23
bila diperberat lagi dengan faktor-faktor sosiodemografi seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, belum menikah, asuhan pranatal yang tidak adekuat akan
mengakibatkan meningkatnya risiko kehamilan dan kehidupan keluarga yang kurang baik Soetjiningsih, 2004.
2.2. Dampak Kehamilan Remaja
Dampak kehamilan bagi remaja dari sudut kesehatan obstetri, hamil pada usia remaja memberi risiko komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan anak
seperti anemia, preeklampsia, eklampsia, abortus, partus prematurus, kematian perinatal, perdarahan dan tindakan operatif obstetri lebih sering dibandingkan
dengan kehamilan pada golongan usia 20 tahun ke atas. Penelitian di bagian Obstetri dan Ginekologi RSCM FKUI 2003 mendapatkan kejadian patologi
kehamilan usia remaja 22,31 per mil dibandingkan dengan kehamilan di usia 20- 30 tahun sebesar 8,36 per mil; angka kematian perinatal 109,68 per mil
dibandingkan 51,54 per mil dan resiko kehamilan dan persalinannya 2,4 kali lebih tinggi pada kehamilan remaja dibandingkan kehamilan di usia 20-30 tahun
Soetjiningsih, 2004. Konsekuensi yang ditimbulkan kehamilan remaja telah menimbulkan
kekhawatiran yang besar. Kehamilan remaja mengandung risiko kesehatan bagi bayi maupun ibu. Bayi yang dilahirkan oleh ibu remaja cenderung memiliki berat
badan rendah – faktor utama yang menyebabkan kematian bayi – maupun masalah neurologis dan penyakit masa kanak-kanak. Para ibu remaja seringkali putus
sekolah. Meskipun banyak ibu remaja yang kemudian melanjutkan pendidikannya lagi di kemudian hari, umumnya mereka tidak mencapai taraf kehidupan ekonomi
Universitas Sumatera Utara
24
yang setara dengan perempuan yang menunda melahirkan anak hingga usia dua puluhan. Sebuah studi longitudinal menemukan bahwa anak-anak yang berasal
dari perempuan yang melahirkan pertama kali ketika remaja, memiliki skor tes yang lebih rendah dan memperlihatkan perilaku yang lebih bermasalah
dibandingkan ibu-ibu yang memiliki anak pertama ketika dewasa Santrock, 2007.
Salah satu risiko dari seks pranikah atau seks bebas adalah terjadinya kehamilan yang tidak diharapkan KTD. Ada dua hal yang bisa dan biasa
dilakukan remaja jika mengalami KTD yaitu: 1 Mempertahankan kehamilan, atau 2 mengakhiri kehamilan aborsi semua tindakan tersebut dapat membawa
dampak baik fisik, psikis maupun sosial Soetjiningsih, 2004. 1. Bila kehamilan dipertahankan
a. Risiko fisik. Kehamilan pada usia dini bisa menimbulkan kesulitan dalam persalinan seperti perdarahan, bahkan bisa sampai pada kematian.
b. Risiko psikis atau psikologis. Ada kemungkinan pihak perempuan menjadi ibu tunggal karena pasangan tidak mau menikahinya atau tidak
mempertanggung-jawabkan perbuatannya. Kalau mereka menikah, hal ini juga bisa mengakibatkan perkawinan bermasalah dan penuh konflik
karena sama-sama belum dewasa dan siap memikul tanggungjawab sebagai orang tua. Selain itu pasangan muda terutama pihak perempuan,
akan dibebani oleh berbagai perasaan yang tidak nyaman seperti dihantui rasa malu yang terus menerus, rendah diri, bersalah atau berdosa, depresi
atau tertekan, pesimis dan lain-lain. Bila tidak ditangani dengan baik,
Universitas Sumatera Utara
25
maka perasaan-perasaan tersebut bisa menjadi gangguan kejiwaan yang lebih parah.
c. Risiko sosial. Salah satu risiko sosial adalah berhentiputus sekolah atas kemauan sendiri karena rasa malu atau cuti melahirkan, kemungkinan lain
dikeluarkan dari sekolah. Risiko sosial lainnya yaitu menjadi obyek pembicaraan, kehilangan masa remaja yang seharusnya dinikmati, dan
terkena cap buruk karena melahirkan anak “di luar nikah”. Kenyataannya di Indonesia, kelahiran anak di luar nikah masih sering menjadi beban
orang tua maupun anak yang dilahirkan. d. Risiko ekonomi. Merawat kehamilan, melahirkan dan membesarkan
bayianak membutuhkan biaya besar. 2. Bila kehamilan diakhiri aborsi
Aborsi bisa mengakibatkan dampak negatif secara fisik, psikis dan sosial terutama bila dilakukan secara tidak aman.
a. Risiko fisik. Perdarahan dan komplikasi lain merupakan salah satu risiko aborsi. Aborsi yang berulang selain bisa mengakibatkan komplikasi juga
bisa menyebabkan kemandulan. Aborsi yang dilakukan secara tidak aman bisa berakibat fatal yaitu kematian.
b. Risiko psikis. Pelaku aborsi seringkali mengalami perasaan-perasaan takut, panik, tertekan atau stres, trauma mengingat proses aborsi dan
kesakitan. Kecemasan karena merasa bersalah, atau dosa akibat aborsi bisa berlangsung lama. Selain itu pelaku aborsi juga sering kehilangan
kepercayaan diri.
Universitas Sumatera Utara
26
c. Resiko sosial. Ketergantungan pada pasangan seringkali menjadi lebih besar karena perempuan merasa sudah tidak perawan, pernah mengalami
KTD dan aborsi. Selanjutnya remaja perempuan lebih sukar menolak ajakan seksual pasangannya. Resiko lain adalah pendidikan terputus atau
masa depan terganggu. d. Risiko ekonomi. Biaya aborsi cukup tinggi, bila terjadi komplikasi maka
biaya semakin tinggi.
2.3. Mencegah dan Mengurangi Kehamilan Pranikah