11
kaitannya dengan masalah asap dan emisi CO
2
. Areal gambut sangat peka terhadap kejadian
kebakaran, dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat lokal yang disertai dengan
pembangunan dalam skala besar. Api merupakan bahan yang penting dalam
pengelolaan gambut oleh mayarakat. Sumatera khususnya, penggunaan api semakin meningkat
dalam kaitannya dengan sonor, pembalakan, perikanan, dan dengan lahan yang terdegradasi.
Masalah kebakaran hutan dan lahan di Indonesia semakin meningkat dalam dasawarsa
terakhir ini dan menimbulkan masalah lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi baik di
Indonesia maupun di Negara tetangga Hoffman et al. 1999. Tahun 19971998 sekitar 9.7 juta
hektar lahan dan hutan musnah terbakar dan dan dampak dari asap dan kebakaran itu sendiri telah
mempengaruhi kehidupan 75 juta orang. Kerugian ekonomi diduga mencapai USD 3
milyar Tacconi 2002. Karbon emisi mencapai 13-40 dari total produksi karbon emisi dunia,
sehingga menyebabkan Indonesia menjadi penghasil polusi terbesar dunia Page et al.
2002.
Di beberapa lokasi aktivitas pembangunan dalam skala besar seperti
pembangunan kanal, pembangunan pemukiman transmigrasi, pembangunan perkebunan kelapa
sawit, dan HTI bertanggung jawab terhadap terjadinya kebakaran yang luas dan perubahan
lansekap. Selain itu, pengelolaan sumberdaya dan api oleh masyarakat juga merupakan
penyebab terjadinya kebakaran dan perubahan lansekap.
2.9.1 Karakteristik Kebakaran pada Lahan
Gambut
Gambut yang padat tidak mudah terbakar. Meskipun demikian, permukaan air
tanah turun pada saat musim kemarau, lapisan- lapisan organik menjadi kering dan mudah
terbakar. Hal ini umum bagi jenis gambut yang kasar dimana terdapat banyak rongga udara
diantara serat-seratnya. Gambut yang setengah terurai masih mempunyai rongga-rongga udara
namun masih mengandung kelembaban- kelembaban, api cenderung untuk membakar
lebih ke arah dalam daripada menyebar luas. Sedangkan gambut yang benar-benar padat
mempunyai komposisi yang relatif padat dengan sedikit rongga udara dan dapat dianggap lebih
basah. Karenanya api membakar lebih lambat dan sering membentuk lubang kawah api.
Penyebaran api pada kebakaran permukaan biasanya tidak cepat. Tetapi, akibat
angin materi yang terbakar dapat melayang jauh, menyebabkan banyak titik api sehingga
menyebarkan api dengan cepat sekali. Gambut yang terbakar di bagian dalam, menyebar secara
perlahan tetapi menghabiskan bermeter-meter kubik materi organik. Rumput dan semak
belukar terbakar diatas permukaan tanah, dan dibawahnya akar-akaran yang terbakar melemah
dan menyebabkan lubang-lubang sejalan dengan menyebarnya api.
Semua kebakaran gambut, dibawah permukaan tanah menghasilkan asap yang tebal
karena gambut masih memiliki sisa-sisa kelembaban dan api masih membara selama
berminggu-minggu.
Gambar 4 Kebakaran pada Bawah Permukaan. ASEAN 2005
Pembakaran sekecil
apapun dari
sampah-sampah vegetasi yang dibakar ketika membersihkan kebun-kebun yang dekat dengan
daerah pemukiman yang padat, penuh dengan asap meskipun dalam skala kecil. Asap dari bara
api kebakaran gambut mengandung banyak partikel yang halus dan pecah-pecahan bahan
organik, dimana keduanya berbahaya terutama bagi kesehatan.
2.9.2 Penyebab Kebakaran di Lahan
Gambut
Pada dasarnya hutan rawa gambut memang rawan akan bahaya kebakaran hutan terutama
pada musim kemarau yang panjang. Ada beberapa karakteristik yang dapat menyebabkan
terjadinya kebakaran pada areal gambut. Pertama, tingkat fluktuasi air tanah yang
berbeda sangat tajam antara musim penghujan dan musim kemarau, sehingga pada musim
kering kondisi gambut berpotensi menimbulkan kebakaran. Kedua, sifat tanah gambut sendiri
sebagai penyumbang terhadap ancaman
12
kebakaran hutan diantaranya adalah sifat Irreversible drying atau sifat tanah gambut yang
tidak dapat kembali setelah terbakar. Sifat ini menyebabkan gambut yang dalam keadaan
kering pada waktu musim keringkemarau panjang bercerai berai dan tidak dapat kembali
pada kondisi semula kompak walau gambut tersebut dibasahi. Sifat lain-lain dari tanah
gambut adalah kerapatan lindaknya bulk density yang rendah, sehingga kekuatan
menahan beban fisiknya rendah.
Seluruh kebakaran hutan gambut di Sumatera, umumnya disebabkan oleh aktivitas
manusia yang membawa bahan pemicu timbulnya api. Kejadian kebakaran tersebut
didukung oleh kondisi iklim berupa kemarau panjang yang menyebabkan keringnya tanah
gambut, karena pada kondisi normal tanah gambut selalu basah dan tergenang. Banyak
kegiatan yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia yang mengakibatkan terjadinya
kebakaran pada lahan gambut. Beberapa kegiatanaktivitas manusia akan diuraikan
secara jelas sebagai berikut :
Kegiatan konversi hutan gambut menjadi hutan tanaman industri HTI dengan
cara pembakaran untuk ditanam dengan jenis yang mengahasilkan kayu untuk industri pulp
dan kertas. Pembakaran semak belukar pada areal gambut guna membuat jalan sarad dengan
sistem rel pada lahan gambut, pembakaran dengan sengaja vegetasi yang telah ditebang dan
kering oleh petani dalam sistem perladangan shifting cultivation untuk membersihkan lahan
agar dapat dilakukan penanaman. Cara ini ditempuh, karena menurut petani daerah gambut
cara ini mudah dan cepat disamping itu cara pembakaran dinilai murah.
Praktek pemanfaatan areal rawa gambut secara tradisional untuk memproduksi
padi lokal di Sumatera yang dikenal dengan nama Sonor. Cara ini dilakukan pada musim
kemarau dengan membakar untuk persiapan lahannya. Pada tahun 19971998 ribuan ha lahan
gambut dibakar untuk praktek sonor dengan luas rata-rata per keluarga 5 ha Ruchyat dan
Suyanto 2001. Di sisi lain kebakaran lahan gambut terjadi karena adanya konflik antara
kepentingan lahan masyarakat dan perusahaan. Selain sistem sonor, kebakaran pada areal
gambut juga disebabkan oleh pembalakan kayu. Masyarakatlokal terlibat dalam pembalakan
kayu komersial secara formal maupun non formal. Masyarakat memanfaatkan jalan-jalan
kanal dan logging. Pembalakan pada satu jenis kayu yang memiliki manfaat besar secara
komersil, yaitu pemanfaatan gelam Melaleuca cajuputi. Kayu ini dapat digunakan sebagai
kayu konstruksi, kayu bakar, kayu untuk pulp, dan kayu gergajian.
Produksi arang oleh masyarakat lokal juga menjadi penyebab dari kebakaran lahan
gambut. Pembuatan arang ini menjadi sumber alternatif penghasilan masyarakat sekitar lahan
gambut. Arang dibuat dari residu kayu gelam atau kayu batangan gelam. Arang dibuat dengan
cara menggali petak di areal gambut dengan ukuran 2 m x 2 m x 0.5 m yang digunakan untuk
pembakaran kayu.
Lahan gambut yang memiliki banyak manfaat dan kemudian dimanfaatkan oleh
masyarakat lokal dan berdampak
negatif yaitu kebakaran pada lahan gambut. Selain unuk
bidang pertanian, ternyata lahan gambut bermanfaat pada segi perikanan. Perikanan
mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat Sumatera. Perikanan di areal
gambut Sumatera dilakukan dengan sistem lebak lebung yang dikelola oleh Dinas
Perikanan dan Pemda setempat. Panen ikan mengikuti pola sebagai berikut. Pada musim
kemarau petani dapat menangkap ikan sampai 20 kg per hari, sementara pada musim hujan
hanya mencapai 5 kg. Panen ikan mencapai puncaknya pada bulan Juni-September dan
pendapatan dari perikanan mencapai Rp. 300.000, 00 per bulan pada musim hujan, dan
meningkat 2 hingga 3 kali lipat pada musim kemarau Susanto 1999. Produksi ikan yang
tinggi pada musim kemarau merupakan hasil dari spawning dan breeding yang terjadi pada
musim hujan.
Api digunakan pada musim kemarau dalam membakar vegetasi yang memudahkan
akses ke lebak-lebak ikan untuk dipanen dan untuk memudahkan ekstrasi kayu gelam. Api
juga digunakan secara teratur dalam membersihkan tepian sungai serta meregenerasi
tumbuhnya rumput untuk pakan ternak. Tidak ada usaha untuk mengawasi penggunaan api,
sehingga pada musim kemarau sangat mudah api menyebar dan menjadi tidak terkendali.
Pemaparan
sebelumnya merupakan
pemaparan secara umum tentang penyebab kebakaran lahan gambut Sumatera. Dari semua
wilayah yang ada di Sumatera, Propinsi Sumatera Selatan merupakan propinsi yang
memiliki areal rawa gambut yang luas. Tingkat
13
kerawanan dan kebakaran hutan dan lahan di Propinsi Sumatera Selatan cukup tinggi terbukti
dari kebakaran yang terjadi pada tahun-tahun krisis kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.
Propinsi Sumatera Selatan memiliki areal lahan basah gambut yang tinggi yaitu sekitar 30
persen, sehingga memberikan sumbangan yang nyata terhadap masalah asap. Penyebab dari
kebakaran adalah interaksi dari tiga komponen yaitu manusia, iklim, dan kondisi lahan.
Kebakaran yang terjadi di Propinsi Sumatera Selatan memiliki dampak yang sangat besar.
Krisis kebakaran lahan dan hutan yang terjadi pada 10 tahun terakhir yang sangat menonjol
adalah kebakaran pada tahun 1994, 1997 dan pada tahun 2002.
Kebakaran lahan dan hutan yang terjadi menyebabkan kerusakan sumberdaya alam yang
sangat hebat yang sangat sulit untuk menghitung kerugian yang ditimbulkannya, baik kerugian
secara ekonomis maupun nilai lingkungan. Dampak kebakaran lahan dan hutan selain
menyebabkan laju degradasi hutan yang sangat cepat, juga membawa dampak negatif pada
dimensi sosial budaya masyarakat. Selain itu, juga dapat mengganggu hubungan baik dengan
Negara-negara lain terutama yang terkena dampak langsung kebakaran yang ditimbulkan
dari akumulasi asap yang mengalir yang
memenuhi ruang udara Negara lain.
Gambar 5 Asap yang ditimbulkan oleh kebakaran lahan gambut.
ASEAN 2005 Berdasarkan literatur-literatur yang ada
yang berhubungan dengan kebakaran hutan dan lahan, dampak kebakaran pada lahan basah
gambut lebih besar yaitu menimbulkan penyebaran asap dalam skala yang sangat luas.
Selain itu, area lahan basah gambut yang begitu luas juga dapat berpengaruh nyata terhadap
tingkat Risiko kebakaran lahan dan hutan dalam skala nasional.
Faktor berikutnya dari interaksi- interaksi penyebab kebakaran adalah kondisi
lahan. Sumatera Selatan memiliki lahan basah yang mengandung gambut sangat luas, lahan
basah bergambut yang sebagian besar terhampar di sepanjang pantai timur pada musim kemarau
panjang akan mengering dan lapisan gambut yang kering menjadi bahan bakar yng potensial
menyebabkan asap selama berbulan-bulan dan dapat menyebar secara global.
Propinsi kedua yang memiliki dominansi rawa gambut adalah Propinsi Riau.
Kebakaran hutan dan lahan di Propinsi Riau pada umumnya terjadi di lahan gambut karena
land clearing untuk perkebunan maupun HTI. Propinsi Riau adalah salah satu dari delapan
Propinsi di Sumatera yang terletak di bagian timur yang sebagian besar merupakan dataran
rendah yang dipengaruhi oleh pasang surut. Eksploitasi sumberdaya rawa gambut secara
besar-besaran pada dua dekade terakhir di Propinsi Riau telah mengubah tata guna lahan
dari kawasan hutan yang utuh menjadi kawasan perkebunan dan transmigrasi. Salah satu metode
yang murah dan efektif dalam membangun perkebunan maupun HTI adalah dengan cara
membakar. Dalam tahun 19971998 kebakaran hutan dan lahan dari kegiatan land clearing
sangat luas dan mencapai 26.000 ha. Dengan perubahan iklim global El-Nino, kebakaran
lahan gambut telah menimbulkan dampak terhadap pencamaran udara yang mengganggu
berbagai sendi kehidupan masyarakat termasuk kesehatan di Propinsi Riau.
2.9.3 Perilaku Kebakaran pada Lahan Gambut