Tanggung Jawab Pelaku Usaha

gangguan pada tubuh atau mengakibatkan cacat pada tubuh konsumen maka tuntutan konsumen dapat melebihi dari haga barang yang dibelinya. Dalam aspek hukum perdata yang paling cukup menonjol dalam perlindungan konsumen adalah hak konsumen untuk mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang dideritanya sebagai akibat dari pemakaiaan barang konsumsi. Ganti rugi merupakan hak pokok konsumen. Hak atas ganti rugi ini berfungsi sebagai : a. pemulihan hak-haknya yang telah dilanggar. b. Pemulihan atas kerugian materiil maupun immateriil yang telah dideritanya, c. Pemulihan pada keadaan semula. Kerugian yang dapat diderita konsumen sebagai akibat dari pemakaian barang-barang konsumsi itu dapat diklasifikasikan kedalam : a. kerugian materiil, yaitu berupa kerugian pada barang-barang yang dibeli; b. kerugian immaterial, yaitu kerugian yang membahayakan kesehatan dan atau jiwa konsumen. Kerugian yang dialami konsumen akibat barang yang cacat diatur dalam ketentuan Pasal 1367 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata.

D. Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Dalam kegiatan jual beli produk, selain konsumen yang berperan penting tentunya adalah para pelaku usaha. Pelaku usaha adalah subjek pokok yang berperan mulai dari pembuatan barang produksi hingga penjualannya. Oleh karena itu produsen memiliki tanggung jawab yang cukup besar dalam hal ini. Universitas Sumatera Utara Untuk lebih mengetahui lebih jelas tanggung jawab pelaku usaha tersebut, ada baiknya terlebih dahulu kita mengetahui yang dimaksud dengan pelaku usaha. 1. Pengertian Pelaku Usaha Pasal 1 angka 3 Undang – Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memberikan defenisi tentang Pelaku Usaha, yaitu sebagai berikut. “Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.” Dalam penjelasannya disebutkan yang termasuk pelaku usaha dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain. Pengertian pelaku usaha tersebut sangat luas cakupannya dan memiliki persamaan dengan pengertian pelaku usaha dalam masyarakat Eropa terutama Negara Belanda. Belanda mengkualifikasikan produsen adalah : pembuat produk jadi finished product; penghasil bahan baku; pembuat suku cadang; setiap orang yang menampakkan dirinya sebagai produsen, dengan jalan mencantumkan namanya, tanda pengenal tertentu, atau tanda lain yang membedakan dengan produk asli, pada produk tertentu; importir suatu produk dengan maksud untuk dijualbelikan, disewakan, disewagunakan leasing atau bentuk distribusi lain dalam transaksi perdagangan; pemasok supplier, dalam hal identitas produsen atau importir tidak ditentukan. 35 35 Johannes Gunawan, “Product Liability” dalam Hukum Bisnis Indonesia, Pro Justitia, Tahun XII, Nomor 2, April 1994, Hal. 7. Universitas Sumatera Utara 2. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Pengertian pelaku usaha yang cakupannya cukup luas tersebut, akan memudahkan konsumen menuntut ganti kerugian. Konsumen yang dirugikan akibat penggunaan produk tidak begitu sulit dalam menemukan kepada siapa tuntutan diajukan, karena banyak pihak yang dapat digugat. Namun ada baiknya juga bila Undang-Undang Perlindungan Konsumen memberikan rincian sebagaimana yang termuat dalam Product Liability Directive di Eropa tentang pelaku usaha yang dapat dimintakan pertanggungjawabannya atas kerugian yang diderita karena penggunaan suatu produk. 36 1. Produsen berarti pembuat produk akhir, produsen dari setiap barang mentah, atau pembuat produk akhir, produsen dari setiap bahan mentah, atau pembuat dari suatu suku cadang dan setiap orang yang memasang nama, mereknya atau suatu tanda pembedaan yang lain pada produk, menjadikan dirinya sebagai produsen; Dalam pasal pasal 3 Product Liability Directive ditentukan bahwa : 2. Tanpa mengurangi tanggung gugat produsen, maka setiap orang yang mengimpor suatu produk untuk dijual, dipersewakan, atau untuk leasing, atau setiap bentuk pengedaran dalam usaha perdagangannya dalam Masyarakat Eropa, akan dipandang sebagai produsen dalam arti Directive ini, dan akan bertanggung gugat sebagai produsen; 3. Dalam hal produsen suatu produk tidak dikenal identitas, maka setiap leveransirsupplier akan bertanggung gugat sebagai produsen, kecuali ia 36 Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, Surabaya : Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 2000. Hal. 31. Universitas Sumatera Utara memberitahukan orang yang menderita kerugian dalam waktu yang tidak terlalu lama mengenai identitas produsen atau orang yang menyerahkan produk itu kepadanya. Hal yang sama akan berlaku dalam kasus barangproduk yang diimpor jika produk yang bersangkutan tidak menunjukkan identitas importir sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 2, sekalipun nama produsen dicantumkan. Dalam perjanjian jual beli selain menyerahkan benda, penjual berkewajiban menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung terhadap cacat-cacat yang tersembunyi “vrijwaring”,”warranty”. Kewajiban untuk menanggung kenikmatan tenteram ini merupakan konsentrasi dari pada jaminan yang diberi oleh penjual. Kewajiban untuk menanggung cacat – cacat tersembunyi “verbogen gebreken”, “hidden defects” adalah kewajiban penjual menanggung cacat pada barang yang dijualnya tersebut yang membuat barang tersebut tidak dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan atau untuk mengurangi pemakaian itu, sehingga seandainya si pembeli mengetahui cacat-cacat tersebut, ia sama sekali tidak membeli barang itu atau tidak akan membelinya selain dengan harganya yang kurang. Si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat-cacat yang tersembunyi, meskipun ia sendiri tidak mengetahui adanya cacat-cacat tersebut, kecuali jika ia, dalam hal yang demikian telah minta diperjanjikan bahwa ia tidak diwajibkan menanggung sesuatu apa pun. Tanggung jawab produk cacat berbeda dengan tanggung jawab terhadap hal-hal yang sudah kita kenal selama ini. Tanggung jawab produk, barang dan jasa meletakkan beban tanggung jawab pembuktian produk itu kepada pelaku Universitas Sumatera Utara usaha pembuat, Pasal 22 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur bahwa pembukt ian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam perkara ini, menjadi beban dan tanggung jawab pelaku usaha. Kerugian yang diderita oleh seorang pemakai produk laptop yang cacat atau membahayakan, bahwa juga pemakai yang turut menjadi korban merupakan tanggung jawab mutlak pelaku usaha pembuat produk laptop itu sebagai mana diatur Pasal 19 Undang – Undang Perlindungan Konsumen. Dengan penerapan tanggung jawab mutlak produk ini, pelaku usaha pembuat laptop dianggap bersalah atas terjadinya kerugian pada konsumen pemakai produk, kecuali dia dapat membuktikan keadaan sebaliknya, bahwa kerugian yang terjadi tidak dapat dipersalahkan kepadanya. Pada dasarnya konsepsi tanggung jawab produk ini, secara umum tidak jauh berbeda dengan konsepsi tanggung jawab sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1365 dan Pasal 1865 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata. Perbedaannya adalah bahwa tanggung jawab produsen untuk memberikan ganti rugi diperoleh setelah pihak yang menderita kerugian dapat membuktikan bahwa cacat produk tersebut serta kerugian yang timbul merupakan akibat kesalahan yang dilakukan oleh produsen. Perbedaan lainnya adalah ketentuan ini tidak secara tegas mengatur pemberian ganti rugi atau beban pembuktian kepada konsumen, melainkan kepada pihak mana pun yang mempunyai hubungan hukum dengan produsen, apakah sebagai konsumen, sesama produsen, penyalur, pedagang, atau instansi lain. Universitas Sumatera Utara Di Indonesia, cacat produk atau produk yang cacat didefenisikan sebagai berikut: 37 1. Menekan lebih rendah tingkat kecelakaan karena produk cacat tersebut. “ setiap produk yang tidak dapat memenuhi tujuan pembuatannya baik karena kesengajaan atau kelaparan dalam proses maupun disebabkan hal – hal lain yang terjadi dalam peredarannya, atau tidak menyediakan syarat-syarat keamanan bagi manusia atau harta benda mereka dalam penggunaannya, sebagaimana diharapkan orang.” Dari uraian diatas dapat kita lihat bahwa bila produk cacat, Pihak yang bertanggung jawab adalah Pelaku Usaha. Perkembangan ini dipicu oleh tujuan yang ingin dicapai yaitu : 2. Menyediakan sarana hukum ganti rugi bagi korban produk cacat yang tidak dapat dihindari. Sesuatu produk dapat disebut cacat tidak dapat memenuhi tujuan pembuatannya karena: 38 1. Cacat produk atau manufaktur. 2. Cacat desain 3. Cacat peringatan atau cacat industri. Tanggung jawab produk cacat ini berbeda dengan tanggung jawab pelaku usaha pada umumnya. Tanggung jawab produk cacat terletak pada tanggung jawab cacatnya produk berakibat pada orang, orang lain atau barang lain, sedang tanggung jawab pelaku usaha, karena perbuatan melawan hukum adalah tanggung jawab atas rusaknya atau tidak berfungsinya produk itu sendiri. 39 37 A.Z. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Suatu Pengantar, Jakarta : Diadit Media, 2002. Hal. 284 38 Ibid. Hal 249. 39 Ibid. Hal 250. Universitas Sumatera Utara Produk secara umum disini diartikan sebagai barang yang nyata dapat dilihat, dipegang atngible goods, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, termasuk didalamnya salah satu produk elektronik laptop. Namun dalam kaitannya dengan masalah tanggung jawab produsen product liability produk laptop buka hanya berupa tangible goods tetapi juga termasuk yang bersifat intangible goods seperti listrik, perangkkat lunak. Selanjutnya, yang termasuk dalam pengertian produk tersebut tidak semata-mata suatu produk yang sudah jadi secara keseluruhan, tapi juga termasuk komponen suku cadang.

E. Tanggung Jawab Pengguna Barang Elektronik Laptop