KINERJA ALAT PENYULINGAN HASIL DAN PEMBAHASAN

dengan semakin lamanya waktu penyulingan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Grafik profil minyak hasil penyulingan Jumlah minyak tersuling pada jam pertama mencapai 50 dari total minyak yang diperoleh selama penyulingan. Tingginya laju penyulingan pada waktu-waktu awal karena pada tahap awal penyulingan minyak di sekitar permukaan nilam yang akan tersuling. Selain itu pada tahap awal penyulingan, minyak yang mempunyai titik didih rendah akan tersuling lebih dahulu serta dapat pula disebabkan karena besarnya jumah minyak yang bertitik didih rendah. Selanjutnya laju penyulingan akan menurun secara tajam, karena laju difusi minyak dari bagian dalam semakin sulit dan juga karena jumlah minyak yang tersedia di dalam bahan semakin kecil dan minyak dengan bobot molekul yang tinggi lebih sulit diperoleh. Dengan demikian semakin lama waktu penyulingan maka jumlah minyak nilam yang dihasilkan semakin sedikit baik pada penyulingan kohobasi maupun non kohobasi.

B. KINERJA ALAT PENYULINGAN

50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 1 2 3 4 5 6 7 8 B o b o t m in y a k g ra m Jam ke- Kohobasi Non Kohobasi Penyulingan minyak atsiri pada penelitian ini menggunakan bahan baku nilam kering dengan kadar air berkisar antara 8 – 10 dan kadar minyak berkisar antara 2,37 – 2,87 Basis Kering. Menurut Ketaren 1985 kadar air yang diharapkan untuk memperolah minyak nilam dengan rendemen yang tinggi dan proses penyulingan yang efektif berkisar antara 12 – 15 . Rendahnya kadar air pada penyulingan ini dikarenakan tanaman nilam telah mengalami penyimpanan selama 1 – 4 minggu. Alat penyulingan pada penelitian ini meliputi tungku pembakaran, ketel suling, kondensor dan separator. Kinerja alat penyulingan ditentukan berdasarkan kondisi proses selama penyulingan berlangsung. Hal tersebut yang nantinya akan menentukan efisiensi energi pada sistem penyulingan yaitu efisiensi ketel dan efisiensi kondensor. 1. Tungku Pembakaran Tungku pembakaran merupakan tempat terjadinya proses pembakaran bahan bakar. Bahan bakar yang digunakan pada penyulingan ini adalah kayu bakar. Proses pembakaran adalah salah satu tahapan terpenting karena memberikan suplai energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan uap air selama penyulingan berlangsung. Energi yang dihasilkan oleh kayu bakar akan digunakan untuk menguapkan air yang terdapat dalam ketel dengan pemanasan langsung karena tungku pembakaran langsung berhubungan dengan ketel suling. Permukaan pemanasan terdapat pada bagian dasar ketel, ketel bagian samping yang menyatu dengan tungku pembakaran dan 3 buah pipa yang terdapat di dalam ketel suling untuk memperluas permukaan pemanasan. Total luas permukaan pemanasan adalah 1,70 m 2 . Sehingga diharapkan tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menguapkan air. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan destilat adalah 45 menit. Pada kenyataannya luas permukaan pindah panas pada ketel suling tidak dapat dimanfaatkan seluruhnya karena kurangnya aliran udara panas yang menuju 3 buah pipa yang terdapat di ketel suling. Hal tersebut disebabkan karena lubang yang berfungsi sebagai tempat masuknya udara panas terhalang oleh dinding batu bata pada tungku pembakaran. Sehingga proses pindah panas hanya terjadi pada bagian dasar ketel suling. Tabel 3. Perbandingan kinerja tungku pembakaran No. Keterangan Penyulingan Kohobasi Penyulingan Non Kohobasi 1. Jumlah rata-rata kayu Kg 186,7 158,15 2. Kadar air kayu rata-rata 22,91 12,5 3. Jumlah rata-rata kayu kering Kg 143,32 138,2 4. Energi total yang dihasilkan kayu MJ 2579,85 2487,6 5. Jumlah air yang diuapkan L 237,54 213,53 6. Energi penguapan air MJ 644,77 572,46 7. Lama waktu penyulingan Jam 8 8 Pemanfaatan kayu atau biomassa sebagai sumber energi merupakan salah satu usaha mencari pengganti sumber daya fosil yang jumlahnya semakin menipis dengan harga yang semakin mahal. Energi panas yang dilepaskan pada proses pembakaran diukur sebagai nilai kalor. Menurut Achmadi 1990, nilai rata-rata kalor kayu sebesar 18.000 KJ setiap kg kayu kering mutlak. Nilai kalor aktual dari kayu tergantung pada kadar air dan kandungan abu. Umumnya kandungan abu yang rendah membuat kayu dapat menghasilkan pembakaran yang baik. Penelitian ini menggunakan berbagai macam jenis kayu sehingga digunakan nilai rata- rata kalor kayu kering mutlak dengan mengoreksi kadar air kayu. Energi yang dihasilkan selama proses pembakaran dipengaruhi pula oleh ketersediaan oksigen. Sempurna atau tidaknya proses pembakaran yang berlangsung sangat tergantung adanya oksigen. Tungku yang digunakan pada penelitian ini tidak menggunakan blower dalam membantu sirkulasi udara. Blower hanya digunakan pada awal pembakaran untuk memudahkan penyalaan api. Oleh karena itu sirkulasi udara berjalan secara alamiah masuk dan keluar melalui lubang pada bagian depan dan belakang tungku. Besar atau kecilnya api yang dihasilkan selama proses pembakaran akan mempengaruhi proses penguapan air. Semakin besar api maka semakin banyak jumlah uap air yang akan kontak dengan bahan dan semakin banyak minyak nilam yang dapat di ekstrak. Kadar air kayu yang digunakan pada penelitian ini berkisar antara 10 – 28 . Nilai kadar air kayu sangat menentukan baik atau tidaknya proses pembakaran dan berpengaruh terhadap nilai kalor kayu. Semakin tinggi nilai kadar air kayu maka kayu bakar menjadi lebih sulit terbakar dan panas yang dihasilkan tidak sebaik kayu bakar dengan kadar air yang rendah. Selain itu dengan semakin tingginya kadar air kayu maka kebutuhan kayu bakar selama penyulingan menjadi meningkat dibandingkan dengan penggunaan kayu yang kering. Pada penyulingan kohobasi dibutuhkan kayu bakar sebanyak 186,7 kg dengan kadar air kayu rata-rata sebesar 22,91 sehingga kayu kering yang digunakan selama penyulingan adalah 143,32 kg, sedangkan untuk penyulingan non kohobasi kebutuhan kayu bakar selama penyulingan sebanyak 158,15 kg dengan kadar air kayu sebesar 12,5 sehingga kayu kering yang digunakan selama penyulingan adalah 138,2 kg. Jumlah kayu yang digunakan setiap penyulingan berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan penambahan jumlah kayu bakar ke dalam tungku pembakaran tergantung pada banyaknya kayu yang masih terdapat di dalam tungku pembakaran dan disesuaikan dengan kebutuhan kayu pada proses penyulingan. Selain itu kayu yang digunakan pada penyulingan tidak sama dan merupakan campuran dari berbagai macam kayu bakar. Setiap kg kayu kering yang digunakan akan menghasilkan energi sebesar 18 MJ, jadi energi yang dihasilkan oleh kayu bakar pada penyulingan kohobasi sebesar 2579,85 MJ digunakan untuk menguapkan 237,54 liter air di dalam ketel dan energi yang dihasilkan kayu bakar pada penyulingan non kohobasi sebesar 2487,6 digunakan untuk menguapkan 213,53 liter air di dalam ketel. Nyala api yang dihasilkan pada proses pembakaran berwarna kuning karena udara tidak dapat mengalir cukup cepat untuk membuat kayu terbakar seluruhnya menjadi karbon dan air selain itu juga terdapat bahan-bahan pengotor yaitu partikel-partikel karbon yang merupakan sisa pembakaran yang tidak sempurna. Proses pembakaran dengan menggunakan bahan bakar kayu menghasilkan nyala api yang cenderung tidak stabil. Hal tersebut dikarenakan nyala api yang dihasilkan sangat tergantung dengan kayu bakar yang ditambahkan selama penyulingan berlangsung. Dengan demikian hal tersebut berpengaruh terhadap jumlah uap air yang dihasilkan dan terlihat dari fluktuasi laju destilat setiap waktu. Perbandingan kinerja tungku setiap kg kayu ditunjukkan oleh Tabel 4. Tabel 4. Perbandingan kinerja tungku setiap kg bahan No. Keterangan Penyulingan Kohobasi Penyulingan Non Kohobasi 1. Jumlah rata-rata kayu Kgkg bahan 4,98 3,95 2. Jumlah rata-rata kayu kering Kg kayukg bahan 3,82 3,45 3. Energi total yang dihasilkan kayu MJkg bahan 68,8 62,19 4. Jumlah air yang diuapkan Lkg bahan 6,33 5,34 5. Energi penguapan air MJkg bahan 17,19 14,31 Jumlah kayu bakar yang digunakan untuk setiap kg bahan pada penyulingan kohobasi lebih besar dibandingkan dengan penyulingan non kohobasi begitu pula dengan energi yang dihasilkan kayu bakar, jumlah air yang diuapkan dan energi yang digunakan untuk penguapan air lebih besar pada penyulingan kohobasi dibandingkan dengan penyulingan non kohobasi untuk setiap kg bahan baku nilam kering yang digunakan. Tungku pembakaran pada alat penyulingan ini tidak dilengkapi dengan penutup sehingga seringkali pada saat proses pembakaran berlangsung api menjalar hingga keluar tungku. Hal tersebut dapat mengakibatkan banyaknya energi yang terbuang ke lingkungan. Kelengkapan yang terdapat pada tungku adalah cerobong yang berfungsi sebagai tempat keluarnya asap pembakaran tetapi pada kenyataannya cerobong ini kurang berfungsi. Asap lebih banyak keluar dari lubang bagian depan sehingga dapat mengganggu operator ketika akan memasukkan kayu bakar. 2. Ketel Suling Ketel suling yang digunakan pada penelitian ini merupakan ketel suling dengan metode penyulingan uap dan air dimana tempat menguapkan air menyatu dengan tempat penyulingan dan dipisahkan oleh sebuah saringan. Ketel suling berfungsi sebagai tempat menguapkan air, uap air mengadakan kontak dengan bahan serta untuk menguapkan minyak nilam. Tekanan pada ketel suling adalah 1 atm dengan suhu sekitar 100 °C. Tekanan yang rendah tentunya akan sulit untuk mengekstrak komponen-komponen bertitik didih tinggi dalam minyak nilam. Oleh karena itu, penyulingan di dengan metode uap dan air ini memerlukan waktu yang lama yaitu 8 jam. Pada awal penyulingan bagian bawah bahan mempunyai suhu tertinggi dan bagian atas mempunyai suhu terendah. Secara bertahap suhu uap akan menjadi sama pada seluruh bahan. Peningkatan suhu berlangsung dari bagian bawah ketel hingga ke bagian atas. Proses peningkatan suhu ini dapat berlangsung karena adanya uap yang mengalir melalui tumpukan bahan dan menyerahkan panas kepada bahan yang dilalui kemudian panas tersebut akan menaikkan suhu bahan dan menjadi sumber panas penguapan yang dibutuhkan oleh minyak. Perbandingan kinerja ketel suling pada penyulingan kohobasi dan non kohobasi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perbandingan kinerja ketel suling No Keterangan Penyulingan Kohobasi Penyulingan Non Kohobasi 1. Bobot bahan rata-rata Kg 37,5 40 2. Kepadatan bahan KgL 0,09 0,096 3. Kebutuhan air L 134,66 209,67 4. Laju destilat Ljamkg bahan 0,74 0,63 5. Laju destilat Ljamkg bahankg kayu 0,00516 0,00456 Minyak atsiri terdapat di dalam kelenjar minyak atau kantung- kantung minyak. Bila bahan dibiarkan utuh, proses hidrodifusi akan berjalan lambat jadi sebaiknya tanaman nilam dirajang terlebih dahulu menjadi potongan-potongan kecil sepanjang 5 – 10 cm. Pada bahan yang dirajang, sebagian minyak nilam keluar ke permukaan bahan dan akan segera menguap oleh uap panas. Selanjutnya minyak yang keluar melalui proses difusi. Suhu tinggi dan pergerakan uap dalam ketel penyuling akan mempercepat proses difusi. Pada penyulingan yang dilakukan pada penelitian ini bobot bahan rata-rata pada penyulingan kohobasi adalah 37,5 kg dengan kerapatan bahan 0,09 kgliter sedangkan pada penyulingan non kohobasi bobot bahan rata-rata sebanyak 40 kg dengan kepadatan bahan 0,096 kgliter. Pengisian bahan didalam ketel harus dilakukan dengan baik dan disesuaikan dengan kapasitas ketel. Selain itu pengisian bahan harus padat serta menyebar rata pada seluruh bagian ketel agar uap air di dalam ketel dapat menyebar dengan merata. Jika bahan tidak merata dapat menyebabkan adanya jalur uap rat hole yang dapat menurunkan rendemen yang dihasilkan. Semakin tinggi kerapatan bahan dan pengisian yang terlalu padat mengakibatkan uap tertahan dan sulit untuk menembus bahan. Uap yang telah melewati bahan dalam ketel umumnya mengandung minyak. Bila jalan uap yang mengandung minyak tersebut terhambat maka rendemen yang diperoleh akan menurun akibat uap terkondensasi lebih awal. Menurut penelitian Panjaitan 1993 dan Rusli dan Hasanah 1977, dengan penyulingan metode uap dan air semakin tinggi kepadatan bahan di dalam ketel mengakibatkan rendemen menjadi semakin rendah karena semakin tinggi kepadatan bahan dalam ketel, maka kecepatan penyulingan semakin rendah sehingga proses hidrodifusi berjalan lambat. Disamping itu harus diperhatikan pula agar tumpukan bahan tidak melewati lubang pipa uap yang menghubungkan ketel dengan kondensor agar keseluruhan bahan dalam ketel suling dapat dilewati oleh uap termasuk yang berada pada bagian tumpukan paling atas dan mencegah lubang uap tersebut tertutupi oleh bahan. Laju destilat yang dihasilkan pada penyulingan kohobasi sebesar 0,74 literjamkg bahan sedangkan pada penyulingan non kohobasi sebesar 0,63 liter.jamkg bahan. Perbedaan laju destilat pada penyulingan kohobasi dan non kohobasi dipengaruhi oleh jumlah kayu bakar yang digunakan dan kepadatan bahan didalam ketel. Gambar 9. Grafik laju destilat Gambar 9 menunjukkan bahwa laju destilat mengalami fluktuasi setiap waktunya. Pada awal penyulingan laju destilat yang dihasilkan cukup tinggi dan cenderung menurun dengan semakin lamanya waktu penyulingan. Hal tersebut dapat disebabkan karena pada awal penyulingan kayu bakar yang digunakan lebih banyak sehingga api dapat menghasilkan api yang besar. Penggunaan api yang besar pada awal penyulingan dilakukan untuk mempercepat proses pemanasan air sehingga semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan destilat. Laju destilat yang semakin menurun pada jam-jam berikutnya dikarenakan nyala api yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan pada awal penyulingan. Fluktuasi laju destilat yang dihasilkan dipengaruhi oleh penambahan kayu bakar ke dalam tungku pembakaran. Jika kayu bakar masih tersedia cukup banyak di dalam tungku dan pembakaran berjalan dengan baik maka laju destilat menjadi tinggi. Sedangkan apabila pasokan kayu bakar berkurang dan kayu bakar yang terdapat di dalam tungku tidak terbakar dengan baik akan menyebabkan laju destilat menjadi menurun. Selama proses penyulingan, adanya penggantian air yang telah diuapkan sangat penting untuk menguapkan seluruh minyak atsiri yang 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 60 120 180 240 300 360 420 480 La ju D e st il a t li te r ja m k g b a h a n Menit ke- Kohobasi Non Kohobasi terdapat dalam bahan. Pada penyulingan dengan sistem kohobasi, air yang ditambahakan merupakan air suling yang berasal dari separator yang telah terpisah dari minyak nilam sedangkan pada penyulingan non kohobasi dilakukan penambahan air dari luar. Penambahan air dari luar pada penyulingan non kohobasi dilakukan sedikit demi sedikit secara kontinu ke dalam ketel suling selama penyulingan berlangsung. Apabila air ditambahkan dalam jumlah besar dalam satu waktu maka dapat menurunkan suhu air yang sedang diuapkan di dalam ketel dan air destilat tidak akan keluar pada beberapa waktu lamanya karena berkurangnya uap di dalam ketel akibat penurunan suhu air ketel. Penyulingan dengan sistem kohobasi dapat menghemat penggunaan air dibandingkan dengan penyulingan non kohobasi karena air terus mengalami perputaran selama penyulingan sehingga penyulingan dengan sistem kohobasi ini akan lebih ekonomis. Pada penyulingan dengan sistem kohobasi jumlah air ketel awal sebanyak 134,66 liter dan secara terus menerus mengalami perputaran selama penyulingan berlangsung sedangkan pada penyulingan non kohobasi kebutuhan air rata-rata sebanyak 209,67 liter. Hal tersebut membuktikan bahwa penyulingan kohobasi mampu menghemat penggunaan air hingga 35 dibandingkan dengan penyulingan non kohobasi. Kebutuhan air yang lebih banyak pada penyulingan non kohobasi karena air suling yang berasal dari separator langsung dibuang sehingga air harus selalu ditambahkan untuk mencegah kekurangan air di dalam ketel yang dapat membahayakan. Jumlah air di dalam ketel dapat diketahui melalui alat water level yang terpasang pada ketel suling. Selain itu pada air suling yang berasal dari separator masih mengandung sejumlah kecil minyak sehingga ketika dikembalikan ke dalam ketel akan megalami penguapan kembali. 3. Kondensor Kondensor yang digunakan pada penyulingan ini adalah kondensor berpilin coil condenser berbentuk persegi panjang yang dimasukkan ke dalam bak berisi air pendingin dengan arah aliran air pendingin berlawanan dengan arah uap campuran air dan minyak. Air pendingin masuk dari bagian bawah dan keluar pada bagian atas sedangkan aliran uap sebaliknya yaitu masuk melalui pipa uap pada bagian atas dan keluar dari bagian bawah, sehingga destilat yang keluar dari kondensor diharapkan akan mempunyai suhu yang hampir sama dengan suhu air pendingin masuk. Perkembangan suhu air pendingin yang keluar kondensor selama penyulingan dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11. Gambar 10. Perbandingan Suhu di Kondensor pada Penyulingan Kohobasi 10 20 30 40 50 60 70 80 90 60 120 180 240 300 360 420 480 S u h u °C Menit ke- Suhu Air Pendingin masuk Suhu Air Pendingin Keluar Suhu Destilat Gambar 11. Perbandingan Suhu di Kondensor pada Penyulingan Non Kohobasi Suhu destilat sangat ditentukan oleh kemampuan kondensor dalam mendinginkan uap yang dihasilkan dari proses penyulingan. Pengaturan suhu destilat disesuaikan dengan laju air pendingin yang digunakan kondensor untuk mendinginkan dan laju destilat dari ketel suling ke kondensor. Media yang digunakan sebagai pendingin adalah air dengan permukaan pindah panas pada kondensor sebesar 1,62 m 2 . Aliran air pendingin yang lebih cepat menyebabkan pendinginan yang lebih efisien karena mampu menyerap energi panas lebih baik. Gambar 9 dan 10 menyajikan perkembangan suhu di kondensor yaitu suhu air pendingin masuk, suhu air pendingin keluar dan suhu destilat. Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan suhu air pendingin keluar diiringi pula dengan peningkatan suhu destilat. Jika suhu air pendingin tinggi maka suhu destilat menjadi tinggi pula. Hal tersebut disebabkan ketika suhu air pendingin keluar tinggi maka kemampuannya untuk mendinginkan uap menjadi berkurang dan destilat yang dihasilkan dapat terkondensasi pada suhu yang tinggi pula. Sedangkan apabila suhu air pendingin rendah maka air pendingin tersebut dapat menyerap panas yang dilepaskan oleh uap lebih baik sehingga akan dihasilkan suhu destilat yang rendah. Perbedaan suhu air yang keluar kondensor pada penyulingan 10 20 30 40 50 60 70 80 60 120 180 240 300 360 420 480 S u h u °C Menit ke- Suhu Air Pendingin Masuk Suhu Air Pendingin Keluar Suhu Destilat kohobasi dan non kohobasi dikarenakan perbedaan suhu air pendingin yang masuk ke kondensor dan laju alir air pendingin yang berbeda. Pada awal penyulingan suhu air pendingin keluar dan suhu destilat masih rendah kemudian dengan semakin lamanya waktu penyulingan memperlihatkan peningkatan dan penurunan suhu air pendingin dan suhu destilat yang dipengaruhi oleh laju air pendingin dan laju destilat. Data suhu rata-rata destilat, suhu rata-rata air pendingin masuk, suhu rata-rata air pendingin keluar, laju destilat dan laju air pendingin dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Perbandingan suhu rata-rata Keterangan Penyulingan Kohobasi Penyulingan Non Kohobasi Suhu destilat rata-rata o C 31,56 30,35 Suhu air pendingin masuk rata-rata ° C 27,35 28 Suhu air pendingin keluar rata-rata ° C 74,7 66,32 Laju destilat rata-rata Ljamkg bahan 0,74 0,63 Laju air pendingin rata-rata Ljam 224 199 Laju destilat dan laju air pendingin berpengaruh terhadap suhu destilat. Hal tersebut dikarenakan jumlah masa yang melewati kondensor dan jumlah air pendingin sangat berpengaruh terhadap energi panas yang harus didinginkan oleh kondensor. Suhu destilat pada penyulingan kohobasi lebih tinggi dibandingkan dengan penyulingan non kohobasi karena pada penyulingan kohobasi laju destilatnya yang lebih tinggi dan masih disesuaikannya laju air pendingin. Semakin besar laju destilasi maka energi panas yang dilepas uap air akan semakin besar. Suhu destilat dapat diatur dengan mengatur debit air pendingin, semakin besar debit air pendingin yang masuk ke kondensor maka proses pendinginan dapat berjalan lebih baik. Pada penyulingan kohobasi bukaan kran air pendingin masuk hanya dilakukan selama 4 jam 55 menit sedangkan pada penyulingan non kohobasi selama 7 jam 45 menit. Jumlah air pendingin yang dibutuhkan pada penyulingan kohobasi dan penyulingan non kohobasi berturut – turut adalah sebanyak 1307,75 liter dan 2104,45 liter. Hal tersebut yang menyebabkan suhu air pendingin keluar dan suhu destilat pada penyulingan kohobasi menjadi lebih tinggi. 3. Separator Minyak nilam dan air dapat memisah karena perbedaan bobot jenis sehingga minyak yang bobot jenisnya kurang dari 1 akan berada diatas air. Separator ini merupakan separator yang dapat digunakan untuk memisahkan minyak dengan fraksi ringan maupun fraksi berat. Separator berbentuk silinder yang terbuat dari stainless steel, pada bagian atasnya semakin mengecil dan terdapat tabung kecil yang terbuat dari gelas untuk menampung minyak dengan bobot jenis yang lebih ringan sedangkan pada bagian bawah terdapat pula tabung kecil yang terbuat dari gelas untuk memisahkan minyak dengan bobot jenis yang lebih besar dari satu. Destilat yang keluar dari kondensor akan masuk ke dalam separator melalui corong dan keluar melalui pipa destilat dengan demikian aliran destilat dari kondensor tidak mengganggu lapisan minyak yang sudah terbentuk pada bagian atas. Minyak nilam yang telah terpisah dari air akan keluar melalui pipa minyak yang berada pada bagian tengah separator dan terhubung dengan kran minyak bagian atas untuk mengeluarkan minyak. Sedangkan air suling akan keluar melalui pipa air pada bagian samping separator. Pada penyulingan dengan kohobasi air suling yang berasal dari separator dikembalikan ke ketel suling untuk disuling kembali. Menurut Ketaren 1985, air suling yang keluar dari separator masih mengandung sejumlah kecil minyak atsiri baik dalam bentuk terlarut maupun suspensi. Komponen yang larut dalam air sebagian besar terdiri dari senyawa oxygenated yang mempunyai bobot jenis lebih besar dari senyawa non-oxygenated. Warna air suling yang keruh menunjukkan masih adanya minyak dalam air tersebut. Sedangkan pada penyulingan non kohobasi air suling tersebut langsung dibuang. Kran pada bagian bawah separator digunakan untuk mengeluarkan minyak fraksi berat. Minyak nilam yang tersuling pada penelitian ini tidak mengandung fraksi berat dengan bobot jenis lebih besar dari satu sehingga kran tersebut hanya digunakan untuk mengeluarkan air suling terdapat dalam separator pada saat penyulingan telah selesai. Perbandingan kinerja separator dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Perbanding kinerja di separator No. Keterangan Penyulingan Kohobasi Penyulingan Non Kohobasi 1. Suhu destilat rata-rata °C 31,56 30,35 2. Waktu tinggal rata-rata Menit 67,2 66,42 3. Jumlah destilat L 237,54 213,53 4. Jumlah air L 236,73 212,7 5. Jumlah minyak L 0,81 0,83 Perbandingan antara jumlah air dengan minyak nilam dalam destilat yang dihasilkan cukup tinggi. Jumlah volume air suling lebih besar dibandingkan dengan jumlah minyak. Berdasarkan hasil penelitian destilat yang dihasilkan pada penyulingan kohobasi sebanyak 237,54 liter yang terdiri dari 236,73 liter dan minyak nilam sebanyak 0,81 liter. Pada penyulingan non kohobasi destilat yang dihasilkan sebanyak 213,53 liter yang terdiri dari 212,7 liter air dan 0,83 liter minyak nilam. Pemisahan minyak nilam dengan air memerlukan perbedaan bobot jenis yang besar. Oleh karena itu minyak yang mempunyai perbedaan bobot jenis sedikit lebih rendah dari bobot jenis air tidak dapat langsung terpisah pada suhu ruang. Hal tersebut dapat dihindari yaitu dengan suhu destilat yang agak hangat karena pada suhu tersebut bobot jenis minyak relatif turun. Tetapi tidak membiarkan suhu destilat menjadi tinggi untuk mencegah penguapan dan kehilangan minyak. Suhu destilat yang terukur selama penyulingan berlangsung berkisar antara 27 ° C hingga 38 ° C. Suhu destilat yang rendah akan mengakibatkan minyak tidak segera terpisah dari air tetapi membentuk suspensi atau emulsi. Hal tersebut dapat dihindari dengan membuat suhu destilat cukup hangat sehingga proses pemisahan minyak dengan air menjadi lebih baik. Gambar 12. Grafik perkembangan waktu tinggal di separator Waktu tinggal destilat di dalam separator merupakan perbandingan antara laju destilat dengan volume separator. Volume separator yang digunakan pada penelitian ini adalah 25 liter. Lamanya waktu tinggal bervariasi tergantung pada laju destilat. Waktu tinggal rata-rata pada penyulingan kohobasi adalah 67,2 menit dan pada penyulingan non kohobasi adalah 66,42 menit. Grafik perkembangan waktu tinggal destilat di separator dapat dilihat pada Gambar 12. Pada awal penyulingan waktu tinggal destilat dalam separator lebih singkat. Hal tersebut dikarenakan tingginya laju destilat pada awal penyulingan. Oleh sebab itu minyak yang telah terpisah harus segera dikeluarkan dari separator karena minyak yang tersuling pada awal penyulingan cukup banyak dan untuk mencegah minyak nilam bercampur kembali dengan air. Mendekati akhir penyulingan waktu tinggal destilat di separator semakin lama seiring dengan semakin menurunnya laju destilat. Semakin cepat laju destilat maka waktu tinggalnya di dalam separator semakin singkat sedangkan semakin lambat laju destilat maka waktu tinggalnya semakin lama. Laju destilat sebaiknya tidak mengalir terlalu cepat, jika laju destilat tinggi maka sebaiknya separator harus cukup besar untuk menampung destilat agar minyak dapat memisah dari air secara sempurna sehingga minyak tidak terbawa oleh air. 20 40 60 80 100 120 140 60 120 180 240 300 360 420 480 W a k tu t in g g a l m e n it Menit ke- Kohobasi Non Kohobasi

C. EFISIENSI ENERGI