Paleoklimatologi dibagi menjadi dua bagian yaitu ice core, tree ring, coral, dan
pollen analysis. Kemudian kajian iklim global dibagi lagi menjadi perubahan iklim
yang diakibatkan penyebab natural, dan perubahan iklim karena peningkatan gas
rumah kaca. Selain itu terdapat skenario keseimbangan
energi permukaan,
dan
analisis data series waktu iklim. 3.3.1.1 Kerangka Pemikiran
Perubahan iklim global
merupakan perubahan pola perilaku iklim bumi secara
keseluruhan di bumi ini. Salah satu indikasi perubahan iklim global adalah perubahan
suhu global.
Perubahan iklim
juga merupakan hasil analisis data iklim yang
panjang, semakin panjang data maka informasi perubahan iklim akan semakin
banyak dan akurat. Dengan menggunakan beberapa metode paleoklimatologi untuk
merekonstruksi iklim masa lalu, maka perubahan iklim dapat dianalisis. Perubahan
iklim dapat disebabkan semua kejadian yang secara alamiah terjadi natural, dan juga
akibat
campur tangan
manusia antropogenik
yang dikaitkan
dengan meningkatnya gas rumah kaca semenjak
revolusi industri. Mekanisme terjadinya perubahan iklim
global tidak
lebih banyak
dibahas dibandingkan dengan dampaknya. Untuk
mengetahui bagaimana
suatu keadaan
disebut dengan perubahan iklim maka sangat penting untuk membahas mekanismenya.
Beberapa parameter juga dikemukakan untuk mengukur perubahan iklim yang
terjadi sampai saat ini antara lain radiative forcing dan global warming potential.
Paramater iklim yang paling peka terhadap perubahan iklim adalah suhu. Oleh karena
itu perubahan iklim lebih diindikasikan oleh perubahan suhu global. Beberapa penelitian
juga menyebutkan tentang kaitain erat perubahan suhu global dan perubahan iklim
global.
Keseimbangan energi permukaan dapat menjadi model untuk menentukan suhu
global yang akan terjadi jika beberapa parameter di dalamnya berubah. Hal ini juga
dilakukan beberapa ilmuan lain untuk membuat skenario suhu global dengan
berbagai asumsi. Selain itu analisis data series waktu merupakan analisis yang
dilakukan
untuk melengkapi
kajian pustakanya.
3.3.2 Skenario Keseimbangan Energi Permukaan
Dengan menggunakan model sederhana tentang keseimbangan energi seperti di
bawah ini: E in = E out
S1- α R
2
= 4 R
2
T
4
S1- α = 4 T
4
………….1 S = Fluks radiasi matahari di
puncak atmosfer Wm
-2
α = Albedo = Emisivitas
= Suhu permukaan K = Tetapan Stevan-Boltzman 5.7 x
10
-8
Wm
-2
K
-4
Model ini digunakan untuk menguji skenario dari beberapa literatur yang
diperoleh, dan membuat skenario sederhana merubah nilai parameter-parameter di atas.
Skenario Normal
Merupakan keadaan
dimana bumi
diasumsikan dengan nilai solar constant normal 1367 Wm
-2
, albedo rata-rata normal 0.3, dan nilai emisivitas dianggap 1.
Skenario ini akan menghasilkan suhu normal bumi tanpa atmosfer sebagai pembanding
skenario lainnya Oke 1978.
Skenario 1
Perubahan suhu bumi dengan asumsi nilai solar constant naik 1 , dan parameter
lainnya dianggap konstan Leurox 2005.
Skenario 2
Perubahan suhu bumi dengan asumsi albedo bumi turun 0.9 , dan parameter
lainya dianggap konstan. Perubahan suhu yang dihasilkan dari Skenario 2 mewakili
perubahan albedo yang mengalami perubahan sebesar 0,0027 sejak tahun 2000-2004
NASA 2011.
Skenario 3
Perubahan suhu bumi dengan asumsi albedo bumi naik sebesar 6 , dan parameter
lainya dianggap konstan. Perubahan suhu yang dihasilkan dari Skenario 3 mewakili
pernyataan Leurox
2005 mengenai
perubahan albedo yang dialami pasca meletusnya Gunung Agung di Bali 1963.
Skenario 4
Perubahan suhu bumi dengan asumsi albedo permukaan bumi turun sebesar 1.5,
dan parameter lainya dianggap konstan. Perubahan suhu yang dihasilkan dari
Skenario 4 mewakili perubahan tingkat kekeruhan atmosfer pada tahun 1996 sampai
tahun 1998 Budiwati et al .2003.
Skenario 5
Perubahan suhu bumi dengan asumsi nilai emisivitas berubah akibat pengurangan
lahan seluruh lahan vegetasi menjadi lahan non vegetasi. Dengan asumsi awal luas lautan
70 , lahan vegetasi 10, dan lahan non vegetasi 20. Kemudian dihitung perubahan
suhu
ketika lahan
vegetasi berubah
seluruhnya menjadi lahan non vegetasi dengan persentase lautan 70 dan lahan non
vegetasi 30 . Masing- masing nilai albedo penutupan lahan berbeda, untuk lautan
sebesar 0.98, untuk lahan vegetasi sebesar 0.95, dan lahan non vegetasi sebesar 0.92
Weng 2001.
Nilai-nilai dasar parameter tersebut diperoleh
dari web
resmi NASA.
Sedangkan perubahan terhadap beberapa parameter diperoleh dari beberapa literatur
yang berbeda. 3.3.3 Analisis kecenderungan data series
waktu iklim Jakarta Observatory 1965-2010.
Sebelum melakukan
analisis kecenderungan terlebih dahulu dilakukan
pengumpulan data iklim suhu dan curah hujan bulanan selama 55 tahun.
Sebanyak 80 data historis suhu didapatkan dari data observasi BMKG yang
terangkum sebagai data series waktu suhu bulanan, untuk melengkapi keterbatasan data
suhu maka sebagian lagi didapat dari web www.tutiempo.net yang merupakan data
satelit yang berasal dari Spanyol.
Data presipitasi juga mengalami kendala yang sama yaitu keterbatasan data untuk
data dari tahun 1965-1985 diperoleh dari kumpulan data statistik iklim ASEAN,
kemudian data sisa dari tahun 1976-2010 diperoleh dari data BMKG yang didapat di
perpustakaan Departemen Geofisika dan Meteorologi dan web yang sama untuk
melengkapi data tersebut.
Analisis ini membagi data iklim menjadi empat periode. Periode data iklim dalam
analisis ini terdiri dari tiga periode dasawarsa yaitu:
a. Periode I 1965-1974, b. Periode II 1975-1984,
c. Periode III1985-1994, dan d. Periode IV1995-2010 dengan
panjang data adalah 15 tahun. Selain itu dalam satu tahun data dibagi
dua musim yaitu: a. DJF Musim Hujan: Desember,
Januari, Februari. b. JJA Musim Kemarau: Juni, Juli,
Agustus. Analisis data ini menguji kecenderungan
naik atau turun dari kedua parameter dengan empat periode dan dua musim yang telah
disebutkan di atas.
Tabel 2 Informasi stasiun observasi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN