Yogyakarta: LK iS, 2005.
Untuk membeli buku ini silakan hubungi pihak penerbit LK iS di web:
http:lkis.co.idindex.php?option=com_virtuemartpage=shop.product_detailsflypage=flypage_new.tplproduct_id=488
ancaman krisis, bahkan anomali keganjilan sekalipun. Dengan demikian, akidah Islam harus dijaga secara terus menerus oleh komunitas Muslim agar terhindar
dari kritik dan penyimpangan. Asumsinya, agama Islam rukun Islam dan rukun iman adalah doktrin atau dogma yang harus ditanamkan secara kuat dan kokoh
pada generasi umat Islam melalui pendidikan. Di satu sisi lain, pendidikan Islam bukanlah dogma sehingga ia pantas dimasukkan pada jajaran ilmu yang
berpeluang untuk direvolusi. Pada akhirnya, fungsi agama dalam pengembangan PAI adalah sebagai pemandu periset komunitas ilmiah dan pelaku
pengembangan. Oleh sebab itu, kepercayaan tentang Islam sebagai agama yang kebenarannya bersifat mutlak, tak tergantikan, dan tidak terikat oleh tempat
maupun waktu harus mendarah daging serta didakwahkan secara turun-temurun.
Hal penting lain yang perlu ditegaskan adalah bahwa Islam bukanlah sebuah paradigma. Melainkan, pemahaman dan pengalaman umat Islam tentang agama
Islamlah yang disebut sebagai paradigma. Fungsi Islam adalah sebagai pedoman mutlak umat Islam dalam membangun paradigma. Sedangkan paradigma
bermanfaat memandu umat Islam dalam memahami teks, mengamalkan, dan mengembangkan peradaban serta kehidupannya. Tentu, salah satu diantaranya
pengembangan pendidikan Islam. Dari itu, maka pemikiran Kuhn dalam pengembangan PAI dapat disejajarkan paralel dengan konsep agama Islam
secara historis dan nilai yang mengusung semangat pembaharuan
53
–termasuk di dalamnya ―discovery‖ dan ―invention‖— di segala tempat dan waktu. Oleh
karena itu, pengembangan PAI bukanlah perbuatan dosa bahkan bisa bernilai ibadah bila diniatkan sepenuhnya untuk mencari rida Allah dan mengesakan-Nya.
Asumsinya, seseorang yang melakukan pengembangan PAI dengan tetap berteguh mengesakan Allah SWT, pasti menjadikan pengembangan itu sebagai
upaya untuk mendekatkan diri pada-Nya.
2. Nilai-nilai Dasar Pengembangan Pendidikan Agama Islam
Dalam pelaksanaan proses pembelajaran perlu adanya desain ulang. Di mana tatkala dikaitkan dengan konsep Kuhn, salah satu contohnya pendidik dapat
merangsang peserta didiknya dengan menunjukkan data- data ―anomali.‖ Dari data
tersebut diharapkan pendidik mampu mengubah paradigma nilai kehidupan, mental, dan kognisi peserta didik ke arah yang lebih baik. Asumsinya, selama
peserta didik tidak mau merubah paradigmanya merevolusi ke arah yang lebih unggul, maka tingkat pengetahuannya akan tetap seperti semula, tidak terjadi
perkembangan.
54
Pendidik juga harus menyadarkan mereka bahwa kebenaran ilmu itu bersifat tentatif. Oleh karena itu, semangat untuk mencari ―anomali‖
senantiasa terus dilakukan, kemudian disusul dengan spirit penciptaan. Di mana, ―mencipta‖ atau merubah tidak hanya di bidang sosial, akan tetapi di bidang
teknologi hingga ilmu alam seperti fisika, kimia, dan biologi. Nilai-nilai dasar sebagai intagible assets seperti itu selayaknya tidak hanya ditanamkan dan dimiliki
oleh peserta didik. Namun, pendidik beserta seluruh manusia yang terlibat langsung dalam pengembangan PAI perlu mempunyai jiwa tersebut.
Menurut Amin Abdullah, sebagaimana yang ia pahami dari pemikiran Kuhn bahwa seorang pelaku lapangan
–menurut penulis termasuk salah satunya adalah pendidik ustad, guru, dosen, dll
— kebanyakan masih terbiasa memecahkan masalah melalui cara-cara yang umum konvensional. Yakni, cara-cara yang
baku, mapan, dan senantiasa ingin tetap dipertahankan oleh para praktisi di
53
Roda intelektual Islam selalu mengalami perkembangan ke arah pemikiran yang dinamis. Bagaimanapun, Islam sesungguhnya inheren berhubungan erat dengan kemajuan. Banyak ayat al
Qur‟an maupun Hadith yang mendorong ummat Islam untuk melakukan pengembangan. Dengan kata lain, Islam dengan sangat tegas dan lugas tidak menyukai kemapanan status quo. Lihat, Mujtahid,
―Islam dan
Nalar Ilmiah,‖
dalam http:old.uin-
malang.ac.idindex.php?option=com_contentview=articleid=1943:islam-dan-nalar-ilmiah- 2catid=35:artikelItemid=210, 12 Februari 2011, diakses tanggal 18 Februari 2015.
54
Zubaedi, Filsafat Barat: Dari, hlm. 209.
Yogyakarta: LK iS, 2005.
Untuk membeli buku ini silakan hubungi pihak penerbit LK iS di web:
http:lkis.co.idindex.php?option=com_virtuemartpage=shop.product_detailsflypage=flypage_new.tplproduct_id=488
lapangan. Hal ini terjadi karena mereka ―terpenjara‖ oleh aktivitas rutin, sehingga mereka tidak menyadari munculnya anomali-anomali yang hadir dalam wilayah
―ilmu pengetahuan normal.‖ Hanya kalangan terbatas, yang umumnya para pengamat, peneliti, dan kritikus yang mengetahui di mana adanya anomali-anomali
tersebut. Selain itu, ia menegaskan bahwa pergeseran paradigma dalam wilayah kebudayaan dan peradaban
–atau menurut penulis pada lingkup kecil adalah lembaga pendidikan
— harus melalui media dialog peradaban. Bukan lewat ―benturan peradaban‖ atau benturan kebudayaan yang selama ini sering-sering
didengungkan. Dengan proses dialog yang bersifat terbuka serta proses take and give antar berbagai peradaban, maka proses pergeseran paradigma akan berjalan
wajar, alami, dan menguntungkan kedua belah pihak. Serta tidak mengakibatkan gejolak sosial yang cenderung negatif.
55
Dari pernyataan itu, semestinya nilai-nilai dasar ditanamkan kepada seluruh pelaku pengembangan PAI. Salah satunya yaitu kepada peserta didik. Diharapkan
mereka mampu merubah paradigma lama yang sudah mengalami fase krisis tidak lagi handal dalam memecahkan masalah. Salah satunya paradigma yang
cenderung ―pasif-pesimis-permisif‖ diubah menjadi ―aktif-optimis-progesif.‖ Dengan itu peserta didi
k akan mempunyai mental ―pembaharu‖ yang tidak mudah ikut arus yang menjurus negatif. Misalnya, melalui penekanan dan pemberian semangat
bahwa ―Jika ingin memperoleh sesuatu yang lebih baik harus berusaha dulu, berakit-rakit ke hulu berenang-renang ketepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-
senang kemudian.‖ Bisa juga pemberian motivasi ―Pengembangan diri adalah kewajiban Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari besok harus lebih
baik dari hari ini.‖ Teknik pengembangan seperti itu didasarkan dari pandangan sebagian kalangan bahwa gagasan Kuhn merupakan pengetahuan yang bersifat
apriori. Artinya, suatu paradigma tidak harus dibangun dari sesuatu yang empiris, tapi bisa dicukupkan pada asumsi-asumsi praduga dasar yang dipegang teguh
bersama.
Dengan penekanan dan penanaman nilai-nilai dasar secara terus menerus serta menggunakan berbagai metode, diharapkan lambat laun orientasi kehidupan
peserta didik berubah. Yakni, yang awalnya hanya ingin menjadi ―figuran‖ dalam kehidupan ini berubah tekat
menjadi salah satu bagian dari ―pemain utama‖ kehidupan. Dapat dikatakan, paradigma lama peserta didik diguncang tidak
menggunakan cara pendoktrinan secara frontal. Melainkan, dengan cara menggunggah peserta didik supaya bisa menemukan sendiri solusi dari anomali-
anomali kehidupan yang diajukan. Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai dasar dilakukan secara halus. Khawatirnya, bila diguncang dengan cara pendoktrinan
secara langsung bisa jadi peserta didik atau orang tuanya masyarakat akan
menentang ―doktrin‖ tersebut. Kendati demikian, tidak serta merta peserta didik diberi kebebasan untuk menemukan
―kebenaran‖ secara liberal. Bagaimanapun otoritas pendidik untuk mendoktrin akidah keislamannya harus tetap ada.
Tergantung pada jenjang pendidikannya dan latar belakang kehidupan peserta didik itu sendiri.
3. Reinterpretasi Ayat Kauliyah dalam Pengembangan PAI