Hasil Uji Kointegrasi Pendugaan Model Penawaran Ekspor LNG Jangka Panjang

Karena adanya ketidakstasioneran data pada tingkat level, maka uji stasioneritas dilanjutkan pada tingkat first difference. Hasil uji ADF di tingkat first difference pada Tabel 5.2 menunjukkan seluruh variabel stasioner, karena nilai statistik ADF setiap variabel lebih kecil daripada nilai kritis MacKinnon pada taraf nyata 10 persen. Tabel 5.2. Hasil Uji Stasioneritas pada Tingkat First Difference Variabel Nilai ADF Nilai Kritis MacKinnon Keterangan 1 5 10 LN_X -11,22761 -3,502238 -2,892879 -2,583553 Stasioner LN_Q -15,18890 -3,501445 -2,892536 -2,583371 Stasioner LN_ER -4,882788 -3,503049 -2,893230 -2,583740 Stasioner LN_PX -12,69385 -3,502238 -2,892879 -2,583553 Stasioner LN_PD -9,169875 -3,501445 -2,892536 -2,583371 Stasioner LN_CD -7,173113 -3,503049 -2,893230 -2,583740 Stasioner DUMMY -9,695360 -3,501445 -2,892536 -2,583371 Stasioner Sumber : Lampiran 3 Keterangan : Stasioner pada taraf nyata 10 persen

5.2. Hasil Uji Kointegrasi

Apabila variabel-variabel yang dianalisis tidak stasioner pada tingkat level tetapi saling berkointegrasi, berarti terdapat hubungan jangka panjang pada persamaan tersebut. Variabel-variabel tersebut dikatakan berkointegrasi apabila residual dari regresi persamaan yang digunakan stasioner. Berdasarkan hasil uji stasioneritas terhadap residual persamaan regresi pada Tabel 5.3, diketahui bahwa residual dari persamaan tersebut stasioner di tingkat level. Hal ini dapat dilihat dari nilai statistic ADF yang lebih kecil daripada nilai kritis MacKinnon pada taraf nyata 10 persen. Dengan demikian, hasil uji stasioneritas terhadap residual semakin memperkuat bukti bahwa di antara variabel-variabel yang digunakan terdapat kointegrasi. Tabel 5.3. Hasil Uji Stasioneritas Error Correction Term Variabel Nilai ADF Nilai Kritis MacKinnon Keterangan 1 5 10 ECT -6.415606 -3.500669 -3.500669 -2.583192 Stasioner Sumber : Lampiran 5 Keterangan : Stasioner pada taraf nyata 10 persen.

5.3. Pendugaan Model Penawaran Ekspor LNG Jangka Panjang

Uji kointegrasi Engle-Granger dilakukan untuk memperoleh hubungan jangka panjang yang stabil antara volume ekspor LNG X Indonesia terhadap dummy kebijakan domestic market obligation DUMMY, produksi LNG Q, nilai tukar ER, harga ekspor LNG PX, harga domestik gas alam PD, dan konsumsi domestik gas alam CD, sehingga didapatkan persamaan ekspor LNG Indonesia dalam jangka panjang sebagai berikut. LN_X = -6,6160246 + 0,182763 LN_Q + 0,726189 LN_ER + 0,365396 LN_PD – 0,783432 LN_PX + 1,374523 LN_CD + 0,089987 DUMMY ……… 5.1 Nilai R 2 pada model tersebut sebesar 0,920027, artinya pada jangka panjang 92 persen keragaman ekspor LNG Indonesia dapat dijelaskan oleh variabel- variabel yang digunakan dalam model, sedangkan sisanya sebesar 8 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model. Tabel 5.4. Hasil Estimasi Kointegrasi Variabel Koefisien Prob. DUMMY 0,089987 0,0672 LN_Q 0,182763 0,0989 LN_ER 0,726189 0,0000 LN_PD 0,365396 0,0000 LN_PX -0,783432 0,0000 LN_CD 1,374523 0,0000 C -6,160246 0,0052 R-Squared 0,920027 Sumber : Lampiran 4 Berdasarkan persamaan jangka panjang pada Tabel 5.4, dapat diketahui bahwa variabel nilai tukar, harga domestik gas alam, harga ekspor LNG, dan konsumsi domestik gas alam memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel ekspor LNG Indonesia pada taraf nyata 5 persen. Sedangkan variabel produksi LNG dan dummy kebijakan domestic market obligation memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ekspor LNG Indonesia pada taraf nyata 10 persen. Berdasarkan Tabel 5.4, dapat diketahui bahwa dummy kebijakan domestic market obligation berpengaruh positif terhadap penawaran ekspor LNG Indonesia pada jangka panjang. Pemberlakuan kebijakan ini akan meningkatkan penawaran ekspor LNG Indonesia sebesar 0,089987 persen dalam jangka panjang. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan, di mana seharusnya kebijakan ini mampu mengurangi alokasi ekspor LNG untuk memenuhi kebutuhan gas domestik. Artinya, kebijakan ini terbukti belum cukup efektif. Hal ini dapat disebabkan karena dalam periode yang digunakan dalam penelitian ini, para KKKS masih memiliki keterikatan dan kewajiban untuk memenuhi kontrak ekspor jangka panjang maupun menengah yang ditelah disepakati sebelumnya, sehingga struktur ekspor belum berubah dari sebelum ke sesudah kebijakan tersebut diberlakukan. Selain itu, aturan domestic market obligation itu belum efektif karena ketentuan yang ada juga masih longgar, di mana selama periode tersebut hanya satu KKKS yang selalu memenuhi kewajiban DMO, yaitu PT Pertamina Persero. Infrastruktur pendukung gas alam juga belum terpenuhi secara maksimal karena masih dalam tahap pembangunan. Belum efektifnya kebijakan ini juga diperkuat dengan perilaku penawaran ekspor LNG Indonesia yang diuraikan sebagai berikut. Variabel produksi LNG berpengaruh positif terhadap penawaran ekspor LNG Indonesia dalam jangka panjang. Hal ini terjadi karena apabila produksi LNG Indonesia meningkat, maka jumlah LNG yang ditawarkan di pasar internasional akan meningkat sehingga dapat meningkatkan ekspor LNG Indonesia. Jika terjadi peningkatan produksi LNG sebesar 1 persen, maka ekspor LNG Indonesia meningkat sebesar 0,182763 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika berpengaruh positif terhadap penawaran ekspor LNG Indonesia pada jangka panjang. Ketika nilai tukar meningkat, LNG luar negeri relatif lebih mahal dan LNG Indonesia relatif lebih murah, sehingga negara lain akan berkeinginan membeli lebih banyak komoditi LNG Indonesia. Jika nilai tukar meningkat sebesar 1 persen, maka ekspor LNG Indonesia meningkat sebesar 0,726189 persen, ceteris paribus. Harga ekspor LNG berpengaruh negatif terhadap penawaran ekspor LNG pada jangka panjang, di mana hasil tersebut tidak sesuai dengan hipotesis semula yang didasarkan pada teori penawaran ekspor. Hal ini dikarenakan pola perdagangan LNG telah bergeser dari seller market ke buyer market dan kontrak tidak lagi dilakukan melalui negosiasi langsung tetapi melalui tender, sehingga posisi penawaran lebih lemah daripada sisi permintaan. Semakin tinggi harga ekspor LNG yang ditawarkan, maka semakin kecil peluang untuk memenangkan tender tersebut. Jika terjadi penurunan harga ekspor LNG sebesar 1 persen, maka ekspor LNG Indonesia meningkat sebesar 0,783432 persen, ceteris paribus. Perilaku ini tidak rasional dalam teori penawaran ekspor, di mana penjual akan meningkatkan penawarannya jika harga meningkat. Akibatnya, eksportir dapat mengalami kerugian. Harga domestik gas alam mempunyai pengaruh positif terhadap penawaran ekspor LNG. Jika harga domestik gas alam meningkat sebesar 1 persen, maka ekspor LNG Indonesia meningkat sebesar 0,365396 persen, ceteris paribus. Artinya, jika harga domestik gas alam meningkat, maka dalam jangka panjang penawaran ekspor LNG akan meningkat. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian yang diajukan sebelumnya, yaitu harga domestik gas alam akan berpengaruh negatif terhadap penawaran ekspor LNG Indonesia. Hal ini terjadi karena dalam kondisi empiris, perubahan harga gas alam domestik selalu diikuti oleh perubahan harga ekspor LNG ke arah yang sama, sebagaimana yang terlihat pada Gambar 5.1. Harga ekspor LNG selalu lebih tinggi setidaknya 60 persen dari harga domestik gas alam sering kali membuat kontraktor enggan untuk mengembangkan lapangan gasnya untuk memenuhi pasar domestik. Jika kondisi ini terus berlangsung, maka kebijakan domestic market obligation gas tidak dapat berjalan dengan baik karena kebijakan ini dapat menyebabkan penurunan keuntungan bagi kontraktor. Gambar 5.1. Perkembangan Harga Ekspor LNG dan Harga Domestik Gas Alam Tahun 2003-2010 Dalam jangka panjang, variabel konsumsi domestik gas alam menunjukkan pengaruh positif terhadap penawaran ekspor LNG Indonesia. Jika terjadi peningkatan konsumsi domestik gas alam sebesar 1 persen, maka ekspor LNG Indonesia meningkat sebesar 1,374523 persen, ceteris paribus. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian yang diajukan sebelumnya, yaitu konsumsi domestik gas alam akan berpengaruh negatif terhadap penawaran ekspor LNG Indonesia. Hal ini terjadi karena masalah konsumsi domestik gas alam yang terus meningkat, pada kasus konsumsi LPG misalnya, biasanya ditutupi secara instan dengan cara mengimpor gas dari negara lain. Selain itu, walaupun pangsa pasar domestik cukup besar, namun pasar domestik tidak memberikan keuntungan sebesar pasar ekspor dari sisi harga, di mana harga ekspor jauh lebih tinggi 5.2 5.6 6.0 6.4 6.8 7.2 7.6 8.0 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 LN_PX LN_PD dibandingkan dengan harga domestik gas alam, sehingga akan lebih menguntungkan jika penawaran lebih diprioritaskan untuk diekspor.

5.4. Pendugaan Model Penawaran Ekspor LNG Jangka Pendek