Penilaian Risiko Kebakaran Lahan

23 gambut oleh perkebunan kelapa sawit sangat tinggi. Degradasi atau alih fungsi lahan dari lahan gambut menjadi lahan perkebunan kelapa sawit, menyebabkan risiko kebakaran lahan gambut tinggi apabila penanganan dan pengelolaannya tidak selaras dengan kelestarian lingkungan. Berikut ditampilkan tabel 2 perubahan luas perkebunan kelapa sawit di Propinsi Riau, Propinsi Jambi, dan Propinsi Sumatera Selatan tahun 1980 sampai dengan 2010. Terlihat peningkatan luas areal dari tahun ke tahun untuk usaha perkebunan kelapa sawit. Bertambahnya luas areal perkebunan kelapa sawit ini, merupakan indikasi adanya dorongan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi. Menghasilkan produk-produk dengan nilai ekonomi tinggi. Risiko kebakaran lahan gambut menjadi tinggi karena pangalihan fungsi lahan, bukan berarti lahan gambut tidak dapat dimanfaatkan namun harus selaras dengan nilai lingkungan. Tabel 2 Luas areal kelapa sawit menurut Propinsi di Sumatera tahun 1980-2010 Tahun Propinsi Riau hektar Jambi hektar Sumatera Selatan hektar 1980 2.078 1990 240.181 45.528 61.939 2000 815.646 406.315 557.849 2005 1.277.703 403.447 548.678 2006 1.547.942 568.751 630.214 2007 1.620.882 448.899 682.731 2008 1.673.553 484.137 690.729 2009 1.925.344 489.384 775.339 2010 1.949.061 494.078 789.065 Ket : tidak ada data Sumber : Buku Statistik Perkebunan 2009-2011, Direktorat Jenderal Perkebunan

4.4.1 Penilaian Risiko Kebakaran Lahan

Gambut Propinsi Riau Kedalaman gambut di Propinsi Riau lebih bervariasi yaitu pada sebaran dalam dan sangat dalam. Sebaran gambut di Riau berada pada Kabupaten Rokan Hilir dan Bengkalis. Di kedua Kabupaten ini dikembangkan perkebunan dan Hutan Tanaman Industri HTI. Kebakaran lahan gambut Propinsi Riau pada umumnya terjadi karena land clearing untuk kegiatan perkebunan dan HTI. Lampiran 12 menampilkan tingkat risiko kebakaran lahan gambut di Riau. Tingkat risiko kebakaran pada lahan gambut di Propinsi Riau termasuk sedang. Karena tinggi gambut yang tergolong dalam, pemanfaatan lahan dimanfaatkan oleh pihak- pihak perusahaan seperti pulp dan pemanfaatan kayu industri. Adapun perkebunan-perkebunan sawit swasta dan pemerintah. Kondisi pemanfaatan lahan seperti ini, memungkinkan untuk adanya pemantauan terhadap penggunaan lahan gambut. Perusahaan memiliki aturan dan teknologi dalam pemanfaatan lahan gambut sehingga Risiko kebakaran pada lahan gambut sedang, meskipun eksploitasi terhadap lahan gambut dilakukan secara terus-menerus. Penutupan lahan pada kawasan perusahaan bervariasi pada lahan yang masih difungsikan untuk perusahaan hak pengusahaan hutan dan bekas dari hak pengusahaan hutan yang lain. Tabel 3 menunjukkan luas area penutupan lahan HPH dan eks HPH yang terdiri dari hutan primer hutan yang belum dijamah oleh aktivitas masyarakat sekitar dan perusahaan dan hutan sekunder dalam kondisi baik dan kondisi rusak. Tabel menunjukkan bahwa nilai penutupan lahan pada hutan sekunder dalam keadaan yang tidak baik memiliki area yang luas, hal ini akan mengakibatkan tingginya risiko kebakaran, hutan alam di Propinsi Riau didominasi oleh lahan gambut. Namun, karena adanya kontrol dari perusahaan-perusahaan dan Pemerintah daerah mengakibatkan risiko kebakaran lahan gambut menjadi sedang. 24 Tabel 3 Keadaan penutupan lahan pada areal HPH dan eks HPH Sumber : Pusat Data dan Pemetaan 2000 Propinsi Riau Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam pembangunan di lahan gambut adalah PT Riau Andalan Pulp and Paper PT RAPP yang merupakan anak perusahaan dari Asia Pacific International Holdings Ltd. APRIL. Komoditas utama perusahaan ini adalah pulp dan kertas, untuk memenuhi kebutuhan srat kayu pabriknya, pasokan kayu diperoleh dari hutan tanaman seluas 350.000 hektar Lorenzo, EP 2003. Risiko kebakaran lahan gambut di Riau memiliki tingkat yang sedang karena pada penggunaan api dan lahan memiliki kontrol yang baik. Seperti contoh pada PT RAPP memiliki cara dalam mengurangi Risiko kebakaran pada lahan gambut yaitu dengan menerapkan metode pemanenan pada lahan yang kayunya dapat tergantikan, pengaturan air di lahan basah, pembuatan dan perawatan kanal primer, sekunder, dan tersier serta kolam, dan penerapan sistem zero burning. Dengan perbaikan dalam manajemen hutan dan pelaksanaan pembangunan hutan tanaman akan membantu mengurangi Risiko terjadinya kebakaran pada lahan gambut. Tingkat risiko kebakaran lahan di Propinsi Riau diperjelas di lampiran 11 dengan menunjukkan luas kebakaran hutan dan lahan di Propinsi Riau berdasarkan fungsi penggunaan lahan selama 5 tahun, dimana hutan dan lahan yang sebagian besar terdiri dari lahan gambut. Pembangunan dan pemanfaatan lahan oleh perusahaan HPH, HPHTI, dan perkebunan. 4.4.2 Penilaian Risiko Kebakaran Lahan Gambut Propinsi Jambi Lahan gambut Jambi memiliki sebaran yang beragam apabila dilihat dari kedalaman gambutnya. Mulai dari gambut dangkal, sedang, dalam, dan sangat dalam tersebar di Propinsi Jambi. Bahan bakar potensial pada lahan gambut adalah lahan gambut dengan kedalaman yang bervariasi. Tingkat risiko kebakaran lahan gambut di Jambi tergolong tinggi. TN Berbak yang berada di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Muara Jambi. TN Berbak memiliki Risiko yang tinggi untuk terjadi kebakaran karena sumber daya alam di dalam TN Berbak dimanfaatkan oleh masyarakat dan perusahaan- perusahaan. Adanya pembalakan liar merupakan penyebab utama terjadinya kebakaran. Tingginya Risiko kebakaran lahan gambut di Jambi, masih dikaitkan dengan aktivitas masyarakat dalam penggunaan api yang tidak terkendali. Kekayaan sumber daya TN Berbak menimbulkan konflik kepentingan antar pihak berbeda yaitu, penduduk asli dan pendatang. Kebakaran karena musim kemarau panjang karena adanya ElNino pada tahun 1997, menyebabkan ekosistem lahan gambut telah berubah yaitu berubah dari bentuk tipe hutan rawa yang tertutup menjadi lahan terbuka. Pengelolaan daerah aliran sungai pada sungai air hitam di sekitar lahan gambut akan menentukan tingkat risiko kebakaran lahan gambut. Rusaknya sistem tata air pada DAS yang diakibatkan oleh kegiatan manusia dalam menebang hutan di bagian hulunya. Kegitan ini juga berpengaruh terhadap fungsi hidrologi pada lahan gambut. Tingkat risiko kebakaran pada lahan gambut tinggi terutama pada musim kemarau. Karakteristiknya berada pada tingkat fluktuasi air tanah yang berbeda pada musim hujan dan musim kemarau sehingga pada musim kemarau kondisi gambut kering. Gambut pada keadaan kering pada saat musim kemarau bercerai berai dan tidak dapat kembali pada kondisi semula. Tingginya tingkat risiko kebakaran gambut di Propinsi Jambi apabila dikaitkan dengan kedekatan dengan pemukiman memiliki risiko yang tinggi pada wilayah tertentu. Pada lampiran 13 terdapat tingkat Risiko kebakaran lahan gambut di Propinsi Jambi. Tingginya risiko kebakaran lahan gambut di kawasan TN Berbak juga disebabkan oleh lahan HTI yang belum ditanami dengan tanaman baru. Konflik antar perusahaan dan masyarakat masih tinggi di kawasan TN Berbak. Risiko kebakaran lahan gambut pada kawasan TN Berbak dipicu oleh rendahnya tingkat ekonomi masyarakat sekitar kawasan, sehingga memicu masyarakat melakukan pembalakan liar, pencurian ikan, pengambilan jeluntung, berburu, pengambilan rotan, dan lain- lain. Perusahaan yang ada di Propinsi Jambi adalah PT Putraduta Indah Wood yang merupakan perusahaan kehutanan pemegang 25 Hak Pengusahaan Hutan HPH. Perusahaan ini telah menerapkan tiga prinsip kelestarian yaitu produksi, ekologi, sosial. Namun kegiatan dan konflik masyarakat dengan perusahaan menyebabkan adanya pembalakan yang tidak terkendali. Masalah ini menjadikan Propinsi Jambi memiliki Risiko kebakaran lahan gambut yang tinggi. Adapun kebakaran areal HTI PT Dyera Hutan Lestari PT DHL, hal ini karena lahan HTI tidak terawat dan terjadi pemanasan di musim kemarau. Selain kedua perusahaan tersebut, Propinsi Jambi memiliki banyak perusahaan dibidang HPH dan HTI dalam meningkatkan risiko kebakaran lahan gambut di Propinsi Jambi. Tabel 4 Kondisi umum HPH Propinsi Jambi Sumber : Data Pokok Dinas Kehutanan Propinsi Jambi, 2007 45.825 hektar lahan gambut dimanfaatkan oleh perusahaan hak pengusahaan hutan untuk meningkatkan produksi dalam meningkatkan keuntungan ekonomi. Tabel 5 Perkembangan pembangunan HTI Sumber : Statistik Dinas Kehutanan Subdin BHKA, 2007 Dari data jumlah perusahaan hutan tanaman industri HTI pada tahun 2007 menunjukkan bahwa lahan gambut yang dimanfaatkan untuk industri cukup luas. Risiko yang tinggi ditimbulkan dari eksploitasi lahan gambut untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya. Untuk mengurangi risiko ini, dibutuhkan sosialisasi dalam pemanfaatan lahan gambut, baik dari jenis maupun kedalaman gambut.

4.4.3 Penilaian Risiko Kebakaran Lahan Gambut Propinsi Sumatera Selatan