Perbandingan sistem penebangan konvensional dengan rata tanah
Gambar 4 Kedalaman galian penebangan rata tanah ± 20 cm
Gambar 5 Kepras banir penebangan rata tanah
Gambar 6 Teknik penebangan rata tanah Mulai tahun 1990 Perum Perhutani menerapkan teknik penebangan jati
dengan teknik kepras banir rata tanah yang mengusahakan tunggak rata dengan tanah. Teknik penebangan rata tanah ini belum diterapkan oleh semua KPH, hal
ini terlihat pada pengamatan di lapangan terhadap sisa tunggak yaitu tinggi tunggak masih berkisar antara 8-10 cm di atas tanah. Digunakannya teknik kepras
banir rata tanah diharapkan dapat memberikan keuntungan kepada perusahaan
dan masyarakat. Menurut Prastowo 1990 keuntungan-keuntungan yang diperoleh dengan adanya teknik penebangan rata tanah adalah :
1 Dari segi Teknik
a. Dengan adanya teknik kepras banir yang mengusahakan tunggak rata dengan
tanah maka memudahkan pembuatan takik rebah dan takik balas serendah mungkin. Karena biasanya banir makin ke bawah makin besar, maka apabila
tidak dilakukan pengeprasan banir pembuatan takik menjadi sulit. b.
Membantu mempermudah jatuhnya pohon ke arah yang dikehendaki. Karena dengan tidak adanya banir maka bentuk batang menjadi hampir silindris
sehingga arah rebah lebih mudah diatur. c.
Meningkatkan kualita kayu terutama pada sortimen pertama yang biasanya masuk kayu brongkol dan kayu bakar. Karena dengan adanya kepras banir
maka bentuk batang menjadi hampir silindris sehingga diharapkan bisa memperpanjang potongan batang dan kualitanya bisa meningkat.
d. Mempermudah muat bongkar. Karena dengan adanya bentuk batang yang
hampir silindris maka apabila batang akan dimuat atau dibongkar tinggal menggelindingkan ke atas truk atau dari atas truk.
2 Dari segi Ekonomis
a. Dengan adanya teknik kepras banir yang mengusahakan tunggak rata dengan
tanah maka ada tambahan volume kayu, yang berarti ada nilai tambah terhadap nilai jualnya.
b. Menambah pendapatan blandong. Karena dengan adanya teknik kepras banir
yang mengusahakan tunggak rata tanah maka ada tambahan volume penebangan yang berpengaruh terhadap biaya penebangan yang seterusnya
akan menambah pendapatan blandong. c.
Membuka lapangan kerja baru. Karena pelaksanaan pengeprasan banir tidak dilakukan oleh blandong tetapi sudah disediakan tenaga khusus untuk
mengepras banir dan melakukan penggalian tanah supaya tunggak rata dengan tanah.
3 Dari segi Ekologis
a. Dengan adanya teknik ini bisa meminimalisasi limbah penebangan
b. Mempermudah penanaman kembali tanpa harus melakukan pembakaran
terhadap tunggak Beberapa kelemahan dari teknik penebangan rata tanah ini adalah :
a. Kurang cocok diterapkan pada daerah yang tanahnya berbatu karena akan
mengalami kesulitan dalam penggalian tanah b.
Total waktu penebangan menjadi lebih lama, karena adanya tambahan waktu untuk mengepras banir dan menggali tanah.
c. Ketersediaan unsur hara menjadi berkurang, karena tunggak yang tersisa
menjadi lebih sedikit. Untuk daerah tropis sebagian besar kandungan unsur hara terdapat dalam biomassa batang dan daun sehingga dengan makin
banyaknya bagian batang yang terambil maka unsur hara yang akan kembali ke tanah menjadi berkurang.
2. Alat yang digunakan
Gergaji rantai chainsaw yang digunakan dalam kegiatan penebangan konvensional dan penebangan rata tanah dalam penelitian ini adalah chainsaw
dengan merk Stihl 2306200. Bahan bakar yang digunakan adalah bensin dengan oli. Konsumsi bensin per hari adalah 10 liter dan oli 1,5 liter. Masa pakai alat
adalah 5 tahun, dengan jam kerja alat selama sehari adalah 6 jam.
Gambar 7 Gergaji rantai merk STIHL 2306200 3.
Pekerja Kegiatan penebangan di RPH Brengkok dilakukan oleh dua orang operator
chainsaw, masing-masing operator dibantu oleh seorang asisten. Berikut ini
disajikan biodata operator chainsaw dan penerimaan bersih yang diperoleh pekerja pada kegiatan penebangan konvensional dan rata tanah yang diperoleh melalui
hasil wawancara. Biodata operator, penerimaan bersih operator, penerimaan pekerja tenaga tambahan dan upah penyaradan masing-masing secara berurutan
disajikan pada Tabel 1, 2, 3, 4 dan 5 secara lengkap disajikan pada Lampiran 9, 10, 18, 19, 20 dan 21.
Tabel 1 Biodata operator chainsaw dan asisten operator Nama Operator
dan Asisten Umur Pendidikan
Lama Bekerja
Asal Parjan operator
Hartono Suminto operator
Larlan 50 th
26 th 43 th
40 th SD
SLTP SD
SD 26 th
10 th 24 th
20 th Desa Sambikerep
Desa Sambikerep Desa Ngadiboyo
Desa Ngadiboyo
Tabel 1 menyajikan biodata operator chainsaw dan asisten operator kegiatan penebangan konvensional dan rata tanah. Setiap operator chainsaw memiliki satu
asisten operator. Pendidikan operator hanya mencapai lulusan SD. Lamanya mereka bekerja sebagai operator chainsaw di Perum Perhutani kurang lebih 20
tahun. Dengan pengalaman yang mereka miliki selama kurang lebih 20 tahun,
menjadikan mereka terlatih dalam kegiatan penebangan. Sistem kerjasama yang diterapkan Perum Perhutani adalah sistem kontrak yang diatur oleh KPH, artinya
keperluan terhadap tenaga operator didasarkan apabila ada kegiatan penebangan. Sistem kontrak yang ditetapkan oleh Perum Perhutani berdasarkan tata waktu
kegiatan penebangan. Dalam satu bulan para pekerja dikontrak kurang lebih 24-26 hari, dan dalam satu tahun kurang lebih 1-5 bulan. Karena penerapan sistem
kontrak menyesuaikan dengan tata waktu kegiatan penebangan di Perum Perhutani dan tata waktu kegiatan penebangan menyesuaikan dengan banyak
sedikitnya jumlah produksi tebangan yang dihasilkan. Tabel 2 menyajikan besarnya penerimaan bersih yang diterima operator
chainsaw dan helper kegiatan penebangan konvensional per Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan BKPH. Besarnya penerimaan bersih yang diterima operator
masing-masing BKPH Berbeda-beda, besarnya berkisar antara Rp. 80.432hari sampai Rp. 87.345hari. Perbedaan besarnya penerimaan disebabkan karena
tingkat produksi tebangan dan tata waktu pelaksanaan kegiatan tebangan yang berbeda. Perhitungan yang berkaitan dengan Tabel 2 selengkapnya disajikan pada
Lampiran 18 dan 20.
Tabel 2 Penerimaan bersih operator chainsaw dan helper penebangan
konvensional per Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan BKPH
BKPH Penerimaan
Kotor Rphari
Biaya Mesin Rphari
Penerimaan bersih
Rphari Tata waktu
penebangan haritahun
Penerimaan setahun
Rptahun Tamanan 188.807,29
101.737,48 87.069,81 90 7.836.282,90
Wengkal 187.568,11 100.223,53
87.344,58 100 8.734.458 Bagor petak
2i 189.375,69 108.944 80.431,69
55 4.423.742,95
Bagor petak 31e
198.030,01 117.180 80.850,01 30
2.425.500,30
Tabel 3. menyajikan besarnya penerimaan bersih yang diterima operator chainsaw dan helper kegiatan penebangan rata tanah per Bagian Kesatuan
Pemangkuan Hutan BKPH. Besarnya penerimaan bersih yang diterima operator masing-masing BKPH Berbeda-beda, besarnya berkisar antara Rp. 81.796hari
sampai Rp. 93.125hari. Perbedaan besarnya penerimaan disebabkan karena tingkat produksi tebangan dan tata waktu pelaksanaan kegiatan tebangan yang
berbeda. Perhitungan yang berkaitan dengan Tabel 3 selengkapnya disajikan pada Lampiran 19 dan 21.
Tabel 3 Penerimaan bersih operator chainsaw dan helper kegiatan penebangan
rata tanah per Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan BKPH
BKPH Penerimaan
Kotor Rphari
Biaya Mesin
Rphari Penerimaan
bersih Rphari
Tata waktu penebangan
haritahun Penerimaan
setahun Rptahun
Tamanan 191.397,30 100.807,71
90.589,60 96
8.696.601,60 Wengkal 192.390,84
99.266,30 93.124,54
107 9.964.325,78
Bagor petak 2i
190.220,92 108.425,21 81.795,71 57
4.662.355,47 Bagor
petak 31 e 200.633,43 116.772,24 83.861,19
31 2.599.696,89
Tabel 4 Penerimaan pekerja tenaga tambahan kegiatan penebangan rata tanah per Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan BKPH
BKPH Jumlah
tenaga tambahan
Upah Rphariorang
Tata waktu penebangan
haritahun Penerimaan
setahun Rptahunorang
Tamanan 2 17.175 96 1.648.800 Wengkal 2 22.676,64 107
2.426.400,48 Bagor petak
2i 2 6.231,58 57 355.200,06
Bagor petak 31 e
2 6.709,68 31 208.000,08 Tabel 4 menyajikan besarnya upah yang diterima pekerja tenaga tambahan
pada kegiatan penebangan rata tanah, berkisar antara Rp. 6.232hariorang sampai Rp. 22.677hariorang. Upah ini merupakan upah penggalian tanah pada kegiatan
penebangan rata tanah yang berasal dari upah penebangan pohon. Jumlah tenaga kerja tambahan untuk setiap kegiatan penebangan rata tanah dalam penelitian ini
sejumlah dua orang tenaga tidak tetap. Tenaga tambahan ini berperan membantu operator dan helper didalam kegiatan penggalian tanah. Penggalian tanah ini
bertujuan untuk mendapatkan penambahan volume kayu, dengan kedalaman galian 20-30 cm. Perbedaan besarnya upah yang diterima disebabkan karena
tingkat produksi tebangan masing-masing BKPH berbeda. Semakin banyak jumlah produksi tebangan maka akan semakin banyak pula upah yang diterima.
Perhitungan mengenai upah tenaga tambahan yang berasal dari upah penebangan pohon selengkapnya disajikan pada Lampiran 19.
Tabel 5 Upah pekerja penyaradan pada kegiatan penebangan konvensional dan rata tanah per Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan BKPH
BKPH Penebangan konvensional
Rphariorang Penebangan rata tanah
Rphariorang Tamanan 14.402,09 14.500,44
Wengkal 12.326,42 12.296,57 Bagor petak 2i
47.688,03 45.644,50
Bagor petak 31e 24.355,23
23.534,69
Tabel 5 menyajikan besarnya upah penyaradan yang diterima pekerja pada penebangan konvensional berkisar antara Rp. 12.326hariorang sampai dengan
Rp. 47.688hariorang. Besarnya upah penyaradan pada penebangan rata tanah berkisar antara Rp. 12.297hariorang sampai dengan Rp. 45.645hariorang.
Bervariasinya upah penyaradan yang diterima pekerja disebabkan karena tingkat produksi tebangan yang berbeda khususnya pada sortimen AIII, karena pada
sortimen AI dan AII tidak ada upah penyaradan. Jauh dekatnya TPn ke TPK berkaitan dengan proses pengangkutan kayu dari TPn ke TPK. Karena semakin
dekat jarak TPn ke TPK maka frekuensi pengangkutan kayu akan semakin sering dan sebaliknya apabila jarak TPn ke TPK semakin jauh maka frekuensi
pengangkutan kayu akan berkurang. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya upah yang diterima pekerja
penyaradan pada BKPH Bagor petak 2i paling besar. Proses pengangkutan kayu ke dalam truk membutuhkan tenaga kerja penyaradan, sehingga kegiatan
penyaradan berkaitan dengan kegiatan pengangkutan. Dengan dekatnya jarak TPn ke TPK maka proses pengangkutan kayu di BKPH Bagor petak 2i dalam sehari
mengangkut kayu sebanyak 4 kali. Untuk BKPH yang lain pengangkutan kayu dalam sehari sebanyak 2 kali, dengan jarak TPn ke TPK berkisar antara 10-18 km.
Faktor lain yang menyebabkan besar atau kecilnya upah penyaradan yang diterima pekerja adalah tingkat produksi tebangan masing-masing BKPH berbeda.
Semakin besar tingkat produksi tebangan maka akan semakin besar pula upah yang diterima. Dan sebaliknya semakin kecil tingkat produksi tebangan maka
akan semakin kecil pula upah yang diterima. Tata waktu kegiatan penyaradan berkaitan dengan tingkat produksi yang dihasilkan dan total angkutan dalam
sehari. Dalam sekali mengangkut kayu, banyaknya volume yang diangkut berkisar antara 7-8 m
3
per truk. Semakin lama waktu penyaradan maka akan semakin kecil upah penyaradan yang diterima dan sebaliknya. Perhitungan mengenai upah
penyaradan selengkapnya disajikan pada Lampiran 18 dan 19.