Dampak konsumsi fruit soy bar terhadap profil hematologi dan lipid darah tikus percobaan

(1)

DAMPAK KONSUMSI

FRUIT SOY BAR

TERHADAP PROFIL

HEMATOLOGI DAN LIPID DARAH TIKUS PERCOBAAN

SKRIPSI

CHYNTIA DEWI NURHAYATI SUHARMA

F24070125

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

EFFECTS OF FRUIT SOY BAR CONSUMPTION TO LABORATORY RAT‟S HEMATOLOGY AND BLOOD LIPID PROFILES

Chyntia Dewi Nurhayati Suharma and Made Astawan

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia

Phone: +62 813 23045907, E-mail: chyntiasuharma@yahoo.com

ABSTRACT

Fruit soy bar is one of snack made from dried fruit and soy bean flour. Beef, casein, and soy protein isolate were used as comparison samples. Sample preparation was used to make fruit soy bar and beef in powder form. Sprague dawley rats were divided into five groups (Casein, Beef, Soy Protein Isolate, Fruit Soy Bar, and Non-Protein). They were fed for 28 days. At the end of experiment, they were terminated to have blood drawn for hematology and blood lipid analysis. Hematology profile analysis inlcuded hemoglobin, leukocytes, platelets, erythrocytes, and hematocrit. Blood lipid profile analysis included cholesterol total, low density lipoprotein (LDL), high density lipoprotein (HDL), and triglycerides. Hematology analysis used Hematology Analyzer and lipid blood profile analyis used Clinical Chemistry Analyzer Selectra Yunior at Bogor Local Health Laboratory. Sprague dawleys consumed fruit soy bar have hemoglobin 12,5 g/dL, leukocytes 5133 cells/mm3, platelets 485x103 cells/mm3, erythrocytes 7,0x106 cells/mm3, hematocrit 33%, cholesterol total 81 mg/dL, LDL 43 mg/dL, HDL 26 mg/dL, and triglycerides 61 mg/dL.


(3)

Chyntia Dewi NS. F24070125. Dampak Konsumsi Fruit Soy Bar terhadap Profil Hematologi dan Lipid Darah Tikus Percobaan. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS. 2011

RINGKASAN

Fruit soy bar merupakan salah satu jenis makanan ringan berindeks glikemik rendah. Hal ini dikarenakan fruit soy bar mengandung protein dan serat yang tinggi, serta total gula yang rendah. Selain itu, fruit soy bar mengandung isoflavon, vitamin, dan protein yang cukup bagi tubuh.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh konsumsi fruit soy bar terhadap profil hematologi (hemoglobin, eritrosit, hematokrit, leukosit, dan trombosit) dan profil lipid darah (total kolesterol, low density lipoprotein (LDL), high density lipoprotein (HDL), dan trigliserida) tikus percobaan.

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan tahap utama. Tahap pendahuluan meliputi persiapan sampel, pembuatan ransum, serta analisis proksimat sampel dan ransum. Persiapan sampel yang dilakukan meliputi pembuatan sampel menjadi bentuk tepung dalam hal ini sampel fruit soy bar dan daging. Sampel yang telah ditepungkan serta kedua sampel lainnya yaitu isolat protein kedelai dan kasein dianalisis proksimat untuk mengetahui komposisi penyusunnya. Tahap selanjutnya adalah pembuatan ransum yang mengikuti standar AOAC 1995. Ransum yang telah dibuat kemudian dianalisis proksimat untuk melihat homegenitasnya.

Tahap utama dalam penelitian ini meliputi pemeliharaan tikus percobaan, pembedahan tikus percobaan, analisis hematologi, dan analisis lipid darah. Tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus jantan jenis Albino Norway Rats (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley umur 21-23 hari hasil pengembangbiakan Pusat Studi Biofarmaka-IPB. Tikus yang digunakan berjumlah 45 ekor. Masa adaptasi yang diberikan kepada tikus tersebut sebelum diberi perlakuan adalah 5 hari. Setelah itu, tikus diseleksi dan dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu casein, beef, soy protein isolate, fruit soy bar, dan non-protein. Kelima kelompok tikus dipelihara selama 28 hari dengan penimbangan berat badan dilakukan dua hari sekali. Pembedahan tikus percobaan dilakukan pada hari ke-29 untuk pengambilan darah dan organ. Darah yang diambil digunakan untuk keperluan analisis hematologi dan profil lipid darah di Laboratorium Kesehatan Daerah (Labsekda) Bogor. Sel-sel darah dianalisis menggunakan alat otomatik hematology analyzer dengan parameter analisis eritrosit, hematokrit, hemoglobin, trombosit, dan leukosit. Lipid darah dianalisis menggunakan clinical chemistry analyzer selectra yunior dengan parameter analisis kadar total kolesterol, kadar trigliserida, kadar HDL, dan kadar LDL darah.

Penurunan berat badan terjadi pada kelompok tikus fruit soy bar pada hari ke-14 setelah pemeliharaan. Akan tetapi, penurunan berat badan pada tikus tersebut tidak sebesar penurunan berat badan yang terjadi pada kelompok tikus non-protein. Lain halnya dengan kelompok tikus casein, beef, dan soy protein isolate yang mengalami kenaikan berat badan selama masa pemeliharaan. Hal ini dikarenakan fruit soy bar tinggi akan serat dan berindeks glikemik rendah.

Kelompok tikus non-protein mempunyai nilai hemoglobin, eritrosit, hematokrit, trombosit, dan leukosit yang sangat rendah dibandingkan dengan kelompok lainnya dan khusus untuk parameter leukosit dan hematokrit tidak berada pada kisaran normal. Sedangkan keempat kelompok lainnya mempunyai status hematologi yang berada pada kisaran normal dimana untuk kelompok tikus fruit soy bar memiliki nilai hemoglobin, eritrosit, hematokrit, trombosit, dan leukosit berturut-turut adalah 12.5 g/dL, 7.0x106 sel/mm3, 33% , 485x103 sel/mm3, dan 5133 sel/mm3. Hasil tersebut menunjukkan bahwa protein memegang peranan penting dalam membentuk sel-sel darah di dalam tubuh.

Total kolesterol kelompok tikus fruit soy bar (81 mg/dL) berbeda nyata dengan kelompok tikus

beef (119 mg/dL) dan casein (94 mg/dL) dan berada pada kisaran normal. Pemberian ransum tidak berpengaruh nyata terhadap nilai LDL kelima kelompok tikus dikarenakan tikus masih berada dalam masa pertumbuhan sehingga memerlukan kolesterol terdistribusi secara baik di dalam tubuh. Namun demikian, nilai LDL kelima kelompok tikus berada pada kisaran normal. Nilai trigliserida ketiga kelompok tikus, kecuali kelompok soy protein isolate dan non-protein, memiliki nilai trigliserida yang berada pada kisaran normal. HDL pada kelompok tikus fruit soy bar (26 mg/dL) masih berada dalam

kisaran normal dimana tikus yang memiliki nilai HDL ≤ 25 mg/dL dianggap hiperkolesterolemia.

Nilai HDL yang rendah pada kelompok tikus tersebut dikarenakan kurangnya kolesterol yang disintesis oleh tubuh sehingga tubuh mensintesis HDL dalam jumlah sedikit.


(4)

DAMPAK KONSUMSI FRUIT SOY BAR TERHADAP PROFIL HEMATOLOGI DAN LIPID DARAH TIKUS PERCOBAAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh :

CHYNTIA DEWI NURHAYATI SUHARMA F24070125

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(5)

Judul Skripsi : Dampak Konsumsi Fruit Soy Bar terhadap Profil Hematologi dan Lipid Darah Tikus Percobaan

Nama : Chyntia Dewi Nurhayati Suharma NIM : F24070125

Menyetujui,

Pembimbing,

(Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS.) 19620202 198703 1 004

Mengetahui :

Plt.Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

(Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si.) 19610802 198703 2 002


(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Dampak Konsumsi Fruit Soy Bar terhadap Profil Hematologi dan Lipid Darah Tikus Percobaan adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 11 Agustus 2011 Yang membuat pernyataan

Chyntia Dewi Nurhayati S. F24070125


(7)

© Hak cipta milik Alia Mustika Nur, tahun 2011 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya


(8)

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Garut, pada tanggal 17 Maret 1989. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ir. H. Agus Surahman dan Dra. Hj. Siti Choeriyah. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar selama 5 tahun (1995-2000) di SD Negeri 1 IKIP Makassar dan 1 tahun (2000-2001) di SD Negeri 1 Leuwidaun Garut. Pendidikan sekolah menengah pertama ditempuh penulis di SMP Negeri 1 Garut selama tiga tahun (2001-2004). Kemudian penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah akhir di SMA Negeri 1 Garut selama 3 tahun (2004-2007). Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa Strata 1 Ilmu dan Teknologi Pangan melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis cukup aktif diberbagai organisasi kemahasiswaan. Penulis pernah menjadi anggota aktif pengurus Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan (Himitepa), Forum Bina Islam (FBI) FATETA, klub memanah IPB, klub basket ITP, dan Himpunan Mahasiswa Garut (Himaga). Selain itu, penulis juga aktif menjadi panitia dalam berbagai acara, yaitu IFOODEX, Pelatihan Manajemen Pangan Halal (PLASMA), dan BAUR. Penulis juga aktif mengikuti berbagai lomba baik di bidang akademik (Program Kreativitas Mahasiswa (PKM)) maupun non-akademik (lomba cerpen Selsun Golden Awards). Pada tahun 2010, penulis terpilih sebagai finalis dalam lomba yang diadakan oleh UNESCO dan Imagine Africa yang bertema 10 Ideas for Tomorrow Africa.

Penulis menyelesaikan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian yang dilakukan oleh penulis

berjudul “Dampak Konsumsi Fruit Soy Bar terhadap Profil Hematologi dan Lipid Darah Tikus


(9)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan karunia, rahmat, dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Dampak Konsumsi

Fruit Soy Bar terhadap Profil Hematologi dan Lipid Darah Tikus Percobaan”.

Selama pembuatan tugas akhir ini, begitu banyak dukungan dan semangat yang diperoleh penulis dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS., selaku dosen pembimbing akademik atas waktu, bimbingan, pengarahan, motivasi, dan nasihat-nasihat yang sangat berguna bagi Penulis selama kuliah hingga penyelesain skripsi.

2. PT. Amerta Indah Otsuka atas bantuan dana yang diberikan selama penelitian berlangsung.

3. Kedua orang tua penulis (Papi dan Mama) serta kedua adik penulis (Nita dan Nisa) atas kesabaran, doa, semangat, dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis selama kuliah hingga penyelesaian tugas akhir.

4. Dosen penguji Prof.Drh.Tutik Wresdiyati, Ph.D,PAVet. dan Dias Indrasti, S.TP., M.Sc., selaku dosen penguji yang telah bersedia untuk menguji pada ujian saya.

5. Dosen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB atas sumbangan ilmu yang sangat berharga kepada penulis.

6. Teknisi laboratorium, yaitu Pak Wahid, Pak Yahya, Pak Adi, Pak Rozak, Bu Antin, Pak Nur, dan Bu Rubiyah atas bantuan dan kesabaran yang diberikan kepada penulis selama penelitian berlangsung.

7. Irwan Permadi (teman satu penelitian) atas kesabaran, kerja sama, dan semangat yang diberikan selama penelitian berlangsung.

8. Alia mustika Nur (teman satu bimbingan) atas kesediannya mendengar curahan hati penulis.

9. Teman-teman yang senantiasa dengan sepenuh hati membantu penulis selama penelitian, yaitu Ria, Renny, Dhina, Punjung, Dela, Hilda, Lukman, Antonius, Nida, Sri, Annisa Rahmawati, Teh Fitri , dan Teh Mei.

10. Nindya Shinta Pratiwi, Argya Syambarkah, dan Yusuf Priambodo atas kesediannya membaca dan mengoreksi skripsi ini.

11. Teman-teman yang senantiasa ada untuk penulis meskipun jarak memisahkan: Meilly Kusumadewi, Anisa SL, Estiana, Yuthi, dan Lia Septiani.

12. Rieta Amelia (Unpad-Statistik 2007) atas waktu konsultasi yang diberikan kepada penulis.

13. Teman-teman ITP 44 yang selalu penuh semangat dan kompak terkhusus untuk Almh. Rina Ritsyawati atas dukungan yang selalu diberikan kepada penulis.

14. Pegawai-pegawai UPT : Mba Ani, Ibu Novi yang super ramah atas bantuannya selama kuliah hingga penyelesaian skripsi.

15. Teman-teman Bateng 69 : Teh Ayu (pemilik Gemeh), Teh Mei, Teh Poppy, Teh Shifa, Teh Abhe, Sri, Ria, Teh Nadiah, Teh Asme, dan Gemeh atas semangat dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis.

16. Teman-teman Wisma Intan :Mbak Ilul, Mbak Vita, Ria, Sari, dan seluruh penghuni wisma Intan atas kehebohannya selama di kosan.


(10)

iv 17. Kepada pihak yang belum disebutkan namanya, penulis mengucapkan terima kasih.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan informasi bagi seluruh pihak yang membutuhkan.

Bogor, 11 Agustus 2011


(11)

v

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I.PENDAHULUAN ...1

A. LATAR BELAKANG... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ...3

A. FRUIT SOY BAR ... 3

B. KASEIN ... 4

C. ISOLAT PROTEIN KEDELAI ... 4

D. DAGING ... 5

E. DARAH ... 6

1) Hemoglobin...7

2) Eritrosit ...8

3) Hematokrit ...8

4) Trombosit ...9

5) Leukosit ... 10

F. LIPID DARAH ... 11

1) Kolesterol ... 12

2) High Density Lipoprotein (HDL) dan Low Density Lipoprotein (LDL) ... 13

3) Trigliserida ... 14

G. TIKUS PERCOBAAN ... 14

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 16

A. BAHAN ... 16

1. Tikus Percobaan ... 16

2. Bahan Pembuatan Ransum Tikus ... 16

3. Bahan Pembedahan Tikus ... 16

4. Bahan Analisis ... 16

B. ALAT ... 16

1. Alat Pemeliharaan Tikus ... 16

2. Alat Preparasi Sampel dan Pembuatan Ransum ... 16

3. Alat Pembedahan Tikus... 16

4. Alat Analisis ... 17

C. METODE PENELITIAN ... 17

1. Penelitian Pendahuluan ... 17

2. Penelitian Utama ... 20

3. Rancangan Percobaan ... 21

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

A. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 23

1. Analisis Proksimat... 23

B. PENELITIAN UTAMA ... 24

1. Konsumsi Ransum dan Perkembangan Berat Badan Harian Tikus ... 24

2. Analisis Hematologi ... 25

3. Analisis Lipid Darah ... 30

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 35


(12)

vi B. SARAN ... 35 DAFTAR PUSTAKA ... 36 LAMPIRAN... 39


(13)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Data biologis tikus putih ... 15

Tabel 2. Rancangan komposisi ransum percobaan ... 17

Tabel 3. Klasifikasi tikus perlakuan ... 21

Tabel 4. Hasil analisis proksimat sampel (basis kering). ... 23

Tabel 5. Komposisi penyusun ransum sampel (basis 1 kg ransum)... 23

Tabel 6. Hasil analisis proksimat ransum (basis kering). ... 24


(14)

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Pembagian daging berdasarkan standar Primal America Cut. ... 6

Gambar 2. Hematopoiesis menunjukkan pembentukan sel-sel darah dan trombosit dari sel induk hematopoietic ... 7

Gambar 3. Proses pembekuan darah oleh trombosit ... 10

Gambar 4. Metabolisme lipid di dalam darah ... 12

Gambar 5. Struktur kimia kolesterol ... 12

Gambar 6. Perkembangan berat badan kelima kelompok tikus. ... 25

Gambar 7. Rataan nilai hemoglobin kelima kelompok tikus... 26

Gambar 8. Rataan nilai eritrosit kelima kelompok tikus. ... 27

Gambar 9. Rataan nilai hematokrit kelima kelompok tikus. ... 28

Gambar 10. Rataan nilai trombosit kelima kelompok tikus. ... 29

Gambar 11. Rataan nilai leukosit kelima kelompok tikus ... 30

Gambar 12. Rataan total kolesterol kelima kelompok tikus ... 31

Gambar 13. Rataan nilai HDL kelima kelompok tikus. ... 32

Gambar 14. Rataan nilai LDL kelima kelompok tikus... 33


(15)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Casein

Minggu ke-1. ... 40 Lampiran 2. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Casein

Minggu ke-1. ... 41 Lampiran 3. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Casein

Minggu ke-1. ... 42 Lampiran 4. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Casein

Minggu ke-1. ... 43 Lampiran 5. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Casein

Minggu ke-1. ... 44 Lampiran 6. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Casein

Minggu ke-1. ... 45 Lampiran 7. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Casein

Minggu ke-1. ... 46 Lampiran 8. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Casein

Minggu ke-1. ... 47 Lampiran 9. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Casein

Minggu ke-1. ... 48 Lampiran 10. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Casein

Minggu ke-1. ... 49 Lampiran 11. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Casein

Minggu ke-2 ... 50 Lampiran 12. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Casein

Minggu ke-3 ... 51 Lampiran 13. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Casein

Minggu ke-4 ... 52 Lampiran 14. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Beef

Minggu ke-1 ... 53 Lampiran 15. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Beef

Minggu ke-2. ... 54 Lampiran 16. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Beef


(16)

x Lampiran 17. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Beef

Minggu ke-4 ... 56

Lampiran 18. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Soy Protein Isolate Minggu ke-1. ... 57

Lampiran 19. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Soy Protein Isolate Minggu ke-2. ... 58

Lampiran 20. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Soy Protein Isolate Minggu ke-3 ... 59

Lampiran 21. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Soy Protein Isolate Minggu ke-4 ... 60

Lampiran 22. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Fruit Soy Bar Minggu ke-1 ... 61

Lampiran 23. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Fruit Soy Bar Minggu ke-2 ... 62

Lampiran 24. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Fruit Soy Bar Minggu ke-3 ... 63

Lampiran 25. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Fruit Soy Bar Minggu ke-4 ... 64

Lampiran 26. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Non-protein Minggu ke-1 ... 65

Lampiran 27. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Non-protein Minggu ke-2 ... 66

Lampiran 28. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Non-protein Minggu ke-3 ... 67

Lampiran 29. Data Konsumsi Ransum Standar Tikus Kelompok Non-protein Minggu ke-4 ... 68

Lampiran 30. Data Berat Badan Tikus Kelompok Casein ... 69

Lampiran 31. Data Berat Badan Tikus Kelompok Beef ... 70

Lampiran 32. Data Berat Badan Tikus Kelompok Soy Protein Isolate ... 71

Lampiran 33. Data Berat Badan Tikus Kelompok Fruit Soy Bar ... 72

Lampiran 34. Data Berat Badan Tikus Kelompok Non-Protein ... 73

Lampiran 35. Hasil Pemeriksaan Hematologi Terpilih ... 74

Lampiran 36. Prosedur Penggunaan Alat Hematology Analyzer ... 75

Lampiran 37. Hasil Pemeriksaan Lipid Darah Terpilih ... 76

Lampiran 38. Prosedur Pemeriksaan Lipid Darah ... 77

Lampiran 39. Hasil Uji Anova dan Duncan Hemoglobin ... 78

Lampiran 40. Hasil Uji Anova dan Duncan Eritrosit ... 79


(17)

xi

Lampiran 42. Hasil Uji Anova dan Duncan Trombosit ... 81

Lampiran 43. Hasil Uji Anova dan Duncan Leukosit ... 82

Lampiran 44. Hasil Uji Anova dan Duncan Total Kolesterol ... 83

Lampiran 45. Hasil Uji Anova dan Duncan LDL ... 84

Lampiran 46. Hasil Uji Anova dan Duncan HDL ... 85


(18)

1

I.PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Perkembangan industri makanan dan minuman Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, terutama di industri makanan ringan. Bisnis makanan ringan telah berkembang dengan pesat di Indonesia. Pemain sektor ini tidak hanya didominasi oleh para pemain lama yang memiliki reputasi besar di industri makanan dan minuman Indonesia, akan tetapi juga diramaikan oleh pemain-pemain baru, produk-produk impor hingga makanan ringan hasil produksi usaha kecil menengah (UKM). Berdasarkan data APTINDO tahun 2004, ada sekitar 10,348 UKM yang memproduksi makanan ringan. Menurut Budiman (2006), sampai pertengahan tahun 2005 setidaknya ada 124 perusahaan yang berkiprah di industri makanan ringan modern Indonesia dengan total kapasitas produksi 144.4 ribu ton. Produksi makanan ringan yang tinggi disebabkan oleh permintaan makanan ringan yang terus meningkat sepanjang tahun. Tingginya permintaan makanan ringan disebabkan oleh sebagian besar penduduk Indonesia baik yang bertempat tinggal di kota besar dan pinggiran kota memiliki kebiasaan memakan makanan ringan sebagai camilan dan pelengkap menu makan, seperti kerupuk dan kue, lebih dari satu kali setiap hari baik itu saat bekerja maupun bersantai.

Sebagian besar makanan ringan yang beredar di pasaran mengandung kalori yang tinggi dan zat gizi yang rendah sehingga apabila dikonsumsi secara berlebihan akan berujung kepada obesitas dan penyakit degeneratif lainnya. Tidak hanya kandungan kalori dan zat gizi yang menjadi acuan sehat atau tidak suatu makanan ringan, akan tetapi nilai indeks glikemik kini ikut menjadi perhatian khusus. Indeks glikemik adalah istilah yang menyatakan peringkat bahan pangan, dari nilai 1 hingga 100, berdasarkan kemampuannya untuk menaikkan kadar gula darah tubuh setelah mengonsumsi bahan pangan berkarbohidrat. Menurut Astawan (2009), meningkatnya kesadaran konsumen akan produk yang sehat membuat beberapa produsen pangan melakukan reformulasi untuk menghasilkan produk yang lebih sehat.

Fruit soy bar merupakan salah satu jenis makanan ringan berindeks glikemik rendah dikarenakan kandungan protein dan serat yang tinggi, total gula, dan daya cerna yang rendah (Astawan 2009). Fruit soy bar terbuat dari perpaduan kedelai dan buah-buahan. Perpaduan yang unik ini menghasilkan perpaduan nutrisi yang seimbang. Pengolahan fruit soy bar dilakukan dengan cara oven bake sehingga nutrisi yang terkandung di dalamnya tidak rusak akan tetapi dapat menonaktifkan senyawa antinutrisi yang terdapat di dalam kedelai. Fruit soy bar mengandung isoflavon yaitu senyawa polifenolik yang memiliki struktur mirip dengan estrogen. Isoflavon pada kedelai ada dalam bentuk glikosida yang terikat kepada satu molekul gula.

Selain kandungan nutrisi seperti isoflavon, serat, dan vitamin, fruit soy bar mengandung protein yang cukup bagi tubuh. Protein selain berfungsi sebagai sumber energi, protein dapat berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur di dalam tubuh. Sebagai zat pembangun, protein mempunyai fungsi utama untuk membentuk jaringan baru, misalnya untuk pembentukan janin pada kehamilan seorang ibu atau mengganti bagian-bagian yang aus atau rusak (Muchtadi 1993). Protein juga dapat berfungsi sebagai pembentuk senyawa tubuh yang penting, seperti hemoglobin. Hemoglobin merupakan suatu pigmen dalam darah yang berfungsi untuk memberi warna merah pada darah dan mempunyai kapasitas untuk membawa oksigen maupun karbondioksida.

Protein dapat dikategorikan sebagai protein hewani dan protein nabati. Protein hewani, salah satu contohnya daging, mempunyai kualitas asam amino yang baik bagi tubuh. Akan tetapi, protein hewani mempunyai efek yang kurang baik bagi tubuh dikarenakan jikalau


(19)

2 mengonsumsinya secara berlebihan akan mengakibatkan peningkatan kolesterol darah. Protein nabati memberikan efek yang baik bagi tubuh, yaitu menurunkan kolesterol darah.

Profil hematologi dan lipid darah merupakan parameter-parameter yang sering dipakai dalam dunia kesehatan. Hematologi merupakan cabang dari ilmu kedokteran yang mempelajari darah, organ pembentuk darah, dan penyakit yang berhubungan dengan darah. Analisis hematologi pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat hematology analyzer yang terdapat di Laboratorium Kesehatan Daerah (Labsekda) Bogor dengan parameter analisis meliputi hemoglobin, eritrosit, hematokrit, leukosit, dan trombosit.

Analisis lipid darah dilakukan dengan memisahkan terlebih dahulu serum darah dengan sel-sel darah menggunakan alat sentrifuse. Serum darah yang telah terpisah dianalisis menggunakan alat clinical chemistry analyzer selectra yunior dengan parameter analisis mencakup total kolesterol, low density lipoprotein (LDL), high density lipoprotein (HDL), dan trigliserida.

B.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh konsumsi fruit soy bar terhadap profil hematologi (hemoglobin, eritrosit, hematokrit, leukosit, dan trombosit) dan profil lipid darah (total kolesterol,


(20)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.

FRUIT SOY BAR

Fruit soy bar merupakan salah satu jenis makanan ringan yang terbuat sepenuhnya dari tepung kedelai dan buah-buahan asli yang dikeringkan. Kedelai dan buah sebagai bahan baku utama mengandung nutrisi penting bagi tubuh seperti protein, serat, vitamin, dan mineral. Protein kedelai merupakan protein nabati yaitu protein yang bersumber bukan dari hewan. Protein yang terkandung pada fruit soy bar adalah 4 g/30 gram bahan.

Protein kedelai telah terbukti mempunyai efek menurunkan kolesterol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi diet dengan protein kedelai akan menurunkan kolesterol darah dan mengurangi resiko penyakit kronis (Koswara 2006). Koswara (2006) menambahkan bahwa asam amino glisin dan arginin yang terdapat pada kedelai turut membantu menurunkan total kolesterol darah dengan cara menurunkan kadar insulin darah yang diikuti dengan penurunan sintesis kolesterol. Protein hewani mempunyai kandungan lisin yang tinggi sehingga cenderung meningkatkan insulin darah dan mendorong sintesis kolesterol. Selain itu, peningkatan ekskresi fekal asam empedu dan steroid oleh protein kedelai dapat mengakibatkan hati lebih banyak mengubah kolesterol dalam tubuh menjadi asam empedu sehingga dapat menurunkan kolesterol dan meningkatkan afinitas reseptor kolesterol LDL (Koswara 2006).

Jenis protein terbesar kedelai adalah globulin yang diberi nama 11S (glycinin) dan 7S (

β-conglycinin). Kedua jenis globulin tersebut, terutama 7S, telah terbukti dapat menstimulir tingginya afinitas reseptor kolesterol LDL dalam hati manusia, yang akan menyebabkan penurunan kolesterol darah (Koswara 2006). Menurut hasil penelitian Adam et al. (2003), diet tinggi globulin 7S mempunyai efek atheroprotective terhadap tubuh tikus percobaan.

Kedelai juga mengandung senyawa lain yang bermanfaat bagi tubuh, yaitu isoflavon. Isoflavon adalah senyawa polifenolik yang memiliki struktur mirip seperti estrogen. Karena alasan inilah mereka terkadang juga diklasifikasikan sebagai senyawa fitoestrogen yang mana memiliki aktivitas estrogenik yang diturunkan dari tanaman. Isoflavon pada kedelai berada dalam bentuk glikosida yang terikat kepada satu molekul gula. Ada tiga glikosida isoflavon kedelai yang biasa terdapat pada kedelai, yaitu genistin, daidzin, dan glisitin. Isoflavon dalam bentuk glikosida mempunyai aktivitas fisiologis kecil (Pawiroharsono 2002). Selama proses fermentasi atau pengolahan dan dalam proses pencernaan, gugus gula yang mengikat glikosida isoflavon akan terlepas dan menghasilkan aglikon isoflavon (genistein, glisitein, dan daidzein). Senyawa ini mempunyai aktivitas fisiologis yang lebih tinggi.

Tidak hanya protein yang terdapat pada kedelai yang dapat memperbaiki profil lipid darah akan tetapi isoflavon yang terdapat pada kedelai turut membantu dalam menurunkan resiko penyakit kardiovaskular. Selain itu, konsumsi protein kedelai dengan isoflavon telah terbukti dapat mencegah kerapuhan tulang pada tikus yang digunakan sebagai model untuk penelitian osteoporosis (Koswara 2006).

Makanan yang terbuat dari kedelai mempunyai jumlah isoflavon yang bervariasi. Hal ini bergantung pada bagaimana mereka diproses. Fruit soy bar diolah dengan cara oven bake untuk mempertahankan rasa dan kandungan nutrisi secara alami serta memperpanjang umur simpan. Isoflavon yang terkandung dalam fruit soy bar yaitu sebesar 13mg/30 gram bahan.


(21)

4

B.

KASEIN

Kasein berasal dari bahasa Latin yaitu caseus.Kasein merupakan protein susu yang sering ditemukan pada susu mamalia. Protein susu sapi sebagian besar terdiri dari 80% kasein sedangkan pada susu manusia terdiri dari 60-65% kasein (Kunz dan Lonnedral 1990). Kasein mengandung asam amino penting, karbohidrat, kalsium, dan fosfor. Sejumlah besar peptida prolin menyusun kasein. Kasein mempunyai beberapa karakteristik, yaitu mempunyai struktur tersier relatif kecil, bersifat hidrofobik, mempunyai titik isoelektrik 4.6 , dan tidak dapat atau sangat sulit terdenaturasi dikarenakan kasein mempunyai struktur sekunder dan tersier yang sedikit (Walstra et al.2006).

Kasein pada umumnya didapatkan dari susu skim dengan menggunakan berbagai metode, yaitu rendering, pengendapan dengan menggunakan asam, pengendapan asam dengan perlakuan lanjut yaitu pelarutan dalam larutan basa, dan mikrofiltrasi (Walstra et al. 2006). Kasein yang diperoleh dengan cara rendering disebut dengan rennet casein dimana kasein diubah menjadi tidak larut dengan penambahan rennet dari anak sapi yang diikuti dengan pengadukan pada suhu 55°C.

Curd yang terbentuk kemudian dipisahkan dengan cara sentrifugasi. Produk akhirnya terdiri dari kalsium parakaseinat-kalsiumfosfat. Kasein ini tidak larut dalam air dan kadar abunya sangat tinggi (Walstra et al. 2006).

Kasein yang diperoleh dari metode pengendapan asam disebut dengan kasein asam. Metode ini menggunakan asam hidroklorida, asam sulfat, atau asam laktat. Asam ditambahkan pada susu skim sambil diaduk hingga mencapai titik isoelektrik 4.6. Setelah itu, proses dilanjutkan seperti pada pembuatan rennet casein. Kasein yang diperoleh tidak larut air dan tidak mengandung kalsium fosfat. Selanjutnya, kasein dapat dimurnikan dengan melarutkannya ke dalam larutan basa (NaOH, KOH, NH4OH, Ca(OH)2, dan Mg(OH)2) sehingga didapatkan produk akhir berupa

kaseinat yang dapat diproses lebih lanjut menggunakan spray drying (Walstra et al. 2006). Na-kaseinat adalah produk yang sering diproduksi. Ca-Na-kaseinat mempunyai karakteristik fisiko kimia yang berbeda dibandingkan dengan Na-kaseinat atau K-kaseinat. Produk ini lebih larut dalam air dan lebih memiliki rasa jika pH selama pembuatan tidak lebih dari 7.

Micellar casein adalah produk kasein yang diperoleh dari susu skim dengan cara mikrofiltrasi (Walstra et al. 2006). Produk ini secara umum dikenal dengan fosfokaseinat. Misel-misel yang diperoleh tampak mempunyai karakteristik mirip Misel-misel kasein alami. Fosfokaseinat banyak digunakan untuk bahan penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian Kritchevsky (1990), kasein bersifat lebih kolesterolemik pada tikus dibandingkan dengan protein yang berasal dari kedelai. Penyerapan kolesterol lebih besar pada tikus yang diberi pakan kasein daripada tikus yang diberi pakan protein kedelai (Nagata et al. 1982). Menurut Ryzhenkov et al. (1984), hal ini terjadi dikarenakan adanya perbedaan rasio arginin dan lisin pada kedua bahan tersebut dimana rasio arginin yang lebih besar memiliki efek hipokolesterolemik.

C.

ISOLAT PROTEIN KEDELAI

Isolat protein kedelai adalah sejumlah protein yang diisolasi dari kedelai. Pembuatan isolat protein bertujuan untuk memperoleh protein dalam kosentrasi tinggi sehingga dapat digunakan untuk memperkaya protein pada berbagai makanan. Isolat protein kedelai digunakan pada makanan sejak tahun 1959. Isolat protein kedelai minimum mengandung protein 90% (Waggle et al. 1989). Isolat protein kedelai dibuat dengan cara menyingkirkan komponen-komponen lain dalam kedelai seperti karbohidrat dan lemak. Pembuatan isolat protein kedelai dilakukan menggunakan sifat-sifat fungsional protein. Salah satu sifat fungsional protein yang paling


(22)

5 berpengaruh adalah sifat kelarutan protein. Isolat protein dibuat dengan cara mengendapkan protein pada titik isoelektriknya. Dengan cara ini, protein dapat diisolasi dan dipisahkan dari bagian bahan lainnya yang tidak diinginkan.

Pembuatan isolat protein kedelai yang kini dilakukan pada umumnya mengikuti proses tradisional yang dikembangkan pada tahun 1950 (Waggle et al. 1989). Pertama, minyak yang terdapat pada kedelai diekstraksi menggunakan larutan heksana. Selanjutnya, protein dan karbohidrat yang terdapat pada tepung kedelai tersebut diekstraksi dengan air dimana perbandingan air:tepung (10:1) atau larutan alkali dengan perbandingan 6:1 (pH 7-10). Residu yang tak larut dipisahkan dengan cara sentrifugasi. Fraksi protein kemudian diendapkan pada pH 4.5 dan dipisahkan dari whey dengan sentrifugasi. Fraksi protein yang didapatkan kemudian dicuci untuk membuang residu karbohidrat yang larut dan whey yang larut pada pengendapan protein pada pH 4.5. Isolat protein kedelai yang didapatkan kemudian dinetralisasi dan diproses lebih lanjut untuk menghasilkan berbagai bentuk produk (bubuk, serat, atau granula) dan karakteristik fungsional.

Daya cerna protein isolat kedelai adalah 98.7% sedangkan kasein 98.5% pada tikus percobaan (Waggle et al. 1989). Seperti halnya dengan turunan kedelai lainnya, isolat protein kedelai juga mengandung isoflavon yaitu 91.05 mg/100 gram bahan (USDA 2008).

D.

DAGING

Daging adalah urat daging yang melekat pada kerangka kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung, dan telinga yang berasal dari hewan ternak yang sehat sewaktu dipotong (SNI 1998). Lawrie (1995) menjelaskan bahwa daging dapat terdiri dari tiga macam jaringan otot, yaitu jaringan otot rangka, jaringan otot jantung (cardiac), dan jaringan otot halus. Daging merupakan salah satu sumber nutrisi yang baik bagi pertumbuhan tubuh dikarenakan kandungan asam aminonya yang lengkap serta kandungan proteinnya yang tinggi. Daging menyediakan asam amino esensial yang cukup seperti lisin dan threonin. Biological value dari protein daging adalah 0.75 (susu manusia=1; protein gandum=0.5) dan daya cerna protein daging adalah 94-97% dan 78-88% pada protein nabati (Varnam dan Sutherland 1995).

Lemak daging yang tinggi berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan energi setiap hari. Komponen utama lemak hewan adalah palmitat, stearat, dan oleat dengan sejumlah linoleat dan sangat sedikit asam arakhidonat. Kandungan lemak yang sangat tinggi pada daging dapat berdampak negatif pada tubuh seperti timbulnya arterosklerosis dan kegemukan.

Daging sapi dapat dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan area pemotongan daging (primal cuts). Kategori-kategori ini mungkin berbeda di beberapa negara. Pembagian kategori daging berdasarkan standar Amerika (Gambar 1) dilakukan dengan cara karkas sapi dibagi sepanjang sumbu simetri menjadi setengah bagian, kemudian dipotong membentang ke depan dan belakang quarters (forequarters dan hindquarters). Forequarter cuts dibagi menjadi chuck, rib,

brisket, plate, dan shank. Bagian hindquarters dibagi menjadi loin (short loin, sirloin, tenderloin),

round, dan flank.

Daging tenderloin atau yang dikenal juga sebagai eye fillet di Selandia Baru dan Australia dipotong dari pinggang daging sapi. Tenderloin mengacu pada anterior otot utama proses melintang dari vertebra lumbar dekat ginjal. Otot ini bekerja sangat sedikit sehingga merupakan bagian yang paling empuk dibandingkan dengan bagian yang lain. Komposisi gizi dari 100 gram daging tenderloin rebus adalah protein 24 gram, lemak 9 gram, kolesterol 70 mg, dan kalori 180 kal (Goldstein dan Mark 2002).


(23)

6 Gambar 1.Pembagian daging berdasarkan standar Primal America Cut

E.

DARAH

Plasma dan sel darah merupakan salah satu cairan tubuh yang bersirkulasi di dalam tubuh. Seluruh cairan tubuh didistribusikan diantara dua kompartemen utama, yaitu cairan ekstraselular dan cairan intraselular. Komponen cairan intraselular memiliki berat sekitar 40% berat badan dan komponen cairan ekstraselular memiliki berat sekitar 20% berat badan (Ganong 2003). Cairan ekstravaskular pada hewan dengan susunan vaskular tertutup dibagi ke dalam 2 komponen, yaitu cairan interstitial yang merupakan tiga perempat cairan ekstravaskular dan cairan intravaskular yang terdiri dari plasma darah (Guyton dan Hall 1996). Sekitar 25% komponen cairan ekstraselular berada dalam susunan vaskular dan 75% berada di luar pembuluh darah (Ganong 2003).

Darah merupakan kumpulan elemen-elemen dalam bentuk suspensi atau kumpulan sel yang terendam di dalam cairan transparan berwarna kuning yang disebut plasma darah (Williams 1987). Perbedaan antara plasma dengan serum darah yaitu terletak pada ada tidaknya protein fibrinogen dimana pada serum tidak terdapat protein tersebut. Volume darah total sekitar 7% dari berat badan yang terdiri dari sel darah dan plasma dengan perbandingan 2:3 (Silverthorn 2009). Phillis (1976) mengatakan bahwa volume darah hewan dipengaruhi oleh umur, keadaan kesehatan, kecukupan nutrisi, ukuran tubuh, waktu menyusui atau laktasi, derajat aktivitas, dan faktor lingkungan.

Sel-sel darah berasal dari satu sel prekusor yang dikenal sebagai sel hematopoietik yang berada di sumsum tulang (Silverthorn 2009). Sel ini dapat berdiferensiasi menjadi berbagai sel yang berbeda (Gambar 2). Hematopoiesis (haima=darah dan poiesis=pembentukan) merupakan proses sintesis sel-sel darah. Senyawa kimia yang mengontrol hematopoiesis adalah sitokin. Sitokin adalah suatu protein yang dilepaskan dari suatu sel yang dapat mempengaruhi pertumbuhan atau aktivitas sel lain (Silverthorn 2009).

Fungsi darah di dalam tubuh, yaitu membawa nutrisi dari sistem pencernaan menuju sel, membawa oksigen dari paru-paru menuju sel, membawa sisa metabolisme dari sel ke organ pembuangan, membawa hormon dari sel sekresi ke bagian tubuh yang lainnya, menyebarkan panas yang dibentuk oleh jaringan yang aktif ke seluruh tubuh, mengatur keseimbangan asam dan basa di dalam tubuh, dan membantu tubuh melawan toksin dan bahan-bahan patogen dengan membawa sel-sel darah putih ke dalam jaringan yang terinfeksi (Martini et al 1992; Scott dan Elizabeth 2009).


(24)

7 Gambar 2. Hematopoiesis menunjukkan pembentukan sel-sel darah dan trombosit dari sel

induk hematopoietik (Lindh et al. 2010)

1)

Hemoglobin

Hemoglobin merupakan komponen utama dari sel darah merah. Hemoglobin adalah protein terkonjugasi yang berfungsi membawa oksigen dan karbondioksida. Ketika hemoglobin berada dalam keadaan jenuh, setiap gram hemoglobin dapat membawa kira-kira 1.34 mL oksigen. Sel darah merah orang dewasa mengandung 600 gram hemoglobin yang dapat membawa 800 mL oksigen.

Molekul hemoglobin terdiri dari dua pasang rantai polipeptida (globin) dan empat gugus prostetik heme yang tiap gugusnya mengandung 1 atom besi. Globin adalah suatu polipeptida pembentuk hemoglobin yang disintesis di dalam sitoplasma sel darah merah (Schalm dan Carroll 1975). Heme adalah suatu senyawa metalik yang mengandung satu atom besi (Guyton 1993). Heme terletak dekat dengan permukaan molekul sehingga dapat secara balik berikatan dengan satu molekul dari oksigen atau karbondioksida. Ketika grup heme telah berikatan dengan salah satu oksigen maka disebut dengan oxyhemoglobin. Besi yang terdapat di dalam oxyhemoglobin berada dalam bentuk fero. Akan tetapi, jikalau besi dioksidasi menjadi bentuk feri maka akan terjadi pengurangan kapasitas darah untuk membawa oksigen atau karbondioksida.

Sintesis hemoglobin memerlukan suplai zat besi yang cukup dari makanan yang dimakan setiap hari. Beberapa makanan memiliki kandungan zat besi yang lebih banyak dari yang lain, seperti daging merah memiliki kadar zat besi lebih tinggi daripada susu sapi (Estridge et al. 2000). Zat besi diserap di usus kecil oleh transpor aktif. Kemudian zat besi tersebut diangkut ke dalam


(25)

8 darah oleh transferrin. Zat besi tersebut akan digunakan untuk membentuk gugus heme dari hemoglobin oleh sel darah merahdalam sumsum tulang belakang (Silverthorn 2009). Bila eritrosit tua dirusak di dalam sistem retikuloendotel, maka bagian globin molekul hemoglobin dipecah dan heme diubah menjadi biliverdin. Selanjutnya, biliverdin diubah menjadi bilirubin yang selanjutnya diekskresikan ke dalam empedu (Ganong 2003). Besi dari heme akan digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin.

Kadar hemoglobin dalam darah dapat diukur dengan menggunakan beberapa metode. Metode-metode yang sering digunakan akhir-akhir ini adalah teknik gravitasi khusus, metode

cyanamethemoglobin, dan metode yang menggunakan alat analisis diskrit (Estridge et al.2000). Satuan yang biasa digunakan dalam menyatakan kadar hemoglobin di dalam darah adalah gram/dL. Kadar normal hemoglobin manusia, yaitu pada pria 14-16 gram/dL dan wanita 12.5-15 gram/dL (Vander et al. 1994). Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin di dalam darah yaitu makanan, umur, dan jenis kelamin (Estridge et al. 2000).

2)

Eritrosit

Eritrosit atau sel darah merah merupakan sel darah terbanyak dimana setiap satu mikroliter darah mengandung 5 juta sel darah merah, 5,000-25,000 sel darah putih, dan 200,000-400,000 trombosit (Silverthorn 2009). Eritrosit berfungsi sebagai alat transportasi oksigen dari paru-paru ke seluruh sel dan karbondioksida dari sel kembali ke paru-paru. Eritrosit yang dibentuk di sumsum tulang belakang berbentuk cakram bikonkaf dengan diameter 7.5µm. Inti eritrosit pada mamalia akan menghilang sebelum memasuki sistem sirkulasi (Ganong 2003).

Eritropoiesis merupakan proses pembentukan sel darah merah di dalam sumsum tulang belakang. Proses ini bekerja berdasarkan prinsip umpan balik. Pembentukan eritrosit dihambat oleh peningkatan kadar eritrosit yang bersirkulasi ke tingkat supernormal (Ganong 2003). Menurut Silverthorn (2009), proses ini dikendalikan oleh suatu hormon glikoprotein yang biasa disebut dengan eritropoietin. Hormon ini pada umumnya dibuat sebagian besar di ginjal.

Eritrosit yang bersirkulasi di dalam darah mempunyai waktu hidup ± 120 hari (Silverthorn 2009). Eritrosit tua lama-kelamaan akan dihancurkan oleh sistem retikulo endoplasmik setiap hari atau mereka akan dimakan oleh makrofag ketika memasuki sistem limpa. Beberapa komponen dari eritrosit yang mati akan didaur ulang, seperti asam amino yang terdapat pada beberapa globin akan dibentuk menjadi protein baru dan beberapa zat besi dari gugus heme akan digunakan kembali untuk membentuk heme baru (Silverthorn 2009).

Eritrosit dapat dihitung menggunakan hematology analyzer. Nilai eritrosit menunjukkan banyaknya sel darah merah setiap mikroliter. Menurut Daniels (2010), nilai eritrosit dapat dipengaruhi oleh hilangnya darah akibat luka, kesalahan sumsum tulang belakang untuk membuat sel darah merah, anemia hemolitik, dan penekanan pada eritropoiesis yang dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit lain, seperti penyakit ginjal. Eritrosit normal pada manusia adalah 5-5.5 juta/dL pada pria dan 4.5-5 juta/dL pada wanita (Vander et al. 1994).

3)

Hematokrit

Hematokrit atau Packed Cell Volume (PVC) adalah rasio sel darah merah terhadap plasma (Silverthorn 2009). Menurut Estridge et al. (2000), penentuan nilai hematokrit sangat berguna untuk mendeteksi terjadinya anemia dan memperkirakan darah yang hilang akibat kecelakaan.

Ada dua metode yang dapat digunakan untuk menentukan nilai hematokrit. Pertama, nilai hematokrit dalam darah dapat ditentukan secara manual dengan menggunakan sentrifuse atau spun


(26)

9

hematocrit. Metode manual ini terkadang disebut mikrohematokrit dikarenakan hanya sedikit sampel darah yang diperlukan untuk analisis (Estridge et al. 2000). Metode kedua yaitu mengunakan hematology analyzer yang mencakup hematokrit sebagai bagian total darah lengkap.

Nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh faktor psikologi atau patologi. Nilai hematokrit yang rendah menunjukkan terjadinya anemia atau pendarahan. Sedangkan, nilai hematokrit yang tinggi dapat disebabkan oleh terjadinya dehidrasi pada spesimen (Estridge et al. 2000). Hodges (1977) menambahkan bahwa nilai hematokrit menurun dengan bertambahnya temperatur dan dapat meningkat pada temperatur yang lebih rendah. Nilai hematokrit juga akan bertambah jika terjadi keadaan hipoksia atau polisitemia dimana jumlah eritrosit lebih banyak dibanding dengan jumlah normal. Selain itu, kecepatan sentrifugasi juga mempengaruhi nilai hematokrit. Semakin tinggi kecepatan dan semakin lama waktu sentrifugasi akan menyebabkan nilai hematokrit semakin menurun dan begitu sebaliknya (Estridge et al. 2000). Manusia memiliki nilai hematokrit normal, yaitu 42-50% pada laki-laki dan 37-45% pada wanita (Vander et al. 1994).

4)

Trombosit

Keping-keping darah atau trombosit adalah fragmen-fragmen sel yang diproduksi di sumsum tulang dari sel besar yang disebut dengan megakariosit (Silverthorn 2009). Trombosit memiliki karakteristik, yaitu berukuran 2 µm, tidak berwarna, berbentuk bulat atau batang (dalam sirkulasi darah hewan), tidak mempunyai inti sel, dan merupakan fragmen sel (Gadjahnata 1989). Lapisan glikoprotein yang terdapat pada permukaan trombosit menyebabkan trombosit dapat menghindari pelekatan pada endotel normal.

Trombosit dibentuk di sumsum tulang dari sel megakariosit, yaitu sel yang sangat besar pada susunan hematopoietik di dalam sumsum tulang yang memecah menjadi trombosit (Guyton dan Hall 1996). Produksi trombosit diatur oleh trombopoietin (TPO). TPO merupakan suatu glikoprotein yang mengatur pertumbuhan dan kematangan megakariosit. TPO sebagaian besar diproduksi di hati dan terdapat sebagian kecil di ginjal. Trombosit selalu berada di dalam darah dalam keadaan tidak aktif kecuali jika terjadi luka pada sistem sirkulasi. Waktu hidup trombosit adalah 10 hari (Silverthorn 2009). Trombosit kemudian diambil dari sistem sirkulasi oleh makrofag jaringan untuk dibawa ke sumsum tulang dan diganti dengan trombosit baru.

Trombosit berfungsi dalam sistem pembekuan darah. Ketika pembuluh darah rusak, jaringan kolagen pada pembuluh akan berhubungan dengan trombosit. Kemudian trombosit akan memproduksi senyawa yang dapat menyebabkan trombosit dan pembuluh saling berikatan. Reaksi ini berlangsung terus-menerus untuk menghentikan pendarahan. Trombosit juga mengeksresikan suatu senyawa kimia yang disebut dengan serotonin. Senyawa ini menyebabkan pembuluh darah berkontraksi dan menyempit sehingga menurunkan jumlah darah yang hilang hingga akhirnya terbentuk clot (Scott dan Elizabeth 2009).

Pembekuan darah merupakan suatu proses yang kompleks (Gambar 3) dan penting di dalam tubuh yang dipengaruhi oleh banyaknya trombosit di dalam darah (Scott dan Elizabeth 2009). Ketika pembuluh darah terluka, trombosit akan mengeluarkan tromboplastin. Tromboplastin merupakan suatu senyawa yang dapat menyebakan terjadinya pembekuan darah jika disertai dengan tersedianya kalsium dan protrombin. Protrombin adalah protein plasma yang disintesis di hati (Scott dan Elizabeth 2009). Tromboplastin akan bereaksi dengan protrombin dan kalsium membentuk trombin. Trombin akan bereaksi dengan fibrinogen membentuk fibrin yang akan menutupi jaringan yang terluka (Gadjahnata 1989). Trombosit membantu dalam memperbaiki pembuluh darah yang rusak dengan merekatkan permukaan yang rusak.


(27)

10

Gambar 3. Proses pembekuan darah oleh trombosit (Scott dan Elizabeth 2009)

Jumlah trombosit normal pada manusia adalah 250,000-400,000 sel/mm3 (Scott dan Elizabeth 2009). Jumlah trombosit yang sangat rendah dapat menyebabkan pemanjangan waktu pembekuan. Trombositopenia adalah keadaan dimana jumlah trombosit darah berkurang. Penyebab utama trombositopenia dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu (1) kegagalan sumsum tulang untuk menghasilkan trombosit dalam jumlah memadai dan (2) Peningkatan destruksi perifer atau sekuestrasi trombosit (Sacher dan McPherson 2000).

5)

Leukosit

Leukosit atau sel darah putih merupakan sel aktif yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh. Leukosit mempunyai inti, berbentuk seperti amoeba yang dapat mengalami pergerakan sendiri, dan memiliki sifat diapedesis yaitu kemampuan untuk menembus pori-pori membran kapiler dan masuk ke dalam jaringan. Leukosit diproduksi di sumsum tulang dan jaringan limpatik (Scott dan Elizabeth 2009). Leukosit beredar di dalam sirkulasi darah yang akan membawa mereka menuju lokasi invasi mikroorganisme atau jaringan yang terluka. Sejumlah besar leukosit keluar dari tubuh melalui saliva dan saluran mekanisme pertahanan tubuh melawan penyakit (Kelly 1984).

Leukosit dapat diklasifikasikan menjadi dua grup utama, yaitu polimorfonuklir/granulosit (netrofil, eosinofil, dan basofil) dan mononuklir/ agranulosit (limfosit dan monosit) (Scott dan Elizabeth 2009). Klasifikasi ini berdasarkan ada tidaknya granula sitoplasma, struktur nuklir, dan reaksi terhadap pewarna, seperti pewarna Wright. Granulosit dibentuk di sumsum tulang dari sel

myeloblasts. Granulosit dihancurkan ketika sudah tua dan setelah dipakai untuk menghancurkan bakteri (Scott dan Elizabeth 2009). Waktu hidup sel-sel darah putih sangat beragam. Akan tetapi, granulosit hanya dapat hidup dalam beberapa hari.

Produksi leukosit di dalam tubuh dikontrol oleh hormon sitokin yang akan merangsang sumsum tulang dan jaringan limpatik untuk memproduksi leukosit sesuai dengan yang diperlukan tubuh. Jumlah leukosit di dalam tubuh dapat meningkat secara drastis yang diakibatkan oleh


(28)

11 adanya peningkatan sekresi epinefrin dan kortikosteroid yang terjadi pada kondisi stres, baik secara fisik maupun emosional.

Menurut Scott dan Elizabeth (2009), sel darah putih melindungi tubuh dari infeksi dengan cara fagositosis, penghancuran bakteri, sintesis molekul antibodi, pembersihan sisa-sisa sel pada jaringan yang mengalami inflamasi, dan melindungi area yang terinfeksi. Peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah akan menyebabkan sel-sel leukosit bermigrasi ke dalam jaringan luka/infeksi (Martinni et al. 1992).

Jumlah total leukosit dapat diukur secara manual dengan menggunakan hemasitometer atau secara otomatis menggunakan hematology analyzer. Total leukosit di dalam darah dinyatakan dalam satuan jumlah sel per milimeter kubik darah. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah leukosit di dalam tubuh adalah aktivitas, kesehatan, dan umur (Schalm dan Carroll 1975). Manusia dewasa memiliki jumlah leukosit normal berkisar antara 4,500-11,000 sel/mm3 (Davidshon dan Douglas 1974).

F.

LIPID DARAH

Lipid atau lemak merupakan suatu istilah yang mencakup sekelompok persenyawaan heterogen yang mempunyai persamaan sifat dapat larut dalam kloroform, eter, atau benzena dan hanya sedikit larut dalam air. Smaolin dan Grosvenor (1997), mengklasifikasikan lemak menjadi tiga macam yaitu lemak sederhana (trigliserida dan ester asam lemak), lemak majemuk (fospolipid dan lipoprotein), dan lemak turunan (asam lemak dan sterol).

Lipid di dalam tubuh berada dalam 4 bentuk, yaitu fosfolipid, trigliserida, asam lemak, dan sterol. Muchtadi et al. (2006) mengklasifikasikan lemak di dalam tubuh menjadi dua, yaitu lemak struktural dan lemak cadangan. Lemak struktural adalah lemak yang merupakan bagian integral dari membran biologis yang dijumpai pada semua sel, jaringan, dan organ-organ. Lemak ini dapat berupa fosfolipid, glikolipid, dan kolesterol. Lemak cadangan merupakan lemak sumber energi yang terdapat di dalam jaringan adiposa. Lemak ini terutama terdiri dari triasilgliserol dan sedikit kolesterol, vitamin larut lemak, dan senyawa larut lemak lainnya.

Plasma darah juga mengandung lipid yang diangkut oleh suatu senyawa yang disebut lipoprotein. Lipid yang terdapat di dalam lipoprotein berada dalam bentuk trigliserida dan kolesterol. Parameter yang sering diukur untuk melihat profil lipid darah seseorang adalah kolesterol, high density lipoprotein (HDL), low density lipoprotein (LDL), dan trigliserida.

Metabolisme lipid dapat dibagi menjadi dua bagian yang saling berhubungan, yaitu metabolisme eksogen dan endogen (Gambar 4). Metabolisme eksogen memetabolisme lipid yang berasal dari makanan yang dimakan. Lipid yang dimakan dihidrolisis oleh lipase menjadi asam lemak bebas dan monogliserida di dalam usus. Metabolit ini dapat langsung diserap oleh mukosa usus kemudian disintesis ulang menjadi trigliserida dan fosfolipid. Lipid baru yang terbentuk ini dikemas ke dalam kilomikron. Aksi lipoprotein lipase akan mengurangi kandungan trigliserida pada kilomikron dan membentuk rennant yang akan segera dihilangkan dari dalam darah oleh reseptor rennat pada hati.

Gambar 4 menunjukkan bahwa pada jalur metabolisme endogen, kolesterol yang berada di dalam hati dikemas menjadi very low lipoprotein (VLDL). VLDL dihidrolisis oleh enzim lipase protein menjadi intermediate density lipoprotein (IDL) yang kosentrasi kolesterolnya lebih tinggi dibandingkan VLDL. LDL terbentuk dari hidrolisis VLDL secara ekstensif. LDL mengantarkan kolesterol ke dalam jaringan dengan cara berikatan dengan reseptor LDL pada sel. HDL mengambil kolesterol berlebih yang terdapat di dalam jaringan untuk dibawa kembali ke hati.


(29)

12 Kolesterol tersebut akan didaur ulang menjadi VLDL atau digunakan sebagai prekusor pembentuk asam empedu.

Gambar 4. Metabolisme lipid di dalam darah (Muchtadi 2008)

1)

Kolesterol

Kolesterol adalah lemak sterol yang ditemukan pada membran sel dan disirkulasikan dalam plasma darah. Sterol adalah molekul yang besar dan cukup rumit yang terdiri dari cincin atom karbon yang saling berhubungan dengan rantai samping dari karbon, hidrogen, dan oksigen yang terikat (Sizer dan Ellie 2008). Jenis lemak sterol lainnya adalah hormon sterol seperti kortisol, estrogen, testosteron, serta Vitamin D yang terbuat dari kolesterol. Menurut Sizer dan Ellie (2008), sterol yang terdapat pada tumbuhan dapat menghambat penyerapan kolesterol pada saluran pencernaan manusia sehingga menurunkan kadar kolesterol dalam darah.


(30)

13 Kolesterol tidak larut dalam air atau darah. Agar dapat menyebar di dalam tubuh, kolesterol perlu pengangkut khusus yang disebut lipoprotein. Kolesterol dapat disintesis secara de novo oleh asetil koenzim A di hati atau diperoleh melalui makanan. Kolesterol berfungsi sebagai prekusor pembentuk asam empedu, membentuk dinding sel, membantu sel syaraf dalam menjalankan fungsinya, dan merupakan prekusor utama beberapa jenis hormon, yaitu progesteron, androgen, estrogen, glukokortikoid, serta mineralkortikoid (Hames dan Hooper 2005). Sintesis kolesterol di dalam tubuh dilakukan di hati, korteks adrenal, kulit, testis, lambung, otot, jaringan adiposa, serta otak. Kolesterol dapat diproduksi di dalam tubuh sehingga kolesterol bukanlah senyawa penting yang harus ditambahkan dari luar tubuh.

Kolesterol dalam jumlah yang melebihi kadar normal yaitu 160-200 mg akan memberikan pengaruh negatif pada tubuh yaitu menimbulkan plak pada pembuluh darah arteri yang berujung kepada arterosklerosis. Kadar kolesterol yang terlalu tinggi dalam darah disebut juga hiperkolesterolemia.

2)

High Density Lipoprotein

(HDL) dan

Low Density Lipoprotein

(LDL)

Lipoprotein adalah alat transportasi lipid di dalam darah. Berdasarkan densitas, lipoprotein dapat dibagi menjadi High Density Lipoprotein (HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), dan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) (Sizer dan Ellie 2008). Lipoprotein tersebut mempunyai fungsi masing-masing di dalam tubuh. VLDL berfungsi membawa trigliserida dan lipid lainnya yang dibuat di dalam hati menuju sel-sel tubuh untuk digunakan. LDL berfungsi mentransportasikan kolesterol dan lipid lainnya ke dalam jaringan. Dan HDL berfungsi untuk membawa kolesterol dari sel tubuh ke hati untuk diresirkulasi sebagai VLDL atau sebagai prekusor untuk sintesis asam empedu.

LDL dibuat dari VLDL (Sizer dan Ellie 2008). VLDL mempunyai ukuran yang sangat besar sehingga VLDL tidak dapat mensuplai jaringan periferal dengan trigliserida. Oleh karena itu harus diubah menjadi IDL lalu LDL (Aora 2007). LDL adalah makromolekul kompleks yang mengantarkan hampir 50% total kolesterol di dalam plasma. Poliunsaturated fatty acid (PUFA) utama yang terdapat pada LDL adalah asam linoleat (18:2) yang terikat pada ester kolesteril dan asam arakhidonat (20:4) yang terikat pada fosfolipid. LDL mensuplai jaringan periferal dengan lemak, kolesterol, dan trigliserida dikarenakan lipid-lipid ini tidak larut dalam plasma.

LDL pembawa utama kolesterol pada sel periferal. Kolesterol dibutuhkan baik sebagai pembangun maupun komponen fungsional. Oleh karena itu, suplai kolesterol ke seluruh sel haruslah cukup dan konstan. LDL bersifat aterogenik dan disebut juga dengan kolesterol jahat dikarenakan mudah melekat pada pembuluh darah dan menyebabkan penumpukkan lemak yang lambat laun mengeras (membentuk plak) dan menyumbat pembuluh darah yang disebut dengan aterosklerosis (penyempitan dan pengerasan pembuluh darah arteri). Aterosklerosis dapat memicu terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke.

HDL adalah lipoprotein dengan densitas paling tinggi dibandingkan dengan lipoprotein lainnya. Lipoprotein ini mempunyai ukuran lebih kecil dibandingkan dengan lipoprotein lainnya. HDL terdiri dari 50% protein, 20% fosfolipid, dan 20% kolesterol. Peranan HDL di dalam darah, yaitu mengangkut kelebihan kolesterol dari jaringan ke hati yang kemudian didegradasi atau dikonversi menjadi asam empedu (Muchtadi et al. 2006). Dorfman et al. (2004) menyebutkan bahwa peningkatan kosentrasi plasma HDL dapat melindungi dinding arteri terhadap pengembangan plak yang difasilitasi oleh mekanisme balik transpor kolesterol dalam mengeluarkan kolesterol pada jaringan periferal menuju hati.


(31)

14 Perbedaan densitas HDL dan LDL dipengaruhi oleh perbedaan rasio protein:lipid. Baik HDL dan LDL membawa lipid di dalam darah akan tetapi LDL lebih kaya lipid sehingga ukurannya lebih besar dan lebih berat. Sedangkan HDL lebih kecil, lebih ringan, dan lebih banyak protein.

Adanya radikal bebas akan mengubah LDL menjadi LDL teroksidasi. Radikal bebas atau senyawa oksigen reaktif didefinisikan sebagai suatu atom atau senyawa yang memiliki satu atau lebih senyawa yang tidak berpasangan sehingga memiliki kecenderungan untuk menarik elektron dari molekul lain. Radikal bebas sangat reaktif dan dapat menyebabkan kematian atau kerusakan sel. LDL teroksidasi akan menempel pada dinding arteri dan meningkatkan kemungkinan terjadinya aterosklerosis (Aora 2007).

3)

Trigliserida

Trigliserida merupakan salah satu contoh lemak sederhana yang dibentuk dari tiga asam lemak dan gliserol. Trigliserida merupakan jenis gliserida utama yang terdapat pada sistem sirkulasi darah dan jaringan. Fungsi utama trigliserida adalah sebagai sumber energi cadangan di dalam tubuh. Sejumlah besar trigliserida akan disimpan di dalam jaringan adiposa dalam bentuk droplet-droplet lemak. Apabila sel membutuhkan energi, enzim lipase dalam sel akan memecah trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak serta melepasnya ke dalam pembuluh darah. Oleh sel-sel yang membutuhkan, komponen-komponen tersebut kemudian dibakar dan menghasilkan energi, karbondioksida, dan air (Smaolin dan Grosvenor 1997).

Trigliserida dibentuk di hati dari gliserol dan lemak yang berasal dari makanan dengan rangsangan insulin. Dalimartha (2005) menambahkan bahwa konsumsi alkohol, makanan manis, santan, dan karbohidrat secara berlebihan akan meningkatkan kadar trigliserida.

Mekanisme penyerapan trigliserida yang berasal dari makanan, yaitu senyawa trigliserida dalam makanan dicerna oleh enzim lipase yang berasal dari usus dan selanjutnya kembali diesterfikasi oleh cairan mukosa usus. Selama absorbsi lemak, trigliserida yang ada dalam epitel usus akan diekskresikan ke organ limfa dalam bentuk kilomikron dan dalam bentuk inilah lemak ditransfer ke jaringan-jaringan tubuh. Dalimartha (2005) menjelaskan bahwa lemak atau lipid yang disimpan di dalam tubuh dalam bentuk trigliserida dikenal sebagai lipogenesis akibat energi yang masuk melebihi energi yang keluar.

G.

TIKUS PERCOBAAN

Tikus percobaan memegang peranan penting di dalam model hewan untuk suatu penelitian, baik dalam bidang psikologi, nutrisi, obat, dan bidang lainnya. Tikus termasuk ke dalam ordo Rodentia. Ada beberapa karakteristik tikus, yaitu tergolong sebagai hewan yang aktif pada malam hari (nocturnal) dan tidur pada siang hari, tidak mempunyai kantong empedu (gall blader), tidak dapat memuntahkan kembali isi perutnya, dan tidak pernah berhenti tumbuh, namun kecepatan pertumbuhannya akan menurun setelah berumur 100 hari (Muchtadi 1993).

Tikus percobaan yang paling banyak digunakan adalah Albino Norway Rats (Rattus norvegicus). Ada lima jenis tikus albino yang sering digunakan yaitu Long Evans, Osborne-Mendel, Sherman, Sprague Dawley, dan Wistar. Tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sprague Dawley. Sprague Dawley adalah tikus yang sering digunakan dalam penelitian mengenai obat-obatan. Tikus ini pertama kali diproduksi di peternakan Sprague Dawley yang kemudian menjadi Sprague Dawley Animal Company di Madison, Wisconsin. Keuntungan menggunakan tikus ini yaitu mudah ditangani dan mempunyai sifat tenang. Data biologis tikus dapat dilihat pada Tabel 1.


(32)

15 Sumber : Muchtadi (1993)

Tabel 1. Data biologis tikus putih

Tikus yang baru disapih (berumur 21-23 hari) paling sering digunakan dalam penelitian gizi dan makanan (Muchtadi 1993). Tikus yang akan diujicobakan terlebih dahulu harus diberi waktu adaptasi 4-5 hari. Selama masa adaptasi, tikus diberi diet semi sintesis, yaitu kasein atau laktabumin sebagai sumber protein dan bahan-bahan lain (karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin).

Data biologis Ukuran

Berat dewasa (g) : Jantan

Betina

300-400 250-330 Berat waktu lahir (g) 5-6 Berat waktu disapih (g) 35-45 Umur waktu disapih (g) 21-23 Mata membuka (hari ke) 10-12 Mulai makan-makanan padat (hari ke) 10-12

Umur hidup (tahun) 2-3

Makanan per hari (g) 12-15


(33)

16

III. METODOLOGI PENELITIAN

A.

BAHAN

1.

Tikus Percobaan

Tikus percobaan yang digunakan merupakan tikus jantan jenis Albino Norway Rats

(Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley umur 21–23 hari hasil pengembangbiakan Pusat Studi Biofarmaka-IPB.

2.

Bahan Pembuatan Ransum Tikus

Bahan yang digunakan dalam pembuatan ransum tikus, yaitu pati jagung, minyak jagung, kasein, daging tenderloin, isolat protein kedelai, fruit soy bar, mineral mix, vitamin mix, CMC, dan air.

3.

Bahan Pembedahan Tikus

Bahan yang digunakan dalam pembedahan tikus meliputi tissue, allumunium foil, alkohol 70%, dan kapas.

4.

Bahan Analisis

Bahan yang digunakan untuk analisis dibagi menjadi tiga bagian yaitu bahan untuk analisis proksimat, bahan untuk analisis hematologi, dan bahan untuk analisis kolesterol. Bahan yang digunakan untuk analisis proksimat meliputi K2SO4, HgO, H2SO4,

NaOH-Na2S2O3, indikator merah metil dan biru metil, HCl, kapas bebas lemak, heksana, etanol, dan

asam borat jenuh.

Bahan yang digunakan untuk analisis hematologi dan kolesterol adalah tube yang berisi larutan EDTA, batu es, larutan lyse, dilluent, dan reagen analisis kolesterol lengkap.

B.

ALAT

1.

Alat Pemeliharaan Tikus

Alat-alat yang digunakan dalam pemeliharaan tikus meliputi kandang metabolik, botol minum, timbangan tikus, wadah pakan, timbangan analitik, dan baskom plastik.

2.

Alat Preparasi Sampel dan Pembuatan Ransum

Preparasi sampel dan pembuatan ransum menggunakan alat yaitu drum drier, slicer,

disc mill, neraca analitik, gelas piala, arloji, spatula, mortar dan ayakan ukuran 60 mesh.

3.

Alat Pembedahan Tikus

Alat yang digunakan dalam pembedahan tikus meliputi papan bedah, alat bedah, cawan petri, gelas kimia, timbangan analitik, dan syringe.


(34)

17

4.

Alat Analisis

Alat yang digunakan dalam analisis proksimat adalah sudip, neraca analitik, cawan alumunium, oven, desikator, cawan porselin, tanur, labu lemak, tabung Soxhlet, heating mantle, labu Kjedhal, hotplate, desikator, labu Erlenmeyer, buret, pH meter, labu takar, kertas saring, dan pipet. Dan alat yang digunakan untuk analisis hematologi dan profil lipid darah adalah hematology analyzer dan clinical chemistry analyzer spectra junior yang berada di Labsekda Bogor, tabung sentrifuse, dan alat sentrifuse.

C.

METODE PENELITIAN

1.

Penelitian Pendahuluan

a.

Pembuatan Tepung Daging

Pembuatan tepung dilakukan dengan cara yaitu daging yang akan ditepungkan diiris tipis-tipis. Daging yang telah diiris dimasukkan ke dalam drum drier pada suhu 70⁰C dengan waktu 20 detik. Bahan yang telah berbentuk grits tersebut dimasukkan ke dalam

disc mill untuk dihaluskan. Setelah itu, tepung daging yang telah halus diayak dengan ayakan berukuran 60 mesh.

b.

Pembuatan Tepung Fruit Soy Bar

Pembuatan tepung fruit soy bar dilakukan dengan cara yaitu fruit soy bar yang akan ditepungkan dihancurkan menggunakan slicer. Fruit soy bar yang telah dihancurkan dimasukkan ke dalam drum drier pada suhu 70⁰C dengam waktu 20 detik. Fruit soy bar

yang telah berbentuk grits tersebut dimasukkan ke dalam disc mill untuk dihaluskan. Setelah itu, tepung fruit soy bar yang telah halus diayak dengan ayakan berukuran 60 mesh.

c.

Persiapan dan Pembuatan Ransum

Ransum yang diberikan kepada tikus percobaan mengacu pada AOAC (Association of Official Agricultural Chemist) 1995 (Muchtadi 1993). Komposisi ransum standar disusun berdasarkan standar AOAC seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Rancangan komposisi ransum percobaan

Komponen Sumber Jumlah Perhitungan (%)

Protein Protein standar/

protein uji 10%

Lemak Minyak jagung 8% (

)

Mineral Campuran mineral 5% (

)


(35)

18 Serat CMC 1% (

)

Air Air minum 5% (

)

Karbohidrat Pati jagung % sisanya 100 – (lainnya) Sumber: AOAC (1995).

d.

Analisis Proksimat

Prosedur analisis proksimat yang dilakukan terhadap 4 sampel (kasein, isolat protein kedelai, tepung daging, dan tepung fruit soy bar) dan 5 jenis ransum yang dibuat adalah sebagai berikut :

1)

Kadar Air (AOAC 1999)

Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 1 jam dengan suhu 105–110oC dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang dengan ketelitian mendekati 0.001 gram. Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah ditimbang dan dikeringkan dalam oven pada suhu 103–110oC selama 6-10 jam. Cawan yang telah berisi sampel tersebut selanjutnya dipindahkan ke dalam desikator, didinginkan dan ditimbang kembali. Pengeringan diulangi hingga perbedaan hasil antara 2 penimbangn tidak melebihi 0.0005 gram. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat, yaitu selisih antara berat awal dan berat akhir sampel dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut :

Kadar air (%bb) = Kadar air (%bk) =

Keterangan : a = Berat cawan kosong kering (g) x = Berat sampel awal (g)

y = Berat cawan + sampel kering (g)

2)

Kadar Abu (SNI 01-2891-1992)

Sampel (2–3 gram) ditimbang ke dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Sampel dalam bentuk cairan diuapkan di atas penangas air sampai kering. Sampel diarangkan di atas nyala pembakar, lalu diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550oC sampai pengabuan selesai (sesekali pintu tanur dibuka sedikit agar oksigen bisa masuk). Kemudian, sampel didinginkan dalam desikator lalu ditimbang hingga bobot tetap. Kadar abu dihitung menggunakan perhitungan sebagai berikut:

Kadar abu (%) =

Keterangan : a = Berat cawan kosong kering (g) w = Berat sampel awal (g)


(36)

19

3)

Kadar Protein Kasar (Metode Kjedhal) (AOAC 1995)

Sampel sebanyak 0.1-0.5 gram ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjedhal. Ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat, 1.9 gram K2SO4, 40 mg HgO dan beberapa batu didih. Sampel didestruksi hingga larutan berwarna jernih. Setelah dingin, ditambahkan sejumlah kecil air secara perlahan-lahan lalu didinginkan kembali. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi, labu dicuci, dan dibilas 2-3 kali dengan akuades dan air cucinya dipindahkan ke dalam alat destilasi dengan penambahan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Labu Erlenmeyer 125 ml yang berisi larutan 5 ml H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 1 bagian metilen

blue 0.2% dalam alkohol) dihubungkan dengan destilator, dimana ujung saluran destilator harus terendam di dalam larutan H3BO3. Selanjutnya dilakukan destilasi hingga tertampung kira-kira 15 ml destilat berwarna hijau dalam Erlenmeyer. Selanjutnya, destilat dititrasi dengan larutan HCl 0.02 N hingga terjadi perubahan warna hijau menjadi ungu. Dan tak lupa blanko pun dititrasi.

Kadar N dalam bahan pangan dapat dihitung. Lalu presentase protein dapat dihitung dengan mengalikan presentase nitrogen di dalam bahan dengan 6.25.

%N =

x N x 14.007 x 100

% protein = %N x 6.25

4)

Kadar Lemak Kasar Metode Soxhlet (AOAC 1995)

Labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 100⁰C. Kemudian labu lemak didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak ± 5 gram sampel dibungkus kertas saring dan dimasukkan ke dalam tabung Soxhlet. Kondensor dirangkaikan pada bagian atas dan bagian bawahnya dihubungkan dengan labu lemak yang berisi 30 ml pelarut heksana di atas heating mantle. Refluks dilakukan selama kira-kira 6 jam.

Setelah itu, sampel dikeluarkan dari tabung Soxhlet dan dilakukan destilasi heksana. Labu lemak yang berisi lemak sampel hasil ekstraksi kemudian dipanaskan dalam oven bersuhu 105⁰C selama 30 menit hingga pelarut menguap seluruhnya. Setelah dikeluarkan dari oven, labu lemak didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan kemudian ditimbang.

Kadar lemak (%) =

x 100%)

Keterangan : B = Bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g). A = Bobot labu lemak kosong (g).

5)

Kadar Serat Kasar

Sampel ditimbang sebanyak 2 gram kemudian lemaknya diekstrak menggunakan Soxhlet dengan pelarut petroleum eter. Sampel yang telah bebas lemak dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu Erlenmeyer 600 ml lalu ditambahkan 0.5 g abses yang telah dipijarkan dan 2 tetes zat anti buih. Setelah itu, ditambahkan 200 mL larutan H2SO4 mendidih lalu labu Erlenmyer diletakkan di dalam pendingin balik selama 30


(37)

20 dicuci dengan air mendidih (pencucian dilakukan hingga air tidak bersifat asam lagi). Residu yang terdapat di kertas saring dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu Erlenmeyer kembali. Kemudian labu Erlenmeyer didihkan kembali selama 30 menit dengan pendingin balik sambil sesekali digoyang-goyangkan. Sampel disaring kembali menggunakan kertas saring yang diketahui beratnya sambil dicuci dengan K2SO4 10%.

Residu yang terdapat di kertas saring dicuci dengan air mendidih, kemudian dengan alkohol 95%. Setelah itu, kertas saring dikeringkan dalam oven 110°C (1-2 jam), didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Berat residu serat kasar dapat diketahui dengan menghitung selisih antara berat contoh dan kertas saring dengan berat kertas saring. Kadar serat kasar dihitung dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut.

Kadar serat kasar (g/100g contoh) =

Keterangan : W2 = berat residu dan kertas saring yang telah dikeringkan (g)

W1 = berat kertas saring (g)

W = berat contoh yang dianalisis (g)

6)

Kadar Karbohidrat (

by Difference

)

Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan dengan metode pengurangan (by difference) sebagai berikut :

Karbohidrat = 100% - (kadar air + abu + protein + lemak + serat)%

2.

Penelitian Utama

Penelitian utama akan menguji pengaruh konsumsi fruit soy bar terhadap profil hematologi dan lipid darah tikus percobaan selama 28 hari pemberian pakan.

a.

Persiapan Kandang

Kandang yang digunakan adalah kandang metabolik yang berukuran 17.5 x 23.75 x 17.5 cm milik Laboratorium Hewan Percobaan SEAFAST. Kandang terbuat dari stainless steel, berlokasi pada tempat yang bebas dari suara ribut, dan terjaga dari asap industri atau polutan lainnya. Lantai harus mudah dibersihkan dan disanitasi. Suhu optimum ruangan untuk tikus adalah 22-24o C dan kelembaban udara 50-60% dengan ventilasi yang cukup (namun tidak ada jendela terbuka) (Muchtadi 1993).

b.

Masa Adaptasi Hewan Percobaan

Tikus percobaan diadaptasikan terlebih dahulu sebelum diberi perlakuan. Masa adaptasi bertujuan untuk membiasakan tikus terhadap lingkungan percobaan.

c.

Seleksi Tikus dan Kelompok Perlakuan

Lima hari setelah masa adaptasi, tikus diseleksi berdasarkan keseragaman bobot tubuh dan dibagi menjadi lima kelompok yaitu casein, beef, soy protein isolate, dan fruit soy bar (Tabel 3). Tiap kelompok tikus memiliki perbedaan bobot kurang dari 10 gram dan antar tikus di setiap kelompok memiliki perbedaan bobot sebesar 5 gram.


(38)

21 Tabel 3. Klasifikasi tikus perlakuan

Kelompok Tikus Perlakuan

Casein Tikus yang diberi ransum dengan protein kasein (standar)

Beef Tikus yang diberi ransum dengan protein daging sapi

Soy protein isolate Tikus yang diberi ransum dengan protein isolat protein kedelai

Fruit soy bar Tikus yang diberi ransum dengan protein fruit soy bar Non-protein Tikus yang diberi ransum non-protein

d.

Pengukuran Bobot Tubuh

Bobot tikus diukur dengan cara menimbang tikus menggunakan timbangan tikus. Penimbangan pertama dilakukan setelah masa adaptasi. Penimbangan dilakukan terus-menerus selama 28 hari. Bobot tikus dinyatakan dalam satuan gram.

e.

Pembedahan Tikus

Pembedahan tikus dilakukan pada hari ke-29 sejak dipelihara. Tikus yang akan dibedah dipingsankan terlebih dahulu dengan metode cervical dislocation. Saat pembedahan, dilakukan pengambilan darah dengan menggunakan syringe bervolume 5 ml. Darah disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit untuk memisahkan serum dan sel-sel darah. Serum darah diambil untuk analisis profil lipid darah lengkap.

f.

Analisis Hematologi

Analisis dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah (Labsekda) Bogor dengan prosedur analisis yaitu sampel darah tikus yang diambil dari tikus dimasukkan ke dalam

tube yang berisi EDTA untuk analisis hematologi dan tabung sentrifuse untuk analisi profil lipid darah.

h

.

Analisis Lipid Darah

Analisis lipid darah secara lengkap dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah (Labsekda) Bogor dengan menggunakan alat clinical chemistry analyzer slectra junior. Analisis lipid darah yang dilakukan meliputi analisis kadar kolesterol total, kadar trigliserida, kadar HDL, dan kadar LDL darah. Prosedur analisis kolesterol lengkap dapat dilihat pada Lampiran 38.

3.

Rancangan Percobaan

Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap, dengan model matematika sebagai berikut:

Keterangan :

Yij = pengaruh perlakuan pada tikus (kelompok tikus) ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah perlakuan


(39)

22

αi = pengaruh perlakuan ke-i


(40)

23

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

PENELITIAN PENDAHULUAN

Penelitian pendahuluan meliputi persiapan sampel dan analisis proksimat sampel dan ransum. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk melihat komposisi sampel sebelum diujicobakan kepada hewan percobaan.

1.

Analisis Proksimat

a.

Sampel

Hasil analisis proksimat pada Tabel 4 menunjukkan bahwa sampel casein memiliki kadar protein tertinggi dan fruit soy bar memiliki kadar lemak tertinggi. Fruit soy bar

memiliki kadar lemak yang tinggi dikarenakan adanya minyak nabati yang terdapat pada bahan baku kedelai dan juga adanya penambahan mentega pada produk tersebut. Rekapitulasi data analisis air, abu, protein, lemak, dan serat kasar secara berturut-turut dapat dilihat pada Lampiran 1, 2, 3, 4, dan 5.

Tabel 4. Hasil analisis proksimat sampel (basis kering)

Parameter Casein Beef Soy Protein

Isolate

Fruit Soy Bar

Kadar air(g/100g) 10.99 7.15 7.39 7.78

Kadar abu (g/100g) 0.82 5.00 5.17 2.94

Kadar protein (g/100g) 92.56 82.65 89.23 14.93

Kadar lemak (g/100g) 0.18 9.71 0.24 21.99

Kadar serat kasar (g/100g)

0.13 0.38 0.45 12.90

b.

Ransum

Ransum yang dibuat mengikuti formulasi pada Tabel 2. Hasil formulasi ransum dapat dilihat pada Tabel 5. Khusus untuk ransum fruit soy bar tidak diberikan penambahan CMC dan air dikarenakan bahan baku fruit soy bar telah mengandung serat dan air dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan harian tikus percobaan.

Tabel 5. Komposisi penyusun ransum sampel (basis 1 kg ransum)

Ransum perlakuan

Komponen penyusun (g) Sampel protein Minyak jagung Mineral mix Vitamin

mix CMC

Air minum

Pati jagung

Casein 119.6 79.8 49.1 10.0 9.8 38.2 693.5 Beef 129.7 68.2 43.9 10.0 9.5 41.3 697.4 Soy protein isolate 120.4 79.7 44.2 10.0 9.5 41.7 694.5 Fruit soy bar 720.7 0.0 30.3 10.0 0.0 0.0 239.0 Non-protein 0.0 80.0 50.0 10.0 10.0 50.0 800.0

Kelima formulasi ransum tersebut kemudian dianalisis untuk melihat homogenitas ransum yang dibuat. Hasil analisis proksimat ransum (Tabel 6) menujukkan hasil yang sesuai dengan Tabel 2. Akan tetapi, terjadi perbedaan pada kadar air dimana kadar air yang


(41)

24 diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan yang diharapkan yaitu 5%. Hal ini mungkin disebabkan oleh kandungan air yang terdapat dalam bahan penyusun ransum (selain sumber protein), terutama yang berasal dari pati jagung (sumber karbohidrat). Rekapitulasi data analisis air, abu, protein, dan lemak secara berturut-turut dapat dilihat pada Lampiran 6, 7, 8, dan 9.

Tabel 6. Hasil analisis proksimat ransum (basis kering)

Ransum Kadar (g/100g)

Air Abu Protein Lemak Karbohidrat

Casein 19.55 5.03 13.05 9.95 60.2 Beef 16.27 4.93 12.78 9.43 62.67 Soy protein isolate 17.16 5.13 13.23 9.46 61.61 Fruit soy bar 17.84 4.93 12.15 16.78 56.13 Non-protein 18.57 4.86 1.19 9.26 71.43

B.

PENELITIAN UTAMA

1.

Konsumsi Ransum dan Perkembangan Berat Badan Harian Tikus

Tabel 7 menunjukkan adanya hubungan antara jumlah ransum yang dimakan dengan perkembangan berat badan tikus. Semakin banyak ransum yang dimakan maka semakin banyak pula protein dan lemak yang dikonsumsi. Kelompok tikus beef mengalami pertambahan berat badan yang sangat besar dibandingkan dengan tikus yang diberi ransum lain. Hal ini dikarenakan tikus tersebut mengonsumsi lemak dan protein dalam jumlah yang tinggi selama masa pemeliharaan. Protein memegang peranan penting dalam pertumbuhan sel dan lemak merupakan sumber penghasil energi terbesar.

Daging mengandung asam amino lebih lengkap dibandingkan dengan kedelai. Sehingga kelompok tikus beef memiliki kenaikan berat badan yang lebih besar dibandingkan kelompok tikus soy protein isolate dan fruit soy bar. Hal ini dikarenakan kedelai yang menjadi bahan baku utama soy protein isolate dan fruit soy bar rendah akan asam amino metionin yang merupakan asam amino esensial (Gudbrandsen et al. 2005). Kekurangan asam amino tersebut menyebabkan pertumbuhan jaringan terhambat.

Tabel 7. Konsumsi ransum oleh kelima kelompok tikus

Fruit soy bar merupakan bahan pangan berindeks glikemik rendah. Makanan berindeks glikemik rendah akan dicerna secara lambat didalam tubuh. Sehingga makanan tersebut memberikan rasa kenyang yang cukup lama di dalam tubuh. Hal ini menyebabkan kelompok tikus fruit soy bar mengonsumsi ransum dalam jumlah sedikit. Konsumsi ransum yang rendah

Parameter selama percobaan

Perlakuan

Casein Beef Soy protein isolate

Fruit soy bar

Non-protein

Kenaikan berat badan (g) 41.4 82.4 39.6 -2.6 -17.4

Konsumsi ransum (g) 179.1 272.8 226.3 71.6 115.9

Konsumsi lemak (g) 14.33 21.83 18.11 10.73 9.28


(1)

83 Lampiran 44. Hasil Uji Anova dan Duncan Total Kolesterol

Oneway

ANOVA Total_kolesterol

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 6719.600 4 1679.900 9.636 .002 Within Groups 1743.333 10 174.333

Total 8462.933 14

Post Hoc Tests

Homogeneous Subsets

Total_kolesterol Duncan

Sampel N

Subset for alpha = 0.01

1 2 3

Non-protein 3 54.0000

Soy protein isolate 3 80.0000 80.0000 Fruit soy bar 3 81.3333 81.3333

Casein 3 94.3333 94.3333

Beef 3 1.1900E2

Sig. .036 .233 .045


(2)

84 Lampiran 45. Hasil Uji Anova dan Duncan LDL

Oneway

ANOVA LDL

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 213.733 4 53.433 .344 .842

Within Groups 1554.000 10 155.400


(3)

85 Lampiran 46. Hasil Uji Anova dan Duncan HDL

Oneway

ANOVA HDL

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 5744.933 4 1436.233 37.996 .000 Within Groups 378.000 10 37.800

Total 6122.933 14

Post Hoc Tests

Homogeneous Subsets

HDL Duncan

Sampel N

Subset for alpha = 0.01

1 2 3

Non-protein 3 18.0000

Fruit soy bar 3 26.3333

Soy protein isolate 3 42.6667

Casein 3 50.3333

Beef 3 74.0000

Sig. .128 .158 1.000


(4)

86 Lampiran 47. Hasil Uji Anova dan Duncan Trigliserida

Oneway

ANOVA Trigliserida

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 5935.333 4 1483.833 9.771 .002 Within Groups 1518.667 10 151.867

Total 7454.000 14

Post Hoc Tests

Homogeneous Subsets

Trigliserida Duncan

Sampel N

Subset for alpha = 0.01

1 2 3

Non-protein 3 11.3333

Soy protein isolate 3 17.6667 17.6667

Casein 3 46.0000 46.0000

Beef 3 53.6667

Fruit soy bar 3 61.3333

Sig. .543 .018 .176


(5)

(6)