Perkembangan Konsumsi Domestik Gas Alam Perkembangan Harga Liquefied Natural Gas LNG

Perkembangan volume ekspor LNG tahun 2000-2001 dan 2004-2009 yang menunjukkan tanda negatif disebabkan oleh dua hal utama. Pertama, karena semakin ketat dan bertambahnya pesaing Indonesia sebagai pengekspor utama LNG dunia. Kedua, cadangan gas yang terus berkurang juga menyebabkan penurunan ekspor LNG Indonesia. Pada tahun 2010, ekspor LNG Indonesia kembali melesat naik seiring dengan meningkatnya kapasitas produksi dari kilang LNG yang baru, yaitu kilang Tangguh. Negara tujuan ekspor LNG Indonesia yang utama adalah Jepang, dimana lebih dari 50 persen ekspor LNG Indonesia dikirim ke negara tersebut. Negara tujuan ekspor utama lainnya adalah Korea Selatan dan Cina. Perkembangan ekspor LNG Indonesia menurut negara tujuan utama dan negara lainnya pada periode tahun 2005 sampai 2010 menunjukkan data yang berfluktuatif, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Ekspor LNG Indonesia ke Negara Tujuan Utama Tahun 2005-2010 Tahun Negara Tujuan Ekspor LNG Jepang Korea Selatan Cina Negara Lain Jml Ekspor kg Jml Ekspor kg Jml Ekspor kg Jml Ekspor kg 2005 14.250.931.811 61 5.479.371.328 24 2.244.910.832 10 1.284.708.789 6 2006 14.311.914.992 63 5.059.227.575 22 3.368.460.691 15 2007 13.904.814.070 66 3.798.582.474 18 3.247.569.824 16 2008 14.389.695.668 70 3.279.370.168 16 3.009.799.824 15 2009 13.057.877.457 69 2.989.147.979 16 2.297.181.328 12 675.195.621 4 2010 13.129.187.298 54 5.546.239.644 23 1.874.432.179 8 3.629.858.668 15 Sumber : UN Comtrade, 2011 diolah

4.3. Perkembangan Konsumsi Domestik Gas Alam

Komoditi LNG belum dikonsumsi di Indonesia, sehingga pemanfaatannya seluruh produksinya hanya untuk diekspor ke luar negeri. Hal ini terjadi karena belum tersedianya infrastruktur yang memadai seperti receiving terminal, pipa transmisi dan distribusi, dsb. Infrastruktur tersebut membutuhkan investasi yang besar sehingga dalam pasar domestik, gas alam dikonsumsi dalam berbagai jenis produk selain LNG yang digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik PLN, bahan baku industri pupuk, petrokimia dan industri lain, bahan bakar kilang, bahan bakar gas untuk rumah tangga LPG dan Gas Kota dan bahan bakar gas untuk transportasi. Gambar 4.4 menunjukkan bahwa konsumsi gas domestik terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan konsumsi ini terutama terjadi di sektor industri dalam rangka menekan biaya produksi dan meningkatkan efisiensi mesin sehingga dapat bersaing dengan produk negara-negara lain. Alasan lain pengalihan bahan bakar ke gas yaitu, harga sangat kompetitif dan relatif stabil serta lebih ramah lingkungan ESDM, 2011. Sumber : Data Ware House ESDM dan Pusdatin ESDM, 2011 Gambar 4.2. Perkembangan Konsumsi Domestik Gas Indonesia Tahun 1991- 2010 500.000 1.000.000 1.500.000 2.000.000 2.500.000 3.000.000 3.500.000 1991 1992 1993 1996 1998 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 MMS CF Total Produksi Gas Konsumsi Domestik Gas Semakin pentingnya pemanfaatan gas di sektor domestik mendorong pemerintah untuk memberikan prioritas utama bagi kebutuhan dalam negeri dibanding ekspor. Hal ini tercermin dari ditetapkannya kebijakan domestic market obligation DMO yang akan dijelaskan lebih lanjut pada sub bab 4.5.

4.4. Perkembangan Harga Liquefied Natural Gas LNG

Dalam suatu perdagangan, harga merupakan variabel yang sangat penting dalam memengaruhi permintaan dan penawaran suatu komoditi. Pada komoditi LNG, kesepakatan harga didasarkan pada prinsip-prinsip penting, antara lain kuantitas, kualitas, dan formula Raharjo, 2008. Kualitas produksi LNG tidak selalu sama, tergantung pada komposisi gas terutama metana. Secara teoritis, range negosiasi penetapan harga LNG berada pada batas maksimum berupa kemampuan pihak pembeli maximum buyer affordability dan batas minimum kembalinya investasi pihak penjual minimum seller acceptability. Di antara batas tersebut terangkum semua variabel penunjang misalnya risiko, kehandalan pasokan, jaminan penerimaan, kompetisi antar gasminyakbatubara, fiskal, margin keuntungan, market opportunity, dan faktor tekanan sosial politik Raharjo, 2008. Kementerian ESDM 2008 menjelaskan bahwa pada tahun 1970 hingga 1990 struktur pasar LNG lebih didominasi oleh produsen yang pada saat itu jumlahnya masih sangat terbatas. Kondisi ini sangat menguntungkan pihak produsen seller karena dengan demikian penjualan LNG harganya tinggi dan bersifat jangka panjang. Struktur pasar semacam ini dikenal dengan sebutan seller market. Tahun 1990 hingga 2000 mulai terjadi pergeseran dari seller market menjadi buyer market secara bertahap, hal ini menyebabkan pasar menjadi didominasi oleh pembeli buyer market. Pada tahun 2000 sampai dengan 2005 struktur pasar LNG lebih didominasi oleh buyer market yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Banyaknya produsen LNG baru yang masuk pasar LNG dunia, seperti Qatar, Oman, Yaman, Aljazair, Malaysia, Brunei Darussalam, Rusia-Sakhalin, Australia, Alaska, dan Indonesia. Banyaknya produsen baru LNG yang bermunculan menyebabkan posisi produsen menjadi kurang dominan dan harga LNG juga ikut jatuh. 2. Kontrak LNG tidak lagi melalui negosiasi langsung tetapi melalui tender. Harga serta formula harga ditentukan oleh pembeli, walaupun masih dikaitkan dengan harga minyak pointing to oil tapi dengan batas atas dan batas bawah. Kondisi-kondisi yang terjadi belakangan ini, misalnya kenaikan harga minyak, peningkatan ekonomi negara pembeli LNG, tertundanya realisasi penambahan kapasitas LNG, isu energi ramah lingkungan, dan kontrak penjualan LNG dalam jangka panjang yang akan berakhir expire pasca 2010, mengisyaratkan akan adanya peningkatan kebutuhan LNG yang berpotensi mengembalikan kondisi seller market pada periode 2005-sekarang Raharjo, 2008. Berdasarkan Gambar 4.5, dapat terlihat bahwa harga ekspor LNG Indonesia berfluktuasi, namun mengalami tren peningkatan. Penurunan harga LNG yang sangat tajam terjadi pada tahun 2009. Hal ini terjadi karena adanya over supply LNG di pasaran, sedangkan negara pengimpor tidak mampu menyerap over supply tersebut sebagai dampak dari krisis tahun 2008. Sumber : UN Comtrade, 2011 diolah Gambar 4.3. Perkembangan Harga Ekspor LNG Indonesia USkg Tahun 1989-2010 Harga jual rata-rata gas untuk ekspor setidaknya 60 persen lebih tinggi dibandingkan harga jual rata-rata untuk gas domestik. Hal ini membawa penerimaan negara dari ekspor gas bumi jauh melampaui penerimaan negara dari penjualan gas domestik. Harga jual rata-rata gas ekspor melalui pipa dan pengiriman kargo gas alam cair Liquefied Natural GasLNG dalam kurun waktu 2009 hingga 2011 mencapai US10 hingga US11 per juta British thermal unit MMBTU sementara harga jual gas untuk domestik dalam kurun waktu yang sama tercatat hanya sebesar US4 hingga US4,5 per juta British thermal unit BP Migas, 2012.

4.5. Domestic Market Obligation DMO