Letak Keadaan lapangan KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Berdasarkan perbandingan Bulan Basah BB dan Bulan Kering BK, maka Schmidt dan Ferguson menetapkan tipe iklim di Indonesia dengan mempergunakan rumus nilai Q sebagai berikut: BB basah bulan rata - rata Jumlah BK kering bulan rata - rata Jumlah Q = Berdasarkan besarnya nilai Q tersebut, maka tipe iklim dibagi menjadi : a. Tipe iklim A dengan nilai Q = 0-14,3 b. Tipe iklim B dengan nilai Q = 14,3-33,3 c. Tipe iklim C dengan nilai Q = 33,3-60 d. Tipe iklim D dengan nilai Q = 60-100 e. Tipe iklim E dengan nilai Q = 100-167 f. Tipe iklim F dengan nilai Q = 167-300 g. Tipe iklim G dengan nilai Q = 300-700 h. Tipe iklim H dengan nilai Q = 700 ke atas

4.5. Bagian Hutan

Bagian hutan adalah suatu areal hutan yang ditetapkan sebagai satu kesatuan produksi dan satu kesatuan ekploitasi. Diharapkan dari model pengelolaan hutan seperti ini dapat dihasilkan kayu setiap tahun secara terus-menerus dalam jumlah yang memenuhi syarat pengelolaan hutan yang baik yang sesuai dengan asas kelestarian hutan. Secara administrasi KPH Nganjuk dibagi menjadi 2 Bagian Hutan BH, 5 Bagian Kesatuan pemangkuan Hutan BKPH dan 23 Resort Pemangkuan Hutan RPH. KPH Nganjuk dengan Wilayah hutan seluas 21.273,1 Ha, dibagi kedalam 2 bagian hutan, yaitu : 1. Bagian hutan Tritik, seluas 12.626,50 Ha meliputi petak 1 sd petak 262 2. Bagian hutan Berbek, seluas 8.646,60 Ha meliputi petak 1 sd 190

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Perbandingan sistem penebangan konvensional dengan rata tanah

1. Teknik Teknik eksploitasi hutan jati di Perum Perhutani sebagian besar masih dilakukan dengan sistem manualtenaga manusia, yang dicirikan oleh pemakaian alat-alat sederhana gergaji potong, kapak, baji, dan parang dan mengutamakan penyediaan lapangan kerja yang lebih luas atas dasar pertimbangan sosial ekonomi. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan pada teknik penebangan jati di sekitar teresan penebangan konvensional masih terlihat adanya tunggak yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 8-10 cm, apabila tidak dimanfaatkan maka tunggak ini akan terbuang menjadi limbah. Hal ini berarti ada nilai kayu yang tidak termanfaatkan. Mengingat potensi pemanfaatan dan nilai kayu jati yang semakin meningkat maka dirasakan perlu adanya perbaikan teknik penebangan jati yang dapat memanfaatkan limbah penebangan berupa tunggak yang tersisa. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan untuk ke dua sistem penebangan yaitu konvensional dan rata tanah, terlihat adanya perbedaan dari segi teknik. Sistem penebangan konvensional dari segi teknik sebagai berikut : a. Penentuan pohon yang akan ditebang b. Pembersihan areal pohon yang akan ditebang c. Penentuan arah rebah pohon d. Pembuatan takik rebah dan takik balas e. Pembagian batang Sedangkan sistem penebangan rata tanah dari segi teknik sebagai berikut : a. Penentuan pohon yang akan ditebang b. Pembersihan areal pohon yang akan ditebang c. Penggalian tanah sedalam kurang lebih 20-30 cm di sekitar pohon yang ditebang d. Kepras banir sesuai dengan bentuk batang e. Penentuan arah rebah pohon