40
disebutkan bahwa segala tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan, maupun yang bersifat perseorangan hapus karena daluwarsa dengan
lewatnya waktu tiga puluh tahun. Dengan lewatnya waktu tersebut, maka perjanjian yang telah dibuat tersebut menjadi hapus.
48
Sebelum lahirnya Undang-Undang Ketenagakerjaan, ketentuan mengenai perjanjian kerja tunduk pada Pasal 1601 a KUHPerdata yang memberikan
pengertian perjanjian kerja sebagai berikut, “Perjanjian kerja adalah perjanjian dengan mana pihak yang kesatu, buruh, mengikatkan untuk di bawah pimpinan
pihak yang lain, majikan, untuk waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah”.
D. Pengertian Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja yang dalam bahasa Belanda disebut Arbeidsoverenkoms, mempunyai beberapa pengertian. Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 14 memberikan pengertian perjanjian kerja sebagai berikut, “Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja atau buruh
dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak”.
49
Imam Soepomo mengkritisi perumusan ini, karena dianggapnya tidak lengkap. Hal ini disebabkan dalam pengertian diatas yang mengikatkan diri
hanyalah pihak buruh saja, tidak pihak lainnya yaitu majikan. Padahal pada tiap
48
ibid
49
Agusmidah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bogor, Ghalia Indonesia, 2010, hal.45
41
perjanjian, ada 2 pihak timbal balik yang mengikatkan diri adalah kedua belah pihak yang bersangkutan.
Sarjana lain memberikan pengertian perjanjian kerja dengan lebih tegas, merangkum pendapat dari Imam Soepomo, antara lain oleh Aloysius Uwiyono
sebagai berikut, “Perjanjian kerja adalah perjanjian yang dibuat antara buruh atau pekerja dengan pengusaha, dimana buruh mengikatkan diri untuk bekerja pada
pengusaha, dilain pihak pengusaha mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah”.
50
Perjanjian kerja antara buruh dan pengusaha menimbulkan hubungan hukum, yaitu hubungan kerja dan mengandung 3 ciri khas, yaitu adanya
pekerjaan, adanya perintah, adanya upah.
51
Hubungan kerja dilakukan oleh pekerja atau buruh dalam rangka untuk mendapatkan upah. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 30 Undang-Undang No.
13 Tahun 2003, upah adalah hak pekerja atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada
pekerja atau buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi
pekerja atau buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan danatau jasa yang telah atau akan dilakukan.
52
Berdasarkan ketentuan Pasal 51 ayat 1 dan 2 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, Perjanjian kerja dibuat secara terrtulis atau lisan. Perjanjian kerja
50
ibid
51
ibid
52
Asri Wijayanti, Op.Cit., hal.42
42
yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Syarat-syarat perjanjian kerja pada dasarnya
dibedakan menjadi dua, yaitu syarat materiil dan syarat formil.
Syarat materiil dari perjanjian kerja berdasarkan ketentuan Pasal 52 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, dibuat atas dasar:
a. kesepakatan kedua belah pihak
b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum
c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila dikaji lebih jauh sebenarnya ketentuan Pasal 52 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 itu mengadopsi ketentuan Pasal 1320 BW. Perjanjian kerja
adalah salah satu bentuk perjanjian, sehingga harus memenuhi ketentuan syarat sahnya perjanjian berdasarkan ketentuan Pasal 1320 BW yaitu adanya
kesepakatan, kecakapan berbuat hukum, hal tertentu, dan sebab yang halal.
53
Selanjutnya suatu perjanjian kerja harus memenuhi syarat formil. Berdasarkan ketentuan Pasal 54 Undang-Undang No.13 Tahun 2003, yaitu:
54
a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; 1 Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat:
53
Ibid, hal.42-43
54
Ibid, hal.46
43
b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja atau buruh; c. jabatan atau pekerjaan;
d. tempat pekerjaan; e. besarnya upah dan cara pembayarannya;
f. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja atau buruh;
g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat;
i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. 2 Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf
e dan f, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan yan berlaku.
3 Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dibuat sekurang- kurangnya rangkap dua, yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta
pekerja atau buruh dan pengusaha masing-masing mendapat satu perjanjian kerja.
Selain itu, masih terdapat beberapa ketentuan mengenai perjanjian kerja yang diatur didalam Pasal 55 UU No. 13 Tahun 2003, yaitu perjanjian kerja tidak
dapat ditarik kembali danatau dirubah, kecuali atas persetujuan para pihak.
E. Bentuk-bentuk Perjanjian Kerja