26
berjiwa dapat melalukan sebagai pembawa hak manusia seperti dapat melakukan persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan yang sama sekali
terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya, oleh karena itu badan hukum dapat bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya.
Objek dari perjanjian , Hak dan kewajiban untuk memenuhi sesuatu yang dimaksudkan disebut prestasi, yang menurut undang-undang bisa berupa
menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu.
21
Sebelum suatu perjanjian disusun perlu diperhatikan identifikasi para pihak, penelitian awal tentang masing-masing pihak sampai dengan konsekuensi
yuridis yang dapat terjadi pada saat perjanjian tersebut dibuat.
22
Secara umum kontrak atau perjanjian lahir pada saat tercapainya kesepakatan para pihak mengenai hal yang pokok atau unsur esensial dari
perjanjian tersebut. Walaupun dikatakan bahwa perjanjian lahir pada saat terjadinya kesepakatan mengenai hal pokok dalam kontrak tersebut, namun masih
Setelah subjek hukum dala perjanjian telah jelas, termasuk mengenai kewenangan hukum masing-masing pihak, maka pembuat perjanjian harus
menguasai materi atas perjanjian yang akan dibuat oleh para pihak. Dua hal paling dalam perjanjian adalah objek dan hakikat daripada perjanjian perjanjian serta
syarat-syarat atau ketentuan yang disepakati.
B. Syarat Sahnya Perjanjian
21
ibid
22
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, Jakarta, Rajawali Pers, 2013, hal.149
27
ada hal lain yang harus diperhatikan, yaitu syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:
23
Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu perjanjian.
a. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; b. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
c. suatu hal tertentu; dan d. suatu sebab yang halal.
Keempat syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata tersebut diatas akan diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Kesepakatan
24
Tidak mungkin ada suatu kesepakatan apabila tidak ada pihak yang saling berkomunikasi, menawarkan sesuatu yang kemudian diterima oleh pihak
lainnya. Artinya, tawar-menawar merupakan proses awal yang terjadi sebelum terwujud kata sepakat diantara para pihak yang berjanji. Selama perundingan,
setiap pihak bebas menarik diri tanpa sanksi, setelah persetujuan itu dicapai penarikan diri dapat menjadi pelanggaran perjanjian.
25
23
Ibid, hal.13
24
Ibid, hal.14
25
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hal.108
Cara untuk terjadinya penawaran dan penerimaan dapat dilakukan secara tegas maupun dengan tidak
tegas, yang penting dapat dipahami atau dimengerti oleh para pihak bahwa telah terjadi penawaran dan penerimaan. Komunikasi yang mendahului itu bertujuan
untuk mencari titik temu agar bisa tercapai kata sepakat secara bebas.
28
Sesungguhnya yang dijumpai disini bukanlah suatu kesamaan kepentingan para pihak, melainkan keinginan yang satu justru sebaliknya dari keinginan yang lain.
Namun “keberlawanan” itu menghasilkan kesepakatan.
26
Dengan adanya keterbalikan atau keberlawanan itu, maka terjadilah pertemuan kehendak yang
saling setuju mengenai barang dan harga serta syarat-syaratnya sehingga terjadilah kesepakatan. Sebagai hal mendasar yang harus diketahui adalah bahwa suatu
kesepakatan itu harus diberikan secara bebas. Hal ini dapat disimpulkan dari Pasal 1321 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa suatu kesepakatan itu sah apabila
siberikan tidak karena kekhilafan, atau tidak dengan paksaan, ataupun tidak karena penipuan. Dengan kata lain, suatu kesepakatan harus diberikan bebas dari
kekhilafan, paksaan, ataupun penipuan. Apabila sebaliknya yang terjadi kesepakatan itu menjadi tidak sah dan perjanjian yang dibuat menjadi perjanjian
yang cacat defective agreement.
27
26
I.G. Rai Widjaya, Op.Cit., hal.46
27
Ibid, hal.47
Ketidaksahan yang disebabkan karena kesepakatan yang diberikan secara tidak bebas, mengakibatkan perjanjian itu dibatalkan. Sebenarnya ada dua
kemungkinan yang terjadi dalam hal syarat perjanjian tidak dipenuhi yaitu: a. Kemungkinan pertama adalah, pembatalan atas perjanjian tersebut yang
pembatalannya dimintakan kepada hakim atau melalui pengadilan. Ini yang disebut dapat dibatalkan.
b. Kemungkinan kedua adalah, perjanjian itu batal dengan sendirinya, artinya batal demi hukum.
29
Kesepakatan dapat terjadi secara tertulis dan tidak tertulis, yang mana kesepakatan yang terjadi secara tidak tertulis tersebut dapat berupa kesepakatan
lisan, symbol-simbol tertentu, atau diam-diam. Seseorang yang melakukan kesepakatan secara tertulis biasanya dilakukan
dengan baik dengan akta dibawah tangan maupun dengan akta autentik. Akta dibawah tangan merupakan akta yang dibuat oleh para pihak tanpa melibatkan
pejabat yang berwenang membuat akta seperti notaris, PPAT, atau pejabat lain yang diberi wewenang untuk itu. Berbeda dari akta dibawah tangan yang tidak
melibatkan pihak berwenang dalam pembuatan akta, akta autentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang.
28
Perbedaan prinsip antara akta dibawah tangan dengan akta autentik adalah karena jika pihak lawan mengingkari akta tersebut, akta dibawah tangan selalu
dianggap palsu sepanjang tidak dibuktikan keasliannya, sedangkan akta autentik selalu dianggap asli kecuali terbukti kepalsuannya. Artinya, jika suatu akta
dibawah tangan disangkali oleh pihak lain, pemegang akta dibawah tangan dibebani untuk membuktikan keaslian tersebut, sedangkan kalau suatu akta
autentik disangkali, pemegang akta autentik tersebut tidak perlu membuktikan keaslian akta tersebut tetapi pihak yang menyangkalilah yang harus membuktikan
bahwa akta autentik tersebut adalah palsu. Oleh karena itu, pembuktian akta dibawah tangan disebut pembuktian keaslian sedangkan pembuktian akta autentik
adalah pembuktian kepalsuan.
29
28
Ahmadi Miru, Op.Cit., hal.15
29
ibid
30
Kesepakatan secara lisan merupakan bentuk kesepakatan yang banyak terjadi dengan menggunakan simbol-simbol tertentu sering terjadi pada penjual
yang hanya menjual satu macam jualan pokok, contoh kecilnya yaitu seperti pada penjual soto, pembeli hanya mengacungkan jari telunjuknya saja. Maka penjual
soto tersebut akan mengantarkan satu mangkok soto. Cara terjadinya kesepakatan dengan simbol-simbol tertentu mungkin juga banyak terjadi pada perjanjian-
perjanjian yang terlarang, seperti jual beli narkoba dan hal-hal terlarang lainnya.
30
Kesepakatan dapat pula terjadi dengan hanya berdiam diri, seperti halnya dalam perjanjian pengangkutan. Jika kita mengetahui jurusan mobil-mobil
penumpang umum, kita biasanya tanpa bertanya mau kemana tujuan mobil tersebut dan berapa biayanya, tetapi kita hanya langsung naik dan bila sampai
ditujuan kita pun turun dan membayar biaya sebagaimana biasanya sehingga tidak mengucapkan sepatah katapun kepada supir mobil tersebut, namun pada dasarnya
sudah terjadi perjanjian pengangkutan.
31
Berdasarkan syarat sahnya perjanjian, khususnya syarat kesepakatan yang merupakan penentu terjadinya atau lahirnya perjanjian, berarti bahwa tidak
adanya kesepakatan para pihak maka tidak terjadi kontrak. Akan tetapi, walaupun terjadi kesepakatan para pihak yang melahirkan perjanjian, terdapat kemungkinan
bahwa kesepakatan yang telah dicapai tersebut mengalami kecacatan atau yang biasa disebut cacat kehendak atau cacat kesepakatan sehingga memungkinkan
perjanjian tersebut dimintakan pembatalan oleh pihak yang merasa dirugikan oleh
30
Ibid, hal.16
31
http:blogingria.blogspot.com201112hukum-perancangan-kontrak-kesepakatan.html ,
diakses Selasa, 10 Maret 2015 pukul 23:00
31
perjanjian tersebut. Cacat kehendak atau cacat kesepakatan dapat terjadi karena hal-hal diantaranya:
32
32
a. kekhilafan atau kesesatan dwaling; b. ancaman atau paksaan bedreiging, dwang;
c. penipuan bedrog; d. penyalahgunaan keadaan misbruik van omstandigheden.
Tiga cacat kehendak yang pertama diatur dalam BW sedangkan cacat kehendak yang terakhir tidak diatur di dalam BW, namun lahir kemudian dalam
perkembangan hukum kontrak. Ketiga cacat kehendak yang diatur dalam BW dapat dilihat dalam Pasal 1321 dan Pasal 1449 BW yang masing-masing
menentukan sebagai berikut. Pasal 1321 BW:
“Tiada kesepakatan yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”.
Pasal 1449 BW: “Perikatan yang dibuat dengan paksaan, kekhilafan atau penipuan,
menerbitkan suatu tuntutan untuk membatalkannya”. Secara sederhana keempat hal yang menyebabkan terjadinya cacat pada
kesepakatan tersebut secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut:
http:www.jurnalhukum.comcacat-pada-kehendak-wilsgebreken , diakses Rabu, 11
Maret 2015 pukul 21:00
32
Kekhilafan terjadi jika salah satu pihak keliru tentang apa yang diperjanjikan, namun pihak lain membiarkan pihak tersebut dalam keadaan
keliru. Paksaan terjadi jika salah satu pihak memberikan kesepakatannya karena
ditekan dipaksa secara psikologis, jadi yang dimaksud dengan paksaan bukan paksaan fisik karena jika yang terjadi adalah paksaan fisik pada
dasarnya tidak ada kesepakatan. Penipuan terjadi jika salah satu pihak secara aktif mempengaruhi pihak
lain sehingga pihak yang dipengaruhi menyerahkan sesuatu atau melepaskan sesuatu.
Penyalahgunaan keadaan terjadi jika pihak yang memiliki posisi yang kuat posisi tawarnya dari segi ekonomi maupun psikologi menyalahgunakan
keadaan sehingga pihak lemah menyepakati hal-hal yang memberatkan baginya. Penyalahgunaan keadaan ini disebut juga cacat kehendak yang
keempat karena tidak diatur dalam BW, sedangkan tiga lainnya yaitu penipuan, kekhilafan, dan paksaan telah diatur didalam BW.
33
Cakap atau bekwaam menurut hukum adalah orang yang sudah dewasa, yaitu sudah berumur 21 tahun Pasal 1330 BW. Dalam hal ini undang-undang
beranggapan bahwa pada dasarnya setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan atau perjanjian apabila ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak
cakap. Jadi, pada prinsipnya semua orang adalah cakap untuk membuat perjanjian 2.
Kecakapan
33
Ahmadi Miru, Op.Cit., hal.18
33
kecuali ia dinyatakan tidak cakap oleh undang-undang, ini merupakan general legal presumption Pasal 1329 BW.
Mengenai ketidakcakapan ini, pasal 1330 KUHPerdata menyatakan bahwa orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah “Orang-orang
yang belum dewasa, mereka yang ditaruh dibawah pengampuan, orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan semua orang-orang yang
telah dilarang oleh undang-undang untuk membuat perjanjian-perjanjian tertentu”.
34
Khusus mengenai perempuan dalam hal yang telah ditetapkan dalam undang-undang sekarang ini tidak dipatuhi lagi karena hak perempuan dan laki-
laki telah disamakan dalam hal membuat perjanjian sedangkan untuk orang-orang yang dilarang oleh perjanjian untuk membuat perjanjian tertentu sebenarnya tidak
tergolong sebagai orang yang tidak cakap, tetapi hanya tidak berwenang membuat perjanjian tertentu.
35
Pada dasarnya seseorang yang mengadakan perjanjian mempunyai niat serius untuk mengikatkan diri niat kontraktual, mengerti aka nisi dan persyaratan
perjanjian, sadar akan tanggung jawab yang dipikulkan dipundaknya serta akibatnya sehingga orang tersebut haruslah cakap menurut hukum.
36
Secara sederhana dapat dipahami bahwa apabila ada orang yang pemikirannya belum matang, sakit ingatan atau gila, atau dalam keadaan tidak
sadar karena pengaruh obat-obat terlarang dapat diperkirakan orang yang bersangkutan tidak cukup mampu onbevoegd untuk memahami situasi yang
dihadapi atau tanggung jawab yang dipikul serta akibatnya. Orang tersebut
34
ibid, hal.30
35
I.G. Rai Widjaya, Op.Cit., hal.48
36
ibid
34
digolongkan tidak pantas sehingga tidak cakap onbekwaam untuk melakukan perbuatan hukum. Oleh karena itu, untuk melakukan tindakan hukum, orang
belum dewasa minderjarig atau underage diwakili oleh walinya sedangkan untuk orang yang tidak sehat pikirannya mental incompetent diwakili oleh
pengampunya karena dianggap tidak mampu untuk bertindak sendiri.
37
Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak, maka perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 BW menentukan hanya barang-
barang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi obyek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 BW barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari
dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas. Selanjutnya barang tersebut harus suatu barang yang paling sedikit dapat
ditentukan jenisnya atau een bepaalde onderwerp. 3.
Suatu Hal Tertentu
38
Jadi, satu hal tertentu yang dimaksudkan adalah paling sedikit ditentukan jenisnya, atau asalkan kemudian
jumlahnya dapat ditentukan atau dapat dihitung. Sebab apabila suatu objek perjanjian tidak tertentu, yaitu tidak jelas jenisnya dan tidak tentu jumlahnya,
perjanjian yang demikian adalah tidak sah.
37
ibid
38
ibid, hal.49
35
4. Suatu Sebab Yang Halal
Istilah kata halal bukanlah lawan kata haram dalam hukum islam, tetapi yang dimaksud sebab yang hal adalah bahwa isi kontrak atau perjanjian tersebut
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
39
Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat. Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali
ditentukan lain oleh undang-undang. Suatu sebab dikatakan halal apabila:
40
Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif karena menyangkut subyek. Sedangkan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif karena
menyangkut obyek. Terdapatnya cacat kehendak keliru, paksaan, penipuan atau tidak cakap untuk membuat perikatan, mengenai subyek mengakibatkan
perjanjian dapat dibatalkan. Sementara apabila syarat ketiga dan keempat mengenai obyek tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum.
a. Tidak bertentangan dengan undang-undang b. Tidak bertentangan dengan ketertiban umum
c. Tidak bertentangan dengan kesusilaan
41
39
Ahmadi Miru, Op.Cit., hal.31
40
http:www.negarahukum.comhukumsyarat-sahnya-perikatan-pertemuan-ketiga.html ,
diakses Jumat, 13 Maret 2015 pukul 20:50
41
http:doif-green.blogspot.com201304syarat-syarat-sahnya-suatu-perjanjian.html ,
diakses Jumat, 13 Maret 2015 pukul 21:05
36
C. Hapusnya Suatu Perjanjian