EFISIENSI ENERGI HASIL DAN PEMBAHASAN

C. EFISIENSI ENERGI

1. Kehilangan Energi Energi yang dihasilkan bahan bakar tidak seluruhnya digunakan untuk proses penyulingan. Energi ini sebagian besar hilang ke lingkungan secara langsung dan hilang melalui dinding tungku, dinding ketel suling, tutup ketel suling dan pipa dari ketel ke kondensor. Kehilangan energi yang terjadi pada proses penyulingan terdiri dari kehilangan energi karena perpindahan energi secara konveksi alami dan perpindahan energi secara radiasi yang terjadi pada permukaan alat penyulingan. Selama penyulingan berlangsung dilakukan pengukuran suhu secara periodik pada titik-titik tertentu di dinding tungku, dinding luar ketel suling, tutup ketel dan pipa penghubung ketel dengan kondensor. Dari data suhu rata-rata yang diperoleh dapat dilihat kecenderungan dari suhu-suhu setiap titik sehingga didapatkan perubahan suhu setiap 30 menit dan digunakan untuk menghitung kehilangan energi pada bagian dinding tungku, dinding ketel, tutup ketel dan pipa penghubung ketel dengan kondensor. Suhu rata-rata pada alat penyulingan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Suhu rata-rata alat penyulingan No. Pengukuran Suhu Suhu Rata-rata ° C Penyulingan Kohobasi Penyulingan Non Kohobasi 1. Dinding Tungku 78,8 76,5 2. Dinding Ketel 60,7 63,7 3. Tutup Ketel 57,7 58,1 4. Pipa Penghubung Ketel dengan Kondensor 54,6 54,9 Perubahan kehilangan energi setiap waktu di dinding ketel, tutup ketel, pipa penghubung ketel dengan kondensor dan dinding tungku pada penyulingan kohobasi dan penyulingan non kohobasi dapat dilihat pada Gambar 13 sampai dengan Gambar 16. Gambar 13. Kehilangan panas dinding ketel Gambar 14. Kehilangan panas tutup ketel 100 200 300 400 500 600 700 800 E n e rg i K J Menit ke- Konveksi Kohobasi Radiasi Kohobasi Konveksi Non Kohobasi 20 40 60 80 100 120 140 E n e rg i K J Menit ke- Konveksi Kohobasi Radiasi Kohobasi Konveksi Non Kohobasi Gambar 15. Kehilangan panas pipa penghubung ketel dengan kondensor Gambar 16. Kehilangan panas dinding tungku Grafik diatas menunjukkan kehilangan energi pada awal penyulingan rendah kemudian meningkat dengan semakin lamanya penyulingan dan kembali menurun pada akhir penyulingan, hal ini disebabkan pada awal penyulingan belum sempurnanya distribusi uap karena uap membutuhkan waktu untuk menembus bahan dan memanaskan ketel dan secara berangsur-angsur suhu menjadi lebih tinggi dan kehilangan panas yang lebih besar pada jam-jam berikutnya. Sedangkan pada akhir penyulingan suplai kayu bakar sudah berkurang sehingga 20 40 60 80 100 120 140 E n e rg i K J Menit ke- Konveksi kohobasi Radiasi Kohobasi Konveksi Non Kohobasi 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 E n e rg i K J Menit ke- Konveksi Kohobasi Radiasi Kohobasi energi berupa panas yang dihasilkan oleh bahan bakar semakin berkurang yang ditandai dengan penurunan suhu dan penurunan kehilangan panas. Pada dinding ketel, tutup ketel dan pipa penghubung ketel dengan kondensor kehilangan energi secara konveksi lebih besar dibandingkan dengan kehilangan energi radiasi sedangkan pada dinding tungku kehilangan energi radiasi lebih besar dibandingkan dengan kehilangan energi konveksi. Pada kehilangan panas radiasi besarnya tingkat pancaran radiasi suatu benda dipengaruhi oleh nilai emisivitas. Nilai emisivitas relatif suatu benda, besarnya berkisar antara 0 dan 1, benda dengan warna hitam mutlak mempunyai nilai emisivitas 1. Tingginya kehilangan energi radiasi pada dinding tungku disebabkan karena dinding tungku yang terbuat dari plat besi yang dicat mempunyai nilai emisivitas yang tinggi yaitu 0,9 sedangkan stainless steel nilai emisivitasnya berkisar antara 0,11 – 0,12 sehingga dapat dikatakan bahwa dinding tungku mampu menyerap dan memantulkan radiasi yang lebih besar dibandingkan stailess steel. Perbandingan kehilangan energi pada setiap bagian alat penyulingan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Perbandingan kehilangan energi alat penyulingan No. Bagian Alat Jumlah Energi yang Hilang MJ Kontribusi kehilagan Energi Penyulingan Kohobasi Penyulingan Non kohobasi Penyulingan Kohobasi Penyulingan Non Kohobasi 1. Dinding Tungku 40,6 39,8 70 67,6 2. Dinding Ketel 13,2 14,8 22,76 25,1 3. Tutup Ketel 2,1 2,2 3,6 3,7 4. Pipa Penghubung Ketel dengan Kondensor 2,1 2,1 3,6 3,6 5. Total 58 58,9 100 100 Pada kehilangan panas secara konveksi dan radiasi besarnya suhu permukaan alat penyulingan sangat berpengaruh. Semakin tinggi suhu maka akan semakin tinggi pula kehilangan panasnya. Permukaan dinding tungku memiliki suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu alat penyulingan yang lainnya oleh sebab itu kehilangan panasnya lebih besar. Tabel 10. Luas permukaan pindah panas alat penyulingan No. Bagian alat penyulingan Luas permukaan pindah panas m 2 1. Tungku pembakaran 2,38 2. Dinding ketel 2,91 3. Tutup Ketel 0,54 4. Pipa penghubung ketel dengan kondensor 0,41 Selain suhu yang berpengaruh pada kehilangan panas adalah luas permukaan. Luas permukaan pindah panas alat penyulingan dapat dilihat pada Tabel 10. Semakin besar luas permukaan maka akan semakin besar pula nilai kehilangan panasnya. Dinding ketel yang mempunyai luas permukaan lebih luas dibandingkan dengan tutup ketel dan pipa penghubung ketel dengan kondensor nilai kehilangan panasnya lebih besar sedangkan tutup ketel dan pipa yang mempunyai luas permukaan lebih kecil nilai kehilangan panasnya lebih kecil dibandingkan dengan dinding ketel. Kehilangan energi dapat dikurangi dengan pemberian isolasi pada alat penyulingan. 2. Efisiensi Ketel Suling Efisiensi ketel suling merupakan perbandingan antara energi yang digunakan untuk menguapkan air dalam ketel dengan energi yang dihasilkan oleh kayu bakar dengan asumsi jumlah air yang menguap sama dengan jumlah uap yang berkondensasi. Perbandingan efisiensi ketel suling antara penyulingan kohobasi dan penyulingan non kohobasi disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Perbandingan Efisiensi Ketel Keterangan Penyulingan Kohobasi Penyulingan Non Kohobasi Energi penguapan air MJ 644,77 572,46 Energi bahan bakar MJ 2.579,85 2.487,6 Efisiensi 25 23 Pada penyulingan kohobasi energi rata-rata yang digunakan untuk mengubah air menjadi uap sebesar 644,77 MJ dan energi rata-rata yang dihasilkan bahan bakar kayu selama penyulingan berlangsung adalah 2.579,85 MJ, maka dengan perbandingan antara energi penguapan air dengan energi bahan bakar menghasilkan efisiensi ketel sebesar 25 . Pada penyulingan non kohobasi energi rata-rata yang digunakan untuk mengubah air menjadi uap sebesar 572,46 MJ dan energi rata-rata yang dihasilkan bahan bakar adalah 2.487,6 MJ sehingga menghasilkan efisiensi ketel sebesar 23 . Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa penyulingan dengan sistem kohobasi menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan penyulingan non kohobasi. Hal tersebut dapat disebabkan karena suhu air pengisi ketel pada penyulingan kohobasi lebih tinggi yaitu 31,56 ° C sedangkan suhu air pengisi ketel pada penyulingan non kohobasi lebih rendah yaitu sebesar 28,17 ° C. Pada penelitian Panjaitan 1993, efisiensi ketel suling penyulingan minyak nilam dengan metode uap dan air sebesar 27,56 dengan laju penguapan air 0,6 literjam dan menggunakan gas LPG sebagai bahan bakar. Sedangkan penelitian Sugiarto 1993, efisiensi ketel suling penyulingan minyak akar wangi dengan metode uap dan air sebesar 22 dengan laju penguapan air 0,35 literjam dan menggunakan gas LPG sebagai bahan bakar. Perhitungan efisiensi yang dilakukan Panjaitan dan Sugiarto 1993 memperhitungkan energi yang digunakan untuk menaikkan suhu nilam dari keadaan awal sampai suhu akhir. Nilai efisiensi ketel suling pada penyulingan ini menunjukkan bahwa energi yang dihasilkan kayu bakar banyak yang terbuang ke lingkungan. Pada alat penyulingan, tungku pembakaran tidak dilengkapi dengan tutup sehingga seringkali ketika penyulingan berlangsung api dari dalam tungku menjalar hingga keluar. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya energi yang hilang. Kehilangan energi juga terjadi pada dinding tungku sebesar 40,6 MJ pada penyulingan kohobasi dan 39,8 MJ pada penyulingan non kohobasi, kehilangan energi pada dinding ketel sebesar 13,2 MJ pada penyulingan kohobasi dan 14,8 MJ pada penyulingan non kohobasi, kehilangan energi pada pipa uap 2,1 pada penyulingan kohobasi dan non kohobasi serta kehilangan pada tutup ketel 2,1 MJ pada penyulingan kohobasi dan 2,2 MJ pada penyulingan non kohobasi. Selain itu cerobong pada ketel suling tidak berfungsi dengan baik sehingga asap hasil pembakaran lebih banyak yang keluar melalui lubang bagian depan tungku dibandingkan yang keluar melalui cerobong. Peningkatan efisiensi ketel suling dapat dilakukan dengan pemberian isolasi pada peralatan penyulingan dan penggunaan pintu pada tungku pembakaran untuk mengurangi kehilangan energi pada tungku. 3. Efisiensi Kondensor Efisiensi kondensor merupakan perbandingan antara energi panas yang diserap air pendingin dengan energi panas yang dilepaskan uap air. Efisiensi kondensor dipengaruhi oleh luas penampang pindah panas dan laju destilat. Selain itu koefisien pindah panas keseluruhan juga berpengaruh terhadap efisiensi kondensor. Menurut Ketaren 1985, koefisien pidah panas untuk kondensor jenis berpilin coil adalah 40 Btuft 2 jam o F. Nilai efisiensi kondensor dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Perbandingan efisiensi kondensor Keterangan Penyulingan Kohobasi Penyulingan Non Kohobasi Energi yang dilepaskan uap MJ 642,68 570,37 Energi yang diserap air pendingin MJ 502,71 566,04 Efisiensi 79 99,23 Penyulingan yang dilakukan pada penelitian ini menghasilkan efisiensi kondensor sebesar 79 untuk penyulingan kohobasi dengan energi yang lepaskan uap air sebesar 642,68 MJ dan energi yang diserap air pendingin sebesar 502,71 MJ. Efisiensi kondensor pada penyulingan non kohobasi sebesar 99,26 dengan energi yang dilepaskan uap air sebesar 570,37 MJ dan energi yang diserap air pendingin sebesar 566,04 MJ. Air pengisi ketel yang berupa air kohobasi maupun air non kohobasi tidak berpengaruh terhadap efisiensi kondensor karena yang berpengaruh terhadap efisiensi kondensor adalah laju destilat dan penggunaan air pendingin. Air pengisi ketel hanya akan mempengaruhi energi yang digunakan untuk menguapkan air di ketel suling. Semakin besar laju destilat maka efisiensinya semakin rendah. Laju destilat pada penyulingan kohobasi lebih besar dibandingkan dengan penyulingan non kohobasi yaitu sebesar 0,74 literjamkg bahan sedangkan pada penyulingan non kohobasi sebesar 0,63 literjamkg bahan. Laju destilat yang semakin besar akan melepaskan energi panas yang semakin besar. Energi panas dari uap air tidak dapat diserap oleh air pendingin secara maksimal selain itu kontak antara uap dan air pendingin terjadi lebih singkat. Kemampuan air pendingin untuk menyerap panas menurun ketika suhu air pendingin meningkat. Selain itu air pendingin yang digunakan pada penyulingan non kohobasi dialirkan lebih lama dibandingkan dengan penyulingan kohobasi sehingga pada penyulingan kohobasi kemampuan air pendingin menyerap panas lebih rendah. Energi yang diserap air pendingin jauh lebih kecil dibandingkan dengan energi yang dilepas oleh uap air, sehingga efisiensinya kecil. Pada penelitian Fatahna 2005, efisiensi kondensor tipe shell and tube penyulingan minyak nilam sebesar 94,51 sedangkan penelitian Sugiarto 1993 didapatkan efisiensi kondensor sebesar 97,35 . Efisiensi kondensor pada penyulingan minyak atsiri umumnya cukup baik karena kondensor yang digunakan dapat mengubah uap minyak dan air menjadi fase cair. 4. Efisiensi Energi Penyulingan Efisiensi energi penyulingan merupakan nilai perbandingan antara energi yang keluar dari sistem dengan energi yang masuk ke dalam sistem. Energi yang masuk ke dalam sisitem merupakan energi yang berasal dari bahan bakar sedangkan energi yang keluar dari sistem adalah energi yang diserap oleh air pendingin di kondensor. Nilai efisiensi energi penyulingan kohobasi sebesar 19,48 dengan energi yang berasal dari bahan bakar sebesar 2579,85 MJ dan energi yang diserap air pendingin sebesar 502,7 MJ. Sedangkan efisiensi penyulingan non kohobasi sebesar 22,75 dengan energi yang dihasilkan bahan bakar sebesar 2487,6 MJ dan energi yang diserap air pendingin sebesar 566,04 MJ. Nilai efisiensi penyulingan tersebut menunjukkan bahwa pada sistem penyulingan minyak nilam dengan metode uap dan air ini energi yang dihasilkan oleh bahan bakar lebih banyak yang hilang ke lingkungan dibandingkan dengan yang digunakan dalam proses penyulingan. Pada penyulingan kohobasi kehilangan energi keseluruhan sebesar 2077,15 MJ dan pada penyulingan non kohobasi kehilangan energi keseluruhan sebesar 1921,56 MJ. Kehilangan energi tersebut merupakan kehilangan energi di tungku pembakaran, ketel suling, tutup ketel, pipa penghubung ketel dengan kondensor dan kondensor. Pada penelitian Fatahna 2005, efisiensi energi penyulingan nilam sebesar 67,87 dan pada penelitian Sunanto 1992 efisiensi energi penyulingan sereh wangi sebesar 45,81 . Perbedaan efisiensi energi penyulingan tersebut dapat disebabkan karena sistem penyulingan yang berbeda. Penelitian yang dilakukan Fatahna 2005 dan Sunanto 1992 menggunakan sistem penyulingan uap langsung dengan penghasil uap air berasal dari ketel uap dan menggunakan bahan bakar yang berbeda. Neraca energi penyulingan kohobasi dan penyulingan non kohobasi disajikan pada Gambar 17 dan gambar 18. Gambar 17. Neraca Energi Penyulingan Kohobasi Ketel Suling dengan Tungku Pembakaran ξ = 25 T air awal = 23,5 °C T steam = 100 °C Tekanan = 1 atm Energi Kayu Bakar 2579,85 MJ Loss Energi Ketel 1935,34 MJ Energi Penguapan Air 644,77 MJ Loss Energi Pipa Ketel - Kondensor 2,1 MJ Energi yang Dilepaskan Uap 642,68 MJ Kondensor ξ = 79 T steam = 100 °C T destilat = 31,56 °C Loss Energi Kondensor 139,71 MJ Energi yang Diserap Air Pendingin 502,7 MJ Gambar 18. Neraca Energi Penyulingan Non Kohobasi Ketel Suling dengan Tungku Pembakaran ξ = 22,99 T air awal = 25 °C T steam = 100 °C Tekanan = 1 atm Energi Kayu Bakar 2487,6 MJ Loss Energi Ketel 1936,43 MJ Energi Penguapan Air 572,46 MJ Loss Energi Pipa Ketel - Kondensor 2,1 MJ Energi yang Dilepaskan Uap 570,37 MJ Kondensor ξ = 99,26 T steam = 100 °C T destilat = 30,35 °C Loss Energi Kondensor 4,2 MJ Energi yang Diserap Air Pendingin 566,04 MJ

D. ANALISA MUTU