Pengertian Revolusi Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Yogyakarta: LK iS, 2005. Untuk membeli buku ini silakan hubungi pihak penerbit LK iS di web: http:lkis.co.idindex.php?option=com_virtuemartpage=shop.product_detailsflypage=flypage_new.tplproduct_id=488 dragged the paradigm in another direction. However, Kuhn later conceded that the process might be more gradual. For example, Relativity did not completely prove Newton wrong, but added to it and adapted it. Even the Copernican revolution was a little more gradual before completely throwing out Ptolemys beliefs. Taking the Chinese researcher example, there is now a better integration between eastern and western medical philosophies, so the paradigms are merging. 22 Dari pernyataan tersebut, dapat dijelaskan bahwa Khun awalnya meyakini bahwa pergeseran paradigma terjadi dengan adanya ―lompatan‖ secara tiba- tiba. Ia pun awalnya percaya bahwa paradigma baru tidak bisa dibangun di atas dasar paradigma lama. Namun, Kuhn lantas mengakui bahwa proses revolusi dimungkinkan terjadi dengan bertahap. Contoh yang paling mudah adalah teori relativitas Einstein tidak sepenuhnya menjadikan membuktikan bahwa teori Newton salah. Bagaimanapun, dalam teori relativitas juga terdapat penambahan dan adaptasi dari teori Newton. Contoh lainnya adalah ketika peneliti China melakukan integrasi antara filsafat medis Timur dengan Barat dengan cerdas, sehingga terjadi penggabungan paradigma. Oleh karena itu, dalam revolusi ilmu pengetahuan suatu paradigma tidak harus diganti seluruhnya. Akan tetapi sebagian saja sudah cukup bila dengan ―sebagian‖ paradigma yang diganti tersebut mampu ―mengungguli‖ paradigma lama dalam memecahkan masalah. Dari semua pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam revolusi ilmu pengetahuan tidak ada ―kematangan‖ ilmu atau immatur science IS. Hal ini karena setiap kali ilmu pengetahuan berada pada posisi ―matang‖ akan selalu rentan ditandingi oleh paradigma baru yang lebih menjanjikan. Dengan kata lain, kematangan suatu ilmu dianggap berlaku hanya di zaman waktu dan tempat ruang ketika ia masih jaya . Ilmu tersebut tidak akan dianggap ―matang‖ lagi di zaman dan tempat lain karena paradigma baru ternyata lebih ―matang.‖ Kenyataan ini terjadi disebabkan para ilmuwan dari satu generasi ke generasi lainnya pada dasarnya ingin terus-menerus mengadakan pengembangan. Bahkan, kadang sepenuhnya terjadi penolakan dari hasil temuan ilmuwan- ilmuwan sebelumnya. Implikasinya, sebuah ―kebenaran‖ yang diakui oleh ilmuwan zaman sekarang belum tentu akan diakui sebagian atau seluruh kebenerannya oleh ilmuwan masa mendatang.

2. Pengertian Revolusi Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, revolusi berarti perubahan mendasar dalam suatu bidang tertentu. Sedangkan kata ―perkembangan‖ terkait erat dengan kata ―berkembang‖ yang salah satunya memiliki arti ―menjadi bertambah sempurna‖ tentang pribadi, pikiran, pengetahuan, dan sebagainya. Bisa juga diartikan ―menjadi banyak merata, meluas, dsb.‖ Sedangkan ilmu pengetahuan artinya kumpulan berbagai pengetahuan yang disusun secara logis dan tersistem dengan memperhitungkan sebab serta akibat. 23 Kata lain yang biasanya sebagai pengganti kata ―ilmu pengetahuan‖ adalah sains. Di mana sains berarti pertama ilmu pengetahuan pada umumnya, kedua pengetahuan sistematis tentang alam dan dunia fisik, temasuk ilmu tentang makhluk hidup dan benda mati secara detail ilmu pengetahuan alam, ketiga pengetahuan sistematis yang diperoleh dari observasi, penelitian, dan uji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yang sedang diselidiki, dipelajari, dan sebagainya. 24 Dalam pembahasan buku ini disengaja tidak menggunakan kata ―sains‖ sebagai pengganti kata ―ilmu pengetahuan.‖ Alasannya sederhana, karena kata ―sains‖ lebih cenderung pada lingkup kajian ilmu pengetahuan alam dan kurang 22 Martyn Shuttleworth, ―What Is a Paradigm?,‖ dalam https:explorable.comwhat-is-a-paradigm, diakses tanggal 23 September 2014. 23 ―Kamus Besar Bahasa,‖ didownload tanggal 21 April 2014. 24 Ibid. Yogyakarta: LK iS, 2005. Untuk membeli buku ini silakan hubungi pihak penerbit LK iS di web: http:lkis.co.idindex.php?option=com_virtuemartpage=shop.product_detailsflypage=flypage_new.tplproduct_id=488 menekankan ilmu pengetahuan sosial. Adapun , kata ―scientific‖ dalam bukunya Kuhn yang paling terkenal berjudul ―The Structure of Scientific Revoluions‖ memiliki arti ―secara ilmiah, pendekatan secara ilmiah.‖ 25 Sedangkan kata ―ilmiah‖ itu sendiri berarti ―bersifat ilmu; secara ilmu pengetahuan; memenuhi syarat kaidah ilmu pengetahuan.‖ 26 Oleh karena itu, untuk mempertegas diri dari kesan keperpihakan dengan ―ilmu alam‖ 27 saja maka dalam buku ini sengaja menggunakan kata ―ilmu pengetahuan‖ sebagai pengganti dari kata sains. Pembahasan ini diawali dengan pernyataan Kuhn bahwa revolusi perkembangan ilmu pengetahuan itu tidak terjadi secara kumulatif atau linier kontinu, tapi terjadi secara non kumulatif dan diskontinu. 28 Hal ini menunjukkan perkembangan ilmu pengetahuan bukan berasal dari gabungan beberapa ilmu pengetahuan yang telah ada. Lalu disimpulkan ilmu yang datangnya paling akhir itu adalah yang benar atau yang paling matang. Namun, perkembangan ilmu pengetahuan terjadi secara revolusioner. Yakni, terjadi perubahan secara mendasar terjadi pertentangan antara paradigma lama dengan paradigma yang baru. 29 Di mana terdapat lompatan-lompatan yang tak teratur dalam proses kelahiran ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, mekanisme revolusi ilmu pengetahuan dapat disamakan dengan revolusi sosial dan politik. Bagi Kuhn, penemuan teori tidak menjadi kekuatan pendorong ilmu pengetahuan ke arah kemajuan. Bagaimanapun, ilmu pengetahuan bukanlah kumpulan kestabilan dan terus menerus ditambah dengan penemuan baru. Akan tetapi, ilmu pengetahuan merupakan serangkaian selingan yang dimulai dari revolusi intelektual para pemikir. Setelah ada revolusi, konsep baru akan menggantikan konsep ilmu pengetahuan lama, sehingga terjadi pergantian konsep yang berbeda secara terus-menerus. Hal itu akan terus terjadi sepanjang kehidupan sejarah manusia. 30 Dengan demikian, senyampang para ilmuwan dari generasi ke generasi terus aktif melakukan pengembangan dan pembaruan gagasan, selama itu pula peluang revolusi perkembangan ilmu pengetahuan terus berlangsung. Kembali ditegaskan, perkembangan ilmu pengetahuan merupakan proses yang tak menentu, sulit..... terpotong.... tentang mekanisme revolusi perkembangan ilmu pengetahuan maka perlu dipaparkan skema yang diberi nama Bukit Paradigma dari hasil analisis penulis sebagai berikut: 25 Echols dan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, hlm. 504. 26 ―Kamus Besar Bahasa,‖ didownload tanggal 21 April 2014. 27 Perkembangan ilmu pengetahuan bisa terjadi salah satunya ada ketidakpercayaan komunitas masyarakat ilmuwan komunitas ilmiah terhadap teori-teori tertentu. Asumsinya, ilmu pengetahuan bisa terbentuk karena senantiasa dibangun atau diisi atas kumpulan beberapa teori. Implikasinya, terdapatnya proses pengembangan ilmu pengetahuan oleh ilmuwan disebabkan adanya proses pengembangan teori- teori yang sudah ada. Tentunya, sebuah teori itu dibangun berdasarkan dari hasil proses tindakan penelitian ilmiah. Dengan demikian, pengembangan ilmu pengetahuan harus dilakukan secara komprehensif. Tidak hanya didasarkan pada salah satu aspek ilmu-ilmu alam sains atau metode tertentu saja. Namun juga melihat ―pengaruh‖ ilmu-ilmu sosial yang kemungkinan mendominasi suatu ―teori‖ tersebut. 28 James A. Marcum, Thomas Kuhn‟s Revolution: An Historical Philosophy of Science New York: Coontinum, 2005, hlm. 68, 75. 29 Basuki, ―Jejak Paradigma Kuhn,‖ diakses tanggal 23 September 2014. 30 Wonorajardjo, Dasar-dasar Sains:, hlm.119 Yogyakarta: LK iS, 2005. Untuk membeli buku ini silakan hubungi pihak penerbit LK iS di web: http:lkis.co.idindex.php?option=com_virtuemartpage=shop.product_detailsflypage=flypage_new.tplproduct_id=488 Keterangan: P1 : Paradigma Pertama ke-1 IN : Ilmu Pengetahuan Normal IS : Ilmu pengetahuan yang tak pernah matangmapan immature science An : Keganjilan anomali yang ditemukan pada IN Kr : Krisis, kegagalan P dalam menjelaskan secara tepat tentang Anomali Rev : Revolusi, meninggalkan paradigma lama menuju paradigma baru PP : Pertentangan antar Paradigma paradigma lama Vs paradigma baru P2 : Paradigma ke-2 paradigma baru yang berhasil menggantikan P1 PG : Paradigma baru yang gagal menggantikan paradigma lama AP2 : Afirmasi bangkitnya paradigma lama P2, paradigma baru gagal PG dalam merevolusi P3 : Paradigma ke-3 paradigma terbaru yang berhasil menggantikan P2 PPS : Pergeseran paradigma sebagian tidak seluruhnya tergantikan oleh paradigma baru Gambar 2.1 “Bukit Paradigma”: Skema Diskontinuitas Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dari gambar di atas dapat disimpulkan, bahwa antar paradigma secara luas tidak saling berhubungan, akan tetapi berdiri sendiri. Kendati harus diaku sebagian dari ―kaki‖ bukit paradigma terjadi keterkaitan antara paradigma lama dengan paradigma penggantinya. Di sinilah letak revolusionernya, karena paradigma bertugas membimbing jalannya perkembangan ilmu pengetahuan secara terus- menerus. Dari hal tersebut, dapat dikatakan revolusi perkembangan ilmu pengetahuan adalah perubahan mendasar tentang kumpulan-kumpulan paradigma yang tersusun berdasarkan konteks masyarakat ilmiah karena paradigma terbentuk dari konteks masyarakat. 31 Artinya, dalam revolusi perkembangan ilmu pengetahuan terdapat unsur-unsur perubahan secara mendasar bahkan saling bertolak belakang. Perubahan itu terjadi secara undetermination tidak tentu arahnya dan berjalan dengan mandiri. Hal itu disebabkan karena adanya kegagalan paradigma isi dan metodenya yang lama dalam mempertahankan diri dari paradigma baru. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan bisa dikatakan mengalami perkembangan bila terjadi pergantian paradigma. Meski perlu ditekankan kembali bahwa paradigma lama seringkali memberi inspirasi dan modalitas nampak di kaki bukit paradigma terutama pada ―kolong‖ bagian Rev bagi berkembangnya paradigma baru. 31 Menurut Wittegenstein sebagaimana dikutip Maksum, arti kebenaran bukan kesesuaian ―teori‖ dengan data empiris. Namun, kebenaran ditentukan oleh konteks, dalam bingkai linguistik language-game dan bingkai sosio-kultur form of life. Penggunaan bingkai komunitarian ini kemudian dipakai oleh Thomas Kuhn. Bahkan, menurutnya data empiris menjadi data empiris bila ada bingkai itu theory-ladenness. Lihat, Ali Maksum, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik hingga Postmodernisme Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008, hlm. 259. Yogyakarta: LK iS, 2005. Untuk membeli buku ini silakan hubungi pihak penerbit LK iS di web: http:lkis.co.idindex.php?option=com_virtuemartpage=shop.product_detailsflypage=flypage_new.tplproduct_id=488 B. Penelusuran Alam Pikir Thomas S. Kuhn 1. Konsep Pencarian Kebenaran Vs Puzzle-Solving Milik Thomas S. Kuhn Menurut Kuhn, yang namanya kebenaran tunggal objektif itu tidak pernah ada. Karena bagaimanapun konsep kebenaran yang ada sekarang ini dibangun terdiri atas ―paradigma-paradigma‖ yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat ilmiahakademis ilmuwan. Dengan kata lain, menurut Kuhn kebenaran tunggal yang dianut positivisme 32 merupakan suatu paradigma ilmu pengetahuan yang tetap mapan karena mendapat dukungan dan dimapankan pihak kalangan komunitas ilm uwan. Oleh karena itu, ―paradigma‖ merupakan alat yang menjadi kerangka konseptual dalam memahami ―kebenaran‖ alam semesta. Artinya, ilmuwan atau masyarakat ilmiah dalam melakukan penelitian tidak bisa lepas dari paradigma. Secara otomatis kebenaran ilmu tidaklah mutlak-tunggal, tapi relatif- plural, maka ―kebenaran‖ yang ada akan terus-menerus diteliti atau dikritisi oleh komunitas ilmiah lain. 33 Dari sini, sebagian dari kalangan mengatakan dengan tegas bahwa Kuhn merupakan filsuf penganut relativisme. 34 Bahkan disebut pengusung irasionalisme dalam ilmu pengetahuan. .... terpotong mengembangkan ilmu pengetahuan bukan untuk menemukan kebenaran, lalu menyalahkan yang ―tidak benar.‖ Akan tetapi penelitian atau pengembangan ilmu pengetahuan dilakukan untuk memecahkan masalah sosial. Dengan kata lain, seringkali ilmuwan ingin atau sedang ―menemukan‖ sesuatu karena memang pada saat itu masyarakat membutuhkan temuan tersebut untuk kehidupan mereka yang lebih baik. Implikasinya, saat proses pemecahan ―teka- teki‖ itu ―kadang‖ metode ilmiah tidak penting. Yang terpenting adalah bagaimana ilmuwan mampu membangun konsep dari segala sudut. Termasuk di dalamnya ―konteks‖ dan sejarah ilmu pengetahuan yang dapat memecahkan ―teka-teki‖ tersebut, sehingga hasilnya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Dapat disimpulkan, karena ―paradigma‖ masing-masing ilmuwan maupun paradigma yang disepakati konsensus dalam masyarakat ilmiah ikut andil dalam perumusan teori ilmiah yang diyakini kebenaran, maka subjektivitas memiliki peranan. Nilai subjektivitas muncul bisa berupa pengaruh dari ideologi, psikologis, otoritas, dan fanatisme yang ada pada komunitas ilmiah tersebut. Nilai-nilai 32 Selama ini ilmu pengetahuan berkembang dinaungi oleh paradigma yang dianut oleh positivisme. Yakni, bahwa kebenaran itu harus bersifat mutlak-tunggal pasti. Di mana, suatu kebenaran ilmu bisa diakui keabsahannya bila ilmu tersebut lolos dari ujian verifikasi, standar keilmuan, dan uji kebenaran lainnya. Ciri lainnya adalah suatu ilmu itu harus diperoleh memulai syarat-syarat tertentu, menggunakan prosedur ilmiah, bersifat netral, dan bebas nilai. Implikasinya, ada penolakan atau penerimaan terhadap teori tertentu, sehingga yang ditolak tersebut harus ditinggalkan dan dibuang sepenuhnya. Dengan kata lain, sesuatu yang tidak bisa ―diraba‖ melalui prosedur ilmiah dinyatakan sebagai sesuatu yang salah dan tidak bermakna sama sekali. Hal inilah yang ujungnya menyebabkan terjadinya penyeragaman berfikir, bahkan penyeragaman dalam tataran praktik. Bila paradigma tersebut dituangkan dalam dunia PAI maka bisa berakibat pada ketidakabsahannya PAI diakui sebagai sebuah ilmu. Dengan kata lain, menurut positivistik kajian PAI tidak lebih dari gagasan omong kosong yang tidak dapat dibutkikan kebenarannya secara empiris. 33 Andri, ―Paradigma Ilmu Thomas Kuhn dan Karl Popper,‖ dalam https:mhs.blog.ui.ac.idandri.septian20101008paradigma-ilmu-thomas-kuhn-dan-karl-popper, 08 Oktober 2010, diakses tanggal 23 September 2014. 34 ―Kebenaran ilmiah itu bersifat relatif dan ilmu pengetahuan perlu terus menerus diadakan penelitian research untu k menemukan kebenaran baru, merevisi dan menyempurnakan temuan yang sudah ada.‖ Lihat , Tobroni, ―Paradigma Pemikiran Islam,‖ diakses tanggal 19 Februari 2015. Selain itu menurut Ben Dupré menjelaskan bahwa ―Kuhn sendiri berusaha menjauhkan dirinya dari pemahaman relavistik atas karyanya, perhatian tentang bagaimana ilmu pengetahuan berkembang melahirkan keraguan pada gagasan bahwa tujuan ilmu pengetahuan adalah untuk menemukan secara objektif fakta-fakta yang benar tentang bagaimana segala sesuatu berada di dunia... Pandangan umumnya adalah kebenaran dari sebuah teori ilmu pengetahuan merupakan masalah mengenai seberapa baik teori itu berdiri berdampingan dengan observasi-observasi netral dan objektif tentang dunia. Tetapi bagaimana jika tidak ada fakta-fakt a ‗netral‘ dan garis yang tegas antara teori dan data? Bagaimana jika, sebagaimana dinyatakan oleh karya Kuhn, setiap observasi itu merupakan ‗theory-laden‘ mengandung banyak teori?‖ Lihat , Ben Dupré, ―50 Gagasan Besar yang Perlu Anda Ketahui,‖ dalam 50 Big Ideas You Really Need to Know, terj. Benyamin Hadinata tanpa kota: Esensi, 2010, hlm. 54. Yogyakarta: LK iS, 2005. Untuk membeli buku ini silakan hubungi pihak penerbit LK iS di web: http:lkis.co.idindex.php?option=com_virtuemartpage=shop.product_detailsflypage=flypage_new.tplproduct_id=488 subjektivitas inilah yang penulis yakini sebagai salah satu penyebab perkembangan ilmu pengetahun terjadi secara revolusioner bukan secara evolusioner. Meskipun dalam dinamika tersebut diperlukan beberapa waktu yang berbeda dalam tahap- tahapannya, karena kemampuan dan kecepatan ―perumus‖ paradigma baru berbeda-beda pada tiap zamannya. Dengan demikian ―kebenaran‖ tidak ada yang abadi, karena yang abadi adalah dinamika ilmu pengatahuan itu sendiri beserta perubahan paradigma ilmuwan dari masa ke masa yang disertai dengan interpretasinya.

2. Posisi Ilmu Pengetahuan Menurut Thomas S. Kuhn