elemen-elemen lain. Menghasilkan in- formasi tentang suhu permukaan laut masa
lalu, curah hujan, limpasan sungai, sirkulasi laut, dan sistim angin tropis. Sejauh
ini, hanya beberapa studi yang membentang lebih dari satu abad Bradley 1999.
4. Analisis serbuk sari Pollen analysis
Analisis serbuk sari adalah metode untuk
mengungkapkan bukti-bukti
perubahan ekologi dan iklim masa lalu. Dengan menggabungkan prinsip stratigrafi
dengan pengamatan aktual dari vegetasi untuk merekonstruksi vegetasi terestrial
masa lalu. Perubahan Regional iklim regional biasanya tidak dapat diturunkan
dari metode serbuk sari Kneller 2009.
Butir serbuk sari yang tercuci atau tertiup angin ke danau dapat terakumulasi
dalam sedimen dan memberikan catatan vegetasi masa lalu. Berbagai jenis serbuk
sari dalam sedimen danau mencerminkan vegetasi yang ada di sekitar danau dan
kondisi iklim yang menguntungkan bagi vegetasi tersebut NOAA 2011.
5. Cave analysis Speleothems
Speleothems adalah deposit mineral yang terbentuk dari air tanah dalam gua bawah
tanah. Stalagmit, stalaktit, dan bentuk lainya mengandung
senyawa yang
dapat merenkonstruksi penanggalan radiometrik.
Selain itu ketebalan lapisan pengendapan dan catatan isotop yang terkandung di
dalamnya dapat digunakan sebagai proxy iklim NOAA 2011.
Dasar speleotherm yang diperiksa untuk mendapatkan informasi iklim adalah interval
pertumbuhan yang ditentukan oleh uranium dan
digunakan untuk
mengidentifikasi interval iklim. Analisis oksigen digunakan
untuk identifikasi suhu gua, sifat curah hujan, serta lintasan masa udara. Analisis
isotop karbon diartikan sebagai perubahan vegetasi di atasnya, juga menunjukan
kerapatan
vegetasi. Ketebalan
lapisan tahunan juga digunakan sebagai indikator
jumlah curah hujan dan rata-rata suhu tahunan serta vegetasi Fleitmann et al.
2011
.
Dengan metode-metode paleoklimatologi di atas maka data iklim yang cukup panjang
dapat direkonstruksi. Dengan data tersebut dapat dilakukan analisis tentang perubahan
iklim global dengan lebih akurat. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa setiap metode
memiliki ketidakpastian yang menyebabkan kerancuan informasi.
2.2 Keseimbangan Energi Permukaan
Kenaikan suhu global dikaitkan dengan tidak seimbangnya transfer energi radiasi
matahari. Radiasi matahari yang masuk sebagai
gelombang pendek
akan dikembalikan ke angkasa oleh bumi sebagai
gelombang panjang. Jumlah radiasi matahari yang masuk ke bumi sama dengan jumlah
energi yang dipancarkan bumi. Asumsi tersebut dapat digunakan untuk menghitung
perubahan suhu rata-rata bumi yang diisukan terus
meningkat pesat
akibat radiasi
gelombang panjang yang terperangkap oleh gas-gas rumah kaca.
Hubungan antara aliran energi dan iklim dapat diilustrasikan dengan cara sederhana
yaitu hukum
termodinamika yang
menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan maupun dihancurkan, hanya
dapat diubah dari satu bentuk kebentuk lainya Oke 1987. Sistem bumi mengubah
energi yang diterima dan memancarkannya kembali, ada juga yang diserap dan merubah
bentuknya menjadi energi lainnya.
Menurut Kiehl dan Trenberth 1997, energi yang masuk ke bumi :
27.4 dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer
20.6 diserap gas-gas di atmosfer dan awan
52 diserap permukaan bumi Jumlah energi yang masuk, diubah, dan
dipantulkan kembali oleh sistem bumi dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu:
a. Radiasi Radiasi surya yang datang ke bumi,
sebagian diterima oleh permukaan dan sebagian dipantulkan atau ditransmisikan
kembali ke atmosfer dalam bentuk radiasi gelombang pendek maupun gelombang
panjang.
Jumlah radiasi
netto yang
diterimadiserap oleh permukaan kemudian digunakan
sebagai energi
untuk memindahkan panas dari permukaan ke
dalam tanah soil heat flux G, energi untuk memindahkan panas dari permukaan
ke udara sensible heat fluxH, energi untuk evapotranspirasi LE, dan sisanya
digunakan
untuk metabolisme
mahluk hidup. Hal inilah yang sering disebut sebagai
konsep neraca energi permukaan b. Jarak matahari dan bumi
Jarak berpengaruh
terhadap variasi
penerimaan energi radiasi matahari di permukaan
bumi. Bumi
mengelilingi matahari dengan lintasan yang berbentuk
elips. Jarak terdekat antara matahari terjadi pada tanggal 3- 5 Januari perihelion, dan
jarak terjauhnya terjadi pada tanggal 5 Juli aphelion. Perbedaan variasi jarak antara
bumi dan matahari menyebabkan terjadinya perbedaan kerapatan fluks matahari Wm
-2
Handoko 1995. Pada jarak rata-rata antara matahari dan
bumi selama satu tahun, radiasi surya yang datang tegak lurus di permukaan bumi
disebut dengan solar constant. Solar constant bernilai 1367 Wm
-2
NASA 2011. c. Albedo
Albedo adalah perbandingan jumlah radiasi yang dipantulkan dan jumlah radiasi
yang diterima permukaan bumi Avia et al. 2000. Nilai albedo dipengaruhi langsung
oleh variasi penutupan lahan di permukaan bumi. Nilai albedo tertinggi berada pada
lahan dengan nilai penutupan vegetasi rendah pada musim kering dan vegetasi
padat pada musim basah Subarna et al. 1998.
Vukovich 1987 melakukan penelitian tentang
hubungan albedo
dan suhu
permukaan. Penelitian yang dilakukan di daerah Sahara, Afrika ini menghasilkan
bahwa dengan penutupan rendah dan kering nilai albedo dan suhu permukaan akan tinggi
dibandingkan daerah yang memiliki vegetasi tinggi dan basah. Semakin tinggi nilai
albedo maka semakin besar jumlah radiasi yang
dipantulkan. Hal
ini akan
menyebabkan turunnya suhu. Materi yang memiliki kemampuan tinggi merefleksi
radiasi sinar matahari adalah es, sementara yang terendah diantaranya lautan dan hutan
lebat. d. Emisivitas
Emisivitas didefinisikan sebagai rasio daya emisi total sebuah permukaan terhadap
daya emisi total dari suatu permukaan yang meradiasi secara ideal pada temperatur
sama. Permukaan beradiasi ideal juga dinamakan benda hitam.
Emisivitas suatu benda bernalai antara 0 sampai 1. Benda yang memiliki warna putih
sempurna seperti
cermin memiliki
emisivitas sebesar 0, dan benda yang hitam sempurna bernilai emisivitas 1.
Emisivitas bumi akan berhubungan dengan
intensitas radiasi
gelombang panjang. Semakin besar emisivitas semakin
besar pula intensitas radiasi gelombang panjang yang diemisikan bumi ke atmosfer
menuju angkasa Sumaryati 2004.
2.3 Perubahan Iklim Global