43
b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja atau buruh; c. jabatan atau pekerjaan;
d. tempat pekerjaan; e. besarnya upah dan cara pembayarannya;
f. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja atau buruh;
g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat;
i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. 2 Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf
e dan f, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan yan berlaku.
3 Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dibuat sekurang- kurangnya rangkap dua, yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta
pekerja atau buruh dan pengusaha masing-masing mendapat satu perjanjian kerja.
Selain itu, masih terdapat beberapa ketentuan mengenai perjanjian kerja yang diatur didalam Pasal 55 UU No. 13 Tahun 2003, yaitu perjanjian kerja tidak
dapat ditarik kembali danatau dirubah, kecuali atas persetujuan para pihak.
E. Bentuk-bentuk Perjanjian Kerja
Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, perjanjian kerja dapat dibuat secara lisan dan tertulis.
55
55
Hidayat Muharam, Op.Cit., hal.2
44
1. Bentuk Perjanjian Kerja secara Lisan
Menurut ketentuan Pasal 52 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 syarat sahnya perjanjian kerja dibuat atas dasar:
a. kesepakatan kedua belah pihak
b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum
c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kata-kata sepakat mengikatkan diri pada Pasal 52 ayat a Undang- Undang No. 13 Tahun 2003 ini adalah asas konsensualisme yang menentukan
adanya perjanjian. Artinya, pada dasarnya perjanjian dan perikatan itu telah dilahirkan sejak tercapainya kata sepakat. Dengan kata lain, perjanjian itu
sudah sah apabila sudah tercapai kesepakatan mengenai hal-hal pokok dan tidak memerlukan bentuk yang formil tertulis.
56
Pasal 52 ayat b Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, mempersyaratkan para pihak yakni pengusaha sebagai pemberi kerja dan pekerja sebagai
penerima kerja mempunyai kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum. Dalam memori penjelasan Pasal 52 Undang-Undang No. 13 Tahun
2003 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kemampuan atau kecakapan adalah para pihak yang mampu atau cakap menurut hukum untuk membuat
56
Ibid, hal.3
45
perjanjian, sedangkan bagi tenaga kerja anak, yang menandatangani perjanjian adalah orang tua atau walinya.
Berdasarkan Pasal 1320, 1329, dan 1330 KUHPerdata, subjek hukum yang membuat perjanjian harus cakap untuk melakukan tindakan hukum menurut
hukum. Hakikat subjek hukum dibedakan antara pribadi kodrati natuurlijk person, yaitu manusia tanpa terkecuali, pribadi hukum recht person, dan
badan hukum seperti perseroan terbatas.
Mengenai syarat subjektif, Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menentukan bahwa pihak dalam perjanjian kerja adalah subjek hukum
dan tidak membatasi hanya untuk subjek hukum menurut hukum perdata tetapi juga termasuk subjek hukum publik, yakni badan hukum yang mengemban
kepentingan publik yang dikelola atau ditangani oleh negara.
57
Berdasarkan Pasal 52 ayat d Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, Pasal 1320 KUHPerdata, 1335-1337 KUHPerdata, suatu perjanjian kerja harus
berdasarkan suatu sebab yang halal. Maksud sebab disini adalah tujuan atau maksud yang dikehendaki dari suatu perjanjian kerja. Adapun yang dimaksud
Berdasarkan Pasal 52 ayat c Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, suatu perjanjian kerja harus mempunyai pekerjaan yang diperjanjikan. Hal tersebut
mengandung makna bahwa yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian kerja harus mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
57
Ibid
46
dengan halal adalah isi perjanjian kerja tersebut tidak boleh melanggar undang- undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
58
Berdasarkan ketentuan Pasal 54 Undang-Undang No.13 Tahun 2003, ditentukan hal-hal yang harus terdapat dalam suatu perjanjian kerja tertulis,
yaitu: 2. Bentuk Perjanjian Kerja secara Tertulis
Beberapa bentuk perjanjian kerja mengecualikan asas konsensualitas, yakni untuk perjanjian-perjanjian yang memerlukan atau dipersyaratkan oleh undang-
undang harus diadakan secara tertulis. Dalam Pasal 51 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 ditentukan bilamana peraturan perundang-undangan menentukan
bahwa suatu bentuk perjanjian harus tertulis, harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti halnya ketentuan
mengenai perjanjian kerja waktu yang dipersyaratkan dalam Pasal 57 Undang- Undang No. 13 Tahun 2003 harus tertulis.
59
58
ibid, hal.4
59
ibid
a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja atau buruh;
c. jabatan atau pekerjaan; d. tempat pekerjaan;
e. besarnya upah dan cara pembayarannya; f. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja
atau buruh;
47
g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat;
i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. Perjanjian kerja yang dibuat tidak memenuhi syarat-syarat awal sahnya
ketentuan yang terdapat dalam Pasal 52 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 butir a dan b, yakni jika tidak ada kesepakatan dari pihak pekerja dan pihak
pengusaha atas suatu perjanjian kerja, serta bila ada dari para pihak, baik itu pihak pekerja ataupun pengusaha tidak cakap untuk melakukan perbuatan
hukum maka perjanjian kerja tersebut dapat dibatalkan Pasal 52 ayat 3 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003.
Berdasarkan jangka waktu sementara atau terus menerus dan jenis suatu pekerjaan berulang-ulang atau selesainya suatu pekerjaan tertentu, hubungan
kerja dapat dibuat dalam suatu perjanjian kerja untuk waktu tertentu dan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu Pasal 56 Undang-Undang No. 13
Tahun 2003.
1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu PKWT
Sebagaimana ketentuan yang mengatur masalah ketenagakerjaan sebelumnya, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga
mengatur hubungan kerja untuk waktu tertentu yaitu hubungan kerja yang didasarkan pada perjanjian kerja untuk waktu terrtentu PKWT.
60
60
Maimun, Op.Cit., hal.44
48
Dalam Pasal 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep. 100MenVI2004 Tahun 2004 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, yang dimaksud dengan perjanjian waktu tertentu adalah perjanjian kerja antara pekerja atau buruh dan
pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.
61
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat dalam bentuk tertulis dengan huruf latin dan tidak menggunakan bahasa Indonesia maka dinyatakan
sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu sejak terjadinya hubungan Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat didasarkan pada:
a. Jangka waktu tertentu;
b. Selesainya suatu pekerjaan tertentu.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis dalam huruf latin dengan menggunakan bahasa Indonesia. Kewajiban menuangkan
perjanjian kerja jenis ini kedalam bentuk tertulis adalah untuk melindungi salah satu pihak apabila ada tuntutan dari pihak lain setelah selesainya perjanjian kerja.
Bukan tidak mungkin jika salah pihak misalnya pekerja atau buruh tetap minta dipekerjakan setelah selesainya perjanjian kerja waktu tertentu yang diperjanjikan.
Apabila tidak ada perjanjian tertulis yang dibuat sebelumnya maka pihak pengusaha dapat dituntut untuk terus mempekerjakan pekerja atau buruh sehingga
hubungan kerja berubah menjadi hubungan kerja untuk waktu tidak tentu PWKTT yang biasa disebut pekerja atau buruh tetap.
61
Hidayat Muharam, Op.Cit., hal.5
49
kerja. Perjanjian kerja waktu tertentu dilarang mensyaratkan adanya masa percobaan. Apabila syarat masa percobaan tersebut dicantumkan, maka syarat
tersebut batal demi hukum. Perjanjian kerja jenis ini hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis, sifat, dan kegiatan pekerjaan akan selesai
dalam waktu tertentu, jadi bukan pekerjaan yang bersifat tetap.
Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan pada jangka waktu tertentu dapat diandalkan untuk paling lama 2dua tahun dan hanya dapat
diperpanjang 1satu kali untuk jangka waktu paling lama 1satu tahun.
62
Perjanjian kerja waktu tidak tertentu PKWTT adalah perjanjian kerja antara pekerja atau buruh dan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang
bersifat tetap Pasal 1 angka 2 Kep. 100MenVI2004. 2.
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu PKWTT
63
62
Maimun, Op.Cit., hal.44-46
63
Hidayat Muhamaram, Op. Cit., hal.10
Perjanjian kerja waktu tidak tertentu dapat mempersyaratkan masa percobaan selama tiga bulan. Selama masa percobaan tersebut pengusaha dilarang
membayarkan upah minimum yang berlaku Pasal 60 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003. Jika diperjanjikan mengenai masa percobaan dalam perjanjian kerja
waktu tidak tertentu, selama waktu itu tiga bulan masing-masing pihak berhak mengakhiri seketika hubungan kerjanya dengan pemebritahuan penghentian
Pasal 1603 l. KUHPerdata.
50
Dalam memori penjelasan Pasal 60 ayat 1 ditentukan bahwa syarat masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja waktu tidak tertentu harus dicantumkan
dalam perjanjian kerja. Apabila perjanjian kerja dilakukan secara lisan, syarat masa percobaan kerja harus diberitahukan kepada pekerja yang bersangkutan dan
dapat dicantumkan dalam perjanjian kerja atau dalam surat pengangkatan, ketentuan masa percobaan kerja dianggap tidak ada. Dalam hal perjanjian kerja
waktu tidak tertentu yang dibuat secara lisan, apabila pekerja telah selesai melalui masa percobaan, pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja yang
bersangkutan Pasal 63 ayat 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003. Surat pengangkatan tersebut sekurang-kurangnya memuat Pasal 63 Undang-Undang
No. 13 Tahun 2003:
64
64
ibid
a. nama dan alamat pekerja;
b. tanggal mulai bekerja;
c. jenis pekerjaan; dan
d. besarnya upah.
51
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA
ANTARA KARYAWAN DENGAN PERUSAHAAN A. Prosedur Pembuatan Perjanjian Kerja antara Karyawan dengan
Perusahaan
Perjanjian kerja yang terjadi antara karyawan atau pekerja atau serikat buruh dengan perusahaan adalah Perjanjian Kerja Bersama. Menurut Pasal 1
Angka 21 Undang-Undang No.13 Tahun 2003, Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau serikat
buruh atau beberapa serikat pekerja atau serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau
beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
65
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 16MENXI2011 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan
Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama menyatakan bahwa Perjanjian Kerja Bersama dirundingkan oleh serikat pekerja
atau serikat buruh atau beberapa serikat pekerja atau serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan
pengusaha atau beberapa pengusaha. Perundingan PKB harus didasari itikad baik dan kemauan bebas kedua belah pihak dan dilakukan dengan musyawarah untuk
65
Hidayat Muharam, Op.Cit., hal.85
52
mufakat.
66
Lamanya perundingan ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak dan dituangkan dalam tata tertib perundingan. Dalam satu perusahaan hanya dapat
dibuat 1 satu PKB yang berlaku bagi seluruh pekerja atau buruh di perusahaan yang bersangkutan. Dalam hal perusahaan yang bersangkutan memiliki cabang,
dibuat PKB induk yang berlaku di semua cabang perusahaan serta dapat dibuat PKB turunan yang berlaku di masing-masing cabang perusahaan. Pengusaha
harus melayani serikat pekerja atau serikat buruh yang mengajukan permintaan secara tertulis untuk merundingkan PKB dengan ketentuan apabila:
67
Dalam hal di perusahaan terdapat 1 satu serikat pekerja atau serikat buruh, tetapi tidak memiliki jumlah anggota lebih dari 50 lima puluh
perseratus dari jumlah seluruh pekerja atau buruh di perusahaan, maka serikat pekerja atau serikat buruh dapat mewakili pekerja atau buruh dalam perundingan
pembuatan PKB dengan pengusaha apabila serikat pekerja atau serikat buruh yang bersangkutan telah mendapat dukungan lebih dari 50 lima puluh perseratus
dari jumlah seluruh pekerja atau buruh di perusahaan melalui pemungutan suara. Pemungutan suara diselenggarakan oleh panitia yang terdiri dari pengurus serikat
pekerja atau serikat buruh dan wakil-wakil dari pekerja atau buruh yang bukan anggota serikat pekerja atau serikat buruh. Dalam waktu 30 hari setelah
1. Serikat pekerja atau serikat buruh telah tercatat berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Serikat Buruh; dan
2. Memenuhi persyaratan pembuatan PKB sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
66
https:mumtazz10.wordpress.com20131129tata-cara-pembuatan-perjanjian-kerja- bersama-pkb
, diakses Senin, 16 Maret 2015 pukul 18:08
67
ibid
53
pembentukannya, panitia akan mengumumkan hasil pemungutan suara. Pemungutan suara dapat dilakukan paling cepat 7 tujuh hari setelah
pemberitahuan pemungutan suara oleh panitia. Panitia harus memberi kesempatan kepada serikat pekerja atau serikat buruh untuk menjelaskan program kerjanya
kepada pekerja atau buruh di perusahaan untuk mendapatkan dukungan dalam pembuatan PKB. Penjelasan program kerja tersebut dilakukan di luar jam kerja
pada tempat-tempat yang disepakati oleh panitia pemungutan suara dan pengusaha. Tempat dan waktu pemungutan suara ditetapkan oleh panitia dengan
mempertimbangkan jadwal kerja pekerja atau buruh agar tidak mengganggu proses produksi dan mengenai penghitungan suara disaksikan oleh perwakilan
dari pengusaha.
68
Perundingan pembuatan PKB dimulai dengan menyepakati tata tertib perundingan yang sekurang-kurangnya memuat:
69
g. cara penyelesaian apabila terjadi kebuntuan perundingan; a. tujuan pembuatan tata tertib;
b. susunan tim perunding; c. lamanya masa perundingan;
d. materi perundingan; e. tempat perundingan;
f. tata cara perundingan;
68
ibid
69
ibid
54
h. sahnya perundingan; dan i. biaya perundingan.
Dalam hal perundingan pembuatan PKB tidak selesai dalam waktu yang disepakati dalam tata tertib maka kedua belah pihak dapat menjadwal kembali
perundingan dengan waktu paling lama 30 tiga puluh hari setelah perundingan gagal. Apabila masih belum selesai dalam waktu yang disepakati dalam tata tertib
dan penjadwalan tersebut, maka para pihak harus membuat pernyataan secara tertulis bahwa perundingan tidak dapat diselesaikan pada waktunya, yang memuat
materi PKB yang belum dicapai kesepakatan, pendirian para pihak, risalah perundingan, dan tempat, tanggal, dan tanda tangan para pihak. Menurut Pasal 22
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 16MENXI2011, PKB sekurang-kurangnya harus memuat:
a. nama, tempat kedudukan serta alamat serikat pekerja atau serikat buruh; b. nama, tempat kedudukan serta alamat perusahaan;
c. nomor serta tanggal pencatatan serikat pekerja atau serikat buruh pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten atau kota;
d. hak dan kewajiban pengusaha; e. hak dan kewajiban serikat pekerja atau serikat buruh serta pekerjaburuh;
f. jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya PKB; dan g. tanda tangan para pihak pembuat PKB.
Apabila dalam hal perundingan pembuatan PKB tidak mencapai kesepakatan maka salah satu pihak atau kedua belah pihak harus mencatatkan
kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan untuk dilakukan penyelesaian. Instansi tersebut adalah:
55
1. instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten atau kota apabila lingkup berlakunya PKB hanya mencakup satu kabupaten atau
kota; 2. instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di provinsi, apabila
lingkup berlakunya PKB lebih dari satu kabupaten atau kota di satu provinsi; 3. Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga
Kerja pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi apabila lingkup berlakunya PKB meliputi lebih dari satu provinsi.
Instansi sebagaimana dimaksud, menyelesaikan perselisihan PKB tersebut berdasarkan kesepakatan tertulis dari serikat pekerja atau serikat buruh yang
menjadi perunding dengan pengusaha. Kesepakatan tertulis tersebut memuat syarat: pihak-pihak yang melakukan perundingan, wilayah kerja perusahaan, dan
tempat, tanggal, dan tanda tangan para pihak. Pengusaha wajib mendaftarkan PKB kepada instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan. Pendaftaran PKB dilakukan bertujuan sebagai alat monitoring dan evaluasi pengaturan syarat-syarat kerja yang dilaksanakan di
perusahaan, dan sebagai rujukan utama dalam hal terjadi perselisihan pelaksanaan PKB. Pengajuan pendaftaran PKB harus melampirkan naskah PKB yang dibuat
dalam rangkap 3 tiga bermaterai cukup yang telah ditandatangani oleh pengusaha dan serikat pekerja atau serikat buruh. Pendaftaran PKB dilakukan oleh
kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten atau kota untuk perusahaan yang terdapat hanya dalam 1 satu wilayah kabupaten atau
kota; kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di
56
provinsi untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari 1 satu kabupaten atau kota dalam 1 satu provinsi; dan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan
Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari 1 satu provinsi.
70
Masa berlaku PKB paling lama 2 dua tahun dan hanya dapat diperpanjang satu kali untuk paling lama 1 satu tahun berdasarkan kesepakatan
tertulis antara serikat buruh atau pekerja dengan pengusaha. Pejabat atau pihak yang melakukan pendaftaran PKB wajib menerbitkan
surat keputusan pendaftaran PKB dalam waktu paling lama 6 enam hari kerja sejak diterimanya permohonan pendaftaran. Pengusaha, serikat pekerja atau
serikat buruh dan pekerja atau buruh wajib melaksanakan ketentuan yang ada dalam PKB. Apabila PKB mengalami perubahan maka harus berdasarkan
kesepakatan karena perubahan atas PKB merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari PKB yang sedang berlaku dan Pengusaha dan serikat pekerja atau
serikat buruh wajib memberitahukan isi PKB atau perubahan tersebut kepada seluruh pekerja atau buruh.
71
70
Selain perjanjian perburuhan berakhir karena waktunya sudah habis, dapat juga perjanjian
perburuhan berakhir sewaktu-waktu yaitu adanya kemungkinan untuk mohon kepada pengadilan agar perjanjian perburuhan itu dinyatakan berakhir karena
alasan-alasan yang memaksa yaitu bilamana tidak diperhatikan menimbulkan rasa tidak adil.
http:eprints.undip.ac.id175661Ulung_Yhohasta.pdf , diakses Senin, 16 Maret 2015
pukul 19:01
71
Lalu Husni, Op.Cit., hal.79
57
B. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Pelaksanaan Perjanjian Kerja pada Perusahaan