Penggunaan Ayat Kauniah dalam Pengembangan Pendidikan Agama Islam

Yogyakarta: LK iS, 2005. Untuk membeli buku ini silakan hubungi pihak penerbit LK iS di web: http:lkis.co.idindex.php?option=com_virtuemartpage=shop.product_detailsflypage=flypage_new.tplproduct_id=488 sepanjang zaman. 57 Pernyataan ini hampir sama maksudnya dengan pandangan Kuhn, bahwa ―kunci utama perubahan revolusioner ini ada pada metodologi. Alam tidak terlalu berubah namun metode pencarian penjelasan akan gejala alam kadang- kadang revolutif.‖ 58 Dengan kata lain, bukan teks al Qur‟an-nya yang dirubah tapi ―metodologi‖ dalam memahami teksnya yang harus dirubah direvolusi. Berdasarkan pemaparan di atas, ketika dalam proses pengembangan PAI ditem ukan ―anomali‖ keganjilan atas paradigma manusia tentang isi al Qur‟an, maka perlu diadakan reinterpretasi terhadap teksnya. 59 Bagaimanapun, tafsir merupakan ilmu, sebagaimana dengan ilmu lainnya. Walaupun tak dapat dinafikkan bahwa konteks dan kualitas ―perumusnya‖ di zaman dulu dengan sekarang tentu jauh berbeda. Proses tersebut dilakukan agar pembelajaran PAI bisa kontekstual dan memiliki nilai praktis bagi masyarakat. Serta tentunya agar PAI tidak dicap bertentangan dengan ilmu pengetahuan lain. Misalnya, bagaimana pendidik PAI bisa menjelaskan keberadaan fosil manusia purba yang nyata- nyatanya memang benar keberadaannya tak terpungkiri. Sedangkan di dalam al Qur‟an secara qath‟i belum pernah ditemukan penjelasan tentang ―keberadaan‖ fosil tersebut. Oleh karena itu, wajar bila ada penafsiran pada ayat-ayat terentu terkait keberadaan fosil. Lebih ekstrim daripada pernyataan itu, Mujtahid menyampaikan ―kritik akal Islam berupaya untuk membongkar mitos pemikiran ijtihad yang sudah tidak relevan dengan dinamika masyarakat sekarang. Dengan demikian, tujuan utama kritik akal Islam adalah membebaskan pemikiran dari segala macam citra dan gambaran yang sempit, karena tidak mungkin bagi akal Islam, berpikir jernih selama citra- citra semacam ini melekat dalam akal mereka.‖ Ia melanjutkan bahwa dengan mengkritik akal Islam hasil pemikiran umat Islam bisa membedakan antara tekswahyu dengan sejarah serta analisisnya. Dengan demikian, seharusnya wahyu diposisikan kembali pada tempat semula yang bersifat transenden. Alasannya, wahyu telah mengalami relasi dengan sejarah manusia yang bermuatan ideologi, politik, dan kepentingan lainnya sehingga mengalami reduksi nilai di dalamnya. Oleh karena itu, semua teologisme termasuk epistemologi seperti fiqh, tafsir, dan sebagainya masih perlu dikritisi dalam konteks hari ini. Bagaimanapun, semuanya merupakan ciptaan manusia, sehingga layak untuk diletakkan di atas ―meja‖ kritisisme. Pada akhirnya, revolusi ilmiah tidak akan hilang dari panggung dunia pemikiran Islam sepanjang dinamika kehidupan ini tetap berlangsung. 60

4. Penggunaan Ayat Kauniah dalam Pengembangan Pendidikan Agama Islam

57 Ahmad Muflih Saefuddin, ―Pembaharuan Pemikiran Islam: Sebuah Pengantar,‖ dalam Percakapan Cendekiawan tentang Pembaharuan Pemikiran Islam di Indonesia Bandung: Mizan, 1991, hlm. 15. 58 Wonorajardjo, Dasar-dasar Sains:, hlm. 121. 59 Misalnya, secara qath‟i Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba QS. Al Baqarah: 275. Dengan kata lain, secara jelas mutlak dapat dimengerti dan tidak bisa disanggah lagi bahwa riba itu merupakan perbuatan haram. Akan tetapi, pemahaman interpretasi sebagian umat Islam terhadap istilah ―riba‖ itu sendiri masih mengalami perbedaan pendapat. Terlebih, pada era modern ini mulai marak adanya bunga pada bank dan sistem perkreditan pada jual beli motor, rumah, mobil, dan sebagainya. Apakah bunga bank atau sistem perkreditan seperti itu dikatagorikan sebagai ―riba‖ yang diharamkan secara mutlak sehingga tidak boleh dilakukan? Atau itu suatu perbuatan yang ―disamakan‖ dengan riba tapi d engan alasan demi ―kebaikan‖ dan asas ―keterpaksaan‖ sehingga boleh dilakukan? Ironis, selama ini umat Islam masih hanya berkutat pada perselisihan yang tidak jauh terkait dengan hal-hal semacam itu. Asumsinya, alangkah lebih baik bila umat Islam memberikan solusi nyata atas permasalahan itu. Dengan tidak hanya memperdebatkan interpretasinya penafsiran tentang suatu hal-hal baru yang muncul belakangan. Lebih dari sekedar itu, seharusnya umat Islam mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi salah satunya melalui pendidikan sehingga bisa memberikan bukti nyata berupa wujud peradaban Islami. Misalnya mendirikan bank berbasis Islam, lembaga hutang-piutang kredit berbasis Islam, atau menderikan perusahaan yang sekiranya segala apa yang ada di dalamnya tidak menimbulkan ―kekhawatiran‖ akan melanggar ketentuan dari Allah. 60 Mujtahid, ―Islam dan Nalar‖ diakses tanggal 18 Februari 2015. Yogyakarta: LK iS, 2005. Untuk membeli buku ini silakan hubungi pihak penerbit LK iS di web: http:lkis.co.idindex.php?option=com_virtuemartpage=shop.product_detailsflypage=flypage_new.tplproduct_id=488 Ayat Kauniah 61 adalah ayat-ayat di luar teks al Qur‟an sebagai tanda Kemahabesaran Allah SWT sekaligus pembenar kandungan al Qur‟an yang sebagiannya bersifat mungkin untuk dikembangkan. terpotong....peserta didik mampu memahami, menghayati, dan memanfaatkan alam ini menjadi lebih baik. Yakni, dengan cara pengembangan ilmu pengetahuan yang muaranya bisa terciptanya produk yang berguna bagi kehidupan manusia. Apabila pernyataan itu dikaitkan dengan konsep ―paradigma‖ Kuhn –seperti pembahasan sebelumnya — maka perkembangan ilmu pengetahuan itu tidak pernah bisa lepas dari nilai. Termasuk di dalamnya nilai-nilai agama, sosial, dan kemanusiaan. Dengan kata lain ilmu pengetahuan tidak bisa berdiri sendiri. Nilai tersebut memiliki peran yang sangat signifikan dalam menentukan arah perkembangan ilmu pengetahuan. Bisa dikatakan, tanpa adanya unsur nilai menyebabkan kehadiran ilmu pengetahuan akan hampa, tanpa makna. Adanya hanya kepuasaan, kesenangan, kebenaran ―palsu,‖ dan kehidupan mapan yang semu. Bahkan ketika terus-menerus dibiarkan akan berujung pada bencana kehidupan manusia. Oleh karena itu, memfungsikan ayat Kauniah sebagai sesuatu yang sakral 62 , dijunjung tinggi, dan mengadakan ―penafsiran‖ mendalam penggalian ilmu pengetahuan terhadapnya merupakan tindakan terpuji. Selanjutnya, semangat penggalian ilmu pengetahuan itu salah satunya dengan cara ―peniruan‖ kajian terhadap pengembangan ilmu pendidikan sekuler. Kendati, sesungguhnya tidak semua ilmu pendidikan sekuler utamanya dari Barat 63 dapat menjawab permasalahan dan pertanyaan yang problematis. Utamanya persoalan yang terkait dengan keyakinan dan pengalaman orang dalam beragama. Mengapa manusia ini harus hidup? Dari mana alam semesta ini diciptakan? Mengapa manusia di zaman modern, penuh intelektualitas, dan berperadaban tinggi tapi masyarakatnya masih tetap gemar berperang? Mengapa mayoritas manusia di dunia ini mau beragama percaya hal gaib? Apa manfaat terjadinya fenomena menakjubkan ajaib dan jarang terjadi bagi kehidupan manusia? dll. Terkadang justru pendidikan agama utamanya di negara-negara berkembang yang handal dalam mengkaji dan menjelaskan masalah-masalah itu. Dengan kata lain, hanya agamalah yang sanggup ―menenangkan‖ keresahan mayoritas manusia ketika menghadapi dialektika seperti itu. Upaya kritik yang lebih ekstrem dari itu adalah berupa pertanyaan adakah keterkaitan antara ―mekanisme takdir‖ dengan ―teori peluang‖? Misal, secara kenyataan atau kepastian takdir bung Karno salah satu mantan Presiden RI menikahi ibu Fatmawati, lalu apa akibatnya peluang yang terjadi bila beliau tidak memperistrinya? Apakah menyebabkan tidak akan pernah ada proklamasi kemerdaan Indonesia? Apakah nasib negara Indonesia akan jauh berbeda seperti sekarang ini? Ataukah ada ―pergeseran‖ ruang dan waktu yaitu proklamasi tidak dilakukan pada tanggal 17 Agustus? Apapun jawabannya, yang pasti bila itu terjadi maka Megawati mantan Presiden RI tak akan lahir, begitu pula Puan Maharani cucu Bung Karno. Dengan kata lain, bila perubahan sedikit itu tidak menikahnya 61 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ayat kauniah salah satunya berarti ―bukti yang ada dalam alam nyata atau maujud seperti binatang, bulan, matahari‖ Lihat, Kamus Besar Bahasa,‖ didownload tanggal 21 April 2014. 62 Nilai kesakralannya adalah ayat kauniyah seperti halnya ayat kauliyah keduanya sama-sama berasal dari Allah. Oleh karena itu, mensakralkan ayat kauniyah merupakan tindakan terpuji, tentunya bila diniatkan untuk mencari ridha Allah. Salah satunya, diwujudkan dengan cara bangga menciptakan IPTEK, hingga kemudian dimanfaatkan dan dikembangkan sesuai dengan nilai-nilai Islam. 63 ―Ilmu di Barat berkembang secara sekuler dan menafikan sama sekali peran agama. Sekularisasi ilmu akan menimbulkan problema teologis yang sangat krusial, karena banyak ilmuwan Barat yang merasa tidak perlu lagi menyinggung atau melibatkan Tuhan dalam argumentasi ilmiah mereka. Bagi mereka Tuhan telah berhenti menjadi apapun, termasuk menjadi pencipta dan pemelihara alam semesta.‖ Lihat, Mohammad Kosim, ―Menyoal Islamiasai Sains di Madrasah Studi Atas Kandungan Agama Islam dalam Buku Ajar Sains di Madrasah Aliyah,‖ Annual International Conference on Islamic Studies Chapter I: Religion Science: Integrasion Through Islam Studies, hlm 109-124, dalam diktis.kemenag.go.idaicisfiledokumen114162031651650DIES.pdf, diakses tanggal 18 Februari 2015. Yogyakarta: LK iS, 2005. Untuk membeli buku ini silakan hubungi pihak penerbit LK iS di web: http:lkis.co.idindex.php?option=com_virtuemartpage=shop.product_detailsflypage=flypage_new.tplproduct_id=488 bung Karno dengan Fatmawati memang terjadi, akan sangat mempengaruhi keadaan Indonesia dan kemungkinan juga dunia. Artinya, dengan tindakan perlakukan sekecil apapun terhadap sesuatu akan berdampak pada perubahan bidang lainnya meski sedikit. Bahkan bukan kemustahilan hasilnya jauh berbeda dari kenyataan sekarang ini. 64 Dapat disimpulkan, runtutan akibat efek karena adanya perubahan sekecil apapun di masa lalu –baik yang bersifat kemungkinan maupun yang pasti—tidak bisa terelakkan. Dengan kata lain, perubahan sekecil apapun di suatu zaman dan tempat dapat berefek pada perubahan yang besar untuk beberapa puluh, ratusan, hingga ribuan tahun berikutnya. Begitu pula apa yang manusia lakukan sekarang ini. Sekecil apapun yang diperbuatnya di kala ini bisa berakibat besar di kemudian hari. Inilah penguat pendapat bahwa ―takdir‖ sudah ditentukan secara detail, baik dari segi waktu, tempat, dan dimensinya. Bergeser sedikit saja waktu dan tempat maka tentu ―takdir‖ akan mengalami perubahan yang besar. Sistem yang teramat rumit itu memperlihatkan bahwa adanya keterlibatan Maha Cerdas untuk mengatur takdir itu agar tidak bergeser sedikit pun. Asumsinya, bila ada kesalahan dalam mengatur mekanisme takdir bergeser sedikit saja bisa berakibat fatal. Yakni, runtutan akibat yang bisa merubah ―nasib‖ dunia ini tidak seperti ―seharusnya.‖ Dari penjelasan di atas, umat Islam sepatutnya meyakini bahwa konsep pengembangan pendidikan Islam suatu saat hasilnya pasti jauh lebih bermanfaat dari ilmu pendidikan sekuler. Utamanya bisa membentuk manusia bermental utuh dan seimbang. Yakni, yang tidak ingin sukses di akhirat saja, atau sebaliknya di dunia saja. Dapat disimpulkan, untuk memenuhi tantangan itu PAI harus bisa membentuk manusia yang ahli dalam ilmu umum tetapi tidak mengalami kegersangan hidup karena ilmunya dipadukan dengan nilai-nilai agama. Bisa juga membentuk ahli agama Islam yang berwawasan dan berbudaya IPTEK, sehingga kajian keagamaannya digunakan untuk mendorong umat Islam memanfaatkan dan menciptakan IPTEK secara benar menurut akidah Islam. Pernyataan tersebut diperkuat oleh pemaparan Nurcholis Madjid bahwa penggunaan ayat-ayat Allah yang Kauliyah beserta kauniah perlu dipahami dan diberi interpretasi sesuai dengan kenyataan terkini. Dengan interpretasi beserta reinterpretasi tersebut menjadikan agama mampu dan sejajar atau bahkan posisinya lebih tinggi dan teratas dalam berdialog dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. 65 Dengan demikian, pengembangan PAI itu bersifat open-ended. Artinya, senantiasa terbuka untuk dikritik, direduksi, dan dirubah. Begitu pula pendidikan sekuler maupun pendidikan Islam –dalam wilayahnya sebagai ilmu dan produk konsep serta benda atau karya manusia — tidak bisa terus-menerus menghindarkan diri dari ketentuan itu. Di mana, dalam kaidah seperti itu peran ilmu sejarah, psikologi, dan sosiologi sangat penting. Bagaimanapun, pengalaman dinamika pendidikan Islam terdahulu hingga pendidikan Islam sekarang ini sangat bertalian erat. Oleh karena itu, pengembangan PAI tidak bisa berdiri sendiri hanya dengan menggunakan pemahaman tafsir manusia terhadap ayat Kauliyah wahyu. Masih diperlukan kajian PAI di bidang lain yang bercorak interdisipliner. Yakni, kajian mendalam terhadap ayat Kauniah beserta ilmu-ilmu yang menyertainya untuk ikut andil dalam pengembangan PAI. 64 Penjelasan dan pertanyaan tersebut terinspirasi dari chaos theory dan gagasan tentang mekanisme butterfly effect yang secara tidak sengaja ditemukan oleh Edward Lorenz. Menurut Dupré, dipaparkan bahwa terdapatnya ―sensitivitas yang mengejutkan dari sistem [kehidupan] terhadap peristiwa-peristiwa kecil di dalamnya... [selain itu] ketidakmampuan praktisnya dalam mengidentifikasi penyebab-penyebab setiap peristiwa dalam sistem itu. Sungguh, dengan adanya kenyataan bahwa peristiwa-peristiwa yang sangat kecil dapat menyebabkan efek-efek yang besar dan bahwa peristiwa-peristiwa kecil semacam itu mungkin melampau kekuatan-kekuatan deteksi kita dalam prinsip, maka barangkali akan didapati kemudian bahwa sistem itu, meskipun sepenuhnya deterministik seluruhnya tidak dapat diramalkan.‖ Lihat , Dupré, ―50 Gagasan Besar, hlm. 227. 65 Nurcholis Madjid, ―Masalah Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi Umum,‖ dalam Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi, ed. FuaduddinCik Hasan Bisri Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, hlm. 58. Yogyakarta: LK iS, 2005. Untuk membeli buku ini silakan hubungi pihak penerbit LK iS di web: http:lkis.co.idindex.php?option=com_virtuemartpage=shop.product_detailsflypage=flypage_new.tplproduct_id=488

5. Peran Komunitas Ilmiah dalam Pengembangan PAI