoleh kemudian dikelompokkan atas data yang sejenis untuk kepentingan analisis, dan diterjemahkan secara logis sistematis untuk
selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan deduktif. Kesimpulan adalah merupakan jawaban khusus atas permasalahan yang
diteliti, sehingga diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
BAB II KETENTUAN HUKUM SURAT KUASA MEMBEBANKAN
HAK TANGGUNGAN A. Surat Kuasa Pada Umumnya
1. Pengertian, Sifat dan Berakhirnya Kuasa a. Pengertian
Secara umum, surat kuasa tunduk pada prinsip hukum yang diatur dalam Bab XVI, Buku III KUH Perdata, sedang aturan khususnya diatur dan tunduk pada
ketentuan hukum acara yang digariskan HIR dan RBG. Untuk memahami pengertian kuasa secara umum, dapat dirujuk Pasal 1792
KUH Perdata, yang berbunyi: Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk
dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Bertitik tolak dari ketentuan pasal tersebut, dalam perjanjian kuasa, terdapat
dua pihak, yang terdiri dari: 1 Pemberi kuasa atau lastgever instruction, mandate;
2 Penerima kuasa atau disingkat kuasa, yang diberi perintah atau mandat melakukan sesuatu untuk dan atas nama pemberi kuasa.
Lembaga hukumnya disebut pemberian kuasa atau lastgeving volmacht, full power, jika:
1 Pemberi kuasa melimpahkan perwakilan atau mewakilkan kepada penerima kuasa untuk mengurus kepentingannya, sesuai dengan fungsi dan kewenangan yang
ditentukan dalam surat kuasa;
Universitas Sumatera Utara
2 Dengan demikian, penerima kuasa lasthebber, mandatory berkuasa penuh, bertindak mewakili pemberi kuasa terhadap pihak ketiga untuk dan atas nama
pemberi kuasa; 3 Oleh karena itu, pemberi kuasa bertanggungjawab atas segala perbuatan kuasa,
sepanjang perbuatan yang dilakukan kuasa tidak melebihi wewenang yang diberikan pemberi kuasa.
43
Pada dasarnya, pasal-pasal yang mengatur pemberian kuasa, tidak bersifat imperatif. Apabila para pihak menghendaki, dapat disepakati selain yang digariskan
dalam undang-undang. Misalnya, para pihak dapat menyepakati agar pemberian kuasa tidak dapat dicabut kembali irrevocable. Hal ini dimungkinkan, karena pada
umumnya pasal-pasal hukum perjanjian, bersifat mengatur aanvullend recht.
44
b. Sifat Perjanjian Kuasa
Terdapat beberapa sifat pokok yang dianggap penting untuk diketahui, antara lain sebagai berikut:
1 Penerima Kuasa langsung berkapasitas sebagai Wakil Pemberi Kuasa Pemberian kuasa tidak hanya bersifat mengatur hubungan internal antara
pemberi kuasa dan penerima kuasa. Akan tetapi, hubungan hukum itu langsung menerbitkan dan memberi kedudukan serta kapasitas kepada kuasa menjadi wakil
penuh full power pemberi kuasa, yaitu:
43
M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 2. Lihat juga, Putusan MA No. 331.KSip1973, tanggal 4-12-1975 dalam ”Rangkuman Yurisprudensi RY MA Indonesia, II, Hukum Perdata dan Acara
Perda”, Proyek Yurisprudensi MA 1997, hal. 57.
44
Ibid., hal. 57. Bandingkan Putusan MA No. 731.KSip1975, tanggal 16-12-1976.
Universitas Sumatera Utara
a Memberi hak dan kewenangan authority kepada kuasa, bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa terhadap pihak ketiga;
b Tindakan kuasa tersebut langsung mengikat kepada diri pemberi kuasa, sepanjang tindakan yang dilakukan kuasa tidak melampaui batas kewenangan yang
dilimpahkan pemberi kuasa kepadanya; c Dalam ikatan hubungan hukum yang dilakukan kuasa dengan pihak ketiga,
pemberi kuasa berkedudukan sebagai pihak materiil atau principal atau pihak utama, dan penerima kuasa berkedudukan dan berkapasitas sebagai pihak formil.
Akibat hukum dari hubungan yang demikian segala tindakan yang dilakukan kuasa kepada pihak ketiga dalam kedudukannya sebagai pihak formil, mengikat kepada
pemberi kuasa sebagai principal pihak materiil.
45
2 Pemberi Kuasa bersifat Konsensual Sifat perjanjian atau persetujuan kuasa adalah konsensual consensuale
overeenkomst yaitu perjanjian berdasarkan kesepakatan agreement dalam arti: a Hubungan pemberian kuasa, bersifat partai yang terdiri dari pemberi dan
penerima kuasa; b Hubungan hukum itu dituangkan dalam perjanjian pemberian kuasa, berkekuatan
mengikat sebagai persetujuan di antara mereka kedua belah pihak; c Oleh karena itu, pemberian kuasa harus dilakukan berdasarkan pernyataan
kehendak yang tegas dari kedua belah pihak.
46
45
Ibid., hal. 2-3.
46
Ibid., hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
Itu sebabnya Pasal 1792 maupun Pasal 1793 ayat 1 KUH Perdata menyatakan pemberian kuasa selain didasarkan atas persetujuan kedua belah pihak,
dapat dituangkan dalam bentuk akta otentik atau di bawah tangan maupun dengan lisan. Namun demikian tanpa mengurangi penjelasan di atas, berdasarkan Pasal 1793
a 2 KUH Perdata, penerimaan kuasa dapat terjadi secara diam-diam dan hal itu dapat disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh pemberi kuasa. Akan tetapi, cara
diam-diam ini, tidak dapat diterapkan dalam pemberian kuasa khusus.
47
3 Berkarakter Garansi Kontrak Ukuran untuk menentukan kekuatan mengikat tindakan kuasa kepada
principal pemberi kuasa, hanya terbatas: a Sepanjang kewenangan volmacht atau mandat yang diberikan oleh pemberi
kuasa; b Apabila kuasa bertindak melampaui batas mandat, tanggung jawab pemberi kuasa
hanya sepanjang tindakan, yang sesuai dengan mandat yang diberikan. Sedang pelampauan itu menjadi tanggung jawab kuasa, sesuai dengan asas “garansi-
kontrak” yang digariskan Pasal 1806 KUH Perdata. Dengan demikian, hal-hal yang dapat diminta tanggung jawab pelaksanaan
dan pemenuhannya kepada pemberi kuasa, hanya sepanjang tindakan yang sesuai dengan mandat atau instruksi yang diberikan. Di luar itu, menjadi tanggungjawab
47
Ibid., hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
kuasa, sesuai dengan anggapan hukum: atas tindakan kuasa yang melampaui batas, kuasa secara sadar telah memberi garansi bahwa dia sendiri yang akan memikul
pelaksanaan pemenuhannya.
48
c. Berakhirnya Kuasa
Pasal 1813 KUH Perdata, membolehkan berakhimya perjanjian kuasa secara sepihak atau unilateral. Ketentuan ini secara diametral bertentangan dengan Pasal
1338 KUH Perdata ayat 2 yang menegaskan, persetujuan tidak dapat ditarik atau dibatalkan secara sepihak, tetapi harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak
secara bilateral. Hal-hal yang dapat mengakhiri pemberian kuasa menurut Pasal 1813 KUH
Perdata: 1 Pemberi Kuasa menarik kembali secara sepihak
Ketentuan penarikan atau pencabutan kembali revocation, herroepen kuasa oleh pemberi kuasa, diatur lebih lanjut dalam Pasal 1814 KUH Perdata dan
seterusnya, dengan acuan: a Pencabutan tanpa memerlukan persetujuan dari penerima kuasa;
b Pencabutan dapat dilakukan secara tegas dalam bentuk; 1 mencabut secara tegas dengan tertulis, atau
2 meminta kembali surat kuasa, dari penerima kuasa
48
Ibid., hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
c Pencabutan secara diam-diam, berdasarkan Pasal 1816 KUH Perdata. Caranya, pemberi kuasa mengangkat atau menunjuk kuasa baru untuk
melaksanakan urusan yang sama. Tindakan itu berakibat, kuasa yang pertama, terhitung sejak tanggal pemberian kuasa kepada kuasa yang baru ditarik kembali
secara diam-diam.
49
Sehubungan dengan pencabutan secara sepihak, ada baiknya dilakukan secara terbuka, dengan jalan memberitahukan atau mengumumkannya. Cara yang demikian,
memberi perlindungan hukum kepada pemberi kuasa maupun kepada pihak ketiga, karena sejak itu, setiap tindakan yang dilakukan kuasa untuk dan atas nama pemberi
kuasa, tidak sah dan dianggap melawan hukum, sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pemberi kuasa. Sebaliknya jika pencabutan tidak
terbuka, semua tindakan hukum yang dilakukannya dengan pihak ketiga yang beriktikad baik, tetap mengikat kepada pemberi kuasa.
2 Salah satu pihak meninggal dunia Pasal 1813 KUH Perdata menegaskan, dengan meninggalnya salah satu pihak
dengan sendirinya pemberian kuasa bcrakhir demi hukum. Hubungan hukum perjanjian kuasa, tidak berlanjut kepada ahli waris. Jika hubungan itu hendak
diteruskan oleh ahli waris, harus dibuat surat kuasa baru. Paling tidak, ada penegasan tertulis dan ahli waris yang berisi pernyataan, melanjutkan persetujuan pemberian
kuasa dimaksud.
49
Ibid., hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
3 Penerima kuasa melepas kuasa Pasal 1817 KUH Perdata, memberi hak secara sepihak kepada kuasa untuk
melepaskan op zegging kuasa yang diterimanya, dengan syarat: 1 Harus memberitahu kehendak pelepasan itu kepada pemberi kuasa;
2 Pelepasan tidak boleh dilakukan pada saat yang tidak layak. Ukuran tentang ini, didasarkan pada perkiraan objektif, apakah pelepasan itu dapat
menimbulkan kerugian kepada pemberi kuasa.
50
2. Jenis-jenis Kuasa