Kluster usaha pedesaan Pengembangan Usaha Perikanan Berbasis Kluster

21 Rumpon dapat dikembangkan pada perairan laut dangkal maupun laut dalam. Kondisi yang fleksibel ini, tentu sangat memudahkan untuk pemilihan lokasi-lokasi pemasangan rumpon yang terjangkau dengan armada dan pembiayaan yang dimiliki oleh nelayan pemanfaat dan kondisi cuaca di lokasi. Menurut Nikijuluw 2002, kegiatan ekonomi tersebut perlu terus dipertahankan, dimana pemerintah harus dapat menjadi fasilitator dengan memberikan perlindungan dan jaminan keberpihakan kepada kelompok nelayan melalui program kerjasama tersebut sehingga dapat berlangsung langgeng dan berkembang dengan baik. Melihat rumitnya struktur kelembagaan pemerintah ambil bagian dalam menangani persoalan-persoalan nasional termasuk perikanan dan kelautan ini terkadang semakin memperumit masalah yang ada. Karena itu, perlu penataan kembali lembaga-lembaga yang terkait dalam bidang perikanan dan kelautan sehingga wewenang dan fungsinya jelas dan optimal. Bila hal ini tercapai, maka misi pembangunan ekonomi nasional berbasis perikanan dan kelautan ini dapat tercapai.

2.4 Pengembangan Usaha Perikanan Berbasis Kluster

2.4.1 Kluster usaha pedesaan

Kluster usaha atau kluster industri dikembangkan oleh Porter 1990 yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing industri pada sebuah kawasanwilayah tertentu, agar dapat berkompetisi di pasar global. Sejak itu, kluster industri menjadi model pengembangan daya saing industri maupun kawasan, sehingga bermunculan berbagai konsep ataupun definisi mengenai kluster industri dari berbagai sudut pandang. Terlepas dari berbagai definisi mengenai kluster industri tersebut, Porter berpendapat bahwa kluster berpotensi mempengaruhi daya saing melalui 3 cara, yaitu : i adanya peningkatan produktifitas perusahaan- perusahaan dalam kluster; ii penggerak inovasi dalam bidang tertentu; dan iii mendorong atau melahirkan bisnis baru dalam bidang tertentu. Dengan berbasis pada berbagai konsep tentang kluster industri dan tujuan dari kluster industri seperti dikemukakan oleh Porter tersebut, kluster industriusaha mempunyai ciri-ciri, yaitu : 1 pengelompokan usaha-usaha serupa atau saling terkait dengan fokus pada pasar bersama dalam suatu kawasanwilayah; 2 pengelompokan usaha dalam suatu kawasanwilayah yang dapat berinteraksi secara efektif dan efisien; 3 pengelompokan perusahaan atau organisasi dalam sebuah 22 kawasanwilayah yang saling bergantung dengan beragam jenis hubungan yang berbeda; 4 pengelompokan usaha sejenis di sebuah kawasanwilayah dalam pemanfaatan faktor produksi, barang, dan jasa; 5 pengelompokan atas dasar hubungan konglomerasi antar usaha dalam sebuah kawasanwilayah; 6 pengelompokan usaha berdasarkan pada ketersediaan sumber daya alam maupun kompetensi tenaga kerja di sebuah kawasanwilayah; dan 7 pengelompokan berdasarkan kesamaan skala usaha dan kesamaan berbagai faktor produksi serta sosial-ekonomi. Menurut Zulham 2007, kluster usaha pedesaan umumnya berkisar pada usaha kecil dan menengah yang terkonsentrasi pada kawasan tertentu di pedesaan. Berdasarkan konsentrasi tersebut, maka bentuk kluster usaha pedesaan termasuk usaha perikanan dapat dibagi menjadi kluster menurut tingkat pembangunan dan kemampuan pengembangkan potensi desa, kluster usaha yang terbentuk secara alamiah dan kluster usaha yang terbentuk dengan intervensi pemerintah. Kluster usahadesa yang terbentuk secara alamiah dicirikan oleh skala ekonominya kecil, jumlah pekerja per unit usaha 5 – 10 orang, upahnya bersifat harian serta diinovasi sangat jarang dilakukan. Sedangkan kluster dengan intervensi pemerintah dibentuk untuk memanfaatkan peluang usaha usaha, untuk membuka lapangan kerja, memperbaiki kulitas produk, serta adanya kebijakan kerjasama ekonomi dengan negara lain. Kluster dengan intervensi ini mempunyai ciri-ciri skala ekonominya menengah ke atas, jumlah pekerja per unit usaha sekitar 20 orang, beberapa ada yang digaji tetap, inovasi sangat sering terjadi, persaingan kompetitif, dan beberapa fasilitas pendukung disediakan oleh pemerintah. Kluster usaha pedesaan tersebut perlu mengembangkan kerjasama yang integratif vertikal termasuk usaha perikanan. Hal ini supaya suatu usaha pedesaan dengan kluster tertentu dapat menjadi mitra pemasok bahan baku bagi usaha yang lainnya. Pada usaha pedesaan bidang perikanan, hal ini dapat dilakukan diantara nelayan dengan usaha pengolahan. Untuk meminimalisir friksi diantara usaha yang sejenis, maka setiap usaha tersebeut perlu membangun jaringan bisnis sendiri. Hal ini supaya usaha pedesaan tersebut lebih stabil dan bertahan lama Iskandar 2006.

2.4.2 Penerapan sistem kluster pada industri perikanan