Kajian Teoritis Transformasi Metrik Schwarzschild Dalam Sistem Dua Koordinat

(1)

KAJIAN TEORITIS TRANSFORMASI METRIK SCHWARZSCHILD

DALAM SISTEM DUA KOORDINAT

SKRIPSI

SABAM PARSIHOLAN SIMBOLON

090801004

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

KAJIAN TEORITIS TRANSFORMASI METRIK SCHWARZSCHILD

DALAM SISTEM DUA KOORDINAT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

SABAM PARSIHOLAN SIMBOLON 090801004

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

(4)

PERNYATAAN

KAJIAN TEORITIS TRANSFORMASI METRIK SCHWARZSCHILD

DALAM SISTEM DUA KOORDINAT

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, 25 Juni 2013

SABAM PARSIHOLAN SIMBOLON 090801004


(5)

PENGHARGAAN

Terpuji dan termulialah Yesus Kristus yang sampai saat ini, Dia masih tetap memberikan yang terbaik dalam kehidupan saya,terutama dalam penulisan skiripsi ini. Saya sangat menyadari dan percaya tanpa campur tanganNYA perjalanan perkuliahan saya dan penulisan skiripsi ini tidak akan pernah selesai. Semua hanya karena ANUGRAH semata, sesungguhnya saya tidak pernah sanggup dan tidak pernah layak. Saya hanya sedang belajar dan punya kerinduan untuk berjuang hidup benar. Sering saya gagal dan banyak mengalami kejatuhan, Namun saya belajar untuk tetap setia dalam menjalaninya dengan ikhlas hati dan penuh senyuman dalam menghadapinya serta berpengharapan pada-NYA selalu. Saya menyadari bahwa tidak akan pernah ada keberhasilan tanpa adanya dukungan, oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada mereka yang telah mendukung saya bahkan sampai pada penyelesaian skiripsi ini.

1. Kepada Bapak Drs. Tenang Ginting, M.S dan Bapak Tua Raja Simbolon, S.Si, M.Si selaku pembimbing saya dalam menyelesaikan skiripsi ini yang selalu terbuka dalam memberikan bimbingan maupun motivasi dalam penulisan skripsi ini dan kepada Bapak/Ibu penguji Bapak Drs. Kurnia Sembiring, M.S, Bapak Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc, dan Ibu Dr. Susilawati, S.Si, M.Si

2. Kepada Bapak ibu dosen Departemen FISIKA USU, mulai dari Bapak Dr.Marhaposan Situmorang sebagai ketua departemen FISIKA USU dan kepada Bapak Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc selaku sekretaris jurusan beserta staff pegawai di kantor Departemen FISIKA USU yang senantiasa membantu penulis dalam melengkapi administrasi.

3. Kepada orang tua Bapak J. Simbolon (Alm) dan Ibu yang tetap berjuang mendukung dan memotivasi saya selalu dalam kehidupan saya P. br. Siringo-ringo yang saya sayangi dan yang saya cintai, yang selalu memberikan kasih sayang kepada penulis yang tak ternilai dan juga nasehat-nasehatnya yang telah membangun kepribadian saya.


(6)

4. Kepada kakak saya R. br Simbolon, L. br Simbolon dan lae L. Hutabalian dan R .P. Sibarani serta bere saya Grace Sibarani, Intan Hutabalian, Gesika Yolanda Sibarani dan Welfrido Hutabalian saya mengucapkan banyak terima kasih untuk setiap dukungan doa dan motivasinya.

5. Kepada Tulang P. Siringo-ringo, M. Siringo-ringo dan Nantulang T. br Simbolon, P. br Sinaga dan Op.Parpunguan Sinaga, Op.Restu br. Simbolon, Bapak Tua Ranto Simbolon, Bapak Tua Basa Ria Simbolon (ALM), Inanguda Binton br. Sinaga (Alm), B’Hotmian Simbolon, B’Ranto Simbolon, B’Binton Simbolon, saya banyak mengucapkan terima kasih untuk setiap motivasi dan dukungan doanya.

6. Kepada Bapak Dr. Mester Sitepu, M.Sc selaku dosen wali penulis, terima kasih untuk arahan dan bimbinganya.

7. Kepada kelompok kecil saya ‘HARVEST”, ada B’Donal Siregar, S.T dan Riris Hasibuan, terimakasih untuk setiap dukungan doa, kebersamaanya dan bimbingan Rohaninya yang telah saya dapat.

8. Kepada sahabat-sahabat saya di FISIKA stambuk Breaving : Kalam, Sony, Poltak, Enra, Nurjanah, Sukira, Tanu, Helen, Jeni, Suhartina, Rieni, Esra, Agusningsih,Fitri, Agus, Monora, Septiana, Andiko, Istas, Zai, Eldo, Ferdi, Timbul, Josua, Andrian, Arpila, Herdiana, Natanael, Emi, Silvi, Ade, Valentina, Wenni, Stevani, Resdina, saya banyak mengucapkan terimakasih atas kebersamaanya dan setiap motivasinya. Dan kepada seluruh kawan-kawan yang ada di FISIKA USU.

9. Dan kepada teman-teman sepelayanan yang saya cintai di Koordinasi KMKS periode XXIII dan XXIV : Irza, Santy, Budi, Dosma, Inel, Polmer, Selfi, Reynal, Rouli, Plani, Berto, Agustina, Maria, Rianto, Eko, Ruth, Marta, Hanna, Edi, Riris, Myke, Grace, Randy, Linggom, Lenggem, Everson, Franky, Vera, Ervina, Frans, Dinadio, Asni, Simson dan Riswanta terima kasih atas dukungan doa, motivasi dan kebersamaanya yang tak terlupakan.

10.Keluarga besar laboratorium Fisika Inti USU, terima kasih untuk kesempatan mengembangkan diri sebagai seorang asisten dan menimba Ilmu Fisika secara


(7)

praktek kepada Ibu Dra. Sudiati, M.Si. Dan kepada teman-teman asisten (K’Fitri, B’Iwan, Fitri, Nurjanah, Arpila, Silvi, Andrian).

11.Kepada B’Hendri Diapari Siregar S.Si dan K’Meli, S.Si, B’Indra Tarigan dan Lae Jeri Harianja, S.T atas dukungan dan motivasinya.

12.Kepada Angkasa Pura II yang memberikan bantuan/beasiswa kepada penulis saya banyak mengucapkan terima kasih.

13.Dan kepada mereka yang tidak saya sebutkan namanya yang telah mendukung penulis , saya ucapkan terima kasih.

Penulis menyadari dalam penulisan skiripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan karya-karya penulis selanjutnya.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pembaca, terutama juga kepada mereka yang ingin melanjutkan penelitian ini. Terima kasih….. Syalom Tuhan Yesus memberkati……..

Medan, 25 Juni 2013


(8)

KAJIAN TEORITIS TRANSFORMASI METRIK SCHWARZSCHILD

DALAM SISTEM DUA KOORDINAT

ABSTRAK

Telah dilakukan kajian teoritis mengenai transformasi metrik Schwarzschild dalam sistem dua koordinat, pengkajian transformasi metrik Schwarzschild dalam sistem dua koordinat ini, yaitu koordinat kartesian dan ruang- waktu dipercepat seragam dalam ruang waktu datar serta efek lokal suatu medan gravitasi pada ruang lengkung. Medan gravitasi pada ruang lengkung ini dipilih medan Schwarzschild yang biasanya dinyatakan dalam ruang spatial bola. Melalui transformasi tersebut, metriknya mengandung dua suku : (1) suku yang berhubungan dengan elemen garis dalam kerangka dipercepat seragam, dan (2) suku yang berhubungan dengan kelengkungan serta berkaitan dengan penyimpangan geodesik yang merupakan efek dari kelengkungan ruang waktu. Sehingga dari hasil yang diperoleh memperlihatkan adanya kesamaan antara massa gravitasi dan massa inersial yang kaitannya dengan Teori Relativitas Umum dapat menjelaskan efek lokal dalam suatu medan gravitasi.


(9)

THEORETICAL STUDY OF THE TRANSFORMATION OF THE

SCHWARZSCHILD METRIC IN THE SYSTEM OF TWO

COORDINATES

ABSTRACT

Teoritical studies have been made regarding the transformation of the Schwarzschild metric in two coordinates, the Schwarzschild metric transformation study in two coordinates: coordinates Cartesian and accelerated time-space uniform in no time flat spaces as well as local effects of a gravitational field in curved space. Gravitational field in curved space is chosen the Schwarzschild field is usually expressed in spatial space balls. Through these transformations, their metrics contain two people: (1) the rates associated with elements within the framework of the accelerated line uniform, and (2) the tribe associated with the curvature and geodesic deviation with regard to the effect of the curvature of space time. So that the results obtained from the existence of similarities between inertial mass and gravitational mass are relation with the theory of general relativity can explain local effect in the gravitational field .


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak vi

Abstract vii

Daftar Isi viii

Daftar Simbol x

Daftar Istilah xi

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Batasan Masalah 2

1.4 Tujuan Penelitian 2

1.5 Manfaat Penelitian 3

1.6 Metode Penulisan 3

1.7 Sistematika Penulisan 4

Bab 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Teori Gravitasi Newton 5

2.1.1 Hukum Gravitasi Universal Newton 6

2.1.2 Potensial Gravitasi 7

2.2 Prinsip Relativitas 8

2.2.1 Hukum Newton dan Kerangka Inersial 9 2.2.2 Relativitas Newton 10 2.3 Teori Relativitas Umum Einstein 12

2.3.1 Analisis Tensor 13

2.3.1.1 Transformasi koordinat 16 2.3.2 Koordinat Kurvalinier 19 2.3.2.1 Koordinat Kuvalinier Ortogonal 19 2.3.2.2 Vektor Satuan dalam sistem koordinat Kurvalinier 19 2.3.2.3 Koordinat Kurvalinier Umum 20

2.3.3 Prinsip Ekuivalensi 22

2.3.4 Prinsip Kovariansi umum 23 2.3.5 Kelengkungan Ruang Waktu 23

2.4 Asas Kesetaraan 25

2.4.1 Asas Kesetaraan dan Geodesik Ruang Waktu Lengkung 26 2.4.2 Metrik Schwarzschild 27


(11)

2.4.2.1 Teori Relativitas Umum dalam Metrik Schwarzschild 29 2.4.2.2 Medan Gravitasi dalam Ruang Waktu Schwarzschild Like 30 Bab 3 Metodologi penelitian

3.1 Diagram Alir Penelitian 32

Bab 4 Hasil dan Pembahasan

4.1 Konsekuensi Prinsip Kesetaraan 33 4.2 Transformasi Metrik Schwarzschild 35 4.3 Kerangka Dipercepat Seragam 38 Bab 5 Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan 43

4.2 Saran 44

DAFTAR PUSTAKA 45

LAMPIRAN A : Beberapa Besaran Fisika dan Alfabet Yunani 47 LAMPIRAN B : Komponen-Komponen Koneksi Affine dan Tensor Ricci

Dalam Metrik Simetri Bola Statik 48 LAMPIRAN C : Hubungan simbol Chritoffel dengan tensor metrik 52 LAMPIRAN D : Jumlah kuadrat persamaan (4.11) 54


(12)

DAFTAR SIMBOL

Simbol-simbol yang digunakan dalam skripsi ini dan fungsinya:

� = Gaya

� = Konstanta gravitasi (6,67 × 10−11��2/��2)

� = Jarak radial

� = Massa objek

� = Massa bintang (matahari)

� = Rapat massa

� = Energi potensial gravitasi = Nabla

� = Potensial gravitasi

� = Jari-jari matahari

�� = Koordinat (0,1,2,3 =��,1,2,3) �� = Massa inersial

�� = Massa gravitasi � = Kecepatan cahaya u = Kecepatan partikel g = Percepatan gravitasi a = Percepatan objek K = Tetapan Integrasi

h =konstanta momentum sudut

��� = Tensor metric � = Differensial parsial

��� = Delta kronecker [+1(�= �), 0(� ≠ �)] �� = Waktu pribadi

��� = Tensor Ricci


(13)

DAFTAR ISTILAH

Istilah-istilah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah:

Kovariansi = Memiliki bentuk yang sama dalam setiap kerangka acuan Ekuivalensi = Kesetaraan

Invariant = Besaran yang tidak berubah walaupun mengalami transformasi

Homogen = Memiliki besar yang sama (seragam)

Geodesik = Lintasan teerpendek partikel dalam ruang-waktu lengkung Kerangka inersial = Kerangka yang diam atau bergerak dengan kecepatan tetap Ruang Euklidean = Ruang datar atau ruang dengan koordinat kartesius

Ruang Non-Euklidean= Ruang lengkung


(14)

KAJIAN TEORITIS TRANSFORMASI METRIK SCHWARZSCHILD

DALAM SISTEM DUA KOORDINAT

ABSTRAK

Telah dilakukan kajian teoritis mengenai transformasi metrik Schwarzschild dalam sistem dua koordinat, pengkajian transformasi metrik Schwarzschild dalam sistem dua koordinat ini, yaitu koordinat kartesian dan ruang- waktu dipercepat seragam dalam ruang waktu datar serta efek lokal suatu medan gravitasi pada ruang lengkung. Medan gravitasi pada ruang lengkung ini dipilih medan Schwarzschild yang biasanya dinyatakan dalam ruang spatial bola. Melalui transformasi tersebut, metriknya mengandung dua suku : (1) suku yang berhubungan dengan elemen garis dalam kerangka dipercepat seragam, dan (2) suku yang berhubungan dengan kelengkungan serta berkaitan dengan penyimpangan geodesik yang merupakan efek dari kelengkungan ruang waktu. Sehingga dari hasil yang diperoleh memperlihatkan adanya kesamaan antara massa gravitasi dan massa inersial yang kaitannya dengan Teori Relativitas Umum dapat menjelaskan efek lokal dalam suatu medan gravitasi.


(15)

THEORETICAL STUDY OF THE TRANSFORMATION OF THE

SCHWARZSCHILD METRIC IN THE SYSTEM OF TWO

COORDINATES

ABSTRACT

Teoritical studies have been made regarding the transformation of the Schwarzschild metric in two coordinates, the Schwarzschild metric transformation study in two coordinates: coordinates Cartesian and accelerated time-space uniform in no time flat spaces as well as local effects of a gravitational field in curved space. Gravitational field in curved space is chosen the Schwarzschild field is usually expressed in spatial space balls. Through these transformations, their metrics contain two people: (1) the rates associated with elements within the framework of the accelerated line uniform, and (2) the tribe associated with the curvature and geodesic deviation with regard to the effect of the curvature of space time. So that the results obtained from the existence of similarities between inertial mass and gravitational mass are relation with the theory of general relativity can explain local effect in the gravitational field .


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu fondasi teori relativitas umum adalah prinsip kesetaraan (principle of equivalence). Ohanian (1977) menyatakan bahwa ada dua jenis prinsip kesetaraan. Jenis pertama adalah prinsip kesetaraan lemah (weak principle of equivalence) yang menyatakan bahwa dalam suatu medan gravitasi, seluruh partikel uji dengan kecepatan awal yang sama akan jatuh dengan percepatan yang sama. Jenis yang kedua adalah prinsip kesetaraan kuat (strong principle of equivalence) yang berbunyi, dalam seluruh laboratorium yang jatuh bebas serta tak berotasi, hasil- hasil dari sembarang percobaan lokal adalah sama, tidak tergantung dari medan gravitasi yang berada di sekitar laboratorium tersebut.

1.1Latar Belakang Masalah

Teori Relativitas Umum (TRU) Einstein adalaah teori yang menyatakan bahwa gravitasi bukan seperti halnya gaya lain, namun gravitasi merupakan efek dari kelengkungan ruang-waktu karena adanya penyebaran massa dan energi didalam ruang waktu tersebut. Teori Relativitas Umum (TRU) ini dibangun oleh dua asas, yaitu yang pertama : Asas kesetaraan (Principle of equivalence) dan yang kedua adalah kovariansi umum (General Covarince).


(17)

Asas kesetaraan berbunyi, “Tidak ada percobaan yang dapat dilakukan dalam daerah kecil (Lokal) yang dapat membedakan medan gravitasi dengan sistem dipercepat yang setara”. Salah satu impliksai asas kesetaraan adalah kesamaan massa gravitasi dan massa inersia. Sifat ini memungkinkan untuk menghilangkan efek gravitasi yang muncul dengan menggunakan kerangka acuan yang sesuai. Hal ini merupakan konsekuensi dari medan gravitasi yaitu semua benda yang berada di dalamnya akan merasakan percepatan yang sama serta tidak bergantung pada ukuran maupun massanya.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana hubungan antara kerangka dipercepat seragam dalam ruang waktu datar serta efek lokal suatu medan gravitasi dengan menggunakan transformasi metrik Schwarzschild.

1.3Batasan Masalah

a. Penjelasan Teori Relativitas Umum (TRU) tentang transformasi metrik Schwarzschild dalam dua koordinat.

b. Prinsip kesetaraan konsekuensi pada kesamaan antara Massa Gravitasi (MG) dan Massa Inersial (MI).

c. Hubungan antara kerangka dipercepat seragam dalam ruang waktu datar serta efek lokal suatu medan gravitasi pada ruang lengkung.

1.4Tujuan penelitian

1. Untuk mengkaji prinsip Teori Relativitas Umum yang diterapkan di dalam transformasi metrik Schwarzschild ke dalam sistem dua koordinat.


(18)

2. Untuk mengkaji prinsip kesetaraan pada kesamaan antara Massa Gravitasi dan Massa Inersial.

3. Untuk mengkaji hubungan antara kerangka dipercepat seragam dalam ruang waktu datar serta efek lokal suatu Medan gravitasi pada ruang lengkung.

1.5Manfaat penelitian

1. Sebagai sumber pustaka mengenai transfomasi metrik Schwarzschild

2. Sebagai penambahan wawasan bagi penulis maupun pembaca mengenai transfomasi metrik Schwarzschild.

3. Sebagai sumber informasi mengenai prinsip kesetaraan yang membawa konsekuensi pada kesamaan antara massa gravitasi dan massa inersial.

1.6Metode penulisan

Metode kajian pustaka dipilih dalam penelitian ini dengan menggunakan beberapa literatur dari berbagai sumber pustaka terkait. Kegiatan studi penelitian ini diuraikan secara lebih rinci dibawah ini.

1. Studi Literatur

Merupakan tahap pengumpulan literatur mengenai : Teori Relativitas Umum, Kelengkungan Ruang waktu, Analisis Tensor, Massa Gravitasi Einstein, dan Schwarzschild.

2. Pengkajian Literatur

Merupakan tahap penyelesaian dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian sehingga didapat informasi yang diinginkan.


(19)

Merupakan tahap untuk menganalisa informasi sehingga didapat informasi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dalam penelitian. 4. Merangkum Kesimpulan

Merupakan jawaban dari setiap permasalahan yang akhirnya suatu fakta ilmiah mengenai fenomena yang ditinjau.

5. Penulisan Laporan

Merupakan tahap penulisan laporan penelitian yang telah dilakukan dalam bentuk skripsi.

1.7Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan masing-masing bab adalah sebagai berikut : BAB I Pedahuluan

Bab ini merupakan Latar Belakang, Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan dari Tugas Akhir ini.

BAB II Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi teori yang mendasari penelitian ini. BAB III Metodologi Penelitian

Bab ini membahas tentang metode yang digunakan dan diagram alir dari penelitian.

BAB IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini mencakup hasil penelitian berupa penejelasan transformasi metrik Schwarzschild dalam sistem dua koordinat.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari bab sebelumnya yaitu hasil dan pembahasan terkait dari tujuan penelitian. Dan juga saran yang diberikan untuk kajian lebih lanjut dari skripsi ini.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Gravitasi Newton

Beberapa teori dapat membandingkan ketelitian ramalannya dengan teori gravitasi universal Newton. Ramalan mekanika benda angkasa untuk posisi planet sesuai dengan pengamatan. Penemuan Neptunus dan Ceres adalah diantara kesuksesan spektakuler yang memberikan dukungan untuk ketelitian teori ini. Tetapi teori Newton tidak sempurna : ramalan gerak untuk planet dalam (inner) menyimpang sedikit dari nilai yang di amati. Dalam kasus merkurius kelebihan presesi perihelion sebanyak 43 detik-sudut per abad. Penyimpangan kecil ini diamati melalui perhitungan oleh Le Verrier pada 1845 dan diperhitungkan kembali oleh Newcomb pada 1882. Penjelasan dari presesi adalah salah satu kesuksesan awal dari teori gravitasi relativistik Einstein. (Hans C. Ohanian, 1976)

Walaupun teori Newton tidak sempurna, teori ini adalah suatu pendekatan yang luar biasa dalam limit kasus gerak pada kecepatan rendah dan dalam suatu medan gravitasi lemah. Setiap teori relativistik gravitasi harus sesuai dengan teori Newton dalam limit kasus ini. Oleh karena itu, akan dimulai dengan suatu penjelasan singkat beberapa aspek dari teori Newton yang telah beliau kemukakan dalam tulisanya seperti hukum gravitasi Newton yang diaplikasikan untuk memprediksi dan menghitung secara teliti gerak planet, bulan, satelit dan objek lain di alam semesta ini.


(21)

2.1.1 Hukum Gravitasi Universal Newton

Hukum gravitasi Newton bersama dengan hukum gerak Newton telah diaplikasikan untuk memprediksi dan menghitung secara teliti gerak planet, bulan, satelit, dan objek lain di alam semesta. Berdasarkan Newton, hukum yang menentukan interaksi gravitasi adalah ”Gaya tarik gravitasi antara setiap dua benda di alam semesta secara langsung sebanding pada perkalian massanya dan berbanding terbalik terhadap kuadrat jarak antara kedua benda ”. Jika salah satu massa berada pada titik asal dan yang lain berada pada suatu jarak radial r , maka persamaan gaya mengambil bentuk matematika :

�= −���

�2 �� (2.1)

dengan G = 6,67 x 10-11 N m2/Kg2 , �� adalah vektor satuan. Gaya gravitasional termasuk gaya sentral yaitu gaya yang bergantung pada jarak radial dan beraksi sepanjang arah radial. (Atam P. Arya, 1990)

Berdasarkan hukum Newton, gravitasi adalah aksi pada suatu jarak: massa pada suatu titik beraksi secara langsung dan seketika pada massa lain, bahkan walaupun massa tersebut tidak bersentuhan dengannya. Newton mempunyai rasa khawatir yang serius tentang tarik-menarik khayal yang demikian dari massa yang jauh dan menyarankan bahwa interaksi akan disampaikan oleh material medium. Pandangan modernnya adalah bahwa gravitasi beraksi secara lokal melalui medan: suatu massa pada suatu titik menghasilkan suatu medan, dan medan ini beraksi pada massa apapun yang berhubungan dengannya. Medan gravitasi mungkin dipandang sebagai material medium yang dicari Newton; medan adalah material karena memiliki suatu rapat energi. Gambaran interaksi dengan memakai medan lokal mempunyai keuntungan lanjutan yang membimbing pada teori relativistik yang mana efek gravitasional merambat pada kecepatan berhingga.

Dalam sistem tata surya, teori Newton adalah suatu penaksiran yang luar biasa. Persamaan gaya (2.1) dapat diturunkan dari suatu energi potensial


(22)

�(�) = −���′

� (2.2)

Pada umumnya, dapat dikatakan bahwa efek relativistik akan menjadi kecil, jika energi potensial jauh lebih kecil dari energi massa diam dan kecepatannya jauh lebih kecil daripada kecepatan cahaya. Untuk suatu massa m yang bergerak dengan kecepatan v sekitar suatu pusat massa �′ kita dapat menggambarkan kondisi ini sebagai

|�|≪ ��2 dan � ≪ �

Dimana � adalah kecepatan cahaya. Perhatikan bahwa pembentuk kondisi adalah ekuivalen pada � ≫ ��′/�2. Oleh karena itu, penyimpangan dari teori Newton diharapkan menjadi sangat kecil jika jarak dari pusat massa cukup besar dan kecepatannya cukup rendah. Untuk matahari, dengan suatu massa �′=� ≅2 × 1033� , dengan ��′/�2 ≅2 �� dan kondisi � ≫2 �� adalah dengan jelas sangat memuaskan, bahkan untuk komet dengan suatu perihelion yang begitu dekat terhadap permukaan matahari. (Hans C. Ohanian, 1976)

2.1.2 Potensial Gravitasi

Medan gravitasi yang kita pandang sebagai pembawa interaksi didefenisikan sebagai gaya persatuan massa,

�(�) = 1

� �(�) (2.3)

Potensial gravitasi yang bersesuaian didefenisikan sebagai

�(�) ≡ 1

� �(�) = − � ���

|� − �|

(2.4)

Defenisi ini membuat potensial negatif, seperti yang diperkirakan untuk suatu gaya tarik. Potensial gravitasi kadang-kadang didefenisikan dengan tanda yang berlawanan dari


(23)

persamaan (2.4), tetapi lebih baik untuk dipilih tanda ini dengan menganalogikannya terhadap elektrostatik. Untuk distribusi massa kontinu seperti persamaan dibawah ini :

�(�) = − �� �(�

)

|� − �′|�

3 (2.5)

Dengan �(�′) adalah rapat massa. Persamaan (2.5) menyatakan bahwa Φ mematuhi

persamaan poisson

∇2() = +4 ��() (2.6)

2.2 Prinsip Relativitas

Pada intinya, teori relativitas Einstein (baik teori relativitas khusus maupun teori relativitas umum) adalah teori fisika modern dari ruang dan waktu, yang telah mengganti konsep ruang dan waktu absolut Newton dengan ruang-waktu.

Semula dalam fisika, relativitas berarti penghapusan ruang absolut, suatu penyelidikan yang telah dikenal sebagaimana yang diinginkan sejak Newton. Dan ini tentu saja apa yang disempurnakan dua teori Einstein : relativitas khusus, teori ruang waktu datar, menghapuskan ruang mutlak dalam peranan Maxwellian sebagai ‘eter’ yang membawa medan elektromagnetik, dan khususnya gelombang cahaya, sedangkan relativitas umum, teori ruang-waktu lengkung, menghapuskan ruang waktu mutlak juga dalam peranan Newtonian-nya mengenai standar ada dimana-mana dan tidak dapat dipengaruhi dari gerak seragam atau diam. Anehnya, dan tidak secara terencana tetapi agak sebagai satu hasil sampingan yang tidak dapat dihindarkan, teori Einstein juga menghapuskan konsep waktu mutlak Newton.

Defenisi yang lebih modern dan positif dari relativitas telah disusun dari teori relativitas yang sebenarnya. Berdasarkan pandangan ini, relativitas dari setiap teori fisika menggambarkan dirinya sendiri dalam grup transformasi yang menentukan hukum teori invariant dan oleh karena itu menggambarkan kesimetrian, sebagai contoh ruang dan


(24)

waktu dari teori ini. Maka seperti yang akan dilihat, mekanika Newton memiliki relativitas yang disebut grup Galilean, relativitas khusus memiliki relativitas dari grup Poincaré (atau grup Lorentz), relativitas umum memiliki relativitas grup lengkap transformasi ruang-waktu. Dan berbagai ilmu kosmologi memiliki relativitas simetri yang bermacam-macam dengan skala besar alam semesta yang dipercaya. Bahkan suatu teori yang hanya berlaku pada ruang Euclidean mutlak, memberikan bahwa secara fisik homogen dan isotropik, akan memiliki relativitas, yang dinamakan grup rotasi dan translasi. (Wolfgang Rindler, 2006)

2.2.1 Hukum Newton Dan Kerangka Inersial

Ketika menggambarkan fenomena fisika di bumi, biasanya digunakan sistem koordinat dengan titik asal pada pusat bumi. Tetapi, sistem koordinat ini tidak ideal untuk menggambarkan gerak planet disekitar matahari. Sistem koordinat dengan titik asal pada pusat matahari lebih natural. Karena matahari bergerak sekitar pusat galaksi, tidak ada yang spesial tentang sistem koordinat dengan titik asal pada pusat matahari.

Kerangka acuan fundamental Newton disebut ‘ruang mutlak’. Sifat geometri dari ruang ini diberikan oleh geometri Euclidean biasa. Ruang ini dapat didekati oleh sistem koordinat kartesian. Kerangka acuan non-rotasi yang diam, atau yang bergerak secara seragam dalam ruang mutlak disebut kerangka acuan Galilean. Dengan memilih titik asal dan orientasi, sistem telah ditetapkan. Newton juga mengenalkan waktu universal yang berdetik pada laju yang sama pada semua posisi dalam ruang. (Grøn Ø., Hervik S., 2007)

Relatif terhadap kerangka acuan Galillean, semua mekanika berkelakuan berdasarkan tiga hukum Newton:

(i) Partikel bebas bergerak dengan vektor kecepatan konstan.

� = ��


(25)

dengan r adalah vektor posisi.

(ii) Vektor gaya pada suatu partikel sama dengan hasil kali massanya dengan vektor percepatan : F = m.a

(iii) Gaya dari aksi dan reaksi adalah sama dan berlawanan; sebagai contoh, jika partikel A memberikan gaya F pada partikel B, maka B memberikan suatu gaya –F pada A.

Hukum fisika biasanya dinyatakan relatif terhadap kerangka acuan, yang mengijinkan kuantitas fisika seperti kecepatan, medan listrik dan lain-lain, untuk didefinisikan. Diantara kerangka yang lebih disukai adalah kerangka tegar yang inersial. Selanjutnya hukum Newton diaplikasikan didalamnya.

Hukum pertama Newton menyajikan untuk memilih kerangka inersial di antara kerangka tegar : kerangka tegar disebut kerangka inersial jika partikel bebas bergerak tanpa percepatan relatif terhadapnya. Dan selama kehadirannya, hukum Newton digunakan secara sama dalam semua kerangka inersial. Bagaimanapun, Newton mempostulatkan keberadaan dari ruang mutlak dimana dia berpikir pusat massa dari sistem tata surya adalah dalam keaadaan diam dan baginya, ini adalah daerah utama untuk mekanikanya. Bahwa hukum-hukum yang secara sama sah dalam semua kerangka acuan lain yang bergerak secara seragam terhadap ruang mutlak (kerangka inersial) adalah teorema yang menarik baginya. (Wolfgang Rindler, 2006)

2.2.2 Relativitas Newton

Dengan mengingat bahwa suatu kerangka inersial adalah suatu kerangka tegar yang mana hukum pertama Newton berlaku. Anggap kerangka S pada Gambar 2.1 adalah inersial. Karena, menurut transformasi Galileo kecepatan tetap dalam S bertransformasi ke


(26)

kecepatan konstan dalam �′, dapat dilihat bahwa semua partikel bebas dalam S bergerak secara seragam dalam �′, yang oleh karena itu juga inersial. Dengan kata lain, hanya kerangka yang bergerak secara seragam relatif ke S yang dapat menjadi inersial. Untuk titik tetap dalam setiap kerangka inersial adalah partikel bebas potensial, sehingga semuanya harus bergerak secara seragam relatif terhadap S.

S v

(x,y,z,t) (x’,y’,z’,t’)

Y’ X’

y x

x’ vt

x

S’

z Z’

O O’

Gambar 2.1 Kerangka S′ Bergerak dengan Kecepatan Konstan Terhadap Kerangka S. (Ronald Gautreau, 2002)

Dalam transformasi koordinat Galilean, hubungan antara pengukuran (�,�,�,�)

milik O dengan pengukuran (�′,�′,�′,�′) milik O’ untuk sebuah kejadian tertentu dipeoleh dengan mengkaji gambar (2.1) diatas adalah :

�′= � − �� ; = ; = ���= �′ (2.7)

Sekarang, dari invariansi percepatan dapat dilihat bahwa semua yang dibutuhkan agar tiga hukum Newton invarian diantara kerangka inersial adalah (i) suatu aksioma bahwa massa m adalah invarian, dan (ii) aksioma bahwa setiap gaya adalah invarian. Kedua asumsi ini tentu saja bagian dari teori Newton. Menghasilkan sifat dari mekanika Newton bahwa hal ini berlaku sama pada semua kerangka inersial yang disebut relativitas Newtonian (atau Galilean). (Wolfgang Rindler, 2006)


(27)

Dalam mekanika Newton, dianggap bahwa massa inersial dari benda tidak bergantung pada kecepatan benda. Maka massa benda di S sama seperti di �′. Sehingga gaya �′, diukur dalam �′ adalah

�′= ��′ ��′ = �

��

�� =� (2.8)

Oleh karena itu, gaya di �′ sama seperti di S. Hasil ini mungkin digambarkan dengan mengatakan bahwa hukum kedua Newton invarian dibawah transformasi Galliean; yaitu ditulis dalam cara yang sama dalam setiap kerangka acuan Galilean (inersial). Dengan kata lain, prinsip relatvitas Newtonin (Galilean) menyatakan bahwa ‘setiap sistem mekanika akan berkelakuan dalam cara yang sama dalam semua kerangka Galilean (inersial)’. (Grøn Ø., Hervik S., 2007)

2.3 Teori Relativitas Umum Einstein

Untuk setiap sistem fisis, setiap hukum yang menghubungkan besaran fisis tidak akan bergantung kepada sistem pemilihan sistem koordinat. Hal ini berarti, persamaan gerak sistem akan memiliki bentuk yang tetap (tidak berubah) di dalam semua sistem koordinat. Persamaan yang tidak berubah bentuknya terhadap transformasi koordinat dikatakan memiliki sifat kovarian terhadap transformasi tersebut. Sifat inilah yang menyebabkan tensor banyak digunakan untuk menelaah suatu sistem fisis.

Tensor adalah besaran yang merupakan perluasan dari vektor, seperti halnya vektor merupakan perluasan dari besaran skalar. Tensor memiliki komponen-komponen seperti halnya vektor. Besaran vektor sangat penting dalam fisika karena ia menyatakan objek dengan kaedah-kaedah yang tetap sama meskipun kerangka acuan yang dipilih berubah-ubah. Perubahan kerangka acuan memang menyebabkan nilai komponen tensor berubah pula, namun kaedah-kaedah yang berlaku bagi komponen tensor tetap tidak berubah.


(28)

Teori relativitas umum adalah salah satu teori fisika modern yang cukup besar peranannya dalam menerangkan struktur ruang waktu dan jagad raya. Teori ini adalah teori yang indah memiliki daya pikat ramalan terhadap gejala alam yang cukup menarik, namun memiliki persyaratan matematika berupa analisis tensor. Karena itu akan disajikan analisis tensor sebagai jembatan untuk memahami teori relativitas umum.

2.3.1 Analisis Tensor

Tensor adalah besaran yang merupakan perluasan besaran vektor seperti halnya vektor adalah perluasan besaran skalar. Yang terakhir disebut ini adalah besaran yang hanya ditentukan oleh angkanya saja, seperti harga barang, ukuran panjang, suhu dan lain-lain. Sedangkan vektor adalah besaran yang selain ditentukan oleh besar (angkanya) dan juga oleh arahnya. Misalnya kecepatan, kekuatan tarik, gaya, dan lain-lain. Sebagai contoh bila kita mengatakan tiupan angin yang berkecepatan sepuluh kilometer per jam, maka kita harus menyebut pula angin itu bertiup dari mana kemana, misalnya dari arah barat ke timur. Jadi faktor arah juga harus disertakan untuk melengkapi pernyataan kecepatan. Begitu juga dengan gaya, kita harus menyebut pula kemana arah dorongannya. Sedangkan tensor lebih luas dari vektor, yaitu besaran yang selain ditentukan oleh besar (angkanya) dan arahnya juga ditentukan oleh sejumlah faktor lain.

Semua sifat-sifat vektor yang telah dikenal akan dimiliki juga oleh tensor dan penggunaan tensor juga didalam fisika, umumnya akan membuat hukum-hukum fisis yang mempunyai bentuk yang lebih umum dan sederhana. Besaran tensor sangat penting dalam geometri karena mereka menyatakan objek geometri yang sebagaimana diketahui pada hakikatnya tetap sama walaupun sistem koordinat yang kita pilih untuk menyatakan objek geometri tersebut dalam ungkapan analisis atau koordinat. (Hans. J. Wospakrik, 1972). Untuk setiap sistem fisis, setiap hukum yang menghubungkan besaran fisis tidak akan bergantung kepada pemilihan sistem koordinat. Hal ini berarti, persamaan gerak sistem (baik zarah maupun medan) akan memiliki bentuk yang tetap (tidak berubah)


(29)

didalam semua sistem koordinat. Persamaan yang tidak berubah bentuknya terhadap transformasi koordinat dikatakan memiliki sifat kovarian terhadap transformasi tersebut. Sifat inilah yang menyebabkan tensor banyak digunakan untuk menelah sistem fisis. Didalam analisis tensor ada tiga indeks yang digunakan, yang jika semua indeks berada diatas disebut dengan tensor kontravarian, sebaliknya jika semua indeks berada dibawah disebut dengan tensor kovarian dan apabila indeks berada diatas dan dibawah disebut dengan tensor campuran. Jumlah indeks menyatakan rank dari tensor.

Teori Relativitas Umum (TRU) merupakan teori fisika modern yang cukup besar peranannya dalam menerangkan struktur ruang waktu dan jagad raya. Teori ini merupakan salah satu teori yang indah, memiliki daya pikat ramalan terhadap gejala alam yang cukup menarik, namun memiliki persyaratan matematik berupa analisis tensor, karena itulah sangat dibutuhkan analisis tensor sebagai jembatan untuk memahami teori relativitas umum. Namun demikian, tensor juga dapat dibedakan berdasarkan hukum transformasi yang dimilikinya yaitu :

1. Vektor Kontravarian

Fungsi �� dalam sistem koordinat (�1,�2, … ,�) disebut vektor kontravarian jika pada suatu transformasi koordinat � → �, sehingga fungsi �� akan ditransformasikan menjadi

�� ��=���� ����

, = 1, 2, … ,

�=1

dimana ��� merupakan fungsi dalam sistem koordinat (�1, ��2, … ,��).

��� =���� ����

(2.9)


(30)

2. Vektor Kovarian

Fungsi � dalam sistem koordinat (�1,�2, … ,�) disebut vektor kovarian jika pada suatu transformasi koordinat � → �, sehingga fungsi � akan ditransformasikan menjadi

�� → ��� = ������

��� , �= 1, 2, … ,� �

�=1

dimana �� merupakan fungsi dalam sistem koordinat (��1, ��2, … ,��).

��� =�����

��� (2.10)

disebut komponen vektor kovarian atau tensor kovarian rank satu atau order satu.

3. Invarian

Suatu fungsi �= � (�1,�2, … ,�) disebut invarian jika pada suatu transformasi koordinat � → �, sehingga fungsi � akan ditransformasikan menjadi

� (�) → �� (��) = � (�) (2.11)

4. Tensor Campuran

Dalam konsep tensor, suatu tensor campuran adalah tensor yang bukan jenis kovarian kuat maupun kontravarian kuat. Fungsi �� dalam sistem koordinat (�1,�2, … ,�) disebut tensor campuran yang memiliki komponen kontravarian rank satu dan komponen kovarian rank satu. Jika pada suatu transformasi koordinat � → �, maka fungsi �� ditransformasikan menjadi

��� → ���� = � ������� �

��� ���� �

�=1 � �=1


(31)

dimana ���merupakan fungsi dalam sistem koordinat (��1,��2, … ,��). Diperoleh

���� = ������ �

��� ���� ��

(2.12)

yang menyatakan komponen tensor campuran.

Dengan menggunakan defenisi dari tensor campuran di atas akan ditunjukkan bahwa �� juga merupakan suatu tensor campuran. Sekarang perhatikan persamaan transformasi berikut

�̅�� = ������ �

��� ���� ��

�̅��= ������ �

���

����

�̅�� = ��� (2.13)

dimana ��= {01, , �≠��=� dan �̅� = {10, , =�. Jadi diketahui bahwa �� merupakan tensor campuran dengan kontravarian dan kovarian masing-masing ber-rank satu atau biasa dinamakan dengan delta kronecker.

2.3.1.1 Transformasi Koordinat

Misalkan koordinat-koordinat tegak lurus (x, y, z) dari sebarang titik dinyatakan sebagai fungsi-fungsi sehingga

�= �(�1,�2,�3), �=�(�1,�2,�3), �= �(�1,�2,�3) (2.14)

Andaikan bahwa bentuk di atas dapat dipecahkan untuk �1,�2,�3 dalam �,�,�, yakni


(32)

Fungsi-fungsi dalam persamaan (2.14) dan (2.15) dianggap tunggal dan memiliki turunan-turunan yang kontinu sehingga kaitan (�,�,�) dengan (�1,�2,�3) adalah tunggal.

Misalkan diketahui sebuah titik P dengan koordinat-koordinat tegak lurus (�,�,�)

maka dari persamaan (2.14) dapat diasosiasikan suatu himpunan koordinat-koordinat

(�1,�2,�3) yang tunggal yang disebut koordinat-koordinat kurvilinier dari P. Himpunan persamaan (2.14) dan (2.15) mendefenisikan suatu transformasi koordinat.

y

x z

Gambar 2.2 Kurva-kurva dan garis koordinat. (J. D. Anand, 2003)

Selanjutnya, akan didefenisikan transformasi koordinat menyangkut sistem koordinat lain dengan dimensi yang lebih tinggi. Untuk itu perlu diketahui terlebih dahulu mengetahui ruang dengan sebarang dimensi dan membahas sifat-sifat transformasi daripada ruang tersebut.

Sebuah ruang berdimensi n, dimana n adalah sembarang bilangan bulat positif, adalah merupakan himpunan daripada susunan yang teratur,

� = (�1,�2, … ,�) (2.16)

kurva �1

P

kurva �2 kurva �3

�3=�3

�1=�1


(33)

dan yang memenuhi sifat-sifat daripada sebuah ruang vektor. Komponen sebuah vektor dalam ruang berdimensi n tersebut akan dinyatakan dengan indeks tertentu. Suatu kurva di dalam sebuah ruang berdimensi n adalah himpunan dari titik-titik x yang memenuhi n buah persamaan, yaitu � = �(�), dimana t adalah parameter dan �= 1, 2, … ,�. Jika � dianggap sebagai subruang dari � (n < N) maka � ditunjukkan oleh

��= ����1,�2,… ,��� dengan ��,�= 1, 2, … ,� menyatakan n buah parameter dan

�= 1, 2, … ,�.

Kemudian diberikan sistem koordinat mencakup ruang tersebut, yaitu

�1,�2,�3,�4 yang membentuk sistem koordinat di ��. Setiap �̅= (�1,�2, … ,��)

menyatakan titik pada ruang �. Misalkan ada transformasi dari suatu sistem koordinat ke sistem yang lain maka bentuk perubahan koordinatnya dinyatakan sebagai berikut:

�1 =�1(�1,�2,�3,�4) �2 =�2(�1,�2,�3,�4)

. . . . . . . . .

�� = ��(�1,�2, … ,��)

Dengan demikian, diferensial untuk ��1,��2,��3,��4 dapat ditulis sebagai berikut:

��1′ =��1 ′ ��1��1+

��1′ ��2��2+

��1′ ��3��3+

��1′ ��4��4 ��2′ =��2

′ ��1��1 +

��2′ ��2��2+

��2′ ��3��3+

��2′ ��4��4

. . . . . . . . .

���′ =��� ′

��1��1+ ���′

��2��2+ … + ���′ ������


(34)

���′ = ���� ′ ������ � �=1 (2.17)

dengan �= 1,2,3,4, … ,�

2.3.2 Koordinat Kurvalinier

2.3.2.1 Koordinat Kurvalinier Ortogonal

Jika diperhatikan pada Gambar 2.2 permukaan-permukaan �1 =�1, �2 = �2, �3 =�3

dimana �1,�2,�3 adalah konstanta, disebut permukaan-permukaan koordinat, dan setiap pasangan permukaan-permukaan ini berpotongan melalui kurva-kurva yang disebut kurva-kurva dan garis-garis koordinat (Gambar 2.2). Bila permukaan-permukaan koordinat ini berpotongan tegak lurus, maka sistem koordinatnya disebut ortogonal. Kurva-kurva koordinat �1,�2����3 dari sistem kurvalinear ini analog dengan sumbu-sumbu koordinat (�,�,�) dalam sistem koordinat tegak lurus.

2.3.1.2 Vektor Satuan dalam Sistem Koordinat Kurvalinier

Misalkan �= ���+���+�̂� adalah vektor kedudukan dari sebuah titik P. maka persamaan (2.14) dapat ditulis sebagai �=�(�1,�2,�3). Sebuah vektor singgung pada kurva �1 di P (dengan �2 dan �3 adalah konstanta) adalah

�� ��1,

�� ��2,

��

��3 (2.18)

masing-masing adalah vektor singgung terhadap kurva dengan koordinat: �1,�2,�3. Maka vektor-vektor satuan dalam masing-masing arah koordinat kurvalinier ini adalah:

ê1 =

�� ��1 �����

1�

= 1

ℎ1 ��

��1 , ê2 = �� ��2 ����� 2� = 1 ℎ2 ��

��2, ê3 = �� ��3 �����

3�

= 1

ℎ3 ��


(35)

dengan

ℎ1 = �����

1�, ℎ2 =� ��

��2� , ℎ3 =� �� ��3�

adalah panjang vektor-vektor singgung yang bersangkutan atau disebut juga sebagai faktor skala.

Uraian di atas memberikan bentuk pernyataan untuk sistem koordinat ortogonal yang ditinjau dengan berlaku syarat:

ê1. ê2 = ê2. ê3 = ê3. ê1 = 0 (2.20)

yang ketiga vektor satuan ê1, ê2, ê3 ini membentuk himpunan vektor satuan koordinat kurvalinier (Gambar 2.3). Dalam hal seperti ini penggunaan sistem koordinat kurvalinier yang sesuai seperti koordinat bola ternyata mengalihkan persoalan menjadi sederhana untuk ditangani.

2.3.2.3 Koordinat Kurvalinier Umum

z

y

x

u1

u2 er

θ

φ

r

P(r,ө,Ф)


(36)

Dari �= �(�1,�2,�3) kita peroleh ��= ��

��1��1 +

��

��2��2+

�� ��3��3 =ℎ1��1ê1 +ℎ2��2ê2+ℎ3��3ê3

Maka diferensial dari panjang busur �� ditentukan dari ��2 =�� .��. Untuk sistem ortogonal,

��2 =ℎ12��12+ℎ22��22+ℎ32��32

��2 = � ℎ �2 3 �=1

��2 (2.21)

Untuk sistem-sistem kurvalinier yang tak ortogonal maka bentuk ��2 tidak akan memiliki bentuk yang sederhana seperti sebelumnya. Tapi secara umum dapat dituliskan sebagai berikut:

��2 = �11��12+�12��1��2+�13��1��3+�21��2��1+�22��22+

23��2��3+ �31��3��1+�32��3��2+�33��33

dimana komponen ��� pada persamaan merepresentasikan koefisien-koefisien yang muncul dalam perhitungan ��2+��2+��2. Bentuk ��2 dapat juga disederhanakan menjadi

��2 = � � �

�������� 3

�=1 3 �=1

(2.22)

Dalam bentuk matriks dapat dituliskan dengan

��2 = (��

1 ��2 ��3)�

�11 �12 �13 �21 �22 �23 �31 �32 �33

� �����12 ��3

� (2.23)


(37)

2.3.3 Prinsip Ekuivalensi

Salah satu ciri kerangka inersial adalah suatu partikel diam akan tetap diam bila tidak ada gaya yang bekerja padanya. Biasanya gravitasi dianggap gaya, tetapi gravitasi memiliki sifat yang unik, karena semua partikel dan energi akan terkena gravitasi, dan semua partikel yang memiliki kecepatan awal yang sama akan memiliki lintasan yang sama dalam medan gravitasi, tak bergantung pada susunan internal partikelnya. Untuk gaya-gaya lain seperti gaya-gaya elektromagnetik, interaksi kuat, interaksi lemah beberapa partikel ada yang kena dan ada yang tidak. Misalnya gaya elektromagnetik hanya terkena pada partikel bermuatan.

Pada partikel netral tidak terkena gaya ini, jadi untuk gaya-gaya ini selalu dapat didefinisikan secara eksperimen bagaimana lintasan partikel yang tidak terkena gaya. Tetapi tidak halnya untuk gravitasi, tidak ada partikel untuk membedakan lintasan partikel yang tidak terkena medan gravitasi (karena semua pasti terkena dan tidak ada yang terbedakan). Tetapi ada kerangka dimana partikel-partikel memiliki kecepatan yang seragam. Kerangka ini jatuh bebas dalam medan gravitasi dan semua partikel bebas akan memiliki kecepatan relatif sama terhadapa kerangka ini.

Ketika Newton merumuskan hukum gerak dan hukum gravitasinya, ia mendefenisikan massa inersial dan massa gravitasi. Massa inersial diukur berdasarkan ukuran kelembaman suatu benda terhadap gaya dorong atau gaya tarik yang bekerja, sedangkan massa gravitasi diukur berdasarkan pengaruh gaya gravitasi pada benda tersebut. Para eksperimentalis sejak zaman Newton hingga pertengahan abad ke-20 telah berusaha membuktikan kesetaraan antara kedua jenis massa tersebut. Dengan percobaan yang paling terkenal adalah percobaan Eotvos yang membuktikan bahwa kedua massa tersebut setara. Berdasarkan bukti eksperimen tersebut, akhirnya Einstein menyimpulkan dalam postulatnya yang terkenal dengan nama Prinsip Ekuivalensi Massa bahwa,”Gaya gravitasi dan gaya inersial yang bekerja pada benda tunggal adalah sama dan tidak


(38)

terbedakan (indistinguisable) satu sama lain”. Konsekuensinya adalah bahwa tidak ada lagi kerangka acuan inersial.

2.3.4 Prinsip Kovariansi Umum

Akibat prinsip ekuivalensi massa yang menyebabkan tidak adanya kerangka acuan inersial, maka prinsip relativitas khusus menyatakan bahwa hukum-hukum fisika berlaku sama pada kerangka acuan inersial tidaklah berlaku umum. Oleh karena itu, Einstein merumuskan postulat keduanya yang terkenal dengan nama Prinsip Kovariansi Umum yang menyatakan bahwa,”Semua hukum-hukum fisika berlaku sama pada semua kerangka acuan tanpa kecuali”. Konsekuensinya adalah setiap besaran fisika haruslah dinyatakan dalam bentuk umum dan tidak bergantung pada koordinat dimana ia didefenisikan. Artinya semua besaran fisika harus dinyatakan dalam bentuk tensor. Seperti telah dinyatakan sebelumnya dalam relativitas khusus, hukum-hukum gerak dinyatakan dalam bentuk yang invarian terhadap transformasi Lorentz dengan konsekuensi diperkenalkannya konsep ruang dan waktu dimensi 4 dengan metrik Minkowski. Generalisasinya, teori relativitas umum menyatakan bahwa hukum-hukum fisika harus invarian terhadap transformasi umum dengan konsep ruang-waktu 4 dimensi.

2.3.5 Kelengkungan Ruang-Waktu

Menurut Einstein, ruang dan waktu bersifat relatif. Ruang tergantung pada pengamatnya. Ruang merupakan semacam hubungan antara benda-benda yang diukur dengan cara-cara tertentu. Dengan demikian apabila pengukurannya dilakukan dengan cara yang berbeda, maka hasilnyapun akan berbeda. Waktu juga bersifat relatif karena hasil pengukuran terhadap hubungan-hubungan yang menyangkut waktu tergantung pada pengertian keserampakan, karena apabila sesuatu terjadi, misalnya ledakan, maka kuatnya bunyi ledakan akan berbeda di berbagai tempat. Selanjutnya H.A. Lorentz membuat suatu teori“


(39)

persamaan transformasi” yang melukiskan hubungan antara cara-cara pengukuran jarak – juga cara-cara pengukuran waktu – yang menyangkut dua pengamat yang mempunyai kerangka acuan yang berbeda dan berada dalam keadaan bergerak secara lurus, yang saling mendekati.

Di sini didapatkan sebenarnya jarak merupakan sekedar ukuran untuk menentukan ruang, demikianpun dengan transformasi dengan waktu dan hubungannya dengan ruang tidak akan pernah diketahui waktu secara tepat apabila tidak memperhitungkan koordinat ruang dan sebaliknya tidak akan diketahui ruang dari suatu obyek bila tidak memperhitungkan koordinat waktu. Sesungguhnya tidak ada waktu yang bersifat mandiri/mutlak, tidak ada ruang yang terpisah dari waktu atau waktu yang terpisah dari ruang yang ada hanyalah ruang-waktu. Akhirnya mulai saat ini kita harus memandang ruang dan waktu secara kontinum, jalin-menjalin secara tidak terpisahkan yang satu tidak mungkin ada tanpa yang lainnya. Keduanya merupakan satu kesatuan yang menyebabkan timbulnya segenap kenyataan. Dengan demikian waktu, ruang merupakan sekedar matra dari ruang-waktu.

Dari teori relativitas khusus, baik waktu atau ruang adalah bergerak relatif terhadap gerak pengamat dengan interval panjang dan waktu diukur oleh seorang pengamat secara umum tidak sama dengan interval panjang dan waktu yang diukur oleh pengamat yang berbeda. Karena panjang dan waktu relatif dan keduanya bergantung pada gerak relatif pada lintasan yang sama maka perlu untuk menyatakan kembali bahwa ruang berdimensi 3 dan 1 dimensi waktu tidak terpisah, dan lebih dari itu juga keduanya merupakan komponen yang setara dari suatu ruang-waktu 4 dimensi yang tunggal. Untuk menggambarkannya memang sulit tapi kita masih dapat merepresentasikannya secara matematis dengan menggunakan pertimbangan persamaan yang sesuai.

Beberapa contoh penggambaran kelengkungan ruang-waktu ditunjukkan pada Gambar 2.4 yang mengilustrasikan ruang datar berimensi 1 yang berupa garis lurus. Untuk melengkungkannya, harus dibengkokkan pada arah yang lain. Tapi, kelengkungan


(40)

yang ditunjukkan dalam 1 dimensi tidak cukup dan memerlukan 2 dimensi untuk mengilustrasikannya lebih lanjut. Gambar 2.5 menyajikan suatu ruang 2 dimensi dan ilustrasi bagaimana ruang itu dilihat jika dibengkokkan.

(a)

(b)

Gambar 2.4 Ruang 1 dimensi (a) yang datar (b) yang lengkung. (Rinto Anugraha, 2005)

(a) (b)

Gambar 2.5 Ruang 2 dimensi (a) yang datar (b) yang lengkung. (Rinto Anugraha, 2005)

2.4 Asas Kesetaraan

Dalam teori kerelativan umum Albert Einstein mengemukakan asas kesetaraan, yang merintis jalan pencetusan teori kerelativan umum lima tahun kemudian. Teori ini pada dasarnya menyatakan,” bahwa semua hukum fisika bersifat mutlak atau tak ubah terhadap setiap pengamat, termasuk yang bergerak dengan percepatan. Salah satu hukum fisika sederhana untuk menyatakan ini, yakni “hukum kelembaman”. Menurut hukum ini, apabila semua gaya yang bekerja pada semua benda yang meniadakan pengaruh, maka


(41)

benda tersebut akan berada pada keadaan diam atau bergerak dengan kecepatan yang arah atau besarnya tetap.

Einstein mengemukakan asas kesetaraan pada tahun 1911 yang mengatakan bahwa: dalam sistem pengamatan yang jatuh bebas dalam gaya berat (sistem ketaklemabaman), hukum fisika tetap berlaku seperti halnya dalam sistem pengamatan tanpa medan gaya berat (Sistem kelembaman) dan bahwa gaya kelembaman (atau khayal) setara dengan gaya berat. Karena gaya kelembaman bergantung pada massa ukuran dan gaya berat bergantung pada massa ukuran berat , maka asas kesetaraan diatas mengungkapkan bahwa kedua jenis massa ini sebenarnya adalah setara, atau lebih tegas lagi sama besar.

2.4.1 Asas kesetaraan dan geodesik ruang waktu lengkung

Asas kesetaraan Einstein dengan demikian mempertegas kembali hasil percobaan Galileo Galilei mengenai peristiwa jatuh bebas, bahwa semua benda bergerak dengan percepatan yang sama dibawah pengaruh gaya berat, yakni percepatan gaya berat, yang sama sekali tidak bergantung pada massanya masing-masing. Jadi dapat kita lihat bahwa gerak benda yang secara geometri dinyatakan oleh geodesik ruang waktu lengkung, padanan fisikanya adalah gerak dibawah pengaruh medan gaya berat. Nah, karena melengkungnya ruang waktu mengakibatkan geodesiknya berupa garis lengkung dan dipihak lain percepatan gaya berat disebabkan oleh gaya berat.

Maka pada tahun 1916, Albert Einstein mengemukakan dalam teori kerelatifan umumnya bahwa hadirnya medan gaya berat di alam ini sebagai akibat melengkunghya ruang waktu. Bila didalam teori gaya berat Newton yang menyatakan gaya berat Newton melalui hukum gaya beratnya, maka dalam teori kerelatifan umum yang secara geometri adalah teori tentang geometri ruang waktu lengkung, medan gaya berat dinyatakan melalui komponen-komponen tensor metrik dari kuadrat metrik ��2.


(42)

Ketergantungan tensor metrik ini pada titik dalam ruang waktu tidaklah dipilih seenaknya, melainkan harus memenuhi suatu aturan atau persamaan medan Einstein yang sangat terkenal dalam teori kerelatifan umumnya. Persamaan ini adalah merupakan suatu persamaan tensor yang menyatakan hubungan antara penyebaran materi disuatu pihak dan kelengkungan ruang waktu yang dinyatakan melalui tensor Riemannya dipihak lain. Jadi didalam persamaan medan Einstein memperlihatkan bahwa setiap benda bermassa mengakibatkan ruang waktu disekitarnya melengkung, yang didalam fisikanya dinyatakan bahwa disekitar benda bermassa akan timbul medan gaya berat atau gravitasi. (Hans. J. W, 1978 )

2.4.2 Metrik Schwarzschild

Karl Schwarzschild adalah seorang ilmuan astronomi Jerman yang pertama kali memecahkan persamaan medan gravitasi Einstein secara eksak pada tahun 1916, yang dimaksud dengan pemecahan medan gravitasi Einstein adalah beliau mendapatkan komponen-komponen tensor metrik � dari kuadrat metriknya ��2 ruang waktu lengkung yang memenuhi hubungan antara persamaan medan Einstein. Metrik yang didapat Schwarzschild ini dalam teori kerelatifanya disebut dengan metrik Schwarzschild. Schwarzschild juga mempunyai hubungan yang sangat erat dengan teori lubang hitam. Lubang hitam adalah sebuah pemusat gaya

Gaya melalui perila tetapi tidak dapat keluar atau melewatinya, dari sini diperoleh kata “hitam”. Istilah lubang hitam telah tersebar luas, meskipun ia tidak menunjuk ke sebuah lubang dalam arti biasa, tetapi merupakan sebuah wilayah di angkasa dimana semua tidak dapat kembali. Secara


(43)

teoritis, lubang hitam dapat memliki ukuran apa pun, dari mikroskopik sampai ke ukuran alam raya yang dapat diamati.

Teori adanya lubang hitam pertama kali diajukan pada abad ke-18 ole bernama umum dari Pada saat ini banyak astronom seperti charis yang percaya bahwa hampir semua galaksi dialam semesta ini mengelilingi lubang hitam pada pusat galaks pada tahun 1967 yang memberikan nama Lubang Hitam sehingga menjadi populer di dunia bahkan juga menjadi topik favorit para penulis fiksi ilmiah. Kita tidak dapat melihat lubang hitam, akan tetapi kita bisa mendeteksi materi yang tertarik/tersedot ke arahnya. Dengan cara inilah, para astronom mempelajari dan mengidentifikasikan banyak lubang hitam di angkasa lewat observasi yang sangat hati-hati sehingga diperkirakan di angkasa dihiasi oleh jutaan lubang hitam.

Lubang Hitam tercipta ketika suatu objek tidak dapat bertahan dari kekuatan tekana pernah menjadi lubang hitam. Tekanan gravitasi pada matahari dan bumi tidak mencukupi untuk melampaui kekuatan atom da melawan tekanan gravitasi. Tetapi sebaliknya untuk objek yang bermassa sangat besar, tekanan gravitasilah yang menang.

Massa dari lubang hitam terus bertambah dengan cara menangkap semua materi didekatnya. Semua materi tidak bisa lari dari jeratan lubang hitam jika melintas terlalu dekat. Jadi objek yang tidak bisa menjaga jarak yang aman dari lubang hitam akan terhisap. Berlainan dengan reputasi yang disandangnya saat ini yang menyatakan bahwa lubang hitam dapat menghisap apa saja disekitarnya, lubang hitam tidak dapat menghisap material yang jaraknya sangat jauh dari dirinya. Dia hanya bisa menarik materi yang lewat sangat dekat dengannya.


(44)

Kita dapat mengambil salah satu contoh bayangka hitam dengan massa yang sama. Kegelapan akan menyelimuti ada pancaran cahaya dari lubang hitam, tetapi bumi akan tetap mengelilingi lubang hitam itu dengan jarak dan kecepatan yang sama dengan saat ini dan tidak terhisap masuk kedalamnya. Bahaya akan mengancam hanya jika bumi kita berjarak 10 mil dari lubang hitam, hal ini masih jauh dari kenyataan bahwa bumi berjarak 93 juta mil dari matahari. Lubang hitam juga dapat bertambah massanya dengan cara bertubrukan dengan lubang hitam yang lain sehingga menjadi satu lubang hitam yang lebih besar.

2.4.2.1 Teori Relativitas Umum dalam Metrik Schwarzschild

Penerapan Teori Relativitas Umum dalam persamaan gravitasi Einstein yang mengabaikan tetapan kosmologi yang dirumuskan sebagai berikut :

�µ�−

1

2�µ�� =− � 8��

�4 � �µ� (2.24)

Dengan persamaan diatas akan diterapkan untuk menelaah beberapa gejala alam. Pertama kali akan diturunkan solusi persaam gravitasi Einstein untuk objek statik bermassa M yang diletakkan pada pusat koordinat dengan pemilihan koordinat empat dimensi berupa tiga dimensi koordinat ruang polar ( r ,� ,� ) dan satu dimensi koordinat waktu (t), yang dikenal sebagai solusi Schwarzschild.

Berikut ini akan diturunkan metrik yang mendiskripsikan medan gravitasi isotropik statik. Agar lebih mudah diperoleh, metrik ruang waktu 4 dimensi ( 3 dimensi ruang dan 1 dimensi waktu ) akan dirumuskan dalam wakilan koordinat bola. Dalam koordinat bola, 3 koordinatnya adalah

�� = (1 ,2 ,3) = ( r , , ) (2.25)

Metrik ruang waktu datar dalam wakilan koordinat bola diberikan oleh


(45)

Dalam mengikuti penulisan Weinberg, nilai c sementara diisikan sama dengan 1 sehingga metrik diatas menjadi

��2 = −��2+��2+�2��2+�2���2���2 (2.27)

Selanjutnya akan ditinjau metrik untuk medan gravitasi isotropik statik. Tensor metrik untuk medan tersebut, yang dalam hal ini untuk komponen ��� dan ��� hanya merupakan fungsi radial �. Bentuk metriknya menjadi

��2 =−�(�)��2+�(�)��2+�2(��2+���2���2) (2.28)

Dimana metrik diatas akan kembali ke metrik Minkowski jika sumber medan gravitasi dilenyapkan. Dari metrik diatas, komponen tensor metrik kovarian yang tak lenyap adalah

��� = −�(�), ���= �(�), ��� ,��� = �2, ��� =�2���2� (2.29)

Mengingat �µ� bersifat diagonal, komponen tensor metrik kontravarian bernilai

��� = 1 �(�) ,�

�� = 1

�(�) ,�

�� = 1

�2 ,��� =

1

�2���2 (2.30)

Selanjutnya determinan matriks yang menyajikan komponen tensor metrik adalah g yang bernilai

�=−�(�)�(�) �4���2� (2.31)

2.4.2.2 Medan gravitasi dalam ruang waktu Schwarzschild like

Medan gravitasi adalah manifestasi dari kelengkungan ruang waktu. Ruang waktu datar artinya tidak ada medan gravitasi. Medan gravitasi dalam ruang waktu Schwarzschild-like seperti medan gravitasi statik non-rotasi yang meliputi metrik Schwarzschild-De Sitter, metrik Reissner-Nordstrom-De Sitter (Nailul Hasan, 2005). Secara umum penulisan elemen garis keempat metri tersebut sering ditulis dalam koordinat (t , r ,� ,� ) atau dalam bentuk persamaanya seperti persamaan berikut :


(46)

��2 = ()2��2− �()−1��2− �2��2− �2���2���2 (2.32)

Dimana kita tau

�(�) =�1−��� (2.33) Untuk metrik Schwarzschild, menggambarkan ruang waktu disekitar sebuah sumber massa yang statik, yang tak berotasi dan tak bermuatan. Misalkan sebuah bintang masif yang tak berotasi dan tak bermuatan, sebagai salah satu contoh matahari. Maka untuk persaamaan metrik Reissner-Nordstrom adalah

�(�) =�1−�� +� �22� (2.34)

Persaaman metrik diatas menggambarkan ruang waktu disekitar sebuah sumber massa bermuatan yang statik, tak berotasi. Maka untuk persamaan metrik De-Sitter adalah

�(�) =�1−Ʌ3�2� (2.35) Dan untuk persamaan metrik Schwarzschild-De Sitter adalah

�(�) =�1−��−Ʌ3�2� (2.36) Sedangkan persamaan sebuah metrik untuk Reissner-Nordstrom-De Sitter adalah

�(�) =�1−�� +� �22−Ʌ 3�

2 (2.37)

Sedangkan ruang waktu yang menggambarkan disekitar sebuah sumber massa bermuatan yang statik, dan tak berotasi adalah

�� = 2��2 dan �2 =

��2

4��0�4 (2.38)

Dengan G adalah konstanta gravitasi Newton, sedangkan M adalah massa sumber medan gravitasi, q adalah muatan sumber medan gravitasi, �0 adalah permitivitas ruang hampa.


(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Penelitian

Berikut adalah diagram alir penelitian transformasi metrik Schwarzschild dalam sistem dua koordinat.

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian transformasi metrik Schwarzschild Persamaan Metrik Schwarzschild

Transformasi Koordinat

Pendiferensialan Persamaan Koordinat

Dikuadrat jumlahkan Persamaan Diferensial

Transformasi koordinat, Diferensial Persamaan koordinat, Kuadrat jumlah Persamaan Diferensial disubstitusikan ke persamaan Metrik Schwarzschild


(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Konsekuensi Prinsip Kesetaraan

Prinsip kesetaraan tersebut membawa konsekuensi pada kesamaan antara massa gravitasi (mG) dan massa inersial (mI ) (Wospakrik, 1987). Misalnya sebuah benda bermassa m jatuh di dalam medan gravitasi dengan percepatan gravitasi sebesar g. Dengan memilih koordinat (z, t), menurut Newton persamaan gerak benda tersebut adalah

�� � 2

��2 = ��� (4.1)

Melalui transformasi

= � −1 2��

2��� = (4.2)

Pada koordinat (�,�), persamaan (4.2) diatas menjadi

�� � 2�′

��′2 +�� = �� � (4.3)

Karena massa inersial sama dengan massa gravitasi maka,

�� � 2�′


(49)

Jadi kita dapat memilih kerangka acuan inersial (z',t') untuk menghilangkan efek gravitasi pada kerangka (z,t) . Atau dengan kata lain, kerangka (z,t) adalah kerangka dipercepat dengan percepatan sebesar g terhadap kerangka inersial (z',t') pada daerah tanpa medan gravitasi.

Salah satu aplikasi prinsip ini adalah keadaan orang yang melemparkan sebuah benda yang berada dalam lift yang putus talinya. Ketika lift tersebut jatuh bebas (demikian pula dengan orang tersebut), orang tersebut di kerangka lokalnya akan melihat bahwa benda yang ia lepaskan akan diam (inersial) terhadap dirinya. Seorang pengamat dalam lift tersebut dapat melepaskan benda dari keadaan rehat (dalam kerangka pengamat) dan akan mendapati bahwa benda tersebut tetap rehat. Kesimpulannya adalah hukum gerak pada kerangka inersial dalam daerah tanpa medan gravitasi sama dengan hukum gerak pada kerangka jatuh bebas di dalam medan gravitasi. Hal ini membawa kita pada asas kovariansi umum yang berbunyi, “Hukum alam harus memiliki bentuk yang tetap terhadap sebarang pemilihan transformasi koordinat”.

Implikasi dari penerapan kedua asas ini akan menuntun kita pada beberapa ramalan yang mengubah cara pandang kita tentang ruang waktu. Dengan konsep yang baru, Teori Relativitas Umum benar-benar memberikan pandangan yang baru sama sekali mengenai ruang-waktu. Konsep bahwa ruang waktu dapat melengkung jika di dalamnya terdapat materi massif memberikan beberapa implikasi baru. Salah satunya adalah jika cahaya bintang melewati sebuah benda langit massif seperti matahari, maka ramalan teori relativitas umum adalah cahaya bintang tersebut akan dibelokan di sekitar matahari tersebut. Membeloknya cahaya bintang tersebut bukan disebabkan oleh tertariknya cahaya bintang karena pengaruh gaya gravitasi matahari, melainkan ruang waktu di sekitar matahari tersebut melengkung.

Pada pasal berikut akan disinggung hubungan antara kerangka dipercepat seragam dalam ruang- waktu datar serta efek local suatu medan gravitasi pada ruang lengkung. Medan gravitasi pada ruang lengkung ini dipilih medan Schwarzschild yang biasanya


(50)

dinyatakan dalam ruang spatial berkoordinat bola. Dari ruang berkoordinat bola tersebut dilakukan transformasi ke dalam koordinat kartesan dengan titik awal di koordinat (0,0,R) .

Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa ungkapan metrik Schwarzschild tersebut mengandung dua suku : (1) suku pertama berkorespondensi dengan elemen garis dalam kerangka dipercepat beraturan dalam ruang- waktu datar (flat space- time) (2) suku kedua mengandung unsur kelengkungan (curvature) yang dihubungkan dengan penyimpangan geodesik.

4.2TRANSFORMASI METRIK SCHWARZSCHILD

Solusi persamaan gravitasi Einstein untuk partikel simetri bola statik, tak berotasi, tak bermuatan diberikan dalam bentuk metrik Schwarzschild. Metrik tersebut dalam koordinat−4 �� =(ct, r ,� ,� ) dinyatakan dalam bentuk

�2��2 = − �12�

� � �2��2+�1−

2�

� � −1

��2+2(��2+���2���2) (4.5)

Dengan

�=��

�2 (4.6)

dan M adalah massa partikel statik bersimetri bola di O. Jika massa partikel tersebut dilenyapkan (M = 0), metrik (4.5) akan kembali ke bentuk metrik ruang- waktu Minkowski. Metrik Minkowski ini merupakan metrik ruang-waktu datar karena dengan melakukan transformasi dari koordinat bola ke koordinat Kartesian akan diperoleh metrik dengan tensor metrik sama dengan delta Kronecker. Selanjutnya dilakukan transformasi ke koordinat kartesian (x, y, z) dengan pusat di sumbu z pada jarak R dari O yang dirumuskan sebagai


(51)

Y Z

X

Ф

ө

r (r,ө,Ф) R

Gambar 4.1 Koordinat Bola

�= ��������� ,�= �sin� ���� ,�=����� − � (4.7)

Persamaan (4.7) diatas dapat ditulis menjadi

�= �(�2 +�2) + (�+�)2 (4.8)

Dengan mengambil diferensialnya, diperoleh

��= �

� ��+ � � ��+

�+�

� �� (4.9)

Yang jika dikuadratkan menghasilkan

��2 = �2��2+�2��2+(�+�)2��2+2������+2�(�+�)����+2�(�+�)����

�2+�2+(�+�)2 (4.10)

Dengan mendiferensialkan persamaan (4.7) maka diperoleh

�� =����������+����������� − �����������

��= ����������+�����������+����������� (4.11)

��= ������ − �������


(52)

��2+��2+��2 − ��2 =2(��2+���2���2) (4.12)

Dengan mengisikan pers. (4.8), (4.10) dan (4.12) ke dalam pers. (4.5) diperoleh

−�2��2 =− �1 2�

��2+�2+(�+�)2� �2��2+�1−

2� ��2+�2+(�+�)2�

−12��2+�2��2+ �2+�2+(�+�)2

(�+�)2��2+ 2������+ 2�(�+�)����+ 2�(�+�)����

�2+2+ (+)2 +��2

+��2 +��2 −��2

−�2��2 =− �1 2�

��2+�2+(�+�)2� �2��2+�1−

2� ��2+�2+(�+�)2�

−1 �2��2+�2��2+

�2+�2+(�+�)2

(�+�)2��2 + 2������+ 2�(�+�)����+ 2�(�+�)����

�2+2+ (+)2

+��2+��2+��2−�

2��2+2��2+ (+)2��2+ 2������+ �2+2 + (+)2

2�(�+�)����+ 2�(�+�)����

�2 +2+ (+)2 −�2��2 =− �1 2�

��2+�2+(�+�)2� �

2��2+�−1 +1 2� ��2+�2+(�+�)2�

−1 �×

�2��2+2��2+ (+)2��2+ 2������+ 2(+)���� �2+2+ (+)2

+2�(�+�)����

�2+�2+(�+�)2+��2+��2+��2 (4.13) Jika pada pecahan dalam bentuk di atas masing-masing pembilang dan penyebut dibagi dengan R, maka bentuk di atas dapat dituliskan menjadi

−�2��2 =

⎛1− 2�/�

�1 +�2� �� + (�2 +�2+�2)/�2

⎞ �2��2+��2 +��2+

��2+1 +2� � +

�2+2+2 �2 �

−1 ⎣ ⎢ ⎢ ⎡

−1 + ⎝

⎛1− 2�/�

�1 +�2� �� + (�2+�2+�2)/�2 ⎞ −1 ⎦ ⎥ ⎥ ⎤ ×

��22��2+�2

�2��2+�1 + � ��

2

��2+2��

�2 ����+

2� � �1 +

�� ����+ 2�

� �1 + �


(53)

Selanjutnya ditinjau daerah kecil (lokal) di sekitar pusat serta diasumsikan bahwa R cukup besar sehingga |�/�|, |�/�| dan |�/�| << 1. Namun dalam hal ini tidak diasumsikan m/R << 1 sehingga tidak digunakan pendekatan medan lemah. Dengan mengabaikan suku orde kedua dalam |�/�|, |�/�| dan |�/�| pada pers. (4.14), diperoleh ungkapan orde pertama metrik Schwarzschild sebagai

−�2��2 =− �12� � +

2��

�2 � �2��2+��2+��2+�1−

2�

� +

2��

�2 � −1

��2+

4�

� �1−

2�

� +

2��

�2 � −1

� ����� +�

� ����� 4.15)

Dari metrik (4.15) di atas, tampak bahwa metrik tersebut mengandung dua bagian yaitu bagian tensor metrik diagonal yang nantinya akan ditunjukkan sama dengan elemen garis kerangka dipercepat seragam.

−�2��2 =− �12� � +

2��

�2 � �2��2 +��2 +��2+�1−

2�

� +

2��

�2 � −1

��2

Serta bagian tensor metrik tak diagonal yang menyumbang pada kelengkungan.

4�

� �1−

2�

� +

2��

�2 � −1

� ����� +�

� �����

4.3KERANGKA DIPERCEPAT SERAGAM

Ditinjau kerangka dipercepat (accelerating frame) untuk dilakukan perbandingan dengan pendekatan pertama metrik Schwarzschild (4.15). Untuk tujuan tersebut, ada dua persyaratan yang harus dipenuhi :

1. Sebuah partikel bebas di kerangka dipercepat harus memiliki percepatan yang sama dengan gerak partikel secara radial pada ruji R pada metrik Schwarzschild.


(1)

Lebih lanjut, dibutuhkan besaran tensor Ricci yang dirumuskan sebagai ��� =���

� ��� −

����

��� +Γ��� Γ��� − Γ���Γ��� (�. 2) Dari lambang-lambang Christoffel diatas, komponen-komponen tensor Ricci diberikan sebagai

���= �

"(�) 2�(�)−

1 4 �′() �(�) � �′() �(�) + �′() �(�)� − 1 � �′() �(�)

��� = −1 +2()�−� ′() �(�) + �′() �(�)�+ 1 �(�)

��� = ���2����

��� = −� ′′()

2�(�)+ 1 4 �′() �(�) � �′() �(�) + �′() �(�)� − 1 � �′() �(�) Dan

��� = 0 ������ ≠ � (�. 3)

Pada persamaan-persamaan diatas, tanda aksen berarti turunan/derivative ke r. Dari hasil diatas, komponen ���,���,������������ lenyap , serta ��� =������2� yang menunjukkan konsekuensi dari invarinasi terhadap transformasi rotasi pada metrik tersebut. Sementara itu ��� lenyap akibat konsekuensi adanya invariasni bentuk metrik ketika dilakukan transformasi pembalikan waktu � → −�.

Selanjutnya persamaan medan gravitasi Einstein akan diterapkan untuk metrik isotropik statik tersebut. Persamaan medan gravitasi Einstein untuk ruang kosong tersebut berbentuk

��� = 0

Hubungan dari persamaan antara ��� dan ��� dapat ditulis menjadi ��� � + ��� � = − 1 �� � �′ � + �′


(2)

Dengan menerapkan persamaan ���= 0, maka persamaan diatas menjadi �′

� = −

�′

� (�. 5) Atau

�(�)�(�) =������� (�. 6)

Selanjutnya syarat batas untuk A dan B adalah bahwa untuk � → ∞, bentuk metrik isotropik statik tersebut harus kembali kebentuk metrik Minkowski dalam koordinat bola, yang berarti

lim

�→∞�(�) = lim�→∞�(�) = 1 (�. 7)

Dengan syarat batas ini hubungan antara A(r) dan B(r) dapat dituliskan secara lebih eksplisit dalam bentuk

�(�) = 1

�(�) (�. 8)

Adapun komponen tensor Ricci yang lain pada persamaan ��������� dapat dituliskan menjadi

��� = −1 +�′(�) +�(�) (�. 9) Dan

��� =�

′′

2�+

�′

�� =

���

2�� (�. 10)

Yang dengan mengingat bahwa ��� = 0 maka ��′+=

��(��) = 1 (�. 11) Solusi persamaan diferensial diatas adalah


(3)

Untuk menentukan nilai tetapan integrasi diatas, kita mengetahui bahwa untuk jarak yang cukup jauh dari pusat massa M yang terletak dipusat koordinat O, komponen ��� = −�

harus bernilai mendekati –(1+2U) dengan U adalah potensial Newton benda bermassa M pada jarak r yang bernilai � = −��/�. Jadi nilai tetapan integrasi diatas adalah -2GM, sehingga

�(�) =�1−2��

� � (�. 13) Dan

�(�) =�1−2��

� � −1

(�. 14)

Akhirnya bentuk metrik isotropik statik untuk ruang waktu 4 dimensi berkoordinat bola adalah

��2 =− �12��

� � ��2− �1−

2��

� � −1

��2+2(��2+���2���2) (. 15) Bentuk metrik ini pertama kali diturunkan oleh K.Schwarzschild pada tahun 1916. Karena itu, metrik ini sering disebut metrik Schwarzschild . Bentuk metrik tersebut masih mengisikan nilai c=1. Apabila nilai c diisikan, bentuk metrik Schwarzschild menjadi

��2 = − �12��

�2� � �2��2− �1−

2��

�2� � −1

��2+2(��2+���2���2) (. 16) Bentuk 2��/�2 sering disingkat menjadi m (bersatuan panjang), sehingga metrik diatas menjadi

��2 =− �12�

� � �2��2 − �1−

2�

� � −1

��2+2(��2+���2���2) (. 17) Metrik Schwarzschild ini bersifat simetri bola dan merepresentasikan medan gravitasi diluar suatu partikel bersimetri bola dengan pusat partikel terletak pada pusat koordinat bola.


(4)

LAMPIRAN C

HUBUNGAN SIMBOL CHRISTOFFEL DENGAN TENSOR METRIK

Untuk memperoleh hubungan antara simbol Christoffel dengan tensor metrik, pertama kita mengingat rumus untuk tensor metrik yaitu

��� = �� � ���

���

������ (�. 1) Diturunkan terhadap �� memberikan

���� ��� =

�2� �����

��� ������ +

��� ���

�2� ��������� Dengan mengingat defenisi koneksi affine (simbol Christoffel) yaitu

��� =�� � ���

�2� ������ Sehingga akan didapat

����

��� = ��� �� � ���

���

������ +��� �� � ���

��� ������ Dengan menggunakan kembali tensor metrik akan didapat

����

��� =������+������ (�. 2) Tambahkan persamaan (C.2) dengan persamaan yang sama dengan pertukaran � dan � serta kurangkan dengan persamaan sama dengan pertukaran � dan �. Selanjutnya akan didapat

���� ��� +

���� ��� −

����

��� = ������+������+��� ���+������


(5)

���� ��� +

���� ��� −

����

��� = 2������ (�. 3) (��� dan ��� simetri dibawah pertukaran � dan �.) dengan mengalikan persamaan ini dengan ���, dan mengingat bahwa didefenisikan

���

�� =���

Yang kemudian memberikan hasil akhir ��� = 1

2�

������ ��� +

���� ��� −

����


(6)

LAMPIRAN D

JUMLAH KUADARAT PERSAMAAN (4.11)

Jumlah kuadrat persamaan (4.11)

��2+��2+��2 = (����������+����������� − �����������)2+

(����������+�����������+����������� )2+ (������ − �������)2 (�. 1)

Maka diperoleh

��2+��2+��2 =���2����2���2+2���2����2���2+2���2����2���2

+2������������2����� −2����2������������� −2�2

��������������������+���2����2���2+�2���2����2���2 +�2���2����2���2+ 2������������2�����+2����2�����

��������+ 2�2��������������������+���2���2 +�2���2���2 −2������������� (�. 2)

Maka

��2+��2 +��2 =���2(���2+���2)��2+2���2(���2+���2)��2+ �2���2�(���2�+���2�)��2+ 2���������(���2�+���2�)

����+���2���2+�2���2���2−2�������������

��2 +��2+��2 = ���2���2+2���2���2 +2���2���2 + 2�������������+ ���2���2+2���2���22�������������

��2+��2+��2 =��2(���2+���2) +2(���2+���2)��2+2���2���2 ��2+��2+��2 = ��2+2��2+2���2���2

Sehingga diperoleh