3 Penerima kuasa melepas kuasa Pasal 1817 KUH Perdata, memberi hak secara sepihak kepada kuasa untuk
melepaskan op zegging kuasa yang diterimanya, dengan syarat: 1 Harus memberitahu kehendak pelepasan itu kepada pemberi kuasa;
2 Pelepasan tidak boleh dilakukan pada saat yang tidak layak. Ukuran tentang ini, didasarkan pada perkiraan objektif, apakah pelepasan itu dapat
menimbulkan kerugian kepada pemberi kuasa.
50
2. Jenis-jenis Kuasa
Pada bagian ini, dijelaskan secara ringkas jenis kuasa yang diatur dalam undang-undang. Penjelasan ini berkenaan dengan surat kuasa yang dapat
dipergunakan di depan sidang pengadilan.
a. Kuasa Umum
Kuasa umum diatur dalam Pasal 1795 KUH Perdata. Menurut pasal ini, kuasa umum bertujuan memberi kuasa kepada seseorang untuk mengurus kepentingan
pemberi kuasa, yaitu: 1 Melakukan tindakan pengurusan harta kekayaan pemberi kuasa;
2 Pengurusan itu, meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan pemberi kuasa atas harta kekayaannya;
3 Dengan demikian titik berat kuasa umum, hanya meliputi perbuatan atau tindakan pengurusan kepentingan pemberi kuasa.
50
Ibid., hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, dari segi hukum, kuasa umum adalah pemberian kuasa mengenai pengurusan, yang disebut beherder atau manajer untuk mengatur
kepentingan pemberi kuasa. Oleh karena itu, ditinjau dari segi hukum, surat kuasa umum, tidak dapat dipergunakan di depan pengadilan untuk mewakili pemberi kuasa.
Sebab, sesuai dengan ketentuan Pasal 123 HIR, untuk dapat tampil di depan pengadilan sebagai wakil pemberi kuasa, Penerima Kuasa harus mendapat surat
kuasa khusus. Hal ini ditegaskan dalam Putusan PT Bandung No. 1491972 2-8- 1972, bahwa seorang manajer yang bertindak untuk dan atas nama Perseroan
Terbatas PT berdasarkan surat kuasa Direktur PT, tidak dapat mengajukan gugatan di Pengadilan karena surat kuasa itu hanya bersifat umum untuk mengurus dan
bertindak bagi kepentingan PT tersebut, bukan Surat Kuasa Khusus sebagaimana yang dimaksud Pasal 123 HIR.
51
b. Kuasa Khusus
Pasal 1795 KUH Perdata menjelaskan pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih. Bentuk
inilah yang menjadi landasan pemberian kuasa untuk bertindak di depan pengadilan mewakili kepentingan pemberi kuasa sebagai pihak principal. Namun, agar bentuk
kuasa yang disebut dalam pasal ini sah sebagai surat kuasa khusus di depan pengadilan, kuasa tersebut harus disempurnakan terlebih dahulu dengan syarat-syarat
yang disebut dalam Pasal 123 HIR.
51
Ibid., hal. 6-7.
Universitas Sumatera Utara
Jadi, kalau tindakan khusus yang dilimpahkan kepada kuasa tidak dimaksudkan untuk tampil mewakili pemberi kuasa di depan pengadilan, tidak
diperlukan syarat tambahan, cukup berpedoman pada ketentuan yang digariskan Pasal 1795 KUH. Misalnya, kuasa untuk melakukan penjualan rumah. Kuasa itu
merupakan kuasa yang bersifat khusus, terbatas hanya untuk menjual rumah.. Akan tetapi, meskipun bersifat khusus kuasa itu tidak dapat dipergunakan untuk tampil di
depan pengadilan mewakili kepentingan pemberi kuasa. Alasannya sifat khusus yang dimilikinya bukan untuk tampil di pengadilan, tetapi hanya untuk menjual rumah.
52
c. Kuasa Istimewa
Pasal 1796 KUH Perdata mengatur perihal pemberian kuasa istimewa. Selanjutnya, ketentuan pemberian kuasa istimewa dapat dikaitkan dengan ketentuan
Pasal 157 HIR atau Pasal 184 RBG. Jika ketentuan pasal-pasal ini dirangkai, diper1ukan beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kuasa tersebut sah menurut
hukum sebagai kuasa istimewa. Kuasa istimewa memenuhi sifat sebagai berikut:
1 Bersifat limitatif Kebolehan memberi kuasa istimewa hanya terbatas untuk tindakan tertentu
yang sangat penting. Pada prinsipnya, perbuatan hukum yang bersangkutan hanya dapat dilakukan oleh pemberi kuasa sendiri. Jadi pada dasarnya, perbuatan tersebut
tidak dapat dilakukan oleh kuasa berdasarkan surat kuasa biasa. Untuk
52
Ibid., hal. 7.
Universitas Sumatera Utara
menghilangkan ketidakbolehan itu, dibuatlah bentuk kuasa istimewa sehingga suatu tindakan yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang bersangkutan secara pribadi,
dapat diwakilkan kepada kuasa. Tentang lingkup tindakan yang dapat diwakilkan berdasarkan kuasa istimewa, hanya terbatas:
a Untuk memindahtangankan benda-benda milik pemberi kuasa, atau untuk meletakkan hipotek hak tanggungan di atas benda tersebut
b Untuk membuat perdamaian dengan pihak ketiga c Untuk mengucapkan sumpah penentu decisoir eed atau sumpah tambahan
suppletoir eed sesuai dengan ketentuan Pasal 157 HIR atau Pasal 184 RBG. Menurut pasal ini, yang dapat mengucapkan sumpah sebagai alat bukti, hanya
pihak yang beperkara secara pribadi. Tidak dapat diwakilkan kepada kuasa. Akan tetapi, dalam keadaan yang sangat penting, misalnya pihak yang beperkara sakit
sehingga tidak dapat hadir: a Hakim dapat memberi izin kepada kuasa untuk mengucapkannya,
b Untuk itu, kuasa diberi kuasa istimewa oleh principal, dan principal menyebut dengan jelas bunyi sumpah yang akan diucapkan kuasa.
53
2 Harus berbentuk Akta otentik Menurut Pasal 123 HIR, surat kuasa istimewa hanya dapat diberikan dalam
bentuk surat yang sah. R. Soesilo menafsirkannya dalam bentuk akta otentik akta notaris.
54
Pendapat ini diterima secara umum oleh praktisi hukum. Oleh karena itu,
53
Ibid., hal. 8.
54
R. Soesilo, RBGHIR dengan Penjelasan, Politeia, Bogor, 1985, hal. 30.
Universitas Sumatera Utara
agar pemberian kuasa istimewa sah menurut hukum, harus dibuat dalam bentuk akta notaris. Dalam akta itu ditegaskan dengan kata-kata yang jelas, mengenai tindakan
apa yang hendak dilakukan kuasa.
d. Kuasa Perantara
Kuasa perantara disebut juga agen agent. Kuasa ini dikonstruksi berdasarkan Pasal 1792 KUH Perdata, dan Pasal 62 KUHD yang dikenal dengan
agen perdagangan commercial agency atau makelar. Disebut juga broker, tetapi lazim disebut “perwakilan dagang”.
55
Dalam hal ini, pemberi kuasa sebagai principal memberi perintah instruction kepada pihak kedua dalam kedudukannya sebagai agen atau perwakilan
untuk melakukan perbuatan hukum tertentu dengan pihak ketiga. Apa yang dilakukan agen, langsung mengikat kepada principal, sepanjang hal itu tidak bertentangan atau
melampaui batas kewenangan yang diberikan.
B. Hak Tanggungan 1. Pengertian
Hak Tanggungan
Hak tanggungan diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
UUHT, disebutkan bahwa:
56
55
M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 8.
56
Pasal 1 angka 1 UUHT
Universitas Sumatera Utara
Hak Tanggungan adalah Hak Jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda
lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur
tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.
Ada beberapa unsur pokok dari hak tanggungan yang termuat di dalam definisi tersebut, yaitu:
1 Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan hutang. 2 Objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA.
3 Hak Tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya hak atas tanah saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah itu. 4 Hutang yang dijamin harus suatu utang tertentu.
5 Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.
Dibandingkan dengan definisi hak tanggungan tersebut dengan definisi hypotheek dalam KUH Perdata, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1162 KUH
Perdata, bahwa ”hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan.
Dalam definisi Hipotik tersebut di atas, disebutkan unsur-unsur Hipotik sebagai berikut:
1 Hipotik adalah suatu hak kebendaan. 2 Objek Hipotik adalah benda-benda tak bergerak.
3 Untuk pelunasan suatu perikatan.
Universitas Sumatera Utara
Membandingkan antara definisi hak tanggungan dengan definisi hipotik, ternyata pembuat undang-undang dan UUHT lebih baik dalam membuat rumusan
definisi Hak Tanggungan dari pada pembuat undang-undang KUH Perdata dalam membuat rumusan definisi Hipotik, sebagaimana dikemukakan Sutan Remy
Sjahdeini berikut ini:
57
Dalam rumusan definisi Hipotik banyak unsur-unsur dan Hipotik yang belum dimasukkan, sehingga definisi tersebut masih sangat jauh untuk dapat
memberikan gambaran mengenai apa yang dimaksudkan dengan Hipotik. Sekalipun rumusan definisi Hak Tanggungan lebih baik daripada rumusan
definisi Hipotik dalam KUH Perdata, tetapi belum semua unsur-unsur yang berkaitan dengan Hak Tanggungan telah dimasukkan dalam rumusan
definisinya. Misalnya dalam rumusan definisi Hak Tanggungan itu belum dimasukkan bahwa Hak Tanggungan adalah suatu hak kebendaan.
Sebagaimana diketahui, KUH Perdata Indonesia diambil dari Burgerlijk Wetboek BW Belanda yang lama. BW Belanda yang lama pada saat ini telah diganti
dengan BW Belanda yang baru, Nieuw Nederlands Burgelijk Wetboek NNBW, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1992. Dalam NNBW, hak jaminan untuk
pelunasan hutang juga disebut Hypotheek seperti BW yang lama disamping Pand. Definisi dari Hypotheek di dalam NNBW dirumuskan dalam Art. 227 3.9.1.1
bersama-sama dengan Pand. Definisi Hypotheek dalam Art. 227 3.9.1.1 NNBW adalah:
58
Hak pond dan hak Hypotheek adalah hak-hak yang terbatas beperkte rechten yang dimaksudkan untuk dapat memperoleh pembayaran dari penjualan
benda-benda dengan didahulukan dari kreditor-kreditor lain. Apabila hak itu dibebankan di atas benda-benda yang terdaftar, hak itu adalah hypotheek:
sedangkan apabila hak itu dibebankan atas benda-benda lain, hak itu adalah pand.
57
Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan…, Op. Cit., hal. 12-13.
58
Ibid., hal. 13
Universitas Sumatera Utara
Setelah membaca rumusan definisi Hypotheek dalam NNBW tersebut, ternyata rumusan definisi Hak Tanggungan dalam UUHT masih lebih baik daripada
NNBW.
2. Objek Hak