20
Semakin luas lahan yang dibakar, semakin besar keuntungan ekonomi yang
didapat, sehingga pembakaran lahan berlangsung dalam skala yang luas.
Gambar 8 Perbandingan intensitas kebakaran lahan gambut dan non gambut periode 2001 -
Februari 2008 Wahyunto 2005 Pada gambar diatas, menunjukkan bahwa lahan
gambut mengalami intensitas yang tinggi dalam kaitannya dengan kebakaran.
Titik api dilahan gambut terbanyak selama priode 2001-2008 terjadi pada tahun
2005. Menurunnya jumlah titik api di Tahun 2006-2007 lebih cendrung diakibatkan oleh
intensitas curah hujan yang tingginya diatas standar dari tahun sebelumnya. Sebaran titik api
hotspot propinsi Riau Januari-Februari 2008 dapat dilihat pada lampiran 7.
4.2.2 Penutupan Lahan dan Laju
Kerusakan Lahan Gambut di Propinsi Riau dan Sumatera Selatan
Gambar 9 Frekuensi hotspot berdasarkan penutupan lahan gambut di Riau
Adiningsih 2005 Jumlah hotspot terbesar pada lahan
rawa Riau berada pada tahun 2000 dimana pada tahun ini, curah hujan di Riau sedikit.
Kebakaran lahan gambut Riau merupakan implementasi dari kegiatan manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidup yaitu dengan membuka lahan pertanian dengan cara
membakar lahan rawa yang telah kering yang dinamakan dengan sistem sonor.
Gambar 10 Frekuensi hotspot berdasarkan penutupan lahan gambut di Sumatera Selatan
Adiningsih 2005 Propinsi Sumatera Selatan, mengalami
dan mempunyai titik hotspot tertinggi pada tahun 1997 dimana pada tahun tersebut,
Indonesia mengalami bencana kemarau panjang yaitu ElNino. Kegiatan membakar di Sumatera
Selatan juga termasuk intensif meskipun tidak lebih intensif dari propinsi Riau.
4.3 Pengaturan Hidrologi di Lahan
Gambut
Hutan gambut memiliki peranan penting sebagai tempat penyimpan karbon,
konservasi keanekaragaman hayati, dan sebagai pengatur hidrologi Chokkalingam dan Suyanto
2004.
Gambut yang kaya akan kandungan air tidak mungkin akan terbakar. Namun pada
kenyataan, kebakaran yang melanda Indonesia Sumatera merupakan lahan gambut.
Kebakaran ini karena adanya konversi lahan gambut. Konversi yang dilakukan dengan cara
membangun kanal-kanal sekitar areal gambut untuk mengeringkan lahan gambut.
Pembangunan kanal bermasalah karena akan mengakibatkan turunnya permukaan air tanah
dan menghilangkan air di permukaan tanah. Setelah kering, maka gambut akan kehilangan
sifat-sifat alaminya yang seperti spons. Fungsi gambut sebagai pengatur tata air akan
berkurang yaitu kemampuan untuk mengatur keluar masuknya air. Lahan-lahan gambut yang
kering secara tidak alami sangat mudah menjadi kering. Kebakaran, baik yang disengaja atau
tidak, akan diikuti dengan kerusakan atau kerugian yang proposional terhadap kegiatan
manusia dan tingkat gangguan yang terjadi Burning Issues 2003.
Saharjo 2003, gambut merupakan bahan bakar yang terdapat dibawah permukaan,
maka gambut juga merupakan salah satu bahan bakar yang menyusun bahan bakar bawah.
21
Bahan bakar bawah memiliki kadar air yang tinggi daripada bahan bakar permukaan
serasah, ranting dan bahan bakar tajuk tajuk pohon, daun, lumut, dan efifit. Bila terjadi
kebakaran pada bahan bakar bawah, yang biasa dikenal dengan istilah kebakaran bawah
ground fire, maka kebakaran akan terjadi secara perlahan-lahan karena tidak dipengaruhi
angin berada di bawah permukaan sehingga pola penyebarannya tidak menentu serta sulit
menentukan dimana kebakaran terjadi karena yang tampak adalah hanya asap berwarna putih
yang terdapat di atas permukaan. Pola pembakaran ini biasa dikenal dengan istilah
smoldering combustion. Tentu saja kebakaran bawah ini tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi
berawal dari kebakaran yang biasanya terjadi di permukaan. Penetrasi panas akibat drainase,
kebakaran yang terjadi di permukaan akan dialirkan ke bawah permukaan melalui pori-pori
gambut. Penetrasi panas bisa dialirkan ke bawah permukaan bila kadar air gambut cukup
rendah sehingga memungkinkan combustion terjadi, namun bila kadar airnya tinggi maka
penetrasi panas akan terhambat Saharjo 2003.
Dibawah ini akan diberi gambaran struktur dari kubah gambut :
Gambar 11 Struktur kubah gambut. Lee 2004
Pada gambar ditunjukkan bahwa kondisi alamiah yang tidak terganggu , maka
aliran air pada kubah gambut akan berada pada kondisi yang setimbang. Kondisi ini
memungkinkan sistem hidrologi lahan gambut untuk dapat mempertahankan kondisi kadar
airnya pada tingkatan dimana api sulit untuk bisa membakarnya. Kadar air gambut pada
musim kemarau yang cukup panjang sebenarnya masih bisa untuk dipertahankan,
sebab kehilangan air karena evapotranspirasi pada lahan gambut tidak secepat laju kehilangan
air akibat drainase. Oleh karena itu kebakaran pada lahan gambut lebih banyak diakibatkan
oleh perubahan struktur gambut dan terganggunya sistem hidrologi.
Pembangunan kanal atau pembuatan drainase ataupun kegiatan pada lahan gambut
akan mempengaruhi sistem hidrologi gambut. Ketika terjadi kanalisasi di bagian bawah
kubah, muka air akan tertatrik keluar dari sistem gambut, gambut akan mengalami subsidence,
selain itu akan terganggunya regim hidrologi. Sedangkan jika pembuatan kanal dilakukan di
bagian lereng kubah maka dampak negatif nya akan lebih buruk yaitu air akan dengan cepat
keluar dari sistem gambut, kubah akan mengalami keruntuhan dan hilangnya fungsi
gambut sebagai pengatur tata air. Oleh karena itu pengeringan lahan gambut dengan
pembuatan kanal maupun pembuatan sekat bakar dengan pembuatan parit-parit akan
beRisiko menimbulkan kebakaran lahan gambut apabila pengaturan airnya tidak dilakukan
dengan baik.
Berikut skenario yang umum terjadi yaitu drainase yang tidak terkontrol kemudian
menyebabkan kebakaran pada lahan gambut.
Gambar 12 Skenario kebakaran lahan gambut akibat drainase yang tidak terkontrol.
Lee 2004 Terlihat bahwa aspek utama yang
menyebabkan kebakaran pada lahan gambut adalah keluarnya air dari suatu sistem gambut,
kemudian terjadi pengeringan dan penurunan kadar air yang pada akhirnya akan memudahkan
gambut untuk terbakar. Apabila gambut menjadi kering, lahan gambut akan kehilangan
secara permanen sifat-sifat alaminya yang menyerupai spons dan tidak bisa direhabilitasi
kembali. Lahan-lahan gambut yang terdegradasi ini harus dikelola untuk mencegah lahan
gambut menjadi padang rumput atau semak belukar yang mudah terbakar secara teratur dan
karenanya menjadi sumber kebakaran untuk daerah-daerah sekitarnya.
Penampakan topografi
Penampakan melintang
Kubah gambut
Aliran hidrologi Lapisan bawah
Kondisi alamiah Aliran air pada
perkebunan lahan gambut
Penurunan kadar air pada tanah
gambut Gambut yang
kering menjadi rentan terbakar
22
4.4 Penilaian Tingkat Risiko