Perilaku Kebakaran pada Lahan Gambut

13 kerawanan dan kebakaran hutan dan lahan di Propinsi Sumatera Selatan cukup tinggi terbukti dari kebakaran yang terjadi pada tahun-tahun krisis kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Propinsi Sumatera Selatan memiliki areal lahan basah gambut yang tinggi yaitu sekitar 30 persen, sehingga memberikan sumbangan yang nyata terhadap masalah asap. Penyebab dari kebakaran adalah interaksi dari tiga komponen yaitu manusia, iklim, dan kondisi lahan. Kebakaran yang terjadi di Propinsi Sumatera Selatan memiliki dampak yang sangat besar. Krisis kebakaran lahan dan hutan yang terjadi pada 10 tahun terakhir yang sangat menonjol adalah kebakaran pada tahun 1994, 1997 dan pada tahun 2002. Kebakaran lahan dan hutan yang terjadi menyebabkan kerusakan sumberdaya alam yang sangat hebat yang sangat sulit untuk menghitung kerugian yang ditimbulkannya, baik kerugian secara ekonomis maupun nilai lingkungan. Dampak kebakaran lahan dan hutan selain menyebabkan laju degradasi hutan yang sangat cepat, juga membawa dampak negatif pada dimensi sosial budaya masyarakat. Selain itu, juga dapat mengganggu hubungan baik dengan Negara-negara lain terutama yang terkena dampak langsung kebakaran yang ditimbulkan dari akumulasi asap yang mengalir yang memenuhi ruang udara Negara lain. Gambar 5 Asap yang ditimbulkan oleh kebakaran lahan gambut. ASEAN 2005 Berdasarkan literatur-literatur yang ada yang berhubungan dengan kebakaran hutan dan lahan, dampak kebakaran pada lahan basah gambut lebih besar yaitu menimbulkan penyebaran asap dalam skala yang sangat luas. Selain itu, area lahan basah gambut yang begitu luas juga dapat berpengaruh nyata terhadap tingkat Risiko kebakaran lahan dan hutan dalam skala nasional. Faktor berikutnya dari interaksi- interaksi penyebab kebakaran adalah kondisi lahan. Sumatera Selatan memiliki lahan basah yang mengandung gambut sangat luas, lahan basah bergambut yang sebagian besar terhampar di sepanjang pantai timur pada musim kemarau panjang akan mengering dan lapisan gambut yang kering menjadi bahan bakar yng potensial menyebabkan asap selama berbulan-bulan dan dapat menyebar secara global. Propinsi kedua yang memiliki dominansi rawa gambut adalah Propinsi Riau. Kebakaran hutan dan lahan di Propinsi Riau pada umumnya terjadi di lahan gambut karena land clearing untuk perkebunan maupun HTI. Propinsi Riau adalah salah satu dari delapan Propinsi di Sumatera yang terletak di bagian timur yang sebagian besar merupakan dataran rendah yang dipengaruhi oleh pasang surut. Eksploitasi sumberdaya rawa gambut secara besar-besaran pada dua dekade terakhir di Propinsi Riau telah mengubah tata guna lahan dari kawasan hutan yang utuh menjadi kawasan perkebunan dan transmigrasi. Salah satu metode yang murah dan efektif dalam membangun perkebunan maupun HTI adalah dengan cara membakar. Dalam tahun 19971998 kebakaran hutan dan lahan dari kegiatan land clearing sangat luas dan mencapai 26.000 ha. Dengan perubahan iklim global El-Nino, kebakaran lahan gambut telah menimbulkan dampak terhadap pencamaran udara yang mengganggu berbagai sendi kehidupan masyarakat termasuk kesehatan di Propinsi Riau.

2.9.3 Perilaku Kebakaran pada Lahan Gambut

Pada kondisi normal, gambut yang. jenuh air sulit untuk terbakar. Pada musim kemarau, permukaan air tanah water table menurun dan bahan organik gambut mengering sehingga mudah terbakar. Kebakaran yang terjadi pada daerah bergambut umumnya dimulai dari kebakaran permukaan yang selanjutnya merambat kebawah permukaan atau dibawah tanah membakar bahan organik atau sisa-sisa tumbuhan, daun-daunan, ranting, maupun akar. Sehingga bentuk kebakaran pada daerah bergambut dapat berupa kebakaran permukaan maupun kebakaran bawah, juga kebakaran tajuk yang terjadi secara bersamaan dengan lebih dari satu titik. Kebakaran hutanlahan pada areal gambut berupa kebakaran bahwa sangat sulit dideteksi 14 karena api yang membakar bahan organik merambat dibawah permukaan tanah. Seringkali lokasi kebakaran hanya dipenuhi oleh asap yang selain menghalangi pandangan juga memberikan kesulitan bernafas bagi petugas dalam upaya penanggulangannya. Di samping itu kegiatan ini memiliki Risiko yang tinggi karena tertimpa pohon yang tumbang. Api yang membakar bahan organik gambut akan membentuk lorong-lorong atau kawah- kawah api didalam tanah. Pergerakan api relatif lambat dan pada saat tertentu terutama periode siang hari api dapat muncul di beberapa tempat yang menyebabkan terjadinya kebakaran permukaan dengan pergerakan api yang lebih cepat. Secara umum perilaku kebakaran hutan dan lahan dipengaruhi oleh faktor-faktor bahan bakar jumlah, jenis, susunan, dan kadar air, cuaca angin, suhu, kelembaban udara, dan topografi. Disamping faktor umum tersebut, kebakaran lahan gambut terjadi karena adanya faktor-faktor khusus. Faktor khusus yang ada dapat berupa jenis gambut, bentuk dan ukuran gambut ditentukan oleh tingkat kematangannya akan mempengaruhi perilaku api pada kebakaran bawah. Gambut matang troposabrists mempunyai bentuk yang lebih padat dengan tekstur yang lebih halus sehingga pergerakan api relatif lambat dan umumnya api akan membantuk lingkaran atau kawah api. Gambut mentah fibrists atau gambut setengah matang hemists dengan bahan pembentuknya yang masih tampak, yaitu daun-daunan ataupun akar memiliki bentuk serta ukuran yang lebih kasar dan renggang, sehingga lebih banyak menyimpan oksigen O 2 , akibatnya api akan membentuk jalur atau lorong-lorong api. Faktor khusus lainnya adalah jumlah, jenis, dan kerapatan tumbuhan bawah pada areal gambut. Pada areal gambut yang memiliki tumbuhan bawah rapat, kebakaran permukaan akan lebih mudah terjadi. Kebakaran ini akan memicu terjadinya kebakaran bawah serta kebakaran tajuk pohon. Air tanah juga mempengaruhi kebakaran lahan gambut. Keadaan air tanah selain mepengaruhi kelembaban dan kandungan air pada tanah bergambut, serta serasah serta pohon-pohon yang ada di atasnya, maka kedalaman air tanah water table menentukan kedalamanan api pada kebakaran bawah.

2.10 Deteksi Titik-Titik Panas Hotspot dan Indeks Kekeringan