25
Hak Pengusahaan Hutan HPH. Perusahaan ini telah menerapkan tiga prinsip kelestarian yaitu
produksi, ekologi, sosial. Namun kegiatan dan konflik masyarakat dengan perusahaan
menyebabkan adanya pembalakan yang tidak terkendali. Masalah ini menjadikan Propinsi
Jambi memiliki Risiko kebakaran lahan gambut yang tinggi. Adapun kebakaran areal HTI PT
Dyera Hutan Lestari PT DHL, hal ini karena lahan HTI tidak terawat dan terjadi pemanasan
di musim kemarau. Selain kedua perusahaan tersebut, Propinsi Jambi memiliki banyak
perusahaan dibidang HPH dan HTI dalam meningkatkan risiko kebakaran lahan gambut di
Propinsi Jambi. Tabel 4 Kondisi umum HPH Propinsi Jambi
Sumber : Data Pokok Dinas Kehutanan Propinsi Jambi, 2007
45.825 hektar lahan gambut dimanfaatkan oleh perusahaan hak pengusahaan hutan untuk
meningkatkan produksi dalam meningkatkan keuntungan ekonomi.
Tabel 5 Perkembangan pembangunan HTI
Sumber : Statistik Dinas Kehutanan Subdin BHKA, 2007
Dari data jumlah perusahaan hutan tanaman industri HTI pada tahun 2007 menunjukkan
bahwa lahan gambut yang dimanfaatkan untuk industri cukup luas. Risiko yang tinggi
ditimbulkan dari eksploitasi lahan gambut untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya.
Untuk mengurangi risiko ini, dibutuhkan sosialisasi dalam pemanfaatan lahan gambut,
baik dari jenis maupun kedalaman gambut.
4.4.3 Penilaian Risiko Kebakaran Lahan Gambut Propinsi Sumatera Selatan
Tingkat risiko kebakaran lahan gambut di Propinsi Sumatera Selatan ditinjau dari aspek
kedalaman gambut dan kedekatan dengan pemukiman penduduk yang berkaitan dengan
aktivitas yang dilakukan di lahan gambut. Sebaran gambut di Propinsi Sumatera Selatan
didominasi oleh gambut yang memiliki kedalaman sedang. Kajian pada Kabupaten
Ogan Kemiring Ilir OKI yaitu pada kecamatan Air Sugihan. Kedalaman gambut dan letak
Kabupaten OKI, dimana masyarakat menjadikan lahan gambut sebagai alternatif
pekerjaan. Tingkat risiko kebakaran lahan gambut di Sumatera Selatan dilampirkan pada
lampiran 14. Risiko kebakaran pada wilayah ini tergolong pada tingkat II yaitu pada risiko
tinggi. Penggolongan tingkat risiko kebakaran lahan gambut dilihat dari aktivitas masyarakat
sekitar lahan gambut dalam pengelolaan lahan gambut dengan api oleh masyarakat Kabupaten
Ogan Kemiring Ilir. Penggunaan api pada pengelolaah lahan gambut merupakan cara yang
mudah dan murah alam memanfaatkan sumber daya alam lahan gambut di Kabupaten OKI.
Contoh penggunaan api di lahan gambut pada kabupaten ini adalah dengan penanaman padi
tradisional di lahan rawa sonor, pembalakan kayu, produksi arang, dan juga dalam bidang
perikanan. Penggunaan api oleh masyarakat pada Kabupaten ini tidak terkendali, sehingga
Risiko kebakaran lahan gambut menjadi tinggi.
Mayarakat menyadari dampak negatif kebakaran lahan gambut, tetapi masyarakat
yang lebih mengutamakan keuntungan adalah sangat penting untuk melanjutkan kehidupan,
sementara itu alternatif pekerjaan lain tidak tersedia. Apabila dikaitkan dengan iklim dan
kondisi lahan, aktivitas manusia di sekitar gambut berkaitan erat. Propinsi Sumatera
Selatan memiliki dua musim yaitu musim hujan dengan curah hujan yang tinggi dan musim
kemarau yang kering yang disertai dengan peristiwa ElNIno menambah besarnya Risiko di
Propinsi Sumatera Selatan. Pada saat musim kemarau yang kering masyarakat akan
menggunakan sistem pertanian sonor untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menghasilkan
keuntungan. Sama seperti di Propinsi Riau dan Propinsi Jambi, risiko kebakaran lahan gambut
di Propinsi Sumatera Selatan memiliki tingkat yang tinggi. Tingginya risiko kebakaran lahan
gambut di Sumatera Selatan disebabkan oleh
26
aktivitas manusia. Umumnya aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dengan hak
pengusahaan hutan dan hutan tanaman industri. Pada tabel 6 akan disajikan luas area yang
dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan dengan hak pengusahaan hutan. Perusahaan
dengan hak pengusahaan hutan yang memiliki SK sah dari pemerintah dalam memanfaatkan
lahan gambut. Perusahaan yang memiliki izin ini juga berkewajiban dalam menjaga
kelestarian lahan gambut, dan mengurangi risiko kebakaran yang ditimbulkan oleh
kegiatan penguahaan. Tabel 6 Daftar perusahaan HPH Sumatera
Selatan
Sumber : Pusat Data dan Pemetaan Propinsi Sumatera Selatan 2000
Sepuluh 10 perusahaan tersebut masih aktif dalam pemanfaatan lahan gambut di
Sumatera Selatan. Selain perusahaan HPH, lahan gambut Sumatera Selatan dimanfaatkan
untuk menghasilkan kayu-kayu industri. Kayu- kayu bernilai ekonomis tinggi tergabung
kedalam perusahaan hutan tanaman industri HTI. Adanya perusahaan bidang tanaman
industri ini, menimbulkan dan meningkatkan risiko kebakaran. Hutan di Propinsi Sumatera
Selatan didominasi oleh lahan basahgambut. Alih fungsi lahan primer menjadi sekunder pada
pemanfaatn di bidang industri membuat lahan memiliki risiko yang tinggi untuk terjadi
kebakaran. Pada tabel 7 akan disajikan daftar perusahaan HTI yang memanfaatkan lahan
gambut sebagai kegiatan pengusahaan mereka. Dengan SK HPHTI sah dari pemerintah,
perusahaan-perusahaan tanaman industri memiliki hak dalam memanfaatkan lahan. Hak
tersebut digunakan sesuai dengan aturan yang tersedia. Dan perusahaan juga memiliki
kewajiban dalam mengurangi risiko kebakaran yang terjadi dengan tidak membiarkan lahan,
ditanami dengan tanaman yang sesuai dengan sifat dari gambut.
Tabel 7 Daftar perusahaan HTI Sumatera Selatan
Sumber : Pusat Data dan Pemetaan Propinsi Sumatera Selatan 2000
4.5
Dampak Kebakaran Gambut
Dampak yang ditimbulkan pada kebakaran lahan gambut dapat dilihat dari sifat
gambut dan fungsi ekosistem gambut, yaitu fungsi ekosistem rawa yang mempunya ciri dan
fungsi khusus dalam menjaga keseimbangan lingkungan hidup. Karena sifat dari lahan
gambut yang kaya akan bahan organik, dampak kebakaran lahan gambut yang ditimbulkan
berdasarkan sifat gambut dan fungsi ekosistemnya adalah sebagai berikut :
Menurunkan fungsi pengatur siklus karbon regulating fuction. Gambut mengandung
sekitar 50-60 C; 0.5-2.5 N; 0.1-0.4 S, dengan bulk density sebesar 300-400 kg per
meter kubik. Setiap hektar gambut sedalam 20 cm yang terbakar akan melepaskan paling
sedikit 1,100 ton karbon oksida, 3.9 ton nitrogen oksida, 1.8 ton sulfur oksida ke udara
dan sejumlah methane serta aerosol. Banyak gas-gas tersebut yang dilepaskan ke udara
selama kebakaran, tergantung dari luas dan
27
kedalaman lahan gambut yang terbakar. Gas- gas ini adalah gas rumah kaca yang berdampak
terhadap perubahan iklim global warming. Chokalingam, 2004
Menurunkan fungsi hidrologi, pada bahasan manajemen hidrologi gambut terurai
bahwa terbakarnya lahan gambut akan menimbulkan kerugian ekologi. Gambut yang
terdapat di rawa-rawa merupakan reservoir air yang meningkatkan kapasitas simpan air suatu
daerah aliran sungai. Gambut berperan sebagai pengatur yang menahan fluktuasi aliran air
keluar dari wilayah tersebut, baik pada musim hujan maupun pada musim kemarau. Kebakaran
gambut akan menghilangkan fungsi pengaturan hidrologi fungsi reservoir yang akan
menyebabkan banjir dan kekeringan.
Menurunkan fungsi penyerap adsorbtion. Gambut dan ekosistem gambut
mampu menyerap unsur-unsur dan senyawa yang bersifat toksik bagi lingkungan. Unsur-
unsur merkuri, timah hitam, cadmium, arsenic, seng, dan selenium dapat diikat oleh gambut
sehingga tidak meracuni air dan lingkungan. Bertahun-tahun lamanya gambut menyerap
unsur-unsur tersebut yang terdistribusi merata ke seluruh bagian gambut. Jika gambut terbakar
maka fungsi penyerap akan hilang dan unsur- unsur tersebut akan terlepas masuk kedalam
perairan dan lingkungan lainnya yang akan menimbulkan ancaman bagi kehidupan di
lingkungan tersebut. Penelitian di Finlandia dan Swedia, menunjukkan bahwa logam berat
merkuri dan timah hitam di dalam danau bersumber dari gambut di bagian atas danau
tersebut yang telah didrainase. Tingkat keracunan selenium ditemukan di bagian barat
Amerika Serikat, di dalam saluran-saluran yang bersumber dari daerah gambut yang didrainase.
Dalam hubungannya dengan penyerapan polutan organik yang dipergunakan
dalam pertanian dan pengendalian hama dan penyakit, senyawa-senyawa ini yang
dipergunakan di daerah hulu dapat terkonsentrasi didalam gambut rawa yang
terletak di daerah hilir. Konsentrasi senyawa ini dapat mencapai tingkat membahayakan jika
gambut habis terbakar. Selain itu, pembakaran lahan gambut juga melepaskan berbagai unsur
seperti P, K, Ca, Mg ke dalam perairan yang dapat menyebabkan eutrofikasi. Kebakaran
pada lahan gambut akan menimbulkan polusi asap. Kebakaran pada lahan gambut akan
menghasilkan banyak asap. Asap yang ditimbulkan selain dapat mengganggu
kesehatan juga mengganggu transportasi darat serta udara, bahkan dalam jumlah yang besar
asap dapat mengganggu Negara tetangga karena distribusinya.
Menurunnya fungsi penyangga buffer zone. Di daerah pantai, fungsi penyangga dari
gambut antara sistem air tawar dan air asin sangat penting. Kerusakan pada areal gambut
dapat berakibat pada kerusakan ekosistem lainnya. Menurunnya fungsi produksi. Pada
beberapa wilayah gambut merupakan habitat bagi jenis-jenis kayu mewah seperti ramin dan
merbau. Kebakaran pada kawasan gambut yang membakar sistem perakaran pohon akan
mengakibatkan kematian bagi jenis kayu-kayu mewah tersebut. Kawasan gambut yang sering
terbakar biasanya hanya dapat ditumbuhi oleh tumbuh-tumbuhan liar seprti rumput-rumputan
dan belukar.
V. KESIMPULAN