Kelompok desa dengan nilai BCR rendah

117 masuk kluster lebih rendah K5 atau K6. Diantara usaha perikanan tangkap yang kontribusi nilai BCR sedang bagi tujuh desa pesisir di Kota Ambon, handline dan gillnet hanyut menjadi andalan memberi nilai tertinggi untuk BCR sedang tersebut pada empat desa pesisir. Usaha perikanan handline menjadi unggulan di Desa Negeri lama dan Desa Kilang dan usaha perikanan gillnet menjadi unggulan di Passo dan Galala. Melihat nilai BCR ini, bahwa usaha perikanan skala kecil dan menengah lebih dapat memberikan keuntungan yang layak terutama bagi nelayan dalam meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Pada Bagian 6.1.1, handline menjadi usaha perikanan unggulan pada 16 dari 22 desa pesisir dengan BCR tinggi, dan hal yang sama juga untuk 2 dari 7 desa pesisir dengan BCR sedang. Seperti disebutkan sebelumnya, hal ini lebih karena fleksibelitas usaha perikanan skala kecil ini dalam operasi bisa tanpa mesintanpa BBM, leluasa mengatur mata pancing sesuai jenis ikan sasaran, dan dapat dioperasikan sendiri oleh nelayananggota keluarga nelayan. Hal ini bisa jadi karena potensi SDI cukup melimpah di perairan Maluku, dimana fishing ground tidak perlu dicari terlalu jauh untuk mendapatkan hasil tangkapan yang memadai. Menurut Ralahalu 2010, potensi SDI perairan Maluku sangat melimpah termasuk perairan pantainya 0 – 4 mil, baik dari jenis ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil maupun ikan demersal. Untuk fishing ground terdekat nelayan Kota Ambon, misalnya perairan pantai Maluku Tengah Laut Banda bagian timur mempunyai potensi ikan pelagis besar, pelagis kecil, dan demersal berturut-turut 4.385,57 ton, 10.768,64 ton, dan 3.524,16 ton. Dan untuk fishing ground yang agak ke barat perairan pantai Seram Barat mempunyai potensi ikan pelagis besar, pelagis kecil, dan demersal masing-masing 1.567,20 ton, 5.562,71 ton, dan 2.620,04 ton.

6.1.3 Kelompok desa dengan nilai BCR rendah

Kelompok desa pesisir dengan nilai BCR rendah merupakan kumpulan desa- desa pesisir yang tidak mempunyai satupun usaha perikanan tangkap dengan nilai BCR 1,50 ke atas. Karena itu, usaha perikanan tangkap bisa juga ada yang tidak layak atau merugi, sebab penerimaannya tidak dapat menutupi kebutuhan pembiayaan untuk melakukan aktivitas penangkapan ikan BCR 1. Menurut Nikijuluw 2002, kemunduran kegiatan pengelolaan perikanan tidak hanya disebabkan oleh adanya monopoli kegiatan pengelolaan, tetapi karenanya 118 ketidakpedulian terhadap kegiatan pengelolaan yang dilakukan oleh sebagai anggota masyarakat. Usaha perikanan tangkap yang tidak menguntungkan dapat dengan meudah menyulut konflik yang kemudian berujung pada terganggunya kondusifitas kegiatan pengelolaan perikanan secara keselurahan di suatu kawasan, Mengacu kepada kondisi tersebut, maka desa pesisir dengan nilai BCR rendah pada usaha perikanan tangkap ini harus dibina dan dikembangkan skill-nya dalam mengelola usaha perikanan, karena banyak yang menjadi penopang utama kehidupan keluarga nelayan. Tabel 49 menyajikan kelompok desa pesisir dengan nilai BCR rendah BCR 1,50 untuk usaha perikanan tangkapnya di Kota Ambon. Tabel 49 Kelompok desa pesisir dengan nilai BCR rendah di Kota Ambon No. Nama Desa Usaha Perikanan Menurut Nilai BCR Usaha Perikanan dengan BCR Tertinggi Nilai BCR Tertinggi Bobot BCR 1,5 1,5 BCR 2,00 BCR 2,00 1 Urimesing Pancing Tonda dan Purse Seine - - Pancing Tonda 1.31 1 2 Hatiwe Besar Purse Seine dan Handline - - Purse Seine 1.49 1 3 Amahusu Pancing Tonda - - Pancing Tonda 1.24 1 Berdasarkan Tabel 6.3, Desa Urimesing, Desa Hatiwe Besar, dan Desa Amahusu merupakan kelompok desa pesisir dengan nilai BCR 1,50 klasifikasi C, bobot = 1 di Kota Ambon. Di Desa Urimesing, usaha perikanan mini purse tidak dapat memberi pendapatan yang layak kepada nelayan pelakunya, lebih karena nilai penerimaan hanya sekitar Rp 144.000.000 per tahun atau rata-rata Rp 1.000.000 per trip, jumlah trip 144 per tahun, sedangkan biaya operasional rata-rata yang harus dikeluarkan sekitarnya Rp 1.326.000 per trip Tabel 50. 119 Tabel 50 Biaya operasional per trip mini purse di Desa Urimesing Uraian Volume Harga Satuan Rp Nilai Rp Minyak tanah 70,00 12.000,00 840.000,00 Bensin 50,00 4.500,00 225.000,00 Solar 0,00 4.500,00 0,00 Oli 2,00 25.000,00 50.000,00 Es 4,00 14.000,00 56.000,00 Air tawar 0,00 1.000,00 0,00 Ransum 1,00 80.000,00 80.000,00 Retribusi 1,00 75.000,00 75.000,00 Jumlah 1.326.000.00 Untuk pancing tonda meskipun menguntungkan tetapi keuntungan tersebut terlalu minim BCR rendah = 1,31, sehingga cukup labil terhadap berbagai gangguna dalam operasi. Keuntungan yang rendah ini antara lain disebabkan oleh sistem bagi hasil 50 : 50 yang belum pas untuk ukuran dan kinerja usaha yang sedang dicapai, sehingga meskipun 50 tetapi juga sedikit bagi nelayan pemilik, karena semua pembiayaan termasuk perawatan dan retribusi ditanggung nelayan pemilik. Untuk usaha perikanan mini purse, bila tidak ada perkembangannya, maka sebaiknya dialihkan kepada usaha perikanan lain yang tidak terlalu merepotkan terutama dalam pembiayaan. Hal yang sama juga perlu dilakukan untuk usaha perikanan purse seine di Desa Hatiwe Besar dan usaha perikanan pancing tonda di Desa Amahusu. Handline di Desa Hatiwe Besar mempunyai BCR rendah 1,22 lebih karena biaya operasi yang cukup besar ada penggunaan mesin kapalBBM biaya operasi minimal Rp 95.000 per trip, sementara hasil tangkapan juga tidak maksimal hanya sekitar Rp 125.000 per trip. Menurut Ruddle, et al 1992, supaya usaha perikanan dapat memberi manfaat lebih bagi pelakunya, maka setiap faktor produksi yang digunakan harus ditentukan dan dicapai secara sungguh-sungguh dalam pengelolaan usaha perikanan. Hal ini penting mengingat banyak faktor yang berpengaruh dalam menjalankan usaha perikanan sehingga berbagai upaya antisipasi perlu dilakukan. Dengan mempertimbangkan itu semua, bila Desa Urimesing, Desa Hatiwe Besar, dan Desa Amahusu diklusterkan, maka dari aspek nilai BCR ini ketiga desa 120 tersebut dapat masuk kluster 5 K5 dan kluster 6 K6. Kluster ini mencerminkan kondisi pengelolaan usaha perikanan tangkap yang ada selama ini di ketiga desa pesisir tersebut, bila perkembangan yang lebih baik, maka bukan sesuatu yang mustahil, desa-desa pesisir ini masuk dalam kluster yang lebih atas nantinya. Hasil terkait status desa pesisir, kedekatan dengan jalur distribusi dan perdagangan serta populasi pemilik usaha perikanan di desa akan membantu menentukan secara pasti kluster desa perikanan yang sesuai untuk setiap desa tersebut.

6.2 Kelompok Desa Berdasarkan Status Desa